Muhasabah Alinah
Di pagi yang berembun membasahi dedaunan di perumahan yang sedang berkembang Alinah menatap taman yang rindang. Didapati pohon mawar yang bercabang. Ranting yang memanjang itu telah menyentuh pot- pot gantung yang tertata rapi bagai barisan yang teratur itu membuat sedap di pandang mata.
Hari ini hari libur Alinah hendak memangkas cabang bunga mawar itu. Suasana saat itu masih terlihat sepi. Hanya di dapati beberapa orang saja yang tampak di depan rumah. Ya, seperti hari sebelum nya, semua nampak biasa biasa saja. Tidak ada sesuatu yang luar biasa. Hanya rutinitas harian yang tak tercatat dalam sebuah agenda. Dari kejauhan tampak seorang ibu yang tengah menyapu halaman di gang itu. Terlihat seorang ibu yang asyik menggendong anaknya sambil bergegas mengayunkan langkah kakinya ke warung. Tampak pula seorang ibu sedang menjemur pakaian.
Di kawasan ini, rumah penduduk tergolong padat.
Ketika tetangga sebelah tengah bercakap - cakap itu akan terdengar oleh tetangga yang lain. Tempat tinggal permanen, atau rumah hunian yang di kontrakan tertata rapi. Tak sedikit orang di antara mereka yang membangun rumah di atas lahan sengketa.
Alinah menatap ponselnya. Lalu menatap jam di ponsel itu. Waktu berjalan merambat, terasa cepat sekali. Mentari terpancar dengan indah. Menyinari dedaunan di halaman rumah itu. Menyinari pohon pepaya yang baru tumbuh tiga bulan lamanya satu tahun yang lalu perumahan itu belum sepadat saat ini. Banyak nya penduduk dari kota besar yang migrasi ke daerah ini membuat penduduk bertambah pesat. Para penduduk dengan jenis mata pencaharian yang berbeda- beda begitu beragam. Pekerjaan penduduk yang bervariasi. mulai dari para pedagang keliling. Hingga seorang pedagang yang berjualan di berjejer di ruko yang di sewa di pinggir jalan. Walaupun perumahan ini berada jauh dari jantung kota di namun situasi cukup ramai. Sore hari banyak warga perumahan yang berlalu lalang untuk mencari segala sesuatu yang mereka butuhkan. Seperti membeli makanan ayam bakar, fried chicken. Ayam goreng dan lain sebagainya.
Meski kawasan perumahan ini hanyalah sebuah kampung. tetapi pada kampung itu banyak didapati tenaga-tenaga profesional Dari berbagai disiplin ilmu. Baik di instansi swasta maupun instansi pemerintah. Tak sedikit di antara mereka yang bekerja sebagai kuli cuci gosok di komplek terdekat demi mempertahankan kehidupan mereka.
Banyak pula penduduk asli setempat. Serta pendatang. Sangat heterogen. Yang jelas, daerah itu disebut sebagai daerah penyangga DKI Jakarta. Dari segi geografis, kampung ini letaknya di perbatasan DKI.
***
Tepat di depan ruko yang pintunya tertutup rapat, berdiri seorang Ibu yang sedang menatap ruko itu lekat-lekat. Tapi, seorang Ibu itu hanya diam. Tak bicara. Dilihat dari raut muka orang itu, tersirat sebuah tanda tanya. Dia berdiri mematung.
Tiba-tiba terdengar suara orang memanggil.
"Bu Sadar..!" Mendengar namanya dipanggil, día menoleh. Mencari sumber suara itu. Rupanya Bu Riri. Bu Sadar membalikkan badannya. Kemudian datang menghampirinya. Melangkah santai.
"Ya Bu,” Bu Sadar mendekat ke Bu Riri
Bu Sadar berdiri berhadapan dengan Bu Riri. Rupanya, Bu Riri sedang menyapu karena dilihatnya Bu Sadar tengah berdiri mematung, lalu dia memanggilnya. memegang sapu lidi.
"Lagi cari apa Bu...?" Tanya Bu Riri pelan.
"Lagi cari ember Bu. Tadi rencananya saya mau membeli ember, tapi ruko Alinah malah tutup." Bu Sadar penasaran dibuatnya.
