"Nayla?"
Panggil seorang laki-laki berseragam sama dengan Nayla, membuat Nayla menoleh. Nayla memasang wajah terkejut, apa dia mengenali laki-laki ini? seingatnya, Nayla baru pertama kali melihatnya.
"Sorry, lo siapa yah?" Tanya Nayla dengan wajah yang kurang bersahabat, membuat laki-laki tinggi itu tersenyum tipis. Gemas sekali, batin laki-laki tinggi itu.
Laki-laki tinggi itu menyimpan sebungkus roti dan sekotak susu di tangan Nayla. "Ini untuk kamu, dimakan yah." Setelah mengucapkan itu, laki-laki itu langsung pergi meninggalkan Nayla yang cengo menatap roti dan susu di tangannya.
"Cowok jaman sekarang pada gak jelas yah? nggak kenal tiba-tiba ngasih roti sama susu." Gerutu Nayla berkacak pinggang, "Eh tapi tunggu deh, itu cowok kelas 10 anjirr!" Pekik Nayla tak sengaja melihat bet di seragam laki-laki itu.
"Wih, jajan nggak ajak-ajak yah Nay!" Seorang gadis tiba-tiba merangkul Nayla, membuat Nayla terlonjak kaget.
"Ck, ini ada yang ngasih." Nayla menghempas tangan Usi. "Buat lo aja." Ujar Nayla menyodorkan roti dan susu itu kepada Usi, dan dengan senang hati Usi mengambilnya.
"Aaaa, tau aja gue lagi laperrr." Heboh Usi membuat Nayla geleng-geleng kepala. Mereka berjalan menuju kelas mereka. "Tapi Nay, siapa yang ngasih? tumben juga lo terima, biasanya lo tolak."
"Gue mau nolak, tapi dianya keburu pergi." Nayla nampak berpikir, "Kayanya dia kelas 10 yang lagi MPLS deh, Si." Ujar Nayla membuat mata Usi membola.
Usi meminum santai susu kotak yang ia pegang. "Beuh, sumpah yah! adik kelas kita yang sekarang pada kece parah tau, Nay." Nayla hanya mengangguk-ngangguk saja, ia tidak tertarik.
"Lo nggak mau liat-liat gitu? siapa tau ada yang bikin hati lo jedag-jedug, skop-skop." Tawar Usi di balas gelengan kepala oleh Nayla. "Ck, giliran ada gosip tentang kelas sebelah lo gercep Nay."
"Gue nggak tertarik, Si. Gue masih belum siap kalo harus kenal lagi sama cowok." Ujar Nayla membuat Usi terdiam, apa sebegitu susahnya membuka hati? ahhh, Usi tidak bisa memaksakan perasaan orang.
"Gue nggak tau apa yang bikin lo susah buka hati, Nay. Tapi gue cuma mau bilang, jangan terus terusan stuck di lingkaran gelapnya masalalu."
Nayla terkekeh pelan menatap Usi, "Lo keliatan konyol kalo lagi serius, Si." Ejek Nayla, berlari menjauh dari amukan Usi yang tampak sedang mencak mencak menginjak tanah.
Tanpa mereka sadari, dari tadi ada sepasang mata yang mengamati mereka.
"Apa yang sebenarnya kamu tutupi, Nayla?"
~♡~
Kelas tampak ramai, hari ini kelas dinyatakan jamkos. Sekolah masih sibuk menyambut siswa dan siswi baru, membuat kelas 11 dan 12 bebas kesana kemari.
Disaat yang lain tengah merusuh. Berbeda dengan Nayla, ia tengah membaca buku novelnya dengan tenang. Nayla adalah orang yang apa-apa bagaimana mood. Jika moodnya sedang baik, ia akan seperti orang kesurupan. Kemudian jika moodnya sedang buruk, dia akan seperti orang yang cacingan.
