Sefty tengah mematut dirinya di depan cermin untuk memastikan penampilannya sudah benar-benar oke. Begitu merasa penampilannya telah sempurna, ia lekas mengambil tas bahunya dan langsung turun ke lantai bawah.
"Sef, mau ke mana?" tanya Mama Diana.
"Aku akan makan siang bersama teman, Ma. Aku pergi ya, Assalamu'alaikum."
Sefty melajukan mobilnya menuju cafe delima, tempat yang tadi malam dikatakan oleh Xavier, laki-laki yang dijodohkan sang mama dengannya. Begitu tiba di sana, Sefty kembali memperhatikan dirinya lewat kaca tengah mobilnya. Setelah penampilannya sudah benar-benar baik, Sefty langsung turun dan masuk ke dalam cafe.
Sefty mengeluarkan ponselnya dan langsung melihat chat antara dirinya dan Xavier. "Meja no.32," monolognya.
Satu persatu, meja cafe Sefty perhatikan demi melihat nomor di atas mejanya. Hingga akhirnya ia menemukan nomor meja yang ia cari. Di sana, sudah terlihat seseorang yang duduk menunggu kedatangannya.
"Hai, maaf menunggu lama," ucap Sefty sungkan.
"Tidak, aku barusaja tiba. Ayo, silahkan duduk."
Sefty mengangguk dan langsung menarik kursi di depan Xavier untuk dirinya duduk. "Mmm, Kakak tidak pesan makan?" tanya Sefty saat menyadari tidak ada apapun di atas meja.
"Belum, aku menunggumu."
Sefty tersenyum malu-malu mendengar jawaban Xavier. Bagaimana tidak, ini adalah pertama kalinya Sefty makan siang bersama orang lain yang akan dijodohkan dengannya, dan sambutan laki-laki ini begitu hangat padanya. Dengan salah tingkah, Sefty meraih buku menu dan memilih pesanannya.
"Kakak mau pesan apa?" tanya Sefty.
"Samakan saja denganmu."
"Hm, baiklah." Sefty langsung memesan dua porsi makanan sesuai keinginannya.
Setelah karyawan cafe pergi, keadaan di meja yang ditempati Sefty dan Xavier terlihat cukup canggung. Baik Xavier maupun Sefty kehabisan bahan obrolan hingga membuat keduanya terdiam.
"Ehem! Oh ya, selamat untuk buku barumu yang akhirnya akan segera terbit." ucap Xavier membuka pembicaraan.
"Terima kasih."
"Selamat juga untuk film terbaru yang diadaptasi dari tulisanmu yang aku dengar sudah mencapai 9 juta penonton, itu sungguh prestasi yang menakjubkan." Lagi-lagi Xavier memuji.
"Kakak terlalu berlebihan." ucap Sefty malu. "Oh iya, Kak. Sabtu malam nanti akan ada acara gala dinner untuk merayakan keberhasilan film tersebut. Kalau Kakak tidak keberatan, mungkin Kakak bisa datang ke sana."
"Mmm, itu—"
"Selamat menikmati hidangan kami Tuan, Nona." ucap pelayan cafe sembari menghidangkan makanan pesanan Sefty.
Sefty langsung meraih minumannya dan mulai memakan pesanannya. Sejenak, obrolan keduanya terhenti karena keduanya sibuk dengan makanan masing-masing. Sepanjang makan, Sefty kerap mencuri pandang ke arah Xavier yang terlihat sangat cool dan manis. Hingga beberapa saat kemudian, makanan keduanya 'pun habis.
"*Eh*em! Sef," panggil Xavier, membuat Sefty langsung melihat ke arahnya. "Mengenai perjodohan kita, maaf karena aku tidak bisa melanjutkannya." ucap Xavier.
Ting! Sendok yang belum sepenuhnya Sefty taruh itu terjatuh dengan sendirinya ke atas piring hingga menimbulkan bunyi yang sedikit nyaring. "Ma-maksud Kakak?" tanya Sefty memastikan.
"Maafkan aku, tapi aku mempunyai wanita lain yang aku cintai."
Sefty tertawa sumbang sembari meminum air putih untuk sedikit menormalkan keterkejutannya. Sebisa mungkin ia mencoba untuk bersikap biasa. "Jadi, Kakak akan menikahinya?"
Xavier menjawab dengan anggukan. "Aku sangat-sangat mencintainya."
