"Jangan lemah Roselyn !!!"
"Papa tak pernah mengajarkanmu untuk menjadi lemah seperti ini, ayo lawan ketakutanmu itu dan jadilah gadis yang kuat !!!"
Teriakan sang papa membuat semangat Roselyn yang tadinya menguap kembali menyala dan diapun segera mengayunkan pedangnya kearah lelaki gagah yang ada dihadapannya itu dan menyerangnya dengan membabi buta.
Cukup lama keduanya saling serang hingga tak terasa matahari dilangit perlahan mulai tenggelam.
"Bagus sayang, papa senang dengan kemajuan yang kamu tunjukkan hari ini", ucapnya tersenyum puas
Mendengar pujian dari sang papa, rasa lelah yang saat ini Roselyn rasakan seolah menguap begitu saja dan berganti dengan senyum penuh kebahagiaan.
"Ingat pesan papa Roselyn, jadilah gadis yang kuat agar kamu bisa melindungi semua orang yang kamu sayangi dimasa depan".
"Selain bisa melindungi diri sendiri, pelatihan keras yang papa berikan kepadamu berguna untuk melatih mentalmu agar menjadi kuat sehingga tak mudah untuk ditindas orang lain", ujar sang papa sambil mengusap kepala Roselyn dengan penuh kasih sayang.
Selanjutnya slice didalam alam bawah sadarnya mulai berpindah, kali ini memperlihatkan interaksinya bersama mama dan kakaknya.
Semu yang Roselyn lihat didalam mimpi membuatnya bahagia sehingga wajahnya yang semula pucat pasi saat ini sedikit merona penuh kebahagiaan.
Karena hatinya dipenuhi oleh kebahagiaan, Roselyn yang sudah tak sadarkan diri selama satu minggu akibat benturan keras di kepalanya setelah bertengkar dengan sang suami pada akhirnya terbangun.
Nathan yang menyadari pergerakan tangan sang ibu yang ada dalam genggamannya berusaha untuk membangunkan sng ibu dengan menguncang tubuh Roselyn beberapa kali.
"Ibu...ibu.... bangunlah bu"
"Sudah cukup lama ibu memejamkan mata"
"Apa ibu sudah tak mau melihat Nathan lagi", ucap bocah kecil berusia tiga tahun tersebut dengan sendu.
Mendengar suara sedih sang anak, Roselyn pun berusaha untuk membuka kedua matanya yang terasa sangat berat.
Meski kedua matanya seakan berat untuk dibuka, Roselyn tetap berusaha untuk bangun karena tak ingin anaknya bersedih hati.
Apalagi sekarang dia mendengar suara isak tangis Nathan yang mengiris hati.
Perlahan kedua netranya terbuka dan melihat wajah bocah lelaki kecil yang menatapnya dengan penuh kekhawatiran.
"Arghhh ! kepalaku", ucap Roselyn sambil memegang kepalanya yang berdenyut keras.
Karena dipaksa untuk bangun, kepala Roselyn berdenyut sangat kencang hingga membuatnya kembali memejamkan mata untuk menahan rasa sakit yang mendera.
"Ibu, apa kepala ibu sangat sakit ?"
"Apa perlu aku panggil nenek Ji'en? , tanya Nathan cemas.
Roselyn yang tak ingin membuat anak semata wayangnya itu cemas pun berusaha untuk menahan rasa sakit yang kembali mendera.
"Ibu tak apa-apa, Nathan jangan cemas ya", ucapnya lemah sambil berusaha untuk tersenyum.
"Oya, kemana kak Jesi dan nenek Ji'en?", tanya Roselyn sambil mengedarkan matanya ke semua sudut kamar mencari keberadaan pelayan pribadi dan pengasuh anaknya yang sedari tadi tak dia lihat.
Melihat anaknya bungkam dengan wajah ketakutanpun Roselyn mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Berapa lama ibu tak sadarkan diri ?", tanya Roselyn sambil berusaha mengatur posisi duduknya agar nyaman.
"Ibu tak sadarkan diri selama satu minggu dan selama itu Nathan yang selalu menjaga dan merawat ibu disini", ucap Nathan dengan raut wajah sedih.
Melihat anaknya bersedih, Roselyn pun segera memeluk Nathan untuk menghiburnya sambil sesekali mengecup pucuk kepala bocah lelaki itu dengan penuh kasih sayang.