"Nay! lo tau nggak?" Usi mencondongkan badannya di depan Nayla. "Rumah kosong yang sebelahan sama rumah gue, kemarin ada yang isi tauuu." Ujar Usi senyum senyum gak jelas.
"Yah bagus dong, jadi ngga kosong lagi." Jawab Nayla tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ish, poin utamanya bukan itu Nay. Poin utamanya itu adalah yang punya rumahnya ganteng bangett coy!" Heboh Usi.
"Semuanya aja ganteng, Si. Yang menurut gue biasa aja, lo bilang ganteng." Ucap Nayla malas.
"Ihh seriu--"
"Permisi.. " Suara itu membuat kelas mendadak hening, semua orang menatap ke arah pintu kelas. "Maap mengganggu, boleh nggak adek adek ini minta tanda tangan kalian?"
"Boleh, masuk aja sini dek."
"Gila sih! kelas 10 sekarang pada kece abis."
"Kakak nggak gigit kok, dek."
Beberapa saat, semua kembali hening. Bagaimana tidak? seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan wajah tampannya yang mampu menghipnotis semua mata, baru saja memasuki kelas.
"Itu siapa anjir yang tinggi, ganteng banget!"
"Yang tinggi, sini aja sini! kakak open ko."
"Yatuhan!" Teriak Usi membuat Nayla menoleh. "Itu! itu, Nay! itu loh yang barusan gue ceritain, ganteng bangetkan? namanya Zean." Usi menopang dagunya menatap kagum Zean.
"Maksud lo yang punya rumah itu, Si?" Tanya Nayla di jawab anggukan oleh Usi. Nayla terdiam, tapi detik kemudian matanya membola ketika melihat Zean berjalan ke arahnya.
"Saya minta tanda tangan kamu." Ujar Zean menatap mata bulat Nayla. Suaranya tegas, seolah memerintah.
"Boleh, boleh! dengan senang hati.. " Bukan. Itu bukan suara Nayla, melainkan suara Usi yang hendak membawa buku yang Zean pegang, tetapi di tepis oleh Zean.
"Saya mau tanda tangan, Nayla saja." Ucap Zean dingin, menatap Nayla tajam. Sedangkan yang di tatap menjadi gugup.
Bisik-bisik semua penghuni kelas mulai terdengar, apa apaan ini? kenapa Nayla jadi gugup seperti ini.
Nayla gelagapan, tangannya terulur mengambil buku yang Zean pegang. Tangannya mulai bergerak, menulis namanya disana.
Mata tajam Zean tidak pernah lepas dari Nayla, perasaannya selalu membuncah setiap melihat Nayla.
"Udah." Nayla menyerahkan buku itu kepada Zean. Zean menerimanya, Ia tersenyum tipis kemudian melangkah hendak keluar dari kelas.
Tapi, seorang gadis menahan tangan Zean, "Kamu mau kemana?" Tanyanya menatap lembut Zean.
Zean menghela nafas, ia menghempas tangan Dini. "Sudah selesai kan? saya mau pergi." Ucap Zean dengan wajah datar.
"Kamu baru dapet satu tanda tangan, kita disuruh minta tanda tangan minimal 15 tanda tangan, Zean." Dini mencoba memberi tahu.
"Kayanya tuh cewek suka sama Zean yah, Nay?" Bisik Usi kepada Nayla. Nayla diam, ia menatap drama di depannya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Saya tidak peduli. Satu tanda tangan, sudah cukup untuk saya." Setelah mengatakan itu, Zean langsung berlalu dari sana.
"Nay, kayanya Zean suka sama lo deh!"
"Iyah anjir, masa cuma mau tanda tangan Nayla doang."
Usi menganggukkan kepalanya, bisa jadi bisa jadi. "Eh! jangan bilang yang tadi ngasih roti sama susu kotak ke lo, itu Zean?" Pekik Usi, membuat semua heboh.
Dini yang masih ada disana, menatap kesal Nayla kemudian pergi dari sana.
