"AAARRGHH!!!"
Teriakan membahana itu mampu membuat siapa saja yang mendengarnya langsung menutup telinga mereka. Berusaha mencari aman agar tidak mengalami pendengaran yang buruk.
"gila, gila, gila!!! Gue nggak tahu harus gimana?"
Gadis dengan rambut pendek sebahu dan berponi lucu itu terus saja mondar-mandir tak jelas di dalam kostan nya yang tak seberapa besarnya itu. Ia menggigit gigit ujung kukunya terus menerus dan sesekali terdengar decakan dari bibir mungilnya.
"pindah kerja? Tapi nyari kerjaan itu susah banget!"
Veronica merebahkan kembali tubuhnya di atas kasur kecil itu. Ia menghembuskan nafas lelah. Pikirannya kini sedang bertarung dengan isi hati Veronica.
"ck! Ini gimana sih?"
Tangannya berusaha melepas jam tangan kecil yang bertengger di pergelangan tangannya. Memang benar sekali ya? Jika sedang kesal hal sekecil apapun itu bakal susah untuk di lakukan.
setelah terlepas begitu saja, tangannya dengan gesit menaruh jam tangan yang pada bukan tempatnya dan mengambil handphone yang ada dalam saku celananya. Ia mengotak Atik sebentar sebelum suara dering ponsel membuat kian menggeram seketika.
"ini siapa lagi yang nelpon gue?! Nggak tau apa gue lagi kesel?"
ia tak menjawab telepon tersebut namun dering itu lagi lagi terdengar di telinga Veronica sampai beberapa kali panggilan. Dengan nafas yang sudah memburu menahan kesal ia mengangkatnya,
"Apasih anjir! Siapa? Ganggu gue aja elah," Veronica meluapkan amarahnya begitu saja kepada seseorang yang entah siapa pemilik nomor tak di kenal itu.
Terdengar suara kekehan dari sebrang telepon sana. Membuat Veronica terdiam sebelum di buat misuh misuh kembali setelah berusaha mengingat pemilik suara itu.
"Bos? Kenapa menelpon saya?" suaranya kian melembut setelah tau bos nya lah yang meneleponnya di luar jam kerja. Ingat! Di luar jam kerja, dan itu berhasil membuat Veronica kebakaran jenggot.
"sok jaim Lo Ve, beneran nomor Lo kan? Cewek tomboy?"
Oke?... Ayo Ve, tarik nafas... Tahan jangan di keluarkan. Agar bos nya itu kelabakan saat tau karyawannya mati karna di telpon tengah malam dan di luar jam kerja.
"bos ada apa? Apakah bos membutuhkan bantuan saya? Barangkali saya bisa membantu," lagi lagi terdengar suara kekehan dari sebrang sana. Bahkan lebih memekakkan telinganya.
"kalem napa Ve, jangan formal gini ah. Di luar jam kerja ini loh"
Seketika kaki Veronica mencak mencak tidak jelas di atas kasur sampai menimbulkan suara gaduh. Ia menggertakkan giginya sampai terdengar suara yang sangat ngilu.
"Mau Lo apasih Yan? Gue udah baik yah sama bos sendiri! Tapi malah bosnya yang ngelunjak."
"Nah gitu dong, ini yang gue kangenin dari seorang Veronica Han. Khas banget kan?" Bian tersenyum licik di sebrang sana. Ia sudah menebak teman musuhnya itu pasti sedang memejamkan mata sembari menggertakkan giginya. Kebiasaan Veronica jika sedang menahan kekesalan.
"gue tutup yah Bian! Lo nelpon gue di luar jam kerja jadi bodo amat kalo karyawan baru kaya gue nggak sopan sama bosnya yang nggak tau diri kaya Lo!"
"sante sante! Sebelum gue nyantet Lo kudu sante dulu ya nggak?"
"Bacot!"
Veronica mematikan sambungan telepon itu begitu saja. Masa bodo jika bosnya marah apalagi sampai mengeluarkannya dari pekerjaan. Veronica tidak peduli.
Baru saja menaruh handphonenya di atas nakas, suara notifikasi mengalihkan perhatian Veronica yang sedang berganti baju.
