NovelToon NovelToon

Sugar Daddy Dokter Impoten

Bab 1

"Aku mau iphone 15 Pro Max, Dok.! Dokter sanggup nggak bayar aku pakai iphone itu.?" Remaja cantik pemilik bulu mata lentik itu sedang melakukan transaksi ilegal dengan seorang pria dewasa yang berprofesi sebagai Dokter spesialis bedah.

Xander menyeringai, dia meraih gelas didepannya dan meneguk wine sampai habis tak tersisa.

Sial.!! Dokter tampan itu sangat menggoda ketika meneguk wine sampai tandas. Otot-otot tangannya tampak keras ketika mengangkat gelas. Remaja itu susah payah menelan ludahnya. Tubuhnya mendadak panas dingin membayangkan pria bertubuh kekar itu menggagahinya.

Dia masih perawan, tapi pengetahuannya soal hubungan sex setara dengan orang-orang yang berpengalaman. Masalahnya, hampir setiap hari dia menonton video-video panas dan mempelajarinya. Sejak trend ponsel mahal di sekolah, dia bertekad melakukan apapun demi memiliki ponsel itu seperti teman-temannya. Dia mendapat ide gila agar menjadi simpanan Om-Om dari teman sebangkunya yang juga menjadi wanita simpanan sejak 5 bulan lalu. Sekarang teman sebangkunya itu sudah punya I-Phone, hasil jual di ri.

"Gimana Dok, mau nggak.?" Tanya remaja bernama Serra. Dia tampak tidak sabar mendengar jawaban pria di depannya. Menjadi simpanan pria tampan tidak akan rugi menurut Serra. Dia bisa menganggap Dokter itu sebagai pacarannya, jadi kesan menjual dirinya tidak begitu mencolok. Apalagi dia mendengar jika Dokter tampan itu belum menikah, tapi sudah bertunangan dengan seorang pramugari.

Bukannya menjawab, Xander malah mengambil rokok dan menyulutnya. Serra tampak geram karena merasa dipermainkan. Dia susah payah minta ijin keluar malam-malam untuk menemui pria itu di club, tapi hasilnya malah seperti ini.

"Dok, Dokter serius nggak sih cari sugar baby.?!" Geram Serra dengan bibir mengerucut. Matanya yang membulat bulat tampak cantik. Xander menarik tipis sudut bibirnya sembari membuang kepulauan asap dari mulutnya.

Serra mengisahkan tangannya ketika kepulan asap rokok itu berkumpul di wajahnya. "Sinting ni Dokter.!" Umpat Serra pelan. Kalau bukan gara-gara iphone, mana mau dia berbasa-basi dengan pria seperti Xander.

"Cuma karna iphone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.

Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, ditukar sama iphone mahal.!" Serunya membela diri.

Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk semua orang.

"Ck.!! Apanya yang lucu.?!" Protes Serra karna Xander malah menertawakannya.

"Nggak ada yang mending, keduanya salah.!" Sahut Xander dengan tegas.

Mulut Serra komat-kamit, ingin rasanya dia mencaci maki pria di depannya dengan kata-kata kasar. Kalau sudah tau salah, lalu kenapa Xander mencari wanita untuk di jadikan simpanan. Serra tidak habis pikir pada pria bergelar Doktor itu, mungkin otaknya sudah korslet karna stress harus melakukan operasi setiap hari pada pasien-pasiennya.

"Dok, kalau nggak niat cari simpanan nggak usah berlagak butuh.! Buang-buang waktu ku saja.!" Sewot Serra. Wajah kesalnya malah tampak lucu, membuat Xander menggeleng pelan.

"Saya cari yang berpengalaman, bukan perawan yang nggak bisa apa-apa kaya kamu." Ucapan Xander terdengar meremehkan, padahal dia memang ingin cari yang berpengalaman agar tidak perlu susah-susah mengajarinya bagaimana cara memuaskan.

"Dokter bilang apa tadi.? Dari mana Dokter tau kalau saya nggak bisa apa-apa.? Dicoba saja belum.!" Gerutu Serra yang merasa di remehkan.

"Dengar ya Dok, Serra bisa gaya WOT, gaya doggy, gaya kucing, gaya cicak, sampai gaya helikopter yang lagi viral pun Serra bisa.!" Sebut Serra dengan menggebu-gebu.

Beberapa orang yang berada di sekitar mereka tampak menoleh. Perkataan Serra menarik perhatian pengunjung club yang mendengarnya.