Sefty mengangguk mengerti. Hanya dengan satu kalimat pendek itu sudah membuat Sefty paham bahwa Xavier tidak mungkin melanjutkan perjodohan mereka. Ahh, entah mengapa Sefty merasa seakan kehilangan setelah mendengar ucapan Xavier tadi, tapi ia tidak mungkin memaksakan kehendaknya.
Dengan menghela napas dalam, Sefty akhirnya mengulurkan tangannya ke arah Xavier. "Selamat Kak, aku turut bahagia mendengarnya. Hanya saja aku sedikit kecewa karena Kakak tidak mengatakannya sejak awal." gurau Sefty.
"Maaf."
"Tidak apa-apa. Lagipula, aku juga tidak menyukai Kakak, jadi santai saja."
"Tapi tadi kau—"
"Mengajak Kakak menghadiri gala dinner? Lupakan saja, tadi aku hanya bercanda. Sebenarnya aku ingin mengajak seseorang untuk menghadirinya bersamaku, dan aku hanya memperagakan caraku mengajaknya saja tadi. Jangan dipikirkan."
"Kau yakin?"
"Hm, aku akan mengajak orang lain untuk menghadirinya nanti." ucap Sefty meyakinkan.
Dring!
"Sebentar," Xavier mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya. "Hm, bagaimana?" tanya Xavier pada seseorang yang meneleponnya. "Harus sekarang?" tanyanya lagi. "Hm, baiklah, aku ke sana sekarang."
"Ada apa, Kak?" tanya Sefty setelah Xavier mengakhiri panggilannya.
"Aku harus kembali ke kantor, ada meeting sebentar lagi. Kau tidak apa-apa 'kan aku tinggal?" tanya Xavier.
"Its okay."
"Baiklah, kalau begitu aku pergi." Xavier akan melangkah pergi. Namun ia sempatkan untuk kembali melirik Sefty. "Aku harap, putusnya perjodohan kita tidak membuat hubungan orang tua kita menjadi jauh." ucap Xavier.
"Tidak akan. Aku akan mengatakan semuanya secara baik-baik pada Mama dan Papa. Kakak tenang saja."
"Terima kasih. Kalau begitu aku duluan, permisi."
"Sampai jumpa, Kak." lirih Sefty dengan linangan air mata yang memenuhi kelopak matanya saat melihat punggung Xavier perlahan menjauh. "Kata orang hubungan pertama itu begitu memabukkan, tapi kenapa hubunganku kandas sebelum berjalan. Kenapa takdir setidak adil ini padaku, Tuhan?"
Di luar cafe, Xavier duduk diam di dalam mobilnya dengan melihat ke dalam restoran yang hanya dilapisi kaca transparan itu. Dari dalam mobil, Xavier dapat melihat Sefty yang tengah menangis di dalam sana. Xavier tahu, Sefty pasti telah menaruh rasa padanya. Tapi, bagaimanapun Xavier tetap harus melakukan ini demi bersama dengan Sabila, wanita yang ia cintai. Lagipula, kalaupun Xavier melanjutkan perjodohan ini, maka Sefty tetap akan tersakiti karena tidak mendapatkan cinta darinya.
"Maafkan aku, Sef. Semoga kau bisa bertemu seseorang yang bisa mencintaimu lebih dari apapun." Setelah mengatakan itu, Xavier langsung menjalankan kendaraannya pergi dari sana.
Sefty mengambil tissue dan menghapus jejak air mata di pipinya. Setelah merasa lebih baik, Sefty berniat untuk pulang. Namun, barusaja berbalik hendak keluar dari cafe, Sefty langsung terkejut saat dirinya menabrak seseorang dan membuat minuman yang orang itu bawa tumpah mengenai baju temannya.
"Apa yang kau lakukan, Dev!" pekik laki-laki yang terkena tumpahan itu.
"Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja menabrak wanita ini dan minuman anda menjadi tumpah."
"Sial! Ayo kita pergi." Kedua laki-laki itu langsung berbalik pergi tanpa mengucap maaf sedikitpun, membuat Sefty mengepalkan kedua tangan ke udara karena meras kesal.
"Dasar tidak tahu sopan santun!" maki Sefty pelan dan ikut keluar dari restoran dengn kesal.
*
Sefty tiba di rumah saat hari sudah menjelang sore. Begitu masuk, ia melihat keberadaan Kakak laki-lakinya yang tengah duduk di ruang tamu bersama istrinya.