"Sudah satu minggu ini saya tidak melihat Alinah! Biasanya Alinah bila hendak bepergian ke manapun suka pamitan. Tapi baru kali ini Alinah pergi tak berpamitan," tutur bu Riri dengan suara lembut.
"Bak ditelan bumi." Lanjutnya.
Bu Sadar menyimak setiap tutur katanya dengan penuh perhatian. Menangkap adanya sesuatu yang aneh dengan kepergian Alinah. Seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan belakangan ini. Tapi apa? Mengapa dia pendam sendirian?
Bu Sadar seorang sahabat karib Bu Alinah namun beda gang. Dia pelatih senam. Alinah bergabung dalam grup senam Bu Sadar. Tubuh Bu Sadar sangat proporsional. Membuat tak Jemu di pandang mata.
Alinah mengikuti latihan senam karena dirinya ingin hidup sehat. Akhir- akhir ini Alinah sering sakit kepala Migrain. Kalau sudah sakit migrain Alinah kebingungan. Karena banyak pekerjaan yang telah menantikannya namun Alinah tak berdaya. Karena berhati- hati Alinah hanya bisa berbaring di tempat tidurnya.
Alina Kerap kali mengecewakan hidup orang lain. Tak sedikit di antara mereka yang masih saja menganggap Alinah sebagai orang yang punya banyak alasan.
Sementara itu Amanah Seorang guru yang sudah berpengalaman serta memiliki segudang ilmu pengetahuan. Itu menurut sudut pandang guru senam, Bu Sadar.
Alinah begitu rajin mengikuti kegiatan senam di tempat Bu Sadar. Keseriusan untuk berlatih senam membuat Bu Sadar menyukai Alinah. Bu
Sadar menyambut kehadiran Alinah di sanggar senam itu. Dia sangat menghargai itikad baik dari Linah. Menurut Bu Sdar, jarang sekali didapati di kampung itu seseorang seperti Alinah sosok yang rendah hati dan begitu toleransi pada Bu sadar.
"Ya sudah! Nanti saja kalau Alinah pulang, saya ke toko itu lagi!" Bu Sadar berpamitan. Lalu membalikkan badannya dan melangkah pulang. Bu Riri mengikuti kepergian Bu Sadar dengan pandangan mata.
Di benak mereka, rupanya tercetus sebuah pertanyaan dari dalam kalbunya. Misteri kepergian Alinah. Tetapi mereka saling terdiam dengan pertanyaannya masing-masing. Tersimpan rapat sekali di dalam hatinya.
***
Alinah berprofesi sebagai seorang guru. Saat ini, dia mengajar di Sekolah Dasar Negeri. Dia memilih untuk mengajar di Sekolah Dasar setelah dia diangkat menjadi seorang PNS di kotanya. Saat itu Alinah berjuang keras agar dirinya mendapatkan jati dirinya untuk menjadi seorang abdi negara. Suatu perjuangan yang tidaklah mudah. Banyak kriteria yang harus dipenuhi.
Bukan Alinah namanya bila tak mau berjuang keras hingga titik darah penghabisan. Siang malam Alinah terus belajar. Alinah senang sekali untuk mempelajari berbagai hal. Alinah pun kerap kali membeli majalah untuk berbagai hal. Alinah kerap kali membaca cerpen yang dimuat di majalah yang dia beli. Cerpen yang enak untuk dibaca Belum lagi dia harus menghadapi sebuah kompetisi yang sangat ketat. Baik persyaratan akademik maupun kuota yang dibutuhkan di dalam seleksinya itu. Usia peserta seleksi juga dibatasi. Belum lagi persaingan yang ketat dengan peserta seleksi lainnya.
Dulu sebelum dirinya diangkat PNS, dia memiliki banyak pengalaman. Pengalaman yang membuat dia harus tersenyum di saat-saat pertama kali dirinya diterima untuk mengajar di SMA swasta yang pernah i tidak mendapatkan honor di saat itu Alinah tetap bersemangat untuk mentransfer semua pengetahuan yang dia miliki pada saat itu. Baik ilmu yang didapat dari bangku kuliah, maupun yang dia dapat dari pengalaman hidupnya.