Xander menundukkan wajah sambil memijat pelipisnya. Bocah ingusan itu membuatnya malu.

Xander menyambar ponsel dan kunci mobilnya di atas meja, lalu beranjak dari duduknya. Serra melotot melihat Xander akan pergi begitu saja.

"Dok, mau kemana.?! Kita belum ada kesepakatan.!" Omel Serra sambil mengikuti langkah lebar sang Dokter. Tubuh mungilnya tertinggal lumayan jauh. Serra mengikuti Dokter iy sampai ke basement. Dia tercengang melihat Xander berdiri disebelah mobil Lamborghini hitam mengkilap.

Gila.! Dokter tampan kaya raya seperti itu tentu tidak akan Serra sia-sia kan. Jika perlu, dia akan memohon di kakinya agar dijadikan simpanan.

"Masuk.!" Suara bass Xander membuyarkan lamunan Serra. Wanita itu melihat Xander sudah membuka pintu di samping kemudi.

Tanpa diminta 2 kali, Serra langsung lari dan masuk ke dalam mobil mahal itu. Dia merasa sedang berada di atas awan ketika me duduki kursi mobil tesebut.

"Tutup mulutmu, liur mu menetes kemana-mana." Seloroh Xander yang sudah duduk di depan kemudi.

Serra reflek menutup dan mengusap mulutnya meski dia tau jika Xander hanya bercanda.

"Dokter lebih kaya dari yang aku bayangkan." Puji Serra takjub. Sepertinya Xander bukan sembarang Dokter.

"Jadi bagaimana.? Setuju kan.? Aku cuma mau I-Phone, janji nggak minta macem-macem." Bujuk Serra memohon.

Xander menoleh, netranya memindai Serra dari ujung kepala sampai kaki. "Saya review dulu." Ucapnya singkat.

Kening Serra mengkerut. "Review.? Maksudnya Dokter mau liat tubuhku dulu.? Enak saja.!" Serra menolak mentah-mentah. Dia tidak mau dirugikan. Bagaimana kalau Xander tidak menjadikannya simpanan setelah mereview. Rugi dong.!

"Saya transfer 5 juta sekarang, kamu cukup telan jang di depan saya." Xander memberikan kompensasi. Hanya dengan telan jang di depannya, Serra sudah bisa menghasilkan uang 5 juta. Mana mungkin dia menolak.

"Sekarang.?" Seru Serra semangat. Dia mengeluarkan ponsel dan menyodorkan nomor rekeningnya pada Xander. "Transfer ke sini Dok." Pintanya.

Xander dibuat geleng-geleng kepala. Dia mengoperasikan ponsel mahalnya dan memasukkan deretan angka nomor rekening Serra di aplikasi Bankingnya.

Serra menjerit begitu melihat notifikasi uang masuk ke rekeningnya sebesar 5 juta. Demi apa, dia belum pernah punya uang sebanyak itu seumur hidupnya.

Serra menyimpan ponselnya di dalam tas. "Makasih loh Dok, baru kali ini aku punya uang 5 juta." Kata Serra dengan senangnya. Dia tampak tidak menyesal memperlihatkan tubuh polosnya yang ditukar dengan uang.

Xander hanya diam, dia memperhatikan Serra yang mulai menurunkan resleting dressnya dengan berani dan tidak ada keraguan sedikitpun.

"Aman kan Dok kaca mobilnya.? Tadi pas Serra di luar, nggak bisa liat ke dalam sama sekali." Ucap Serra. Xander mengangguk kecil.

Serra sudah polos di tempat duduknya. Dia sebenarnya malu, tapi gara-gara uang 5 juta, dia kehilangan rasa malunya detik itu juga.

"Serra harus ngapain lagi Dok.? Udah gini doang.?" Tanya Serra. Matanya menatap Xander dengan heran, bisa-bisanya pria itu tetap tenang ketika ada wanita telan jang bulat di sampingnya.

"Naik ke pangkuan saya." Titah Xander datar.

"Siap Boss,," Serra dengan penuh semangat berpindah ke pangkuan Xander. Kapan lagi duduk di atas pangkuan pria tampan.

Bab 2

Serra turun dari pangkuan Xander dengan wajah lesu dan segera memakai dressnya lagi. Pupus sudah harapannya untuk memiliki ponsel mahal keluaran terbaru. Dia harus mencari sugar daddy dimana lagi yang bisa memberinya I-Phone.