"Tumben Kakak ke sini?" tanya Sefty. Sebab, Kakak dan iparnya ini tinggal di kota terpisah dari mereka dan mendirikan sebuah pondok pesantren di sana. Dan lagi, keduanya sangat jarang sekali mengunjungi kedua orang tuanya karena kesibukan masing-masing.
"Salaman dulu," peringat Agam sembari mengulurkan tangannya.
"Iya, maaf." Sefty langsung mencium punggung tangan kakaknya dan iparnya.
"Tidak biasanya kakak ke sini, ada apa?" tanya Sefty penasaran.
"Kakakmu sedang rindu masakan Mama, maka dari itu kami ke sini." jawab Amira, istri Agam.
Sefty melirik ke arah wanita berhijab syar'i yang tak lain adalah iparnya itu. Sefty lantas beralih duduk di samping kakak iparnya dengan pandangan mata yang sedikit menyipit. Hal itu membuat Agam dan Amira jadi saling pandang karenanya.
"Sef, ada apa? Kenapa melihat kakak iparmu begitu?" tanya Agam.
"Kakak telat datang bulan ya bulan ini?" tanya Sefty pada kakak iparnya.
"Ha? Ma-maksudnya?" tanya Amira tak mengerti.
"Hais! Kak Agam itu jarang sekali merindukan masakan Mama, dan sekarang dia tiba-tiba rindu. Aku curiga kalau sebenarnya itu bukan keinginannya, tapi keinginan bayi kalian." tuduh Sefty.
"Dasar penulis abal-abal." ejek Agam. "Kau pasti membaca itu di internet 'kan?" tanya Agam lagi.
"Iya. Tapi katanya memang begitu, terkadang ngidam itu tidak hanya dirasakan oleh perempuan, tapi juga laki-laki, dan sekarang Kakak bertingkah sangat aneh, aku yakin kalau Kakak itu sebenarnya sedang mengalami Couvade syndrome karena kehamilan Kak Amira."
Agam menoyor kepala adiknya dengan menggelengkan kepala. "Anak kecil jangan sok tahu! Kalau cari info itu yang benar. Sudah sana masuk kamar."
"Ish Kakak aku serius." ucap Sefty tak mau kalah.
"Dengarkan baik-baik, Kakak Iparmu sedang datang bulan saat ini, itu artinya dia tidak sedang hamil. Kakak hanya sedang rindu masakan Mama saja, oke. Jadi jangan mengada-ada." terang Agam.
"Oh, begitu? Kenapa tidak bilang dari tadi? Mengganggu waktuku saja." Sefty mengambil tasnya dan langsung pergi menuju kamar.
"Huh! Kenapa adik-adikku tidak ada yang beres, Tuhan?" ucap Agam memelas. Karena kedua adik perempuannya benar-benar membuatnya selalu pusing tujuh keliling.
Story of Agam and Amira
👇
Sefty menghempas tubuhnya ke atas kasur dengan posisi terlentang. Helaan napas terus menerus terdengar darinya, seolah mewakilkan sesak di dadanya saat mengetahui Xavier telah memiliki kekasih. Sejujurnya, Sefty tidak tahu apakah ia telah mencintai Xavier atau tidak, tapi yang pasti saat pertama kali bertemu dengan Xavier, Sefty sudah mulai merasa bahwa ia menyukai Xavier, dan mungkin tidak buruk untuk mencoba menjalin hubungan dengannya. Namun ternyata perjodohan antara keduanya hanya sampai sebatas ini.
"Beruntung sekali wanita yang mendapatkan Kak Xavier." monolog Sefty.
Ya, menurut Sefty wanita itu sangat beruntung karena bisa membuat Xavier memberikan hidupnya untuknya. Buktinya, Xavier tetap memilih mempertahankan hubungannya dengan kekasihnya daripada mencoba menjalin hubungan baru dengan Sefty.
Tok tok tok
Sefty melirik ke pintu kamarnya. Tidak lama pintu terbuka, dan terlihat Mama Diana yang berangsur masuk. Melihat sang Mama duduk di ranjangnya, Sefty 'pun langsung mendudukkan dirinya di samping sang Mama.
"Kenapa Ma?" tanya Sefty. Sebab, Mama Diana menatapnya tanpa berucap.
Mama Diana masih diam. Ia terlihat sangat sulit untuk mengeluarkan kata-katanya karena takut salah bicara. Tapi mau bagaimanapun, Sefty tetap harus mengetahui kenyataannya.
"Sef," panggil Mama Diana pelan.
"Ada apa, Ma? Kenapa Mama jadi aneh begini? Tidak biasanya."