"Lah, ngga jelas tuh orang." Gumam Usi, sedangkan Nayla hanya diam saja. Ia masih tidak mengerti dengan perasaannya.
Kenapa perasaannya jadi seperti ini? kenapa ia baper karna perlakuan Zean tadi.
"Aduhh, ko gini sih nyebelin banget."
Nayla menggerutu kesal ketika motor metic miliknya mogok di tengah jalan. Hari sudah mulai gelap, dan motor Nayla malah mogok di jalan yang jarang di lewati banyak orang.
"Salah banget gue malah jalan sini, mana ngga ada orang.. " Gumamnya menggosok-gosokan tangannya ke bahunya, cuacanya mendadak menjadi dingin. "Gue telpon Papah deh. " Lirih Nayla menyalakan ponselnya.
"Ko tumben banget ngga aktif, Papah lagi apa yah?"
Brumm
Jantung Nayla berdetak kencang ketika melihat motor ninja berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya. Hp yang tadi ia pegang, kini sudah jatuh di tanah. Motor itu, motor itu adalah motor milik seseorang yang sangat ia hindari. Nayla menunduk, ia dapat melihat kaki orang itu berjalan ke arahnya.
"Nayla?" Suara itu, suara itu adalah suara yang sudah lama tak ia dengar. Itu suara Alfi, mantannya. "Ini beneran kamu? oh my god! mimpi apa aku semalem bisa ketemu sama kamu di jalan sepi ini." Alfi menatap Nayla dari atas sampai bawah.
"Jangan deket-deket gue, brengsek!" Ucap Nayla mencoba tegar, namun tidak dengan badannya yang sudah bergetar hebat. "Gue bisa laporin lo ke polisi." Ancam Nayla, membuat Alfi terkekeh angkuh.
Alfi menarik kasar dagu Nayla, membuat Nayla mendongak. "Coba aja, Nay. Coba aja! aku ngga takut." Tantang Alfi tersenyum, membuat Nayla langsung menghempas kasar tangan Alfi. Tapi tidak bisa, tenaga Alfi lebih besar dari tenaga Nayla. "Btw, kamu makin cantik yah sayangg."
"Please, lepasin gue Alfi." Ujar Nayla memohon, lagi-lagi traumanya kembali. Badannnya bergetar hebat, sungguh ini adalah kiamat baginya. Nayla berharap seseorang menolongnya.
Alfi yang Menyadari badan Nayla bergetar, ia mendekatkan wajahnya tepat di telinga Nayla. "Aku belum ngapa-ngapain kamu loh, Nay. Ko udah geter kaya gini sih, hem?" Bisik Alfi, tangannya bergerak menyelipkan anak rambut Nayla ke sisi telinga Nayla.
Air mata mulai bercucuran di pipi tembam Nayla, gadis itu menangkupkan tangannya memohon kepada Alfi. "Gue mohon lepasin gue, Alfi." Lirih Nayla pelan, nyaris tidak terdengar.
"Ck, ini salah kamu Nayla. Kenapa kamu dulu ninggalin aku? kenapa kamu hindarin aku? aku gila tanpa kamu, Nayla. AKU MAU KAMU." Teriak Alfi frustasi, tangannya hendak menarik seragam yang Nayla kenakan.
Bug
"Shit!" Ringis Alfi kesakitan. Bagaimana tidak? seseorang telah memukul punggungnya menggunakan balok kayu dengan keras. Nayla ikut terkejut, ia membuka matanya lebar-lebar ketika melihat siapa orang yang sudah memukul Alfi.
"Zean.. " Lirih Nayla, ia masih lemas.
"Are you okay? ada yang sakit tidak? ayo bicara sama saya, apa yang sudah bajingan ini lakukan." Tanya Zean beruntun, membuat Nayla menangis lagi. Gadis itu tanpa permisi langsung memeluk tubuh jangkung Zean.
