Di salah satu kamar hotel yang di dekorasi berkesan romantis layaknya kamar pengantin baru.
"Aku janji tidak akan menyentuh Delia. Kamu tahu, bukan? Aku hanya ingin menikah denganmu, Talitha. Aku menikahi dia karena terpaksa. Bagiku, dia hanya istri di atas kertas,"
"Katakan, dimana kamu sekarang berada?"
"Okey, aku ke sana sekarang, aku akan menemanimu,"
Ucap Zico, seorang pemuda rupawan bertubuh tinggi, tegap, proporsional memegang benda pipih yang menempel di telinganya pertanda sedang bicara dengan seseorang dalam sambungan telepon.
"Deg"
Delia, wanita yang baru saja dinikahi Zico beberapa jam yang lalu nampak bergeming di tempatnya berdiri dengan ekspresi wajah kesal bercampur marah. Wanita yang baru membuka sedikit pintu kamar mandi usai membersihkan diri itu tanpa sengaja mendengar perkataan Zico. Delia saat ini bagai banteng yang sudah keluar tanduk siap menerjang.
Rasanya jantung Delia bagai dipukul dengan batu besar saat mendengar perkataan pria yang telah menjadi suaminya itu.
"Di malam pertama pernikahan kami, dia berjanji tidak akan menyentuh aku, bahkan memilih menemani perempuan lain?" batin Delia dengan bibir yang bergetar menahan amarah.
Kesal. Hatinya kesal setengah mati setelah mengetahui kenyataan ini. Dianggap apa dirinya oleh pria yang telah menikahinya ini?
Zico mengakhiri panggilan, lalu bergegas keluar dari kamar pengantinnya. Sedangkan Delia diam-diam mengikuti Zico yang ternyata menuju sebuah kamar yang ada di lantai itu juga. Delia mengintip dari balik dinding dan mendengar suara seorang wanita.
"Malam ini, aku akan melayani kamu, hingga kamu tidak akan pernah melupakan malam ini," ucap wanita yang tidak lain adalah Talitha. Wanita itu menarik Zico masuk kedalam kamarnya.
Delia bisa mendengar setiap kata yang diucapkan Talitha, karena dinding kamar yang digunakan Delia untuk bersembunyi adalah dinding kamar Talitha. Kata-kata Talitha membuat darahnya terasa mendidih.
Bagaimana darahnya tidak mendidih, jika di malam pertama pernikahannya, suaminya malah pergi ke kamar wanita lain yang terdengar senang hati ingin melayani suaminya.
Setelah pintu kamar itu tertutup, Delia bergegas melihat nomor kamar tempat Zico masuk. Dengan dada yang kembang kempis menahan amarah, Delia melangkah cepat menuju lift.
"Aku tidak akan membiarkan Kak Zico meniduri wanita murahan itu. Tidak akan! Dasar ulat bulu! Wanita ular! Wewe gombel! Tidak akan aku biarkan mereka bersenang-senang dengan menginjak harga diriku," gumam Delia bergegas masuk ke dalam lift saat pintu lift sudah terbuka.
"Ah, kenapa lift ini jalannya lambat sekali! Gimana kalau Kak Zico udah keburu main kuda-kudaan sama ular betina itu?" gerutu Delia setelah beberapa menit masuk ke dalam lift.
Setelah sampai di lantai 1 hotel, Delia bergegas berlari menghampiri meja resepsionis, bahkan Delia sampai menabrak pelayan hotel.
"Maaf!" ucap Delia kembali berlari menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Tolong berikan kunci kamar nomor 420," ucap Delia dengan ekspresi wajah khawatir dan napas yang tidak teratur karena habis berlari.
"Maaf Nona, tidak ada kamar nomor 420 di hotel ini," ucap sang resepsionis nampak memaksakan diri untuk tersenyum.
"Maaf, saya salah ucap. Tolong berikan kunci kamar nomor 430. Teman saya Talitha yang berada di kamar itu asmanya kambuh dan inhaler-nya tertinggal di kamar saya. Tolong, cepat berikan kunci cadangannya. Saya tidak ingin terjadi sesuatu padanya. Tolong!" ucap Delia menunjukkan ekspresi khawatir dan wajah memelas penuh permohonan.