"Ini tentang Xavier," Mama Diana menjeda ucapannya untuk melihat reaksi sang putri. Namun, melihat reaksi putrinya yang biasa saja, akhirnya Mama Diana melanjutkan ucapannya. "Mama Xavier sudah menghubungi Mama untuk memutuskan perjodohan kalian, Sayang."
Sefty tersenyum teduh untuk menyembunyikan rasa kecewanya. Ia lantas mengangguk untuk merespon ucapan sang Mama. "Aku sudah tahu, Ma."
"Kau sudah tahu? Dari mana?"
"Kak Xavier sendiri yang menyampaikannya padaku. Tapi Ma," Sefty menggenggam kedua tangan Mamanya. "Aku harap, setelah perjodohan ini batal, hubungan persahabatan antara Mama dan Tante Mirna tetap baik-baik saja. Karena bagaimanapun aku dan Kak Xavier sudah membicarakan ini baik-baik tadi."
Mama Diana terharu dan langsung mengangguk. "Putri Mama sudah dewasa ternyata. Terima kasih, Sayang." Mama Diana memeluk putrinya dan memberikan kecupan sayang berkali-kali. "Mama yakin, kau pasti akan menemukan laki-laki yang terbaik suatu saat nanti."
"Aamiin." ucap Sefty tulus.
"Habis ini Mama kenalkan lagi dengan anak teman Mama yang lain ya." goda Mama Diana.
"Mama..." rengek Sefty.
*
Mobil Sefty melaju membelah jalanan ibukota. Malam ini, Sefty berniat untuk mencari tempat untuk menenangkan pikirannya dari semua masalah. Baik masalah pekerjaannya sebagai penulis, atau masalah kekecewaannya terkait cinta. Intinya, Sefty ingin mencoba melupakan sejenak beban-beban berat itu.
Saat melintasi pinggiran kota, mata Sefty menyipit saat melihat satu club yang terlihat ramai. Sefty mulai memelankan laju kendaraannya sembari melihat aktifitas orang-orang di sana. Sedetik kemudian, tangannya seakan tak bisa ia cegah untuk menghentikan laju kendaraannya tidak jauh dari bangunan tersebut.
Sefty terdiam di dalam mobil sembari mengamati orang-orang yang keluar masuk dari club dengan kondisi yang sedikit kurang sedap dalam pandangan. Namun entah kenapa, ada sedikit ketertarikan dalam diri Sefty untuk mencoba masuk ke dalam bangunan tersebut.
"Katanya mabuk bisa membuat seseorang merasa melayang dan melupakan segalanya," monolog Sefty. "But, its no Sef. Kak Agam bisa menggantungmu kalau tahu kau mabuk-mabukan." peringat Sefty pada dirinya.. "Tapi... Digantung 'kan kalau ketahuan, kalau tidak..." Tampaknya sisi jahat Sefty cukup mendominasi malam ini. Terbukti, kini pikirannya mulai mendorongnya untuk memasuki bangunan terkutuk itu.
Sefty turun dari mobil dengan membawa tas bahunya. Saat tiba di pintu masuk club, ia menghela napas dalam-dalam demi mengurai kegugupannya. Namun, karena rasa gugupnya tak kunjung reda, Sefty mengucap kalimat basmalah untuk menenangkan kegugupannya.
"Ish! Mau masuk ke club, kenapa malam membaca do'a." rutuk Sefty lagi dengan mengetuk dahinya sendiri.
Sefty kembali menghela napas dan mulai melangkah mendekati pintu masuk. Namun seketika sisi baiknya kembali, dan seakan menghentikan langkah kakinya. Menyadari hal yang ia lakukan tidak seharusnya, akhirnya Sefty membalik tubuhnya hendak pergi. Namun saat akan berbalik, seorang laki-laki tua justru mendekatinya dengan wajah yang terlihat sangat menjijikkan. Akhirnya, dengan terpaksa Sefty berlari masuk ke club untuk menghindari laki-laki tersebut.
Saat tiba di dalam club, pemandangan-pemandangan yang tidak pantas tersaji begitu saja, membuat Sefty jijik melihatnya. Ia akan berbalik untuk pergi. Namun lagi-lagi rasa penasaran Sefty mendominasi untuk kali ini.
"Kalau mencicip sedikit, aku rasa tidak ada salahnya 'kan?" monolog Sefty saat melihat meja bar yang dipenuhi pajangan botol kaca. Akhirnya, langkah Sefty terayun menuju meja bar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!