Masih lekat dalam ingatan Alinah saat dirinya mengajar di SMP di kota itu diawali dengan Lika liku dalam mengarungi perjalanan. Pada suatu hari dia hendak mengajar les private di kediaman seorang murid. Ketika itu dia menjalani aktivitas sebagai guru les private. Alinah mengajari anak agar dapat mahir membaca dan menulis dan berhitung. Rupanya kendaraan yang dia tumpangi salah berbeda arah. Maklum Alinah tinggal di Tangerang itu belumlah lama. Belum paham dengan tata letak lokasi di daerah itu. Termasuk dalam memilih angkot yang hendak dia tumpangi sebelum menuju ke suatu daerah.
Ketika itu dia menaiki kendaraan yang warna cat mobilnya sama dengan cat mobil yang ditumpangi beberapa waktu yang lalu. Sembari duduk di angkutan dia mencermati kondisi di jalanan yang dia lewati. Alinah termenung beberapa saat menyadari akan kesalahannya. Kemudian Alinah mengedarkan pandangan keseliling. Kemudian matanya tertumbuk pada sebuah gedung SMP swasta di kota itu. Gedung yang tak terlalu luas area nya dan bangunan pun masih sederhana namun situasi itu tak membuat Alinah merasa ciut untuk mengetahui rasa penasaran ingin mengetahui lebih dalam pada situasi di gedung itu. Dalam hati terselip keinginan untuk melamar menjadi tenaga pengajar.
Alinah butuh biaya hidup yang tak sedikit
Hidup di perantauan. Jauh dari sanak keluarga. Bisa menutup biaya hidup makan dan minum serta tempat berteduh bagi Alinah itu sudah sangat bersyukur demi kelangsungan hidupnya serta mengumpulkan tenaga baru untuk berjuang ke masa depan yang lebih baik. Masa depan yang lebih cerah. Karena panik dia lalu mencari tahu kepada sopir angkot untuk meyakinkan bila dirinya telah menempuh jalur yang salah. Alinah ragu. Dia pun berfikir, lebih baik bertanya kepada Pak Sopir itu daripada dirinya dalam kebingungan.
"Stop Bang saya salah jalur ya?"
"Ini arah ke Balaraja.?"
"Saya mau ke Cikupa. Maaf ya Bang!" Jelas Alinah. Dia turun dari angkot itu lalu membayar ongkosnya.
***
Sisi lain kehidupan Alinah.
Di saat mereka saling berprasangka dan saling curiga, praduga tentang keberadaan Alinah, pada saat itu Alinah tinggal di Tigaraksa. Dua puluh lima menit, waktu tempuh dari Tigaraksa menuju tempat mengajar Alinah. Alinah mengajar di batas kota Tangerang.
Saat ini Alinah dalam masalah besar yang dia simpan rapat - rapat. Tidak boleh diketahui oleh siapapun. Bagi Alinah, rahasia hidupnya bukan pada tempatnya bila diketahui oleh publik. Alhamdulillah - alih bukannya membantu, nanti malah akan menambah persoalan menjadi semakin rumit. Banyak type orang di sekeliling kita. Ada yang suka menolong, malah ada yang bertepuk tangan dengan berbagai kerumitan yang kita hadapi. Menolong kita juga tidak, malahan masalah yang kita hadapi itu akan tersiar kemanapun. Itu justru membuat hati bagai tersayat.
Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Karena sejatinya hidup ini merupakan ujian. Setiap orang memiliki ujian yang berbeda- beda satu sama lain. Ada yang menilai ujian yang kita hadapi itu merupakan hal yang sepele saja. Hanya cukup berdiam diri saja masalah akan selesai dengan sendirinya. Hal ini wajar saja, karena setiap orang memiliki latar pendidikan yang berbeda, latar ekonomi yang berbeda pula antara satu orang dengan yang lainnya.
Menurut Alinah, tidak sedikit orang cenderung menyalahkan bila seseorang sedang tertimpa oleh permasalahan yang dihadapi. Apalagi Alinah seorang janda yang sedang tinggal seorang diri dengan putri tunggalnya. Alinah jauh dari sanak keluarga dan handai taulan.
