Reyna duduk tegak di bangku penonton ruang sidang, hatinya berdegup kencang karena mencoba menahan gelombang emosi yang memenuhi pikirannya. Dia melirik sekilas ke arah Radit, suaminya yang duduk di meja terdakwa dengan wajah tanpa ekspresi. Bagaimana bisa orang yang pernah dia cintai begitu dalam bisa melakukan semua ini?
Bintang, pengacaranya, berdiri dengan percaya diri di depan pengadilan. Wajahnya yang serius mencerminkan tekadnya untuk memperjuangkan keadilan bagi kliennya. Dia melanjutkan dengan suara yang tegas, "Penghormatan yang Mulia, kasus ini tidak hanya tentang pelanggaran hukum yang serius, tetapi juga tentang pengkhianatan terhadap kepercayaan dan integritas keluarga. Radit telah menghancurkan hidup Reyna secara tidak manusiawi."
Bintang memandang Reyna sejenak, memberinya senyuman singkat yang penuh empati sebelum melanjutkan, "Terdakwa Radit tidak hanya mengisolasi Reyna dalam kondisi yang mengerikan, tetapi juga dengan dingin merencanakan dan melaksanakan pembunuhan orang tuanya. Dia menyembunyikan bukti-bukti kejahatannya dan berupaya menghindari hukuman dengan tindakan yang tidak bermoral."
Reyna menggenggam tangannya erat-erat, mencoba menahan gelombang emosi yang membanjiri dirinya. Dia telah menanti hari ini dengan penuh harap, berharap bahwa kebenaran akan terungkap di hadapan pengadilan.
Pengacara yang di sewa Radit, dengan nada suara yang tenang dan kontrol diri yang terjaga, mencoba membela kliennya dengan argumen-argumen hukum yang cermat. Dia mencoba menggugat validitas bukti-bukti yang diajukan oleh pihak penuntut, mempertanyakan kesaksian saksi dan konsistensi alibi Radit.
Hakim mendengarkan dengan penuh perhatian, mencatat setiap argumen yang disampaikan oleh kedua belah pihak. Suasana di ruang sidang semakin tegang seiring dengan berjalannya persidangan, dengan penonton yang menahan napas, menantikan putusan yang akan segera diambil.
Reyna, di tengah-tengah semua ini, merasa bahwa dia tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keadilan bagi semua yang telah menjadi korban dari perbuatan keji Radit. Dia memandang Bintang dengan harapan yang tidak terucapkan, berdoa agar keadilan akan ditegakkan di akhir perjuangan panjang ini.
Setelah persidangan mencapai penutupan argumen dari kedua belah pihak, hakim mengambil waktu untuk mempertimbangkan dengan matang setiap aspek dari kasus yang kompleks ini. Dia menyadari bahwa keputusan yang akan diambilnya tidak hanya akan mempengaruhi kehidupan orang-orang yang terlibat, tetapi juga akan mencerminkan keadilan yang harus ditegakkan dalam sistem hukum.
"Setelah mempertimbangkan semua bukti yang diajukan dan argumen yang disampaikan, pengadilan memutuskan..." Ketegangan di ruang sidang mencapai puncaknya saat hakim akhirnya mengangkat suaranya.
"Hakim memutuskan bahwa kasus ini memerlukan pertimbangan yang serius dan menyeluruh," ujar beliau dengan suara yang tenang namun penuh otoritas, memecah keheningan tegang yang menyelimuti ruang sidang. Dia melanjutkan, "Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan dan argumen yang disampaikan oleh kedua belah pihak, pengadilan akan memberikan keputusan yang adil dan seimbang."
Reyna menahan napas, detik-detik berikutnya terasa seperti abad bagi dirinya. Hatinya berdebar keras saat dia berharap dan berdoa bahwa keadilan akan ditegakkan dengan keras terhadap Radit, untuk segala penderitaan yang telah dia timbulkan.
Hakim menjelaskan dengan teliti pertimbangannya, mencatat poin-poin kunci dari kasus ini. Dia menyoroti kekejaman perbuatan Radit yang telah menghancurkan tidak hanya satu, tetapi beberapa kehidupan. "Naraditya Jaden," ujarnya dengan tegas, "Anda dinyatakan bersalah atas tuduhan yang dituduhkan terhadap Anda, termasuk pembunuhan dan penghindaran dari keadilan."
Dihadapankan keputusan ini, ekspresi di wajah Radit sama sekali tidak berubah. Namun pengacaranya menunjukkan ekspresi kekecewaan yang sedikit, tetapi menerima keputusan itu dengan sikap profesional. Sementara Reyna, di tempat duduknya, merasa lega.
"Hakim menghukum Anda dengan hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat," lanjut hakim dengan suara yang tegas, "demi keadilan bagi korban-korban dari tindakan keji yang telah Anda lakukan."