"Its okay, saya ada disini." Tangan Zean terangkat mengelus punggung Nayla, sembari mengucap lirih kata-kata yang membuat Nayla tenang. Rahang Alfi mengetat menatap pemandangan di depannya.
"Lo apa-apaan sih anjing! lo siapa?"
Zean mengurai pelan pelukan mereka, ia menatap lembut mata Nayla. Tangannya bergerak membuka hoodie yang ia pake, kemudian memakaikannya pada tubuh Nayla. "Kamu diam disini yah? saya akan segera kembali." Ucap Zean memegang kedua bahu Nayla, mencoba meyakinkan.
Nayla mengangguk pelan, membiarkan Zean menghampiri Alfi. Tangannya memegang erat hoodie Zean.
Zean menyimpan kedua tangannya di saku celananya, ia menatap remeh Alfi. "Anda bajingan sekali telah membuat seorang perempuan ketakutan." Ucap Zean mencoba setenang mungkin. Tapi di dalam hati, ia sungguh ingin sekali menghajar habis-habisan laki-laki di depannya ini karna telah menyakiti Nayla.
"Gue cowoknya, lo siapa? Nayla cewek gue, mau gue gimanain pun terserah gue. Karna dia milik gue." Ujar Alfi penuh penekanan.
"Oh yah? jika memang Nayla adalah perempuan Anda, kenapa anda memperlakukan Nayla seperti tadi. Nayla adalah perempuan yang baik, sangat berbanding terbalik dengan Anda." Ucap Zean dengan wajah datarnya.
"Lo ngga usah ikut campur, anjing!" Peringat Alfi hendak memukul Zean, namun tidak sempat. Karena Zean sudah dulu mencekal tangannya, dan memelintirnya ke belakang dengan kuat.
"Bahkan dalam segi bela diri pun anda masih payah, bukankah Nayla lebih cocok dengan saya?" Bisik Zean membuat Alfi meronta. "Pergi! jika anda mencoba menyakiti Nayla lagi, saya akan membuat anda menyesal." Peringat Zean menghempas kasar tubuh Alfi hingga tersungkur.
"Gue nggak akan pernah nyerah sebelum dapetin apa yang gue mau." Ujar Alfi sebelum menaiki motornya.
Mata elang Zean terus menghunus ke depan, ia menatap motor Alfi yang perlahan menjauh. Sial, siapa laki-laki itu? kenapa begitu terobsesi dengan Nayla. Ah iyah, Nayla. Zean langsung berbalik menatap Nayla yang tampak berjongkok.
Zean sedikit berlari menghampiri Nayla. "Ayo pulang! sudah mau malam, saya antar kamu." Ajak Zean, membuat Nayla mendongak. Mata bulat itu, mata bulat itu terlihat begitu sembab.
"Nayla.. " Panggil Zean, mengusap bekas air mata di pipi tembam Nayla. "Dont cry, saya tidak suka."
Nayla berdecak, ia tidak suka ada orang lain yang melihat kelemahannya. ia bergerak menghempas pelan tangan Zean, "Lo manggil nama gue tanpa embel-embel Kak?" Tanya Nayla beranjak dari jongkoknya.
"Gue kakak kelas lo, yang sopan dikit dong." Nayla menatap Zean yang masih setia dari jongkoknya.
"Tidak bisa. Saya suka nama kamu, nama kamu cantik. Saya tidak akan pernah bosan menyebut nama kamu, Nayla."
blush
Di dalam mobil, sudah kurang lebih 7 menit keadaan begitu hening. Zean yang fokus mengemudi, dan Nayla yang hanya diam menatap ke arah luar lewat jendela mobil.
"Kamu kenapa? sedang memikirkan sesuatu? kalo tidak keberatan, saya ingin kamu berbagi cerita dengan saya." Tanya Zean, setelah berusaha keras menahan supaya tidak bertanya.