+62-858****
| Besok khusus buat karyawan baru kesayangan gue kaya elo! datengnya jam lima subuh ya! Masakin sarapan dulu buat gue.
| Babay karyawan kesayangan 💋🙉
"Kayanya gue harus potong rambut lagi deh, ini udah kepanjangan."
Veronica menyisir rambutnya yang sudah mulai memanjang sampai menyentuh bahunya. Ia sedikit tidak suka dengan rambut panjang apalagi sampai ke pinggang. Itu bukan dirinya sekali.
menurutnya terlalu ribet dan sangat susah di rawat. Wajar, Veronica kan gadis jadi jadian. Selebihnya jiwa lelaki semua yang melekat.
"Dah keren kan? Oke Lo selalu keren Ve, Kapan pun."
Ia berkaca dengan mengusap dagunya dan terkadang mengangkat satu alisnya.
"widih iya dong!"
Ia kembali berpose di depan cermin, bicara sendiri dan senyum senyum tidak jelas.
"Tarik nafas dulu Ve, sebelum menghadapi orang gila kaya bos Lo itu."
Ia menarik nafasnya pelan dan menepuk dada kirinya tanda menyemangati. Awal dimana ia diterima di sebuah pekerjaan yang sangat di nanti seorang Veronica. Kerja santai tapi gajinya tidak terlalu santai.
"Semoga gue kerja di cafe ntuh ada lah bisa nongkrong sejaman. Kan kerja santai," Ia terkekeh geli mendengar penuturannya sendiri yang sangat tak mungkin bisa kerja santai. Karna ia memiliki bos yang sangat sangat tidak bisa santai. Emh... Veronica sudah bisa menebak.
"semangat Ve, semangat!"
...****************...
"Pagi bang"
Gadis itu menyapa lelaki yang tengah membersihkan meja pelanggan.
"Yoi, pagi juga Ve"
Veronica lanjut berjalan ke arah dalam. Ia menyapa beberapa karyawan yang sudah lama kerja di cafe ini. Berusaha akrab agar nyaman juga saat bekerja.
"Bos dah dateng mbak?" Tanya Veronica sembari mengusap meja kasir dengan telaten. Ia dapat dibagian kasir soalnya.
"Duh Ve, Kan dah gue bilang. Panggil Chika aja! Nggak usah ada embel-embel mbaknya. Berasa tua gue," Veronica cengengesan mendengar protestan dari teman sepekerjaannya itu.
"Nggak ah! Lebih enakan di panggil mbak, biar gue paling kecil di sini. Kan lucu"
Chika menatap jijik ke arah Veronica yang berpose manyun sembari mengedipkan sebelah matanya menggoda. Alih alih lucu malah terkesan seperti bencong yang ada di lampu merah.
"Bos mana gue tanya lagi mbak! Elah nggak jawab jawab tanyaan gue," Ia menatap jengah ke arah Chika.
"Nyariin bos Mulu baru pagi juga, kenapa? Kesemsem ya? Ya iya lah. Bos kita itu kan definisi. Pebisnis muda yang memiliki ketampanan bak Yunani. Gantengnya nggak ngotak euy!"
Tatapan Veronica kian menghunus membuat Chika cengengesan tak jelas.
"hehe... Maap dulu dong Ve, noh di ruangannya."
Veronica mengangguk sekilas dan berjalan kembali ke arah kasirnya.
"Lo nggak nyapa bos Lo dulu? Nanti di kira karyawan songong lagi," Chika menakut nakuti Veronica yang hanya di balas gelengan kepala seolah itu hanyalah hal kecil biasa.
"Dih di bilangin"
"Ve di suruh ke ruangan bos," Romi datang dari arah belakang membawa sapu dan juga lap kain. Sepertinya lelaki itu habis membersihkan area dalam.
"Kan apa gue bilang? Bos tuh harus selalu di sapa karyawannya dulu. Sesekali carmuk napa Ve, biar gede gajih"
Gadis itu tak mendengarkan omongan Chika, seolah omongannya hanya angin lalu saja. Ia berjalan dengan selengekan membuat Chika dan Romi yang melihatnya keheranan.