"Gagal dong punya I-Phone 15." Ujar Serra yang hampir menangis. Teman-teman pasti akan semakin membully karna cuma dia yang belum punya I-Phone terbaru.

"Saya bersedia kasih kamu I-Phone, tapi bantu saya sampai sembuh." Suara pelan itu membuat semangat Serra bangkit lagi.

"Deal.!! Saya setuju Dok.!" Serunya sambil mengulurkan tangan dan mengajak Xander berjabat tangan. Pria itu mengabaikan sebentar, lalu menerima jabat tangan Serra.

Senyum di wajah Serra tidak luntur selama Xander menghentikan mobilnya di pusat perbelanjaan terbesar dan membawa Serra ke official store ponsel ternama itu.

"Serra mau yang warna hitam Dok." Pintanya. Xander mengangguk dan meminta pada pelayan untuk mengambilkan ponsel sesuai keinginan Serra.

Pria yang memakai masker itu menyerahkan black card pada kasir untuk membayar ponsel itu.

"Aaaa,, makasih Dok." Serra reflek memeluk tubuh kekar Xander setelah menerima, paper bag darinya. Sedangkan ponselnya langsung di serahkan pada Serra karna sudah di setting dan di masukan SIMcard lama milik Serra.

"Aku antar kamu pulang." Suara Xander terdengar datar. Serra mengikuti langkah Xander yang sudah jalan lebih dulu.

"Serra beneran boleh pulang sekarang Dok.? Terus prakteknya kapan.?" Serra menunjukkan tatapan antusias, membuat Xander mengetuk keningnya.

"iihh, sakit tau Dok.!" Protes Serra sambil mengusap keningnya.

"Kamu udah nggak sabar.? Lagian untuk apa buru-buru, kamu tau sendiri saya nggak bisa bangun." Ujar Xander kemudian melajukan mobilnya meninggalkan basement mall.

Benar juga, Xander sama sekali tidak bangun meski Serra sudah mempertemukan alat tempur mereka saat di basement club tadi. Benar-benar tidak ada reaksi apapun, meski ukurannya besar, tapi dalam keadaan layu. Padahal Serra sempat membayangkan benda itu akan menjadi sangat besar jika sudah hidup.

"Yahh,, tapi aku ijin sama tante mau menginap di rumah temen. Masa tiba-tiba pulang lagi." Serra menekuk wajahnya. "Ikut saka Dokter boleh nggak.? Mumpung besok hari minggu, aku nggak sekolah." Serra memohon. Dia menunjukkan puppy eyesnya agar Xander iba.

Xander hanya menghela nafas dan tidak mengatakan apapun. Mobil sportnya membelah jalanan Ibu Kota yang lumayan padat di malam minggu.

Serra tampak tenang karna dia yakin akan dibawa Xander ke tempat tinggalnya. Remaja itu bersenandung sembari memainkan ponsel barunya. Dia mengirim chat pada teman sebangkunya untuk memberi tau bahwa dia sudah mendapatkan I-Phone impiannya.

Xander diam-diam melirik Serra, memperhatikan tingkah remaja itu. Diluar sana banyak remaja yang lebih parah dari Serra, Xander tentu tau hal itu. Bahkan sangat jarang gadis seusia Serra bertahan dengan kesuciannya di tengah-tengah pergaulan yang semakin bebas ini.

"Kamu nggak sayang sama kesucian kamu.?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Xander. Dia juga memiliki Kakak perempuan, jadi menyayangkan keputusan konyol Serra untuk menukar kesuciannya dengan ponsel.

Serra menoleh dan diam sejenak. "Sayang sih sebenernya, tapi punya I-Phone keluaran terbaru lebih menggiurkan. Aku kesal di hina terus karna masih pakai I-Phone jadul." Jawabnya jujur.

Di kelas Serra sangat memandang remeh murid-murid yang tidak memiliki ponsel terbaru. Dan akan memuji murid yang memiliki ponsel keluaran terbaru, tidak peduli bagaimana murid tersebut mendapatkan ponsel itu. Mereka tidak akan tanya karna sudah menjadi rahasia umum jika sebagian besar siswi akan menjadi sugar baby untuk memiliki ponsel mahal.

"Dok, Serra boleh tanya nggak.?" Remaja berambut panjang itu miring ke arah Xander, menatap dari samping pria yang sedang mengemudi itu.

Xander menjawab dengan anggukan kecil yang artinya mengijinkan Serra bertanya padanya.