Inhaler adalah obat dalam bentuk semprotan yang sering digunakan untuk mengatasi serangan asma.
"Baiklah," ucap sang resepsionis yang langsung percaya pada Delia, karena melihat ekspresi wajah Delia dan juga nama pemesan kamar yang disebutkan Delia sama dengan yang ada di daftar tamu, "kalau memerlukan bantuan, tolong segera hubungi kami," ucap sang resepsionis jadi ikut khawatir.
"Terima kasih," ucap Delia yang langsung kembali berlari menuju lift, "semoga saja belum terlambat," gumam Delia semakin khawatir.
"Aku jadi khawatir pada teman wanita itu," gumam sang resepsionis karena melihat ekspresi Delia tadi. Padahal Delia bukan khawatir karena mendalami kebohongannya tadi, tapi khawatir karena takut suami yang bahkan belum menyentuh dirinya keburu tidur dengan wanita lain.
"Aku juga. Tapi.. btw dia tahu nggak sih, kalau nggak ada kamar nomor 420 di setiap hotel?" tanya resepsionis satunya.
"Mungkin saja, karena ada beberapa orang yang tidak tahu kalau nggak ada kamar hotel yang pakai nomor 420. Karena istilah 420 atau tanggal 20 April, kini dikenal sebagai momen Hari Ganja Internasional. Pada tanggal ini, setiap tahunnya, orang-orang di seluruh dunia berkumpul tepat pukul 4.20 sore untuk nyimeng atau mengisap ganja. Kode 420 terus diafiliasikan (dihubungkan ) kepada para pecandu ganja untuk mengajak 'acara giting ( bahasa gaul dari teler akibat narkoba ). Tanggal 20 April juga dijadikan kelompok Waldos (kelompok pecandu) sebagai kode ajakan untuk menghisap ganja. Karena itu nomor kamar 420 di hotel ditiadakan," ujar sang resepsionis.
"Tapi sayangnya masih ada yang belum tahu,"
"Iya, benar,"
Disisi lain, Delia kembali keluar dari lift menuju kamar tempat suaminya masuk tadi. Wajahnya terlihat khawatir saat tiba di depan pintu kamar 430. Dengan tangan yang gemetar dan napas tersengal-sengal, Delia membuka pintu kamar itu.
Matanya membulat saat baru membuka sedikit pintu kamar itu, karena melihat suaminya duduk di atas ranjang sedang berciuman panas dengan Talitha.
"Brakk"
Dengan kasar Delia mendorong pintu kamar itu hingga terbuka lebar. Satu tangannya memegang erat handphonenya, sedangkan tangan satunya nampak terkepal. Matanya menatap tajam ke arah suaminya dan Talitha.
Sedangkan Zico dan Talitha yang sedang berciuman panas pun spontan menghentikan aktivitas mereka saat mendengar suara pintu yang membentur dinding dengan keras. Dua orang itu langsung menatap ke arah pintu.
"Kau..." geram Zico yang melihat Delia berdiri di depan pintu menatap ke arahnya. Sedangkan Talitha menatap Delia penuh kebencian.
"Wow.. ini namanya makan ketupat pakai opor, pengkhianat bertemu pelakor. Pengkhianat memang cocok dengan pelakor," ucap Delia kemudian meninggalkan tempat itu tanpa menutup kembali pintu kamar yang dibukanya.
"Shitt!" umpat Zico terlihat kesal.
"Zic, kamu mau kemana?" tanya Talitha saat Zico beranjak dari duduknya.
"Maaf, aku harus pergi untuk menangani dia. Kamu lihat sendiri, 'kan, dia tadi memegang handphone? Aku takut dia memotret kita saat kita berciuman tadi dan mengadu pada kedua orang tuaku tentang kita," ucap Zico, kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Talitha.
"Akkk! Dasar wanita sialan!" pekik Talitha melemparkan bantal ke arah pintu, setelah Zico menghilang di balik pintu.
Zico berjalan dengan langkah lebar menyusul Delia yang masih terlihat olehnya. Dengan aura suram penuh kemarahan, ia membuka sebuah pintu kamar yang baru beberapa saat lalu ditutup oleh Delia.