"Dia emang jalannya begitu? Perasaan cewek tomboy yang gue temui nggak kaya dia deh jalannya," Romi bertanya pada Chika yang di balas gelengan kepala juga oleh gadis itu.
"Ya itu Lo temui langsung cewek tomboy yang begituan. Dia mah bukan tomboy lagi perasaan, dah laki bener! Jalan aja kaya preman pinggir jalan yang hobinya malak"
Romi tertawa kencang mendengar penuturan Chika. Ia menatap ke arah Veronica yang sudah jauh dari pandangannya. Dan menganggukkan kepalanya sesekali menilai penampilan karyawan baru yang berumur kerja satu Minggu itu.
"Liatin aja, bentar lagi juga motong rambutnya. Orang dari tadi megangin rambut dan kaya megang bom. Nggak betahan," Romi menganggukkan kepala setuju.
Veronica baru bekerja satu Minggu di sini saja karyawan lama sudah hafal dengan seluk beluknya. Wajar, Gadis itu sangat gampang bergaul dan selalu blak blakan dengan apa yang ia suka dan tidak ia suka. Seperti menyinyir bosnya. Uh kalau jangan di tanya lagi, karyawan lain sampai ketar ketir jika Veronica membicarakan sang bos dengan kejelekannya, takut ketahuan cuy!
"Dah buruan kerja lagi! bentar lagi ada pelanggan masuk"
...****************...
"Selamat pagi bos," Veronica tersenyum ramah ke arah bosnya dan menyapa dengan sopan. Ia mendengarkan apa yang di katakan oleh Chika, Harus cari muka!
"Sok anggun, jijik gue liatnya"
Veronica menatap datar ke arah bosnya sebelum kembali tersenyum ramah kepada bosnya yang tak punya adab menurut Veronica.
"Ada apa yah bos memanggil saya?"
Bian menatap datar ke arah karyawan barunya itu, pikiran licik sudah terencana di otak Bian untuk bisa mengerjai gadis tomboy di depannya ini.
"Kamu kenapa tidak membalas pesan saya? Sudah saya bilang untuk datang pagi pagi sekali! Saya punya pekerjaan penting untuk kamu"
Veronica menunduk sekilas. "Maafkan saya bos, saya tidak sempat membuka handphone," Ia masih mempertahankan senyuman ramahnya tanpa tersulut emosi oleh pancingan dari bosnya. Ya walaupun dalam isi pikirannya sudah ingin mencabik-cabik wajah menyebalkan bosnya.
"Oke! Saya memaafkan kamu, Tapi... Kamu saya hukum karna tidak melaksanakan tugas dari bos dengan baik"
Veronica mengernyit heran mendengar celotehan tak berguna dari bosnya. Apa apan itu? tidak melaksanakan tugas? hello... Bosnya bahkan menghubungi Veronica di luar jam kerja.
"Kamu harus merangkum pengeluaran dan pemasukan penjualan bulan ini dengan cepat! Saya tunggu saat makan siang, jangan sampai ada yang salah dalam hiungannya!"
Gadis itu menatap tajam ke arah buku tebal yang ada di meja bosnya itu. Ia meraihnya, kembali menatap bosnya dengan senyum ala ala karyawan teladan, walau isi hati sudah komat Kamit.
"Siap bos, akan saya kerjakan"
Ia keluar begitu saja tanpa berpamitan kepada sang bos yang sudah mengeluarkan senyum ejek.
"Tahan Ve, tahan. Ini masih jam kerja, Kalau udah di luar itu. Gue bawa alat tempur gue dan siap bunuh bos nggak ada adab ntuh! Awas aja!"
Setelah sudah keluar dari ruangan sang bos, ia mencak mencak tidak jelas bahkan decakan sudah terdengar berkali kali. Giginya sesekali menggertak karna menahan kesal yang sudah di ujung tanduk.
"Loh bawa buku apa Ve? Tebel banget," Riska bertanya ke arah Veronica.
"Agenda keuangan, gue di suruh ngerangkum pengeluaran," Veronica menjawab dengan sangat malas. Ia sudah bete! Tapi masih saja di tanya tanya seperti itu.
"Lah? Udah itu mah Ve sama gue, ngapain di rangkum lagi? Apaan yang harus di rangkum?"