"Sejak kapan Dokter, maaf nggak bisa bangun.?" Serra bertanya hati-hati. Di tatapannya Xander yang sempat melirik tajam padanya.

"Maaf Dok, kalau Serra lancang. Serra cuma pengen tau. Nggak di jawab juga nggak apa-apa." Ucapnya tak enak hati, takut menyinggung Xander. Serra akhirnya menghadap ke jendela dan menikmati perjalanan malam itu dari dalam lamborghini. Xander juga diam saja, tidak ada tanda-tanda akan menjawab pertanyaan Serra.

...*****...

Serra mirip seperti anak ayam yang sedang mengekor induknya. Tinggi Xander yang mencapai 185 cm membuat Serra terlihat sangat mungil di dekatnya. Padahal untuk ukuran wanita asia yang memiliki tinggi 162 cm tidak dikategorikan pendek.

"Woaahh gila,, mewah banget apartemennya Dok." Serra berdecak kagum ketika Xander membuka pintu apartemennya. Serra sudah menduga interior di dalam apartemen Xander pasti sangat mewah, gedung apartemen ini saja sangat megah dan terkenal dengan harganya yang selangit. Apartemen ini sudah pasti di huni oleh orang-orang kaya.

Xander memandang lucu ekspresi takjub Serra yang sedang mengedarkan pandangan ke seluruh sudut apartemen. Dia menutup pintu setelah Serra duduk di sofa.

Xander ikut duduk di sofa lain. "Kamu tinggal dimana.?" Jika di perhatikan dengan seksama, Serra tidak seperti warga Jakarta.

"Di pinggiran kota Dok, Serra ikut Om sama Tante. Sejak kecil di Bandung, tinggal sama nenek. Tapi semenjak nenek meninggal, Serra di ajak Om sama Tante ke Jakarta." Serra menjawab sambil memainkan ponsel barunya.

"Orang tua kamu dimana.?" Tanya Xander penasaran. Sebab Serra tidak menyebutkan kedua orang tuanya.

Serra mengedikkan bahu tanda tidak tau. "Serra nggak pernah tau siapa orang tua Serra. Nenek, Om dan Tante juga nggak pernah ngasih tau." Jawabnya santai. Jemari Serra malah sibuk bergerak di atas layar ponselnya dengan mata yang berbinar, senyumnya juga tampak merekah. Tidak ada sedikitpun kesedihan di wajah remaja 17 tahun itu, padahal dia baru mengatakan asal usulnya yang tidak jelas. Xander saja sampai merasa iba padanya.

"Dok, ada minuman dingin nggak.? Serra haus." Remaja 17 tahun itu begitu santai dan tampak nyaman berada di dekat Xander, sampai tidak ada kata canggung saat meminta minum. Percakapan Serra dengan Xander juga seperti orang yang sudah lama kenal. Padahal mereka baru bertemu 2 jam lalu.

"Ambil saja di dapur. Saya ke kamar dulu." Xander beranjak, Serra mengekorinya.

"Nanti Serra tidur di kamar Dokter kan.?" Tanyanya sambil mendongak, menatap punggung Xander yang berjalan di depannya. Dokter spesialis itu menoleh, bola matanya semakin menyipit menatap Serra.

"Katanya Dokter pengen sembuh, Serra siap bantu mulai malam ini. Bagaimana.?" Serra dengan genitnya mengedipkan mata.

"Ck.! Saya ragu kamu masih pera-wan." Cibirnya, mengingat Serra tampak agresif padanya.

"Sumpah demi apapun Dok, Serra masih pera-wan. Paling main-main sendiri kalau lagi nonton, tapi nggak pernah begituan sama siapapun. Nanti Dokter buktiin sendiri aja kalau udah sembuh." Cerocos Serra membela diri. Dia jelas tidak terima di bilang sudah tidak pera-wan. Ciuman saja belum pernah.

Mata Xander melotot mendengar jawaban Serra yang terlalu jujur. "Main-main gimana maksud kamu.?" Pancing Xander. Mendengar kejujuran Serra sepertinya menenangkan.

"Nggak usap pura-pura nggak tau Dok. Masa harus Serra ceritain disini. Malu lah,," Serra kemudian mendahului Xander dan menyelonong ke dapur seolah dapur itu miliknya.

Xander terkekeh. "Kamu tadi telan-jang pegang punya saya nggak ada malu-malunya." Selorohnya.