"Brakk"
Setelah masuk ke dalam, dengan kasar Zico menutup pintu kamar.
Delia yang baru masuk ke dalam kamar dan baru saja duduk di tepi ranjang itu pun tersentak mendengar suara kerasnya pintu yang di tutup dengan kasar. Delia yang duduk membelakangi pintu pun langsung menoleh ke arah pintu.
"Berani-beraninya kamu membuka pintu kamar hotel orang lain. Apa kau tak tahu bahwa sebagai orang yang terhormat harus punya etika, tata krama dan adab? Oh, aku lupa, kau hanya anak adopsi yang tak jelas asal usulnya. Kau gadis yang menumpang di rumah orang lain selama bertahun-tahun, lalu bermimpi menjadi nyonya rumah bukan? Dasar tidak tahu malu!" umpat Zico dengan suara tinggi seraya menghampiri Delia.
Delia gemetar dan wajahnya seketika pias saat melihat aura suram penuh amarah di wajah Zico yang sebelumnya tak pernah dilihatnya. Apalagi saat Zico mencengkram kedua pipinya dengan tangannya yang besar.
"Kenapa? Kamu takut? Dimana keberanian mu tadi saat membuka pintu kamar hotel orang lain, hah?" bentak Zico menatap tajam pada Delia.
"Ti...tidak pantas seorang pria, a.. apalagi pria yang sudah menikah masuk ke kamar wanita yang bukan istrinya," ucap Delia memberanikan diri bicara.
Tangan gadis itu tremor dan berkeringat dingin, sangking takutnya melihat kemarahan di wajah Zico.
"Tahu apa kamu? Talitha adalah istriku. Aku sudah menikahi dia secara agama sebelum aku menikah sama kamu hari ini," ucap Zico membuat Delia membulatkan matanya.
"Plak"
...🌸❤️🌸...
.To be continued
Dengan spontan karena emosi, Delia menepis tangan Zico yang mencengkram pipinya. Ia merasa harga dirinya diinjak saat mengetahui suaminya ternyata menikahi wanita lain tanpa sepengetahuan, apalagi izin dirinya.
"Pernikahan kakak dengan dia tidak sah. Karena aku adalah istri kakak yang sah dimata hukum dan agama. Kakak tidak bisa menikah tanpa persetujuan dariku. Aku bisa menuntut kakak karena menikah tanpa izin dariku. Selain itu, kedua orang tua kakak juga tidak akan pernah merestui kakak menikah dengan perempuan itu," ucap Delia yang menjadi emosi karena di hari pertama pernikahannya malah mendapatkan kabar kalau ternyata dirinya telah dimadu.
Haruskah kata di madu kita ganti dengan kata diracun? Karena nyatanya dimadu itu tidak manis, tapi pahit dan menyakitkan seperti diberi racun secara berkala yang membunuh secara perlahan dan menyakitkan.
Ah, sialan! Apa perlu seluruh wanita di negeri ini mengadakan demonstrasi untuk mengganti kata dimadu menjadi diracun? Kata yang terdengar manis tapi nyatanya menyakitkan dan pahit bagai empedu.
"Bagus! Kamu ingin mengirim suamimu ke penjara di malam pertama pernikahanmu?" tanya Zico tersenyum miring.
"Ceraikan dia, atau..."
"Atau apa, hah?" bentak Zico memotong kata-kata Delia, "menceraikan dia? Aku tidak akan pernah menceraikan dia, tapi aku juga tidak akan pernah menceraikan kamu. Silahkan tuntut aku jika kamu berani! Aku ingin melihat, bagaimana anjingg yang dipungut kedua orang tuaku dari jalanan melempar kotoran ke wajah orang tuaku dengan menuntut suaminya di malam pertama pernikahannya," ucap Zico tersenyum sinis pada Delia.
Delia mencengkram erat baju tidur lengan panjang dan celana panjang berbahan satin yang dikenakannya. Benar kata Zico, jika dirinya menuntut Zico atas pernikahan Zico dengan Talitha, itu berarti mencoreng nama baik suaminya sekaligus kedua mertuanya yang sudah bertahun-tahun ini merawat, membesarkan dan memberikan pendidikan dan kasih sayang pada dirinya.