"Selama ibu tak sadarkan diri, para pelayan tak mengganggumu kan ?", tanya Roselyn sambil menatap Nathan dengan wajah penuh kekhawatiran.
Mendengar pertanyaan sang ibu, tubuh Nathan bergetar ketakutan.
"Tidak apa Nathan, ada ibu disini jadi jangan takut",ucapnya sambil mengusap punggung Nathan dengan lembut.
"Selama ibu tak sadarkan diri kak Jesi dan nenek Ji'en menyuruhku menjaga ibu didalan kamar agar tak ada pelayan yang mengangguku selama ibu dirawat. Entah apa yang terjadi, tadi sore tiba-tiba ayah datang dan masuk dengan kasar kedalam kamar dan menyuruh kepala pelayan untuk menghukum cambuk kak Jesi dan nenek Ji'en. Nathan tak tahu mereka salah apa dan mengunci Nathan bersama ibu dikamar", ceritanya dengan wajah sedih.
Mendengar hal tersebut tanpa sadar kedua tangan Roselyn yang tersembunyi didalam selimut terkepal dengan erat.
"Kurang ajar! berani sekali bajingan itu menyakiti mereka",batinnya emosi.
Setelah sadar dari koma dan ingatannya kembali Roselyn bisa melihat semuanya dengan lebih jelas.
Terutama sikap sang suami yang selalu abai, seakan buta dan tuli akan penderitaan yang Roselyn alami selama tinggal dimansion Bernard ini.
Hal itulah yang membuat para pelayan disini berani bersikap kurang ajar terhadap dirinya dan Nathan karena menganggap Duke Armand tak mempermasalahkan semua perbuatan mereka hingga berani kurang ajar terhadap majikannya.
Melihat ibunya melamun sambil mengkerutkan kening cukup dalam, Nathan yang mengira jika sang ibu kembali kesakitan pun segera menyuruhnya beristirahat.
"Ibu sebaiknya kembali tidur lagi karena ini masih malam agar kondisi ibu bisa cepat puli", ucap Nathan sambil membenarkan selimut sang ibu yang merosot kebawah.
Melihat Nathan menguap, Roselyn pun segera memeluk Nathan dan membawanya masuk kedalam selimutnya.
Sambil mengusap kepala sang anak dengan penuh kasih sayang, Roselyn pun menyenandungkan sebuah lagu pengantar tidur seperti yang selama ini dia lakukan agar Nathan bisa segera terlelap.
Melihat Nathan tertidur didalam dekapannya, hati Roselyn merasa hangat dan dia sangat bersyukur ada sang anak yang menjadi penguatnya selama ini ketika sang suami sama sekali tak menganggap keberadaannya.
"Mimpi itu?”
“Apakah ini berarti ingatan ku telah kembali sepenuhnya ? ”, batinnya senang.
Perlahan semua peristiwa yang terjadi selama ini berputar didalam kepalanya, terutama semua peristiwa yang tak pernah dia ingat setelah dia terjatuh kedalam sungai dan kepalanya terbentur batu pada saat hendak pergi menuju mansion Bernard diawal pernikahan mereka.
Karena Roselyn hilang ingatan maka Duke Armand pun memolesnya menjadi pribadi pengecut dimana dia akan tunduk dan patuh terhadap semua perintah sang suami tanpa bisa melawan sedikitpun akibat manipulasi yang terus menerus sang suami berikan kepadanya.
Kejadian demi kejadian yang pernah dia alami selama terus berputar dalam kepala Roselyn, membuatnya sangat muak dan ingin segera melampiaskan amarahnya terhadap sang suami yang dianggap sebagai penyebab kemalangan yang dideritanya selama ini.
"Kamu benar-benar kejam Duke Armand. Jika tak mencintaiku, seharusnya kamu melepaskanku dan tak menyiksaku seperti ini serta menjadikanku boneka hidup untuk kamu siksa setiap hari", batin Roselyn penuh amarah.
Selama empat tahun ini Roselyn memutuskan komunikasi secara sepihak dengan keluarganya karena hasutan yang diberikan oleh Duke Armand yang mengatakan jika keluarga Roselyn sangat malu akan aib yang ditimbulkannya sehingga membuangnya.
Beruntung Duke Armand mau menikahinya dan memboyongnya ke mansion Bernard sehingga nama baiknya bisa sedikit terselamatkan meski di luaran masih saja ada rumor buruk mengenai dirinya.