Reyna merasa seperti beban besar telah diangkat dari bahunya, meskipun luka yang telah ditinggalkan oleh peristiwa ini akan tetap ada. Dia merasa lega bahwa keadilan telah ditegakkan, meskipun pahitnya pengkhianatan dan kehilangan tidak akan pernah sepenuhnya sembuh.
Pengadilan berakhir dengan harapan bahwa keputusan ini akan memberikan sedikit kedamaian bagi mereka yang terkena dampaknya. Reyna memandang ke depan dengan tekad yang kuat, siap untuk membangun kembali hidupnya dan menghadapi masa depan yang baru setelah perjuangan yang panjang dan menyakitkan ini.
...****************...
"Bagaimana perasaanmu?" Bintang akhirnya bertanya setelah lama terdiam. Mereka sedang berjalan di taman yang tenang, di bawah langit senja yang memancarkan cahaya jingga lembut. Suara gemerisik dedaunan yang diterpa angin sepoi-sepoi menambah kedamaian suasana.
"Aku sangat lega. Seperti hidup kembali," jawab Reyna dengan senyum bahagia, matanya berbinar menatap ke depan
Mereka melangkah perlahan di atas jalan setapak yang dipenuhi daun-daun berguguran. Burung-burung berkicau riang di pepohonan sekitar mereka, seakan ikut merayakan kemenangan Reyna.
Bintang memperhatikan Reyna dengan penuh perhatian. "Aku bisa merasakannya. Kamu memang layak mendapatkan kedamaian ini setelah semua yang telah kamu lalui."
Reyna menarik napas dalam-dalam, merasakan udara segar memenuhi paru-parunya. "Ya, akhirnya semua usai. Tapi, rasanya masih sedikit aneh. Semua ini seperti mimpi buruk yang panjang, dan sekarang aku baru terbangun."
"Kamu telah melalui banyak hal, Reyna. Kamu sangat kuat. Sekarang saatnya untuk memulai babak baru dalam hidupmu." Bintang menatap Reyna dengan pandangan penuh penghargaan.
Reyna tersenyum lemah. Dia sangat bersyukur bertemu bintang ketika berhasil kabur waktu itu. "Terima kasih, Bintang. Tanpa bantuanmu, aku mungkin tidak akan mampu bertahan. Kamu bukan hanya pengacara yang hebat, tapi juga teman ku yang luar biasa."
Bintang menggelengkan kepala dengan rendah hati. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Kamu yang luar biasa kuat. Sekarang, fokuslah untuk menyembuhkan diri dan merencanakan masa depan yang lebih baik."
Reyna menatap jauh ke depan, merasakan angin sepoi-sepoi yang menyapu wajahnya. "Aku akan berusaha. Ini semua masih terasa baru bagiku. Tapi aku tahu, aku bisa melewati ini."
Bintang menepuk bahu Reyna dengan lembut. "Dan ingat, aku selalu ada di sini untukmu. Jangan ragu untuk menghubungi jika kamu butuh sesuatu, apa pun itu."
Reyna tersenyum lebih cerah kali ini. "Aku tahu. Terima kasih sekali lagi, Bintang. Ayo kita rayakan ini dengan makan malam. Aku ingin merayakan kemenangan ini dengan orang yang sangat berjasa bagiku."
Bintang tertawa kecil. "Itu ide yang bagus. Mari kita pergi. Malam ini kita rayakan dan lupakan semua beban yang telah kita lalui."
Reyna sangat senang sampai lupa bahwa setelah kebahagiaan akan ada duka.
...****************...
"Siapa kamu!"
"Ra-radit?!" Reyna tidak sempat menghindar ketika sepasang tangan melingkari lehernya. Mencengkram erat seolah berniat mematahkan.
"Lepass.. kan!" Napas Reyna memberat, lehernya sakit pasti akan meninggalkan bekas disana, Reyna melihat bibir Radit seperti mengatakan sesuatu, namun dia tidak mengerti. Reyna serasa berada di dalam air yang tidak bisa mendengar apapun.
Pandangannya mulai memburam, dia tidak bisa bernapas sepenuhnya, rasanya sesak. Reyna sangat tersiksa sampai kegelapan menyelimutinya.
Reyna sampai di rumah. Suasana rumah terasa sunyi tanpa kehadiran Radit, sosok yang dulunya menjadi bagian integral dari hidupnya. Dia duduk di ruang tamu yang redup, menghadapi kekosongan yang mendalam yang menghantui pikirannya.