"Nggak tau ih! Tanya aja sama bos Lo noh!" Ia menjawab dengan nada sewot.
Chika dan Riska saling tatap keheranan. Melihat wajah tak mengenakan dari Veronica pun mereka sudah bisa menebak, pasti sebentar lagi ada pertempuran. Veronica yang sudah ancang-ancang dan bosnya yang usil selalu menyulut emosi Veronica yang selalu meledak ledak kapan pun itu.
"sini gue bantu, mungkin bos lupa kali"
Chika menatap Riska yang sedang membantu Veronica dengan sabar dan telaten. Sedangkan Veronica dengan ogah ogahan mencatat apa yang di katakan oleh Riska. Sesekali terdengar decakan juga dari mulut Veronica.
"Bos kenapa ya? Kalo sama Veronica tuh kaya ngeliat musuh bebuyutan yang udah dia cari cari gitu," Chika bertanya ke arah Romi yang baru saja duduk setelah menyelesaikan pekerjaannya yaitu bersih bersih cafe sebelum pelanggan datang.
"Suka kali," Jawaban enteng dari Romi itu membuat Veronica mendelik tak terima.
"Enak aja suka, nggak ya anj--"
"Ve!" Riska menegur gadis itu yang bibirnya selalu saja tak punya rem untuk berkata kasar.
"Lagian ngedenger aja lagi, udah kerja aja dulu. Nanti kalau udah selesai baru maki maki dah sepuasnya bos Lo itu"
Chika terkekeh mendengarnya, Veronica yang gampang tersulut emosi dan Romi yang selalu siap nyerocos melawan ucapan Veronica. Yah pas sudah di tambah Riska karyawan paling sabar yang selalu ada di tengah tengah keduanya.
"Ayo buru selesein, biar kaya Romi. Bisa leha leha noh," Riska menginterupsi ke arah Veronica karna gadis itu asih saja menatap tajam ke arah Romi.
memang ya, karyawan baru yang nggak ada takut takutnya.
...****************...
Jam kini sudah menunjukkan tepat di jam dua belas siang, itu artinya pelanggan sudah mulai membeludak masuk ke cafe dan memesan ini itu. Veronica sampai kewalahan karna banyak sekali pesanan walau dia di bagian kasir soal hitung menghitung kadang mumet juga. Apalagi yang memesannya sangat banyak seperti saat ini.
"Terima kasih yah mbak," Ia tersenyum ramah ke arah pelanggan yang baru saja menyelesaikan pembayaran. Ia menghela nafas lelah, ini sudah memasuki jam makan siang. Dan orang kantor sebagian ada yang makan siang di sini.
karna letak cafe ini sangat strategis di dekat perusahaan besar dan juga tidak jauh dari kampus jadi kadang mahasiswa nongkrong di sini entah itu mengerjakan tugas atau hanya sekedar kumpul.
Setelah melewati ke hebohan yang semoga tak berkepanjangan ini ia duduk di atas lantai yang baru saja di pel oleh Romi. Rasanya tuh dingin dingin nyegerin. Apalagi terkena AC, beh sangat sejuk bukan di siang bolong yang sangat terik ini.
"Capek gue," Ia angkat tangan sembari kedua kakinya di selonjorkan. Membuat Chika menatapnya geleng geleng kepala.
"Yuk makan siang, Pelanggan udah tinggal beberapa biji doang ini," Chika mengajak Veronica yang hanya di balas deheman saja.
"Ayo Ve!" Chika menarik narik tangan Veronica yang masih tak mau bergerak itu. Ia berdecak menatap cewek jadi jadian ini.
"Makan siang Ve! Atau Lo mau keruangan bos dulu ngasih tuh agenda?" Tanya Chika yang di balas pelototan dari Veronica.
"Gue lupa! Makasih yah ciciku udah ngasih tau"
Ia berjalan cepat meraih buku tebal itu dan berjalan terburu buru ke ruangan sang bos. Pikirannya meramal sesuatu.
"semoga bos nggak ada adab itu nggak bikin gue kerepotan lagi ya tuhan!"
"Telat tiga detik!"
"LAMBAT!!!"
Veronica mengangguk anggukkan kepalanya saja tidak ingin menghiraukan celotehan dari bos nya yang tak berguna itu.