Alinah memang dilimpahkan banyak rizkinya. namun selama ini dia tidak bisa mengelola keuangannya secara tepat. Hanya orang-orang yang dia percaya saja yang ceritakan persoalan hidupnya. Alinah menganggapnya ini sebagai suatu aib tersendiri baginya. Di batas kota Tangerang Alinah berusaha untuk menenangkan diri, ber intropeksi diri.
***
Sederet pertanyaan pun muncul dari hatinya yang paling dalam. Semua terlihat begitu aneh? Semua terasa berat?. Tapi semua itu nyata adanya. Kenyataan pahit dan getir yang harus diterima. Kenyataan yang tak mampu dielakkan lagi. Fakta yang harus dan dihadapinya dengan mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang dia miliki walau telah terkuras oleh sejuta kepedihan.
Pukul 06:30, Alinah belum beranjak dari tempat tidur. Dengan menahan rasa kantuknya, dia masih mencoba untuk bersuara.
Alinah teringat kejadian waktu salah naik jurusan.
Alinah tak habis mengerti ketika itu bisa salah jurusan. Barangkali itulah yang sering dikatakan oleh orang lain. “Manusia tempat salah dan khilaf”
“Oh iya, harusnya tadi Neng waktu di Pasar Gudang naik mobil yang satunya lagi"
"Iya makasih. Maaf ya bang!"
Ketika itu Alinah menyadari dirinya telah salah jalan.
Ketika turun dia berusaha untuk menenangkan dirinya. Tetapi matanya terus memandangi gedung sekolah itu. Tercetus dalam hatinya bila dia berniat untuk menulis lamaran di sekolah itu. Melamar sebagai tenaga honorer untuk bidang studi PKn. Melamar sebagai tenaga pengajar sesuai dengan disiplin ilmu yang dia tempuh saat kuliah di Perguruan Tinggi di Purwokerto.
Keesokan harinya dia menulis lamaran kerja yang ditujukan ke sekolah itu. Dia datang ke sekolah itu dengan membawa berkas lamaran kerja.
"Assalamu'alaikum"
"Waalaikum salam"
"Bu, saya mau mengajukan lamaran kerja, saya harus bertemu siapa ya?" Tanyanya pelan. Berharap, tapi cemas. Berharap bila dirinya akan mendapatkan kesempatan untuk menjadi guru honorer mengajar di sekolah itu. Bersamaan dengan itu, dirinya merasa cemas bila harapan yang membumbung tinggi tiba-tiba kandas saat berkas lamaran untuk mengajar ditolak.
"Oh kebetulan hari ini sedang ada Ibu Ketua Yayasan sekolah ini. Silakan masuk ruangannya ada di depan," jawabnya ramah.
Alinah masuk ruangan mengucapkan salam pada Ibu Yayasan di sekolah itu,
"Alinah Hidup di kota besar itu kompetisi hidupnya lebih besar. Tidak bisa disamakan seperti waktu hidup di kampung!" Nasihat Mirawati. Mirawati pun seorang perantau yang datang dari kampung. Bedanya Mirawati datang terlebih dulu jalani hari- harinya di kota besar itu.
Mirawati mencoba memberikan suatu masukan yang sangat berharga sebagai bekal untuk kehidupan Alinah. Dikhawatirkan Alinah akan mudah terprovokasi oleh sekelompok orang yang akan menjerumuskan dirinya. Apalagi Alinah memiliki sifat yang sangat dermawan itu. Setidak - tidaknya dia memiliki bekal pengetahuan yang sangat berharga bagi dirinya. Ada yang bilang bahwa kehidupan di kota besar sangat keras.
Apa semua orang itu akan bersikap jahat padanya? Apa semua orang di kota besar itu akan bersikap manis bila di depannya? Lalu diam-diam akan menikam dari belakang?
Alinah diterima mengajar di sebuah sekolah yang dia inginkan, itu dianggapnya sebagai suatu anugerah tersendiri baginya. Tinggal di sebuah kota sebagai perantau itu memerlukan tekad yang bulat untuk dapat meraih sebuah cita-cita yang mereka impikan.