Roselyn yang dulu pikirannya terus dimanipulasi oleh Duke Armand merasa beruntung diberi tempat tinggal yang layak di mansion Bernard mesti kadang dia diperlakukan secara tak adil oleh sang suami namun setidaknya dia dan anaknya tak kelaparan dan memiliki tempat tinggal.
Namun sekarang, begitu ingatannya telah kembali Roselyn bersumpah akan membalas perbuatan semua orang yang selama ini telah menyakiti dirinya dan Nathan, terutama sang suami yang dianggap paling bertanggung jawab atas kemalangan yang dialaminya selama empat tahun pernikahan mereka ini.
"Baiklah, sudah cukup pengorbanan yang kuberikan selama ini yang nyatanya tak mendapatkan apresiasi apapun".
"Bukan hanya tak mendapatkan ucapan terimakasih, pengorbanan yang kulakukan malah diklaim oleh orang lain karena terlalu naifnya aku dimasa lalu"
"Mulai sekarang hal itu tak akan terjadi lagi dan aku akan menunjukkan kepada semua orang. yang telah menyakitiku siapa sebenarnya Roselyn Lunox", guman Roselyn penuh kemarahan.
Karena kondisinya masih lemah, Roselyn yang hatinya dipenuhi oleh amarah merasa sangat lelah sehingga diapun perlahan kembali memejamkan matanya dan menyusul sang anak masuk kedalam alam mimpi.
BRUAKKK
BUGHHH
BUGHHH
BRUAKKK
BUGHHH
BUGHHH
Baru saja terlelap, suara perkelahian yang terjadi diluar ruangan membuat seorang wanita yang sedang tertidur bergerak gelisah.
“Bajingan mana yang berani mengganggu tidurku malam-malam begini”, gumannya menggerutu.
Karena tubuhnya masih lemah, Dunchess Roselyn pun berusaha mengabaikan apa yang terjadi di luar namun hal itu tak berlangsung lama karena suara tangisan Nathan membuatnya terjaga.
Bau anyir menyeruak diudara seiring seiring dengan tangisan Nathan yang semakin nyaring membuat Dunchess Roselyn merasa jika ada sesuatu tak beres terjadi.
Belum juga keterkejutannya hilang ketika dia melihat belati menancap di kaki Nathan kini dia harus dikejutkan oleh keberadaan enam orang asing dengan pakaian serba hitam didalam kamarnya.
“Siapa kalian ?”
“Berani sekali kalian memasuki mansion Bernard dan membuat kekacauan disini”, tanya Dunchess Roselyn dengan nada dingin.
Bukannya menjawab, keenam lelaki tersebut justru tertawa kencang dengan tatapan mengejek kearahnya.
“Kamu tak perlu tahu siapa kami, yang jelas malam ini kami akan memberi hadiah kejutan yang tak akan terlupakan untuk anda selamanya DUNCHESS YANG TERBUANG”, ucap salah satu penyusup tersebut sambil menyeringai tajam dengan sorot mata meremehkan.
Dunchess Roselyn menatap enam lelaki dengan pakaian serba hitam yang ada dihadapannya dengan waspada sambil merogoh belati kecil yang dia sembunyikan dibalik bantal, sebuah kebiasaan yang ternyata cukup berguna saat ini.
Untung saja ingatan Dunchess Roselyn sudah kembali, jika tidak mungkin dia akan menangis dipojokan kamar dengan tubuh gemetar ketakutan berhadapan dengan para penyusup yang terlihat sangat bengis tersebut.
Melihat jika musuh akan kembali menyerang dan mentargetkan anaknya, Dunchess Roselyn pun dengan sigap melempar belatinya kearah salah satu penyusup tersebut tepat mengenai dadanya.
Melihat satu rekannya telah ambruk tak bernyawa, kelima lelaki berpakaian hitam tersebut langsung menyerang Dunchess Roselyn dengan membabi buta.
Melihat jika para penyusup kembali mentargetkan sang anak, Dunchess Roselyn yang tak ingin Nathan dalam bahaya segera menyuruh anaknya bersembunyi dibawah kolong tempat tidur setelah mencabut belati yang menancap dikakinya terlebih dahulu dan melilitkan selimut agar darah dikaki Nathan berhenti mengalir.