"Mana mungkin aku berbuat seperti itu? Aku bukan orang yang tidak tahu balas budi. Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Delia penuh kebimbangan. Butiran kristal bening itu masih saja berjatuhan dari kelopak matanya.
Tidak mungkin Delia bertahan dengan Zico yang sejak awal sudah menolak menikah dengan dirinya. Bahkan sekarang Delia sudah tahu kalau Zico telah menduakan dirinya.
Namun Delia juga tidak mungkin mengakhiri pernikahan ini sekarang, karena ia telah berjanji pada kedua mertuanya akan berusaha mendampingi Zico seumur hidupnya. Tapi ..
Tapi, jika selama satu tahun ia tidak bahagia hidup bersama dengan Zico, mertuanya tidak akan memaksa Delia untuk tetap bertahan di sisi Zico.
"Kenapa diam, hah?" bentak Zico. Menatap tajam Delia yang tertunduk, "dengar apa kataku! Selamanya aku tidak akan pernah mencintai kamu. Jadi, setelah satu tahun kita menikah, sebaiknya kamu menggugat cerai padaku, agar aku bisa bebas menikahi wanita yang aku cintai," ucap Zico penuh penekanan.
Delia beranjak dari duduknya seraya mengusap air matanya. Ia berjalan menuju lemari pakaian dengan wajah yang bersungut-sungut, lalu mengemasi barang-barangnya. Ia merasa jengkel dan kesal setelah mendengar perkataan Zico.
"Menyebalkan! Aku cancel cintaku sama Kak Zico. Aku nggak mau mencintai dia lagi. Mending aku bagi cintaku buat ayang Jang Ki Yong, Cha Eun Woo, Song Joong Ki, Lee Jeno atau ayang Hwang In Yeop. Mereka tak kalah cool dan keren dari Kak Zico," gumam Delia dengan suara lirih menghibur dirinya sendiri.
Sejak pertama kali bertemu dengan Zico, Delia memang mengagumi Zico. Tapi Delia sadar diri kalau tidak mungkin memiliki Zico, jadi Delia menyukai Zico hanya sebatas kagum saja. Hingga suatu hari kedua orang tua Zico memohon pada Delia untuk menikah dengan Zico. Karena merasa berhutang budi pada kedua orang tua Zico, Delia pun menyetujui permintaan kedua orang tua Zico untuk menikah dengan Zico.
Karena itulah, Delia hanya merasa kesal, marah dan harga dirinya diinjak-injak saat mengetahui Zico sudah menduakan dirinya. Tidak ada rasa sakit hati, sebab dari awal memang tidak cinta, tapi hanya sebatas kagum saja.
"Mau kemana kamu?" tanya Zico dengan suara dingin.
Delia tak menjawab pertanyaan Zico, wanita itu masih mengemasi barang-barangnya. Sedangkan Zico yang merasa kesal pertanyaannya tak di jawab pun langsung menghampiri Delia.
"Apa telinga kamu sudah tuli, atau tiba-tiba kamu menjadi bisu, hah? Jawab pertanyaan ku!" bentak Zico masih dengan suara dinginnya seraya menarik tangan Delia dengan kasar, hingga Delia meringis kesakitan.
"Lepaskan, Kak! Kakak menyakiti aku," ucap Delia berusaha melepaskan pegangan tangan Zico.
Saat menyadari ia memegang tangan Delia terlalu kuat, Zico pun melepaskan pegangan tangannya.
"Katakan! Kamu mau kemana?" tanya Zico dengan suara berat penuh penekanan.
"Untuk apa kakak menanyakannya? Toh, kakak juga tak peduli padaku. Bagi kakak, aku hanya istri di atas kertas," ucap Delia dengan bersungut-sungut seperti anak kecil tanpa menatap wajah Zico.
"Sukur kalau kamu sadar. Aku bertanya juga bukan karena aku peduli sama kamu. Dengar! Aku juga tidak tertarik menyentuh kamu. Tidak ada yang menarik dari tubuh kamu. Cuma gadis kecil dan pendek yang berpenampilan kampungan," ucap Zico menatap Delia remeh.