Sumber gambar. Dokumen pribadi
Pagi itu terasa dingin. Alinah mandi dengan air hangat. Dia harus mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Mengajar adalah kewajibannya. Alinah guru yang rajin. Alinah tak menelantarkan anak didiknya. Mengajar itu harus fokus. Itu menurut Alinah. Sekalipun Alinah fokus mengajar namun gurat kesedihan masa lalu kerap muncul ke permukaan. Rasa sedih karena suami meninggal masih kerap muncul.
Alinah terkenang masa lalu ketika suaminya masih ada.
Flash Back
Saat itu Alinah sedang sakit jadi tak bisa masuk ke sekolah.
Alina Merasa terganggu oleh suara gemericik air. rupanya suami sedang mengisi air di kamar mandi. Alinah membolak-balikan badan. Mau bangun, namun dirinya masih mengantuk. Alinah mengumpulkan tenaga dan pikiran untuk bisa bangun dengan nyaman. Meski berusaha untuk bangun sekuat tenaga, rasa kantuk masih menyerang. Akhirnya Alinah tertidur pulas.
Saat tertidur pulas Alinah lupa dengan masalah pribadinya. Dia depresi dengan masalah yang sedang dihadapi.
Sejenak dia berhenti dari ingatannya di mana dia sangat depresi dengan segudang persoalan yang sedang menghantui dirinya. Betapa tidak! Harga dirinya sedang dipertaruhkan. Hutang sebagai modal usaha yang pernah dirintis bersama suaminya harus segera dibayar. Usaha suaminya diambang kebangkrutan. Penjualan perabotan tidak berjalan seperti yang dia bayangkan. Bagi Alinah orang yang senantiasa bersikap dan bertindak sesuai komitmen dia pun harus memikirkan bagaimana cara mengembalikan hutang-hutangnya.
Persoalan hidupnya bukanlah hal yang main- main baginya. Jika masalah ini menimpa pada orang lain, mungkin persoalannya tidak seberat yang Alinah rasakan. Barangkali orang yang menjalani ujian seperti yang saat ini Alinah jalani akan bersikap lebih tenang. Mereka berpikir, manusia yang masih hidup ya pasti punya hutang. Atau ada sebagian dari mereka yang berkomentar, dengan adanya hutang akan menambah semangat bagi hidupnya.
***
Tapi bagi Alinah yang terbiasa berakhlakul Karimah, membuat dia menanggung suatu beban yang teramat sangat. Dia begitu disiplin. Dia tidak ingin mengecewakan orang lain. Dan dirinya selama ini juga sangat konsekuen dengan satunya kata dan perbuatan. Tapi dengan persoalan yang sedang menimpanya saat Ini, membuat dirinya sangat tertekan. Dia bertekad ingin menikmati hidupnya tanpa adanya tagihan hutang. Walau hutang ini tak sebesar gunung atau pun sebanyak busa di lautan yang biru. Walau hutang itu sebenarnya masih dalam batas kewajaran. Bisa teratasi hanya dalam beberapa bulan saja.
***
Alinah memanggil suaminya dengan sebutan 'Aa'. Suaminya berasal dari Kota Kembang, Bandung. Namanya Burhan. Sebutan itu seperti halnya di daerah lain. Seperti, 'Mas' bila di Jawa.
Ketika Alinah terganggu oleh suara mesin pompa air itu, berisik', saat itu sang suami sedang menikmati teh hangat di sudut ruang itu. Pandangan matanya tertuju pada sebuah jalan yang melintang di depan rumah kontrakan itu. Rumah kontrakan yang tak terlalu luas itu tapi terasa nyaman untuk berteduh. Rumah kontrakan yang saat itu ijadikan sebagai tempat tinggal untuk sementara oleh Alinah dan Burhan. Dari balik jendela tampak kendaraan yang berlalu lalang. Baik pengendara sepeda motor, maupun pejalan kaki. Banyak di antara mereka para Ibu muda yang hendak mengantar sekolah anak-anaknya.
***
Alinah pergi ke sekolah. Hari itu jadwal Alinah begitu padat. Ketika Alinah menunaikan ibadah sholat Dzuhur dia kembali teringat dengan almarhum suaminya, Pak Burhan.