Nayla menoleh, menatap mata tajam Zean. "Lo kenapa bisa ada disana?" Bukannya menjawab, Nayla malah balik bertanya. "Kenapa lo nolongin gue?" Tanya Nayla.
"Saya tidak sengaja lewat saja, jalan tadi adalah jalan pintas menuju rumah saya. Apa salah jika saya menolong kamu, Nayla? saya akan sangat sakit jika saya telat datang tadi, kamu pasti sudah disakiti oleh bajingan itu." Jawab Zean meluruskan pandangannya ke jalanan, "Lalu kamu? kamu kenapa melewati jalan sepi itu? kamu tau kan jalan itu sangat jarang di lewati orang. Saya bersumpah, rasanya otak saya mendidih ketika melihat kamu hampir di sakiti oleh orang bajingan tadi." Ucap Zean dingin, membuat atmosfer di mobil terasa panas dingin bagi Nayla.
Nayla dapat melihat rahang Zean yang mengetat, juga tangan Zean yang mencengkram erat stir mobil. "Gue baru pulang eskul, dan gue juga sama kaya lo! gue jalan sana karna itu jalan pintas menuju rumah gue, gue nggak tau kenapa tiba-tiba motor gue mogok." Jawab Nayla berusaha menghilangkan kegugupannya, "Ehh iyah, motor gue gimana?" Tanya Nayla panik.
Zean berdecak pelan, "Dari tadi kemana? kenapa baru bertanya, hem?" Ujar Zean membuat Nayla terdiam, apa apaan denger suaranya doang baper batin Nayla. "Motor kamu sudah di ambil oleh karyawan bengkel langganan saya."
Nayla menghela nafas lega, syukurlah. "Makasih yah, karna udah nolong gue." Ujar Nayla pelan. Terdengar lucu di pendengaran Zean, karna Nayla tampak malu-malu. "Apa yang lucu? kok lo ketawa sih?" Mata bulat Nayla melotot ketika Zean terkekeh pelan.
Zean mengatupkan bibirnya, ia menggeleng. "Kamu lucu, Nayla." Ujar Zean membuat wajah Nayla memerah, salah tingkah. "Belok kanan atau belok kiri?" Tanya Zean ketika melewati pertigaan komplek rumah Nayla.
"Kanan." Jawab Nayla gugup, ia menghela nafasnya, Akhirnya sampe juga batinnya merasa lega. Berlama-lama bersama Zean, membuat jantung dan hatinya tidak aman.
Zean memberhentikan mobilnya di depan rumah sederhana bercat hijau yang terlihat klasik dengan tanaman yang begitu banyak menghiasi terasnya.
Nayla segera menggendong tas punggungnya, ia bergerak membuka pintu mobil sport merah milik Zean. "Makasih udah anterin gue pulang. Lain kali gue bakalan teraktir lo makan, sebagai ucapan terimakasih karna udah nolongin gue tadi." Ucap Nayla yang di balas gumamam oleh Zean.
Nayla melambaikan tangannya gugup, "Yaudah kalo gitu gue mau masuk dulu yah, lo hati-hati." Nayla membalikkan badannya hendak turun, namun tangannya di tahan oleh Zean. "Kenapa?" Tanya Nayla menatap tangannya yang dicekal Zean.
"Daripada mentraktir saya makan, saya lebih suka jika kamu yang memasaknya sendiri."
"Hah?" Beo Nayla, mata bulatnya mengedip lucu. Zean yang melihatnya tidak tahan untuk tidak mengacak gemas rambut Nayla, "Besok buatkan saya sarapan, oke?" Ujarnya mendorong pelan punggung Nayla. "Sana, masuklah." Titahnya.
"Oh, Oke." Nayla segera turun dari mobil Zean, ia belambaikan tangannya sekali lagi ketika Zean membunyikan klaksonnya saat hendak pergi dari rumah Nayla.