Mendengar Zico meremehkan dirinya, gadis yang rambutnya panjang sepinggang dengan poni yang menutupi alisnya itu menghela napas kasar, lalu mencoba untuk tersenyum.
"Terima kasih, karena kakak tidak punya keinginan untuk menyentuh aku," balas Delia seraya tersenyum lebar menunjukkan deretan giginya yang putih padaa Zico, layaknya senyuman iklan pasta gigi.
Setelah itu Delia kembali melanjutkan aktivitasnya mengemasi barang-barangnya, "Menyebalkan!" umpat Delia dalam hati kembali bersungut-sungut.
"Apa kamu bilang?" tanya Zico yang padahal mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Delia.
Delia kembali membuang napas kasar, lalu memasang wajah ceria menatap Zico.
"Kak Zico yang paling ganteng.. Awalnya aku berniat mencoba mencintai kakak dan bertekad menjadi istri kakak yang paling baik sepanjang hidup kakak. Namun, saat aku tahu kakak menikah' dan menyentuh wanita lain, aku sudah tidak memiliki keinginan itu lagi. Terima kasih, kalau kakak tidak punya keinginan untuk menyentuh aku, agar suatu hari bila kakak menceraikan aku, aku bisa memberikan malam pertama bagi pria yang aku cintai. Aku tidak rela jika tubuhku yang seksi ini di sentuh oleh lelaki yang tidak aku cintai. Hanya orang yang aku cintai yang berhak menyentuh tubuhku dan itu bukan kakak. Jadi, terima kasih banyak karena kakak sudah berkomitmen tidak akan menyentuh aku," ucap Delia mengulang dan menambah kata-katanya, lalu kembali menyungging senyuman lebar bahagianya.
Delia memang merasa bersyukur saat Zico mengatakan tidak akan menyentuh dirinya. Selain itu, Delia juga tidak ingin dihina lagi oleh Zico. Sebab itu Delia berkata demikian.
"Cih! Hanya pria kampungan yang menyukai gadis sepertimu. Diam di kamar ini dan jangan kemana-mana," ujar Zico yang tidak ingin mendapatkan masalah esok hari, jika orang tuannya tahu Delia pergi di malam pertama mereka. Namun entah kenapa kemarahan Zico jadi hilang melihat tingkah Delia sekarang.
"Kakak menyuruh aku diam di kamar ini dan kakak akan pergi ke kamar lain untuk bercinta? Begitukah? Aku nggak mau. Jika kakak keluar dari kamar ini, maka aku juga akan pergi dari kamar ini," ujar Delia kembali bersungut-sungut karena merasa harga dirinya sebagai seorang istri dan wanita terluka, jika Zico meninggalkan dirinya di malam pernikahan mereka untuk tidur dengan wanita lain.
"Kenapa? Kamu cemburu kalau aku bercinta dengan wanita lain?" tanya Zico tersenyum remeh pada Delia.
...🌸❤️🌸...
To be continued
"Cemburu? Aku bahkan nggak cinta sama kakak, bagaimana aku bisa cemburu?" balas Delia tertawa tanpa suara.
"Jika kamu nggak cemburu, kenapa kamu juga ingin pergi dari kamar ini saat aku ingin pergi dari kamar ini?" tanya Zico tersenyum sinis.
"Di malam pertama ku suamiku ingin tidur dengan wanita lain, lalu untuk apa aku tinggal di kamar pengantin?" sahut Delia menahan rasa kesalnya.
"Kenapa kamu merasa terhina dan menangis jika kamu nggak cinta sama aku?" cibir Zico tersenyum miring.
"Aku nangis karena menangisi nasib buruk ku karena menikah dengan kakak, " kilah Delia. "tentu saja aku merasa kesal pakai banget karena aku merasa kakak sengaja mengejek dan menertawakan aku dengan meniduri wanita lain di malam pertama pernikahan kita," lanjut Delia dalam hati.
"Alasan! Tidak mungkin kamu nggak cinta sama aku," ucap Zico penuh dengan percaya diri.