Duduk di sofa yang nyaman, Reyna merenung tentang perjalanan hidupnya yang telah berputar begitu cepat dalam 10 tahun terakhir. Bayangan hari-hari bahagia bersama Radit melintas di benaknya—saat cinta mereka baru mekar dan impian masa depan terasa begitu nyata. Mereka pernah merencanakan segalanya bersama, dari rumah impian hingga anak-anak yang akan mereka besarkan. Namun, semua itu sirna ketika kegelapan dalam hati Radit menguasainya.
Naraditya Jaden, lelaki manis yang dulu dicintainya, tiba-tiba berubah menjadi monster setelah kelulusan sekolah menengah. Awalnya, perubahan itu tampak perlahan. Radit mulai menjauh, lebih sering marah tanpa alasan jelas, dan kemudian, kekerasan mulai terjadi. Reyna mencoba bertahan, berharap Radit akan kembali menjadi pria yang dia cintai. Namun, harapan itu hanya memperpanjang penderitaannya.
Selama bertahun-tahun, Reyna terjebak dalam hubungan yang penuh kekerasan dan manipulasi. Setiap hari terasa seperti perjuangan baru untuk bertahan hidup. Namun, setelah berjuang melawan ketakutannya, setelah melawan cengkeraman Radit yang mencekik, Reyna akhirnya bebas. Keputusan pengadilan hari ini menandai akhir dari mimpi buruknya dan awal dari kehidupan yang baru.
Reyna menarik napas dalam-dalam, merasakan udara segar memenuhi paru-parunya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa aman di rumahnya sendiri. Beban berat yang selama ini menghimpitnya perlahan terangkat. Dia duduk di sofa, membiarkan suasana tenang menyelimuti dirinya. Tiba-tiba, teleponnya berdering. Di layar, nama Bintang terpampang.
Reyna mengangkat telepon itu dengan senyum tipis. "Halo, Bintang."
Suara Bintang terdengar hangat di seberang sana. "Reyna, apa kamu sudah sampai rumah dengan selamat?"
Reyna mengangguk, meskipun tahu Bintang tidak bisa melihatnya. "Ya, aku sudah di rumah. Terima kasih sudah menanyakan."
"Aku lega mendengarnya," kata Bintang dengan nada tulus.
Reyna menghela napas pelan, merasakan ketenangan yang perlahan menguasai dirinya. "Bintang,"
"Ya, Reyna. Ada apa?"
"Aku ingin berbicara tentang sesuatu yang penting."
Bintang mendengarkan dengan seksama. "Tentu, apa itu?"
Reyna menggigit bibirnya sejenak, mencari kata-kata yang tepat. "Aku berpikir untuk menjual rumah ini. Terlalu banyak kenangan buruk di sini. Aku butuh awal yang benar-benar baru." Reyna tahu bahwa menjual rumah ini bukanlah solusi instan untuk menghapus semua kenangan buruknya. Namun, itu adalah langkah pertama yang penting dalam proses pemulihannya. Dia merasa bahwa dengan menjauh dari lingkungan yang menyimpan begitu banyak memori yang menyakitkan, dia dapat mulai membangun kembali hidupnya dan menemukan kedamaian batin yang telah lama hilang.
Bintang terdiam sesaat, merenungkan kata-kata Reyna. "Aku mengerti, Reyna. Itu langkah besar, tapi mungkin itu yang terbaik untukmu."
Reyna merasakan sedikit kelegaan. "Ya, aku pikir begitu. Tapi aku butuh bantuanmu. Bisakah kamu mencarikan agen properti yang bisa dipercaya?"
Bintang tersenyum, meskipun Reyna tidak bisa melihatnya. "Tentu, aku akan mencari agen properti yang bisa membantu. Aku akan menghubungi beberapa kenalan dan memberikan informasi yang kamu butuhkan."
Reyna merasa beban di pundaknya semakin ringan. "Terima kasih, Bintang. Aku benar-benar menghargainya."
"Jangan khawatir, Reyna. Kamu tidak sendirian. Aku di sini untuk membantu. Beristirahatlah malam ini, dan besok kita akan mulai mengurus ini."
Reyna tersenyum, merasakan kehangatan dukungan Bintang mengalir melalui telepon. "Terima kasih, Bintang. Selamat malam."
"Selamat malam, Reyna. Jaga dirimu."
Setelah menutup telepon, dia bangkit dan melangkah perlahan menuju tangga. Reyna naik ke atas, menuju kamarnya.
Begitu sampai di kamar, Reyna menyalakan lampu meja yang memancarkan cahaya lembut. Reyna membuka lemari dan mengambil handuk bersih, lalu menuju kamar mandi. Dia memutar keran, membiarkan air hangat mengalir dan memenuhi ruangan dengan uap. Suara gemericik air menenangkan pikirannya.
Dia melepas pakaian dengan gerakan lambat, merasakan beban harian yang perlahan hilang seiring dengan pakaian yang jatuh ke lantai. Reyna melangkah ke dalam pancuran, membiarkan air hangat membasahi tubuhnya, menghapus sisa-sisa ketegangan yang masih tersisa.