"Itu kan beda, karna ada duitnya jadi Serra nggak malu." Jawab Serra yang sudah mengambil minuman kaleng dingin dari kulkas.

Xander tidak menggoda lagi, dia pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri karna tadi baru pulang dari rumah sakit.

Bab 3

Xander bangun tengah malam dan menyingkirkan kepala Serra yang entah sejak kapan menindih kakinya sampai Xander merasakan kakinya kebas. Dokter tampan itu sudah berdiri di tepi ranjang sambil menyaksikan Serra yang berhasil menguasai ranjangnya. Gadis itu menjelma menjadi gangsing ketika tidur. Posisi tidur yang semula vertikal, berubah menyilang menjadi horizontal. Gaya tidurnya sangat tidak mencerminkan parasnya yang cantik.

"Xander, kamu bodoh atau tol*l." Xander mengumpat dirinya sendiri. Dia pergi mencari wanita agar bisa menyelesaikan masalahnya, tapi sepertinya dia akan mendapat masalah baru dari gadis bertingkah ajaib itu.

Xander kemudian mengangkat tubuh Serra. Baju oversize milik Xander yang di pakai Serra tersingkap sampai celana dal@m gadis itu menyembul. Apakah Xander terangs@ng.? Jawabannya adalah iya, tapi senjatanya di bawah sana tidak bereaksi sama sekali.

Keluar dari kamar utama, Xander memindahkan Serra ke kamar tamu. Besok pagi-pagi sekali dia ada jadwal operasi, malam ini Xander ingin tidur nyenyak agar kondisi tubuhnya fit ketika menjalankan tugasnya.

Xander kembali ke kamarnya lagi dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang dalam posisi terlentang. Pandangannya mulai menerawang, menatap langit-langit kamarnya yang dihiasi lampu gantung mewah.

3 tahun lalu, Xander merasa dunianya runtuh ketika alat tempurnya mendadak tidak berfungsi. Hubungannya sang kekasih bahkan nyaris berakhir. Wanita mana yang masih bersedia menjalin hubungan dengannya disaat kondisi Xander seperti sekarang. Namun karna terlalu mencintai kekasihnya, Xander menjanjikan banyak uang setiap bulannya pada sang kekasih agar tetap bertahan di sampingnya sampai keadaannya kembali normal dan mereka akan menikah setelahnya.

Bertahun-tahun Xander menyembunyikan masalahnya dari semua orang, termasuk keluarganya sendiri. Xander hanya memberitahu kekasihnya.

Sebagai Dokter spesialis bedah, Xander jelas gengsi dan malu untuk berobat. Dia takut sakitnya diketahui banyak orang dan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Mau di taruh dimana mukanya.

"Apa mungkin ini karma.?" Tiba-tiba pemikiran itu muncul begitu saja di benak Xander. Dia tidak habis pikir kenapa alat vitalnya mendadak tidak berfungsi, padahal sebelumnya Xander mampu membuat setiap wanita yang dia gagahi bertekuk lutut, memohon agar Xander bersedia mengulangi percintaannya lagi dan lagi. Dulu Xander sehebat itu. Permainannya tidak akan pernah bisa dilupakan.

...*****...

Bunyi alarm membangunkan Xander. Pria itu langsung meninggalkan ranjang besarnya dan menghilang di balik pintu kamar mandi. Sebagai Dokter, Xander tentu disiplin waktu. Dia akan bangun 2 jam lebih awal sebelum pergi ke rumah sakit. Biasanya dia berolahraga sekitar 30 menit sebelum mandi, namun akhir-akhir ini Xander melewatkan kebiasaan sehatnya. Dia terlalu frustasi memikirkan sakitnya yang tidak kunjung sembuh.

20 menit berlalu, Xander sudah rapi dengan setelan celana panjang hitam dan kemeja lengan panjang warna biru muda, lengkap dengan jam tangan mahalnya dan sepatu warna senada dengan celananya.

"Bocah itu mati atau pingsan.!" Xander menggerutu sambil keluar dari kamarnya, dia sempat berencana mengguyur wajah Serra dengan air dingin kalau gadis itu belum bangun. Namun ketika Xander mencium aroma masakan, dia langsung pergi ke dapur.

"Ternyata begini rasanya memasak di dapur orang kaya. Kalau saja Om Dokter masih jomblo, Serra rela sujud di kakinya supaya dijadikan istri. Nggak masalah walaupun burungnya lemes, se ks toys sudah banyak di jual online." Celoteh Serra kemudian terkikik geli. Dia membayangkan hal-hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya.