Flash Back
Setiap hari, Burhan menunaikan ibadah sholat Dzuhur.. Suatu bentuk penghambaan diri dari seorang hamba kepada Sang Khalik, Dia lah Allah Yang Maha Kuasa. Pak Burhan bersama Alinah sangat berharap bila mereka segera melunasi semua hutang-hutangnya. Siapa sih orang nya yang bisa tenang hatinya bila masih memiliki suatu tanggungan hutang dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Satu-satunya harapan saat itu mereka ingin menjalani suatu kehidupan dengan tanpa adanya beban hutang sedikitpun.
Setelah selesai sholat dhuha, Burhan membaca ayat suci al-qur'an. Meskipun bacaannya belum fasih betul. Tapi dia yakin bahwa suatu saat nanti dirinya akan belajar membaca al-qur'an dengan baik. Burhan seorang hamba yang taat. Selalu berusaha sebisa mungkin untuk senantiasa menjalankan segala perintah- perintah-Nya dan Berusaha sebisa mungkin untuk menjauhi larangan-Nya. Sekali saja shalat wajib tertunda, maka dia sangat merasa gelisah. Merasa seperti ada yang kurang.
Semasa hidupnya Pak Burhan kerap kali berpesan Pada Akinah,
"Sholat. Sholat janganlah ditinggalkan!" Kata Burhan dengan nada pelan.
“Ia, suamiku yang tampan dan baik hati” tutur Alinah.
Mendengar pujian itu tersenyum, Burhan memang dikenal sebagai sosok Budiman hanya yang pendiam, Pembawaannya tenang. Sangat berbeda dengan istrinya. Alinah dikenal sebagai sosok yang agresif dan suka mendominasi di dalam kehidupan rumah tangganya.
Selain itu juga Pak Burhan pernah membuka usaha bimbingan belajar yang dikelola sendiri. Tetapi usaha itu tidak dikelola dengan serius. Akan tetapi untuk saat ini Burhan sedang fokus di usaha dagang. Meskipun usahanya itu masih tergolong kecil-kecilan.
Ada suatu keprihatinan tersendiri di lubuk hati Alinah. Rasa prihatin di mana Pak Burhan belum memiliki keteguhan hati di dalam menjalani satu bidang usaha. Terkadang Budiman mudah terpengaruh dengan ajakan teman untuk menekuni usaha baru. Misalnya usaha emas batangan. Sementara Budiman tidak memiliki keahlian di bidang itu. Budiman kerap kali menuturkan bila dirinya ingin menekuni usaha baru.
"Aku mau usaha emas batangan. Aku mau Investasi di dalam usaha itu" tutur Burhan. Mendengar penuturan itu Alinah tersentak.
"Jangan Pak,aku tidak setuju bila usaha di bidang itu, persoalannya Pak Burhan belum tahu seluk beluknya. Nanti kita yang keteter sendiri." Alinah bersikukuh untuk tergiur dengan usaha itu. Menurut Alinah usaha bisa berjalan bila seseorang telah menguasai pengetahuan di bidang itu.
Setiap hari, Alinah menunaikan ibadah sholat dhuha. Suatu bentuk penghambaan diri dari seorang hamba kepada Sang Khalik, Dia lah Allah Yang Maha Kuasa. Baik Burhan atau pun Alinah sangat berharap bila mereka segera melunasi semua hutang - hutangnya. Semua orang pasti hidup merasa tidak tenang bila masih bersangkutan dengan hutang piutang. Hutang adalah beban hidup.
**”
Sore harinya Alinah pulang dari sekolah. Ada rasa lega tersendiri di hatinya bila usai mengajar. Melaksanakan rutinitas keseharian dalam mengajar. Guru yang baik adalah yang bekerja secara profesional. Melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sungguh- sungguh dan didasari oleh rasa ikhlas.
Guru yang baik itu juga guru yang berinteraksi belajar mengajar dengan siswa. Melakukan pengelolaan kelas. Membuat media pembelajaran yang dapat membimbing siswa secara aktif.
Alinah pun kerap kali membawa alat peraga, benda sesuai dengan aslinya. Alat peraga ini mudah dipahami dan mudah dimengerti oleh siswa.
Setibanya di rumah, Alinah memasak capcay, tidak ketinggalan menyiapkan makanan untuk Nara. Sepulang sekolah Nara pulang dalam keadaan lelah. Alinah mempersiapkan itu semua untuk Nara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!