“Nathan tunggu disini dan jangan keluar”, bisik Roselyn yang langsung menutupi tubuh sang anak dengan beberapa kotak kayu yang ada disana agar tubuh Nathan terlindungi.
Nathan yang mendengar perkelahian didalam kamar hanya berani meringkuk seperti bola dan menggeser kotak kayu yang ada semakin rapat untuk menutupi seluruh tubuhnya.
Dunchess Roselyn menyerang para penyusup tersebut dengan penuh amarah dan beberapa kali memberikan tendangan dan pukulan tepat diwajah dan perut musuh.
“Siapapun kalian, aku tak akan membiarkan kalian hidup setelah berani mengusikku”, ujar Roselyn sambil menatap kelima penyusup yang tersisa dengan tatapan membunuh.
SETHHH
SETHHH
BRUAKKK
BUGHHH
BUGHHH
BUGHHH
CRASHHH
Darah segar mengenai tembok dan pakaian yang Dunchess Roselyn gunakan, namun hal itu tak membuatnya berhenti untuk menghajar para penyusup yang berani mengusiknya dengan membabi buta.
Kelima penyusup yang babak belur bahkan ada yang sampai muntah darah tak menyangka jika Dunchess yang tak dianggap oleh suaminya itu begitu tangguh.
Dimana wanita penakut yang hanya mengandalkan kekuasaan suaminya untuk bertahan hidup di ibukota tersebut berada.
Tampaknya rumor yang beredar diluar tersebut hanyalah hoax semata karena wanita yang ada dihadapan mereka saat ini bukanlah burung pipit yang mudah mereka bunuh melainkan iblis wanita yang kejam.
Dunchess Roselyn yang melihat musuhnya mulai terpojok kembali bertanya karena dia cukup penasaran akan orang yang menginginkan nyawanya dan Nathan malam ini.
“Katakan, siapa yang menyuruh kalian untuk membunuhku ?”, tanya Dunchess Roselyn dengan tatapan nyalang.
“Sampai mati pun kami tak akan memberitahumu”, ucap salah satu penyusup dengan angkuh.
Melihat jika musuh tampak tak mau membuka mulut, Dunchess Roselynpun tak lagi mengulur waktu karena setelah mengingat jika darah di kaki Nathan masih belum dia balut dengan sempurna.
Dunchess Roselyn takut luka dikaki Nathan akan terjadi infeksi jika dia membiarkannya terlalu lama karena bermain-main dengan para penyusup tersebut.
Dengan gerakan memutar, Dunchess Roselyn menancapkan belati ditangannya tepat dileher para penyusup dan mengoroknya hingga kepala mereka hampir putus tanpa berkedip.
Darah segar yang mengenai wajah dan pakaiannya tak dia hiraukan karena saat ini keselamatan anaknya lebih penting.
Melihat keenam penyusup yang ingin membunuhnya telah terkapar bersimbah darah, Dunchess Roselyn yang hendak mengambil Nathan dari kolong tempat tidur menatap jendela kamar yang terbuka lebar akibat pertempuran yang baru saja terjadi dengan tajam.
Sekelebat bayangan hitam pergi menjauh dan Dunchess Roselyn hanya menatapnya tajam tanpa ada niatan untuk mengejarnya.
“Kali ini aku akan melepaskanmu karena nasib anakku sedang dipertaruhkan, tapi aku akan tetap mencari siapa dalang kejadian ini secepatnya”, batinnya penuh tekad.
Jika Dunchess Roselyn mengabaikan satu penjahat yang kabur itu namun lain halnya dengan seseorang yang sejak dari tadi bersembunyi dalam gelap yang langsung memburu lelaki tersebut hingga masuk kedalam hutan.
Tak mendengar suara apapun di bawah kolong tempat tidur membuat Dunchess Roselyn merasa cemas dan segera membungkuk, menyingkirkan kotak kayu yang menutupi tubuh sang anak.
“Nathan !!!”, batinnya panik ketika melihat anaknya jatuh pingsan.
Perlahan, Dunches Roselyn mengangkat dan membaringkan tubuh Nathan diatas ranjang kemudian bergegas mengambil kotak obat untuk membersihkan lukanya.
Setelah luka Nathan terbalut perban sepenuhnya, Dunchess Roselyn yang ingin mengganti pakaiannya yang penuh dengan darah tiba-tiba meringis ketika merasa bahunya terasa sangat nyeri dan mengusapnya.