"Maaf bos, tadi banyak pelanggan jadi saya telat sedikit"
"Alah alesan, harusnya kamu langsung ke sini jangan leha leha nggak jelas kaya tadi!"
Veronica menatap heran ke arah bosnya. "Kok bisa tahu? Bos ngintipin saya ya?"
Mendengar tuduhan dari Veronica Bian seketika kelabakan. "Jangan asal nuduh kamu! Saya tadi mengecek pekerjaan karyawan saya becus atau tidak! Eh kamu malah leha leha di lantai."
Veronica mendengus mendengar jawaban setengah tak masuk akal dari bos freaknya itu. Ia menyerahkan agenda tebal itu di atas meja bosnya dengan sedikit bantingan. Membuat Bian terjingkat kaget.
"Ini bos, saya sudah menyelesaikannya dengan baik ya walaupun kata Riska sebenarnya agenda ini tuh sudah di rekab dan saya harus ngerekab ulang lagi!" Ia berbicara penuh penekanan sampai membuat bos nya berfikir untuk menjawab kebohongan apa yang bisa di percayai oleh karyawan barunya ini.
"Oh yah? Sepertinya saya lupa karna rekabannya tidak tercantum di laptop saya. Mungkin terhapus"
Veronica membulatkan matanya terkejut mendengar alasan dari bosnya yang kelewat santai dalam berbicara itu.
"Yan? Gue aduin ke Riska ya! Mampus Lo, nggak ngehargain banget usaha orang."
Veronica sudah masa bodo dengan kesopanannya. Ia sudah tidak bisa menahan amarah yang sudah meledak ledak di hadapan bosnya yang tak tahu di untung ini.
"Kamu sopan sedikit bisa?" Bian menatap tajam ke arah Veronica yang dibalas hendikan acuh olehnya.
"Lo aja nggak ada sopan sopannya sama karyawan kenapa gue harus sopan juga ke elo?" Tangannya sudah menunjuk nunjuk ke arah bosnya dengan wajah yang sudah memerah.
Bian menghela nafas sabar. "Oke! Saya salah, Nih makan," Bian memberikan sekotak makan siang ke arah Veronica.
"Nggak ada racunnya," Ia berucap malas saat melihat Veronica menatap makanan pemberiannya penuh intimidasi.
"Ngaku salah tapi nggak minta maaf? Orang sedeng!"
Ia menatap ke arah bosnya itu prihatin. Karna sudah benar benar tak punya adab dan malah melebihi kegengsia nya. Kasihan sekali.
"Mau tidak? Oke saya kasih Romi sa--"
"Makasih bos nggak ada adab," Setelah mengambil cepat kotak makan siang itu ia langsung berlari ke luar ruangan secepat kilat sebelum mendapatkan semburan dari bosnya.
"Dasar! Lo yang nggak ada adab! Keluar nyelonong gitu aja kaya setan jadi jadian"
Ia mengurut pelipisnya yang berdenyut karna seharian ini di dalam ruangan terus dan menghadapi karyawan baru sekaligus teman musuhnya dari kecil.
"Besok rencana apa lagi ya buat ngejailin siluman tomboy tuh?"
...****************...
"Widih dapet bingkisan?"
Veronica tersenyum sombong, ia menepuk dadanya bangga seolah telah mendapatkan prestasi yang membanggakan.
"Ya iya dong, keren kan gue?" Gadis itu mengangkat kedua alisnya naik turun membuat Chika menatap jengah ke arahnya.
"Ka? Lo kalau setiap di suruh ngerangkum agenda keuangan dapet bingkisan nggak?" Tanya Romi menggoda. Veronica dengan senyuman menjengkelkannya bersiul saat mendapatkan Riska geleng kepala tanda ia tak pernah mendapatkannya.
"Hoki kan gue?"
"Bukan hoki sih, tapi lebih ke kasihan ngeliat anak orang di kasih kerjaan kaya di kasih umur sedetik lagi, pengap hawanya," Spontan semua karyawan sedang duduk bersantai itu tertawa keras mendengar candaan dari Romi.
"Jangan kaya gitu, ini tuh apresiasi buat Ve karna udah kerja bagus selama jadi karyawa baru," Roki membela gadis itu karna kasihan melihat raut asem dari Veronica.