"Kenapa gue jadi kaya orang dongo sih setiap deket sama Zean?" Gerutu Nayla memukul-mukul kepalanya pelan. Saat hendak masuk ke rumah, tiba-tiba denting ponselnya terdengar. Nayla segera mengecek ponselnya, sepertinya ada pesan masuk.
+62***
[Berhenti menggemaskan Nayla. Segera masuk kedalam, jangan lupa untuk mandi lalu makan oke.]
+62****
[Ini nomer saya, jangan lupa untuk menyimpannya. Selamat beristirahat♡]
Mata Nayla membola, apa apaan ini? astaga! tuhan tolong Nayla, sepertinya sebentar lagi ia harus ke Dokter Spesialis Jantung.
Nayla menjerit tertahan, ia segera masuk ke dalam rumahnya. Saat membuka pintu, yang pertama kali lihat adalah Mamahnya yang tengah berkacak pinggang, menatapnya penuh selidik.
Mamah Nayla, sebut saja Mira.
"Kakak kemana aja? kenapa baru pulang jam segini?"
Nayla cengengesan, "Ehh Mamah! tadi Nay kan eskul Mah, terus tadi motor Nay mogok." Jawab Nayla mencoba setenang mungkin.
"Terus motor kamu mana, Kak? Mamah ngga denger suara motor kamu, Mamah malah denger suara mobil berhenti di depan. Kamu pulang sama siapa tadi?" Tanya Mira sekali lagi.
"Nay pulang sama temen kok, Mah. Motor Nay tadi di bawa ke bengkel, ngga bisa cepet-cepet di bawa. Jadi, temen Nay nawarin buat anterin Nay pulang deh." Jawab Nayla dengan gigi yang terus tersenyum.
Mamah Nayla menghela nafas pelan, "Yaudah, bersih-bersih dulu sana. Abis bersih-bersih, langsung makan yah." Titah Mira yang langsung di balas seperti orang sedang hormat.
Nayla berjalan menuju ke kamarnya, tapi di tengah perjalanan ia membalikkan badannya. "Papah kemana Mah? tadi Nay telpon ngga di angkat." Ujar Nayla.
"Papah lagi pergi ngelayad, temennya ada yang meninggal tadi sore." Jawab Mira, membuat Nayla refleks membaca doa.
"Temen deket Papah, Mah?" Tanya Nayla lagi, ia jadi ingin tahu. Seingatnya, ia mengenal semua teman Papahnya.
"Bisa di bilang gitu." Gumam Mira, "Almarhum ini adalah temen dekat Papah kamu ketika mereka masih kecil." Jelas Mira.
Nayla mengangguk paham, "Aku mandi dulu yah, Mah." Ujar Nayla melanjutkan perjalanannya menuju kamar.
Disisi lain. Tepatnya di kediaman Zean, rumah mewah itu mendadak ramai. Banyak sekali orang di dalam, membuat Zean yang baru memarkirkan mobilnya mengeryit.
Mata elangnya menjelajah, hatinya berdenyut ketika melihat bendera kuning yang tertampang di tiang rumahnya.
Tidak mungkin kan?
~♡~
Setelah selesai mandi dan makan, Nayla kembali ke kamar bernuansa serba orange miliknya. Ia dengan santai memakan keripik singkong sembari membaca buku novel miliknya.
Drtt drtt
Nayla menatap ponselnya yang bergetar, dapat ia lihat nama UsiCantik tertera dilayar ponselnya.
"Halo, Si? kenapa telpon gue malem-malem? ngga jaga lilin lo, sekarang malem jumat loh." Ejek Nayla membuat Usi mendengus di sebrang sana.
"Kita pending dulu bercandanya, lo harus tau sesuatu Nay."
Nayla mengeryit, "Ada apa, Si?" Tanya Nayla sedikit takut, perasaannya menjadi tidak enak.
"Bokapnya Zean, tadi sore meninggal."
Deg
"Apa?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!