"Untuk apa aku mencintai pria yang diam-diam menduakan aku, berselingkuh di belakang ku, bahkan berciuman panas dengan wanita lain di malam pertama ku? Aku memang bukan orang kaya dan terpandang seperti kakak, bahkan aku juga tidak tahu siapa keluarga ku. Tapi aku tahu dimana aku harus menempatkan diri. Aku tidak tinggal gratis di rumah kakak. Meskipun dilarang oleh kedua orang tua Kakak, aku tetap mengerjakan pekerjaan selayaknya seorang pelayan di rumah kakak tanpa dipinta. Karena aku bukan orang yang nggak tahu diri dan bukan orang yang tidak tahu cara berterima kasih. Meskipun aku pendek dan cara berpakaian ku kampungan, nggak modis, tapi aku masih punya harga diri. Aku nggak akan menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain," tandas Delia meluapkan kekesalannya.
"Dia bukan orang ketiga. Kamu lah yang jadi orang ketiga dalam hubungan kami, kamu bersekongkol dengan kedua orang tuaku mendaftarkan pernikahan kita tanpa sepengetahuanku," tukas Zico. dengan suara berat penuh penekanan.
"Aku terpaksa melakukannya karena kedua orang tua kakak memohon padaku. Bagaimana aku tidak mengabulkannya, jika orang yang memohon padaku adalah orang yang telah banyak berjasa padaku?" kilah Delia yang memang benar adanya.
"Omong kosong. Tidak mungkin kamu terpaksa melakukannya. Kamu pasti merasa kesenangan, 'kan?" tuduh Zico.
"Mana ada orang yang merasa senang, jika diminta menikah dengan orang yang tidak dicintai?" tukas Delia tak mau dipandang sebelah mata.
"Tidak mungkin kamu tidak mencintai aku," ucap Zico penuh percaya diri.
"Aku memang tidak mencintai kakak. Sedikit pun tidak. Aku menghormati kakak hanya karena kakak adalah putra dari orang yang banyak berjasa padaku. Karena itu, ceraikan aku malam ini juga,! Biarkan aku bebas mengejar cinta dan masa depanku. Aku tidak ingin melakukan sandiwara cinta yang memuakkan ini. Aku ingin tidur dengan nyenyak tanpa harus berdebat seperti ini. Tolong ceraikan aku sekarang juga, agar aku bisa bebas dari belenggu pernikahan in... emp..."
Delia tidak dapat melanjutkan kata-katanya saat tiba-tiba Zico meraih pinggangnya dan mencium bibirnya. Zico merasa sangat kesal saat berulang kali Delia mengatakan tidak mencintai dirinya. Padahal banyak gadis di luar sana yang selalu mencari cara untuk mendekati dirinya.
Delia berusaha memberontak, tapi tenaganya tidak sebanding dengan Zico, apalagi tubuhnya yang mungil, kalah besar dari Zico. Ia berusaha melepaskan diri dan juga melepaskan ciuman Zico, bahkan menutup mulutnya rapat-rapat agar Zico tidak bisa bebas mencium bibirnya.
Namun Zico malah menggigit bibir Delia, hingga Delia membuka mulutnya dan Zico bisa bebas menerobos masuk ke dalam mulut Delia. Zico memeluk erat pinggang Delia dan memegang tengkuk Delia untuk memperdalam ciumannya.
Pemuda itu begitu agresif menikmati bibir Delia. Memagutt, menyesap dan melilit lidah Delia penuh hasratt. Delia sama sekali tidak bisa memberontak.
Zico terpaksa melepaskan ciumannya saat Delia memukul-mukul dadanya karena hampir tak bisa bernapas.
"Hah..hah..hah.." Delia menghirup udara dengan serakah saat ciuman itu terlepas, sedangkan Zico masih menatap Delia seraya mengirup udara sebanyak-banyaknya.
"Kenapa bibirnya terasa manis saat aku mencium dia? Jantungku terasa berdebar kencang saat berdekatan dan berciuman dengan dia. Kenapa aku tidak merasakan hal yang sama saat aku berciuman dengan Talitha?" batin Zico yang tanpa sadar membandingkan ciumannya saat mencium Delia dan saat berciuman dengan Talitha.