"Emang cuman Bang Roki doang yang sayang ma gue," Ia menepuk bahu Roki seolah mendapatkan pembelaan.
"Tumben ya sih bos, perhatian sama si Ve, biasanya ngajak gelud aja"
Perkataan dari Chika di angguki yang lain, Veronica sih sudah bodo amat, ia membuka kotak makan itu dan langsung jatuh cinta dengan isinya.
"Makanan kesukaan gue!" Ia memekik senang.
Melihat isi dari kotak makan itu yakni, ayam rica rica dengan lalaban sayur ples sambal terasi. Di tambah lagi ada Snack pencuci mulut kesukaannya juga. Ada kue sus, kue kering, cheesecake dan juga potongan buah mangga manis.
"Ini makanan fav Lo?" Tanya Romi yang di angguki ke antusiasan dari Veronica.
"Berarti bos bukan pengertian lagi kalau sampe ngasih makanan yang isinya kesukaan Ve semua," Pernyataan dari Riska di angguki oleh Riko. Benar juga, jika sampai kebetulan begitu tidak mungkin.
"Ngaku! Lo ada yang di sembunyiin dari kita kita ya? Tentang bos?" Pertanyaan penuh intimidasi itu membuat Veronica membeku.
"nggak ada kok!" Ia berusaha membantah dan mengacuhkan tuduhan segala tuduhan yang menyerangnya.
"Alah boong! Mana ada sih karyawan baru yang berani sama bosnya sendiri selain Lo? Kalo nggak ada apa apa kenapa Lo seberani itu sama bos Bian?"
"Kalian kenapa malah ngerumpi? Bukannya kerja," Bian tiba tiba datang membuat karyawan lain kelimpungan.
"Anu itu pak, pelanggannya udah pada nggak ada jadi kita istirahat sebentar"
"Istirahat apa ngerumpi? Gunain waktu senggang kalian sebaik mungkin. Jangan malah ngerumpi nggak jelas!"
Setelah mengatak teguran itu Bian kembali masuk ke dalam ruangannya. Sementara karyawan yang lain saling tatap menatap.
"Lo sih ngomongnya ke gedean! Kan kedengaran sama bos!" Chika menuduh ke arah Romi yang di balas anggukan cepat juga olehnya membenarkan.
Romi walaupun memiliki mulut lemes, tapi begitu begitu ia paling takut oleh bosnya. Karna pernah hampir dikeluarkan karna mulut lemesnya yang tidak kenal tempat itu.
Sedangkan Veronica mendesis di tempatnya menahan perih di area pinggang karna ulah bosnya tadi. Untung tidak ada yang menyadari kalau Bian dengan usilnya menyempatkan untuk mencubit pinggang Veronica yang asik makan.
"Kenapa Ve?" Riska bertanya saat melihat Veronica meringis sembari memegang pinggangnya.
"Emh itu... Anu, sakit perut gue"
"Lo sih telat makan jadi sakit perutkan?"
Romi berdehem menatap Veronica. "Orang makan enak nggak ada nawarinnya ke temen. Basa basi kek"
"Lo bukan temen gue"
Sedangkan di lain tempat, seorang pria duduk anteng sembari matanya menatap ke layar laptop yang menampilkan cctv cafe miliknya. Ia tersenyum kemenangan melihat musuhnya tengah mendesis menahan sakit di area pinggangnya.
"mampus! Karyawan songong sama bosnya mah bakal kena azab kaya tadi. Itu baru azab kecil, belum azab yang lebih gedenya"
Perhatiannya teralih kan saat mendengar dering telepon dari handphone miliknya. Ia melihat nama penelepon tersebut dan mengangkatnya.
"Halo ma?"
"Kamu nanti malam pulang yah ke rumah sayang? Kita makan malam bersama"
Terdengar suara yang mengalun merdu di telinga Bian. ia mengangguk saja mendengar penuturan dari sebrang sana.
"Iya ma, aku pulang nanti malem"
Setelah mengatakan itu Bian kembali menutup teleponnya dan menghela nafas. Sepertinya akan ada kejutan di rumahnya nanti malam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!