“Racun”, gumannya geram waktu dia mencium aroma darah yang keluar dari bahunya.
Menyadari jika belati para penyusup mengandung racun, Dunchess Roselyn pun bergegas memeriksa kondisi luka Nathan yang baru saja dibalutnya untuk memeriksa apakan belati yang menancap di kaki anaknya tadi juga beracun.
Melihat luka Nathan membiru dan sedikit membusuk padahal tadi waktu dia bungkus perban masih baik-baik saja membuat Dunchess Roselyn merasa sangat cemas.
Dengan cepat Dunchess Roselyn mengambil botol kecil yang dia yakini sebagai penawar racun didalam kotak obat dan segera meminumkannya kepada sang anak dengan harapan racun tersebut bisa hilang setelah meminum penawarnya.
Luka di kakai Nathan juga ditaburi oleh pil penawar racun yang telah dia gerus dengan sendok dan ditaburkan dilukanya yang terbuka agar dagingnya tak cepat membusuk sebelum dia kembali menutupnya dengan perban.
Setelah memastikan jika kondisi sang anak stabil, Dunchess Roselyn pun bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya sekaligus mengobati lukanya.
Merasa jika bahu dan punggungnya semakin nyeri dan panas seperti terbakar, Dunchess Roselyn pun bergegas masuk kedalam bak mandi untuk berendam dengan beberapa ramuan daun obat yang telah dia masukkan disana.
Begitu tubuh putih mulusnya terendam dalam bak, Dunchess Roselyn baru menyadari jika punggungnya juga terluka karena disana juga terasa sakit dan sangat panas seperti terbakar.
Untung saja racun yang mereka gunakan tak terlalu kuat sehingga Dunchess Roselyn bisa mengatasinya dengan mudah.
Sambil berendam Roselyn kembali mengingat jika dia beberapa kali hendak diracuni oleh para pelayan namun berhasil digagalkan oleh pelayan pribadinya.
"Apakah karena hal itu Jesi menyediakan penawar racun dan daun obat sebagai antisipasi jika ada hal buruk terjadi padaku dan Nathan ", gumannya berspekulasi.
Setelah dirasa semua racun sudah berhasil dia hilangkan, Dunchess Roselyn pun keluar dari dalam bak dan mengeringkan tubuhnya sebelum memakai pakaian kering yang telah disiapkannya tadi.
Melihat ruang dalam kamarnya sangat kacau dan bau anyir dimana-mana, Dunchess Roselyn pun memutuskan untuk menyuruh pengawal membereskan semuanya sementara dirinya akan tidur di kamar Nathan malam ini.
Melihat jika hanya pengawal di depan kamarnya saja yang dibantai, Dunchess Roselyn mulai curiga jika sang suamilah yang mengirim pembunuh bayaran tersebut kepadanya.
“Jika benar ini perbuatan Duke Armand maka aku tak akan melepaskannya begitu saja”, batin Dunchess Roselyn penuh dendam.
Sudah cukup cinta dan pengorbanannya selama ini yang nyatanya tak dianggap dan malah dibalas dengan hal buruk membuat Dunchess Roselyn pun bertekad untuk mengakhiri semuanya sebelum terlambat.
Ditengah hutan yang rimbun, dua orang lelaki mengenakan pakaian hitam bertopeng perak mengejar lelaki didepannya yang berlari dengan sangat kencang karena menyadari keberadaan keduanya.
Tak ingin kehilangan jejak, kedua lelaki tersebut melemparkan belati yang tadi mereka genggam kearah lelaki yang berhasil kabur dari mansion Bernard hingga mengenai betisnya dan membuat lelaki tersebut tersungkur di tanah.
Melihat targetnya tak berdaya, dua lelaki berpakaian hitam tersebut segera mengacungkan pedang mereka tepat ke leher target mereka secara bersamaan
“Siapa yang menyuruhmu untuk melukai Dunchess Roselyn ?”, salah satu dari dua lelaki misterius tersebut menginterogasinya, namun targetnya hanya diam.
“Jawab !!!”
“Atau pedangku ini akan membuat kepalamu terpisah dari tubuhmu sekarang juga !!!”, gertaknya.
Ancaman yang diberikan oleh salah satu lelaki misterius tersebut tak membuat targetnya goyah dan malah menatap lantang kearah keduanya.