Delia mengelap bibirnya untuk menghapus jejak ciuman Zico di bibirnya, "Lepaskan aku! Kenapa kakak mencium aku? Kakak mengambil ciuman pertamaku! Bukankah kakak berjanji tidak akan menyentuh aku? Kenapa kakak malah mencium aku! Lepaskan aku!" protes Delia terlihat sangat kesal seraya memukul-mukul dada Zico untuk meluapkan rasa kesalnya, sekaligus untuk memaksa Zico melepaskan dirinya.
Namun mulut Delia yang terus bergerak karena sedang mengoceh itu malah membuat Zico menjadi gemas, hingga tanpa sadar Zico malah kembali mencium Delia. Delia kembali tidak bisa berbuat apa-apa saat dengan serakah. Zico menikmati bibirnya.
Zico mengangkat tubuh Delia yang mungil tanpa melepaskan ciumannya. Membawa Delia ke arah ranjang, membaringkan Delia di atas ranjang dan mengungkung tubuh mungil Delia. Delia mendorong dada Zico, hingga ciuman mereka terlepas.
Zico mencium dan menyesap bibir Delia, mengakses seluruh isi mulut Delia, bahkan membelit lidah Delia. Ia seperti seekor harimau yang sudah lama tidak makan, hingga saat mendapatkan mangsa ingin memakannya hingga habis tak tersisa.
Baru kali ini ada pria yang mencium dan menyentuh tubuhnya, hingga Delia yang tidak berpengalaman pun menjadi kewalahan menghadapi Zico. Dirinya sampai tak bisa mengatur napas hingga hampir kehabisan napas karena Zico yang begitu agresif saat menciumnya.
Zico baru melepaskan pagutannya di bibir Delia saat Delia sudah benar-benar hampir kehabisan napas.
"Hah..hah .hah.."
Dua orang itu seperti orang yang baru saja berhenti dari lari karena di kejar anjiing gila. Menghirup napas dengan serakah, namun mata mereka berdua saling menatap dan wajah mereka begitu dekat. Bahkan hidung mereka hampir bersentuhan. Delia bisa mencium aroma mint dari mulut Zico dan merasakan hembusan napas hangat Zico di wajahnya.
"Le..hah..hah.. lepaskan..aku, Kak.." ucap Delia dengan napas yang belum teratur, kembali berusaha melepaskan diri dari Zico.
"Kenapa? Bukankah kau ingin malam pertama dariku?" tanya Zico memegang kedua tangan Delia yang berusaha memberontak.
"Tidak!" jawab Delia tegas.
"Benarkah?" tanya Zico tersenyum miring, lalu mencium leher Delia.
"Le..lepaskan, Kak.." ucap Delia yang tubuhnya terasa meremang saat Zico mencium, dan menjilat lehernya, bahkan menyesap lehernya. Sungguh Zico adalah pria pertama yang menyentuh tubuhnya.
Delia menggigit bibirnya menahan desahann saat Zico terus membuai lehernya, membuat tubuh Delia meremang dan gelisah.
"Ah.." desahann itu akhirnya lolos begitu saja dari mulut Delia meskipun sudah mati-matian Delia menahannya.
"Hen..hentikan, kak.." pinta Delia tak ingin Zico berbuat lebih jauh lagi.
"Kamu adalah istri ku, jadi..kamu harus melayani aku," ucap Zico dengan mata yang sudah berkabut hasratt.
Entah mengapa Zico ingin lebih dan lebih setelah mencium bibir Delia tadi. Tubuh Delia seolah membuat dirinya merasa candu, hingga Zico enggan untuk melepaskan Delia.
"Ta..tapi..kakak sudah mengatakan kalau kakak tidak menyukai aku yang pendek dan berpenampilan kampungan ini. Kakak tidak tertarik padaku dan berkata tidak akan menyentuh aku. Aku bukan wanita yang kakak cintai. Jangan mengingkari kata-kata kakak sendiri," ucap Delia mengingatkan Zico atas pernyataan Zico tadi.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!