Xander menghampiri Serra, gadis itu fokus mengaduk nasi goreng seafood sampai tidak menyadari keberadaan Xander di belakangnya. Diam-diam Xander menyeringai, masakan Serra sepertinya enak dari harumnya yang menggugah selera. Dia bisa memanfaatkan Serra untuk jadikan koki gratis setiap dibawa ke apartemen ini.

Serra bersenandung, dia begitu bahagia pagi ini karna ponsel baru dan bisa tidur di apartemen mewah semalaman.

Nasi goreng seafoodnya sudah matang, Serra mematikan kompor dan berbalik badan untuk mengambil piring, namun tubuhnya membentur tubuh kekar Xander yang menjulang tinggi.

"Astaga Dok.!! Kenapa nggak bilang-bilang ada di belakang Serra, bikin kaget saja." Serra menggerutu dengan wajah masam, tapi ketika ingat darimana ponsel mahalnya berasal, ekspresi Serra berubah 180 derajat dengan senyuman manis.

"Serra bikin nasi goreng buat sarapan. Kita sarapan dulu ya, Serra juga udah lapar. Dokter ke rumah sakit jam berapa.?" Serra menyerocos dengan kebawelannya, tapi tangannya cekatan mengambil piring, lalu memasukan nasi goreng buatannya dia atas 2 piring yang dia ambil tadi.

"Gimana Dok.? Nasi goreng buatan Serra enak nggak.?" Serra bertanya dengan antusias. Dia sampai menunggu Xander selesai mengunyah suapan pertama.

Xander tampak berfikir sebentar sebelum mengangguk pelan. "Not bad." Jawabnya singkat.

Serra mengulum senyum. Meski bukan jawaban yang memuaskan, tapi dia cukup bangga. Melihat kehidupan mewah Xander, tentu saja pria itu sudah terbiasa menyantap makanan mahal dan enak dari berbagai restoran terkenal. Jadi Serra cukup senang ketika masakannya bisa di terima oleh Xander.

...******...

Mobil Xander berhenti di pinggir jalan dan Serra bersiap untuk turun. Serra sendiri yang meminta diturunkan di pinggir jalan. Dia tidak mungkin minta di antar pulang sampai di depan rumah Tantenya.

"Makasih ya Dok I-Phone sama uangnya. Boleh Serra pakai kan uangnya.?" Tanyanya meminta ijin. Takutnya nanti Xander menyuruhnya mengembalikan uang itu lagi karna Xander belum mengijinkannya menggunakan uang itu.

Xander mengangguk. "Itu uangmu, terserah mau kamu apakan."

"Siap Dok. Serra turun dulu, bye bye Dokter ganteng." Sebuah kecupan mendarat di pipi Xander dan Serra langsung keluar dari mobil mewah itu sebelum Xander menegurnya.

"Bocah itu.!" Gerutu Xander sambil menggeleng. Dia melihat Serra berlari masuk ke dalam gang yang sebenarnya muat untuk mobil berlalu lalang, tapi Serra menolak di antar sampai depan rumah.

...******...

"Gila.! Kakek-kakek mana yang berani ngasih I-Phone 15 pro max dan uang 5 juta ke kamu.?! Dia pasti tajir banget kan.?!" Manda, sahabat dekat Serra dibuat penasaran pada sosok laki-laki yang menjadikan Serra sebagai simpanannya.

"Hustt.! Mulut mu minta di tampol. Siapa bilang dia kakek-kakek, kamu pasti nggak percaya kalau aku bilang dia masih muda, ganteng, kekar. Dia Dokter dan umurnya baru 27 tahun." Jelas Serra sambil senyum-senyum tidak jelas.

"Demi apa.?!! Kamu serius.??" Seru Manda. Serra langsung membekap mulut sahabatnya lantaran khawatir ada yang mendengar obrolan mereka. Apalagi sekarang jam istirahat, banyak murid yang berlalu lalang di sekitar taman.

"Bisa pelan nggak.?! Nanti kedengaran orang lain." Lirih Serra sewot.

"Sorry, aku syok sedikit. Bentar, kita harus panggil Nabil dan Marisa, mereka harus tau kalau sekarang Serra punya I-Phone 15 pro max." Kata Manda antusias. Dia kemudian menghubungi dua sahabat mereka yang beda kelas untuk datang ke taman.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!