Lelaki itu menyeringai, “Sampai kapan pun kalian tak akan tahu siapa orang itu”.
Setelah mengatakan hal tersebut, lelaki itupun bunuh diri dengan menelan pil beracun yang ada dibalik lidahnya yang memang telah disiapkan jika berada pada kondisi terburuk.
“Sial !!!”
“Brengsek !!!”
“Pria itu bunuh diri !!!”, ucapnya menggerutu kesal.
Salah satu lelaki misterius itu ingin pergi namun rekannya menahannya setelah melihat ada sebuah simbol dileher targetnya yang sedikit tak asing baginya.
“Kita harus membawa tubuh lelaki ini kehadapan Grand Duke karena simbol dilehernya sangat menarik untuk diselidiki”, ucapnya semangat.
“Baiklah, kita bawa tubuh lelaki itu kehadapan Grand Duke”,ucap rekannya menyetujui.
Keduanya pun segera menghilang dibalik hutan sambil membawa tubuh lelaki yang melarikan diri setelah melihat jika aksi mereka gagal dan orang-orang suruhannya dibantai dengan mudah oleh Dunchess Roselyn.
***
Dikediaman Grand Duke,
“Para penyusup yang berusaha mencelakai Dunchess telah tewas, namun kami melihat ada seseorang yang mencurigakan kabur setelah melihat aksinya komplotannya gagal dan kamipun berusaha mengejarnya tapi sayangnya dia mati bunuh diri sebelum kami berhasil mendapatkan informasi apapun”
“Kami membawa jasad orang itu karena melihat simbol di lehernya yang mungkin Grand Duke tahu karena saya merasa tak asing dengan simbol itu”, ucapnya melaporkan.
“Lalu bagaimana dengan bajingan itu ? apa yang dia lakukan hingga penyusup berani masuk kedalam mansionnya ?”, tanya Grand Duke Sebastian tajam.
“Duke Armand saat ini sedang merayakan ulang tahun keempat putra Dunchess Liona sebagai perwakilan Duke Heliot yang tiba-tiba mendapat tugas mendadak untuk menumpas pemberontakan diwilayah selatan dari Kaisar Orlando siang tadi”, ujar bawahannya menjelaskan.
“Bajingan itu, disaat istri dan anaknya dalam bahaya dia malah bersenang-senang dengan wanita lain”, geram Grand Duke Sebastian penuh amarah.
Grand Duke Sebastian Lunox, pria yang memerintahkan beberapa penjaga bayangan untuk melindungi sang adik setelah tahu jika Roselyn hilang ingatan melirik tubuh dingin yang tergeletak dibawah kakinya dengan tajam.
Dengan kasar, Grand Duke Sebastian menendang tubuh pria tersebut hingga miring dan menunduk untuk memeriksa simbol yang tergambar di samping leher pria tersebut.
Wajahnya langsung mengeras dengan sorot mata tajam melihat symbol yang cukup familiar baginya.
“Wanita licik itu sangat berani menyerang adikku jadi aku harus membalasnya agar dia tahu bahwa tidak sembarangan orang bisa dia usik”, ucap Grand Duke Sebastian sambil menyeringai lebar.
Lalu Grand Duke Sebastian menoleh pada pengawal pribadinya yang baru datang, mengambil sebuah kotak hitam dan memberikannya.
“Pastikan benda ini diterima langsung oleh Kaisar Orlando, bukan yang lainnya”, perintahnya tegas.
Begitu pengawal pribadinya telah pergi, Grand Duke Sebastian segera menyuruh pengawalnya untuk menyingkirkan tubuh yang sudah tak bernyawa itu dari hadapannya dengan tatapan tajam.
“Tetap awasi pergerakan wanita itu dan jangan lupa untuk melaprkan setiap ada yang mencurigakan”, tegasnya sambil duduk dikursi kebesarannya dengan angkuh.
Dua pengawal bayangan yang ditugaskan untuk memantau pergerakan Dunchess Liona dalam diam tersebut mematuhi apa yang Sebastian perintahkan.
“Baik Tuan, jika tidak salah ingat tiga hari lagi Dunches Liona akan mengunjungi pelelangan malam yang hanya diadakan setahun sekali di pusat ibukota. Namun untuk barang apa yang diincarnya kami belum mendapatkan informasi lebih jauh”, jawabnya melaporkan.
“Pelelangan malam ?”
“Apa dia akan pergi bersama Duke Armand ?”, tanya Sebastian penuh selidik.
“Saya rasa tidak karena Dunches Liona seperti ingin menyembunyikan hal ini dari semua orang”, ucapnya menjelaskan.
Grand Duke Sebastian tampak terdiam sebelum kilatan licik terlintas jelas di matanya ketika dia sudah bisa menebak apa yang ingin wanita itu dapatkan disana.
“Baiklah, karena dia ingin bermain maka aku akan meladeninya dengan baik”, guman Grand Duke Sebastian menyeringai lebar.
“Carikan aku undangan pelelangan malam karena aku ingin memberikan kejutan besar untuk wanita itu agar dia sedikit tahu diri”, ucap Grand Duke Sebastian penuh penekanan.
“Baik tuan”, jawab anak buahnya patuh.
Grand Duke Sebastian pun melambaikan satu tangannya dan menyuruh pengawal bayangannya tersebut untuk segera kembali ke mansion Duke Heliot dan bergabung dengan rekannya yang masih ada disana.
Sementara dua dari lima pengawal bayangan yang selama ini menjaga adiknya juga hendak beranjak meninggalkan mansion untuk kembali ke kediaman Duke Armand namun langkah mereka terhenti ketika Grand Duke Sebastian bersuara.
“Kali ini kalian tidak boleh lengah karena pasti akan ada serangan berikutnya jadi teruslah waspada”, perintahnya tegas.
“Baik tuan”, ucap keduanya kompak.
Keduanya pun melesat pergi setelah merasa jika tuan mudanya itu tak lagi memberi perintah untuk kembali memantau kondisi Dunchess Roselyn dan anaknya dalam kegelapan.
Entah kejadian apa lagi yang akan mengintai adiknya esok hari, yang jelas Grand Duke Sebastian harus tetap waspada karena dia sangat yakin jika wanita licik itu tak akan berhenti sebelum apa yang menjadi keinginannya tercapai.
***
Sementara itu ditempat lain, tepatnya disebuah taman halaman kediaman Duke Heliot tampak Dunchess Liona sedang merayakan pesta ulang tahun anaknya Harry yang kini berusia empat tahun dengan ekpresi penuh kebahagiaan.
Karena Duke Heliot sedang pergi membasmi para pemberontak diwilayah Selatan sehingga diapun meminta tolong kepada Duke Armand sahabatnya untuk merayakan pesta ulang tahun putranya tersebut agar Harry tak sedih karena ayahnya tak bisa hadir dihari spesialnya.
Duke Armand yang masih menyimpan rasa cinta terhadap Dunchess Liona pun tak menolak permintaan sahabatnya dan dengan senang hati menerimanya.
Ditengah-tengah pesta tiba-tiba salah satu pengawal kediamannya datang dan menghampirinya sambil membisikkan sesuatu.
“Bagaimana kondisinya sekarang ?”, tanya Duke Armand lirih.
Mendengar jika para penjahat telah dibunuh dan kondisi istri serta anaknya baik-baik saja maka Duke Armand pun tak jadi pulang dan kembali menemai Dunchess Liona beserta anaknya hingga pesta usai.
Sang pengawal yang melihat jika Duke Armand tak mempertanyakan lebih jauh pun memilih undur diri sambil menggeleng-gelengkan kepala karena tak menyangka jika tuannya itu lebih mementingkan pesta anak sahabatnya dibandingkan dengan kondisi istri dan anaknya.
Dunchess Liona yang sempat mencuri dengar pembicaraan Duke Armand dan pengawalnya merasa sedikit cemas, namun apa yang dia khawatirkan tak terjadi sehingga diapun bisa bernafas dengan lega.
“Sampai kapanpun aku akan pastikan jika hati dan perhatian Duke Armand hanya kepadaku dan anakku bukan ke yang lainnya”, batin Dunchess Liona egois.
Meski dia tak mencintai Duke Armand dan lebih memilih untuk menikah dan menghabiskan hidup dengan Duke Heliot nyatanya Dunchess Liona masih menginginkan hati dan perhatian Duke Armand hanya kepadanya.
Serakah dan egois, itulah Dunchess Liona karena dia masih tetap mengharapkan hati dan perhatian pria lain padahal dirinya sudah bersuami dan mengabaikan perasaan wanita lain yang menjadi istri Duke Armand.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!