Dengan setiap tetes air yang mengalir, Reyna merasa tubuh dan jiwanya dibersihkan. Dia menutup matanya, menikmati momen ini. Air hangat membelai kulitnya, membuatnya merasa terlindungi dan aman.
Setelah beberapa saat, Reyna mematikan keran dan membungkus tubuhnya dengan handuk. Dia keluar dari kamar mandi, merasakan kesegaran dan kebersihan yang mengalir dalam dirinya. Kembali ke kamar, Reyna mengenakan piyama yang nyaman dan duduk di tepi tempat tidurnya.
Dia mengambil napas dalam-dalam, merasakan kelegaan yang mendalam. Reyna tahu bahwa perjalanan menuju penyembuhan masih panjang, tetapi malam ini dia bisa tidur dengan tenang. Dengan pikiran yang lebih jernih dan hati yang lebih ringan, Reyna berbaring di tempat tidur, menarik selimut hingga ke dagu.
"Selamat malam, dunia," bisiknya pelan. "Aku siap untuk babak baru dalam hidupku."
Malam itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Reyna akan tidur dengan nyenyak.
...****************...
"Siapa itu!" Reyna terbangun dengan teriakan kecil, tubuhnya tegang. Dia mendengar sesuatu di tengah malam yang sunyi, suara samar yang mengusik tidurnya. Jantungnya berdetak kencang saat dia duduk tegak di tempat tidur, mata berusaha menembus kegelapan kamar.
Dia melihat sekeliling, mencoba menemukan sumber suara itu. Namun, tidak ada yang tampak aneh atau mencurigakan. Bayangan-bayangan dari furnitur yang familiar dan benda-benda di kamarnya tetap diam di tempatnya, tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain.
"Mungkin itu hanya perasaanku," bisik Reyna pada dirinya sendiri, menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu.
Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, Reyna mulai merasa lebih tenang. Dia berbaring kembali, menarik selimut hingga ke dagunya.
Dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dengan perlahan, matanya mulai terpejam kembali, dan Reyna memaksa dirinya untuk merelaksasi tubuhnya. Dia berusaha fokus pada napasnya, menghirup dan menghembuskan udara dengan tenang.
Malam kembali hening, hanya diisi oleh suara napas Reyna yang perlahan-lahan kembali normal. Namun tiba-tiba, instingnya mengatakan ada seseorang di dekatnya. Wanita itu sontak membuka matanya lagi dan menoleh ke samping.
"Ra-radit?!" Reyna tidak sempat menghindar ketika sepasang tangan melingkari lehernya. Mencengkram erat seolah berniat mematahkan. Dia berusaha melepaskan diri dengan cara memukul, mencakar, melakukan apapun yang dia bisa, namun tenaga seorang wanita masih kalah kuat dengan seorang pria.
Bulir air mulai jatuh dari sudut matanya.
"Tolonh... lepass.. kan!" Reyna memohon dengan terbata. Napasnya mulai memberat, lehernya sangat sakit dan ia yakin pasti akan meninggalkan bekas disana. Reyna melihat bibir Radit bergerak seperti mengatakan sesuatu, namun dia tidak mengerti. Reyna serasa berada di dalam air yang tidak bisa mendengar apapun.
Setelah itu pandangannya mulai memburam, dia tidak bisa bernapas sepenuhnya, rasanya sesak. Reyna sangat tersiksa sampai kegelapan menyelimutinya.
...****************...
Reyna membuka matanya. Napasnya tersenggal. Jantungnya bertalu kencang. Bayangan Radit yang mencekiknya masih terasa jelas dan nyata.
'Apa yang terjadi?'
Reyna mengusap wajahnya pelan, mencoba menenangkan diri. Perlahan, dia mulai memperhatikan keadaan sekitarnya. Ini bukan kamar yang biasa dia tiduri sekarang. Ini kamarnya dua belas tahun yang lalu, di rumah lamanya.
Reyna terbangun dengan tiba-tiba di dalam kamarnya yang terasa begitu akrab, namun ada sesuatu yang aneh. Suasana di sekitarnya terasa berbeda. Lemari dan perabotan di kamarnya memang tampak seperti yang dia kenal. Ini bukan kamar yang biasa dia tiduri. Ini adalah kamarnya dua belas tahun yang lalu, di rumah lamanya.
Reyna mengusap wajahnya perlahan, berusaha menenangkan diri. Dia duduk di atas tempat tidurnya dengan tatapan bingung, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Perlahan dia beranjak menuju meja rias, memperhatikan wajahnya yang tampak muda, seolah kembali ke masa remajanya.
Ingatan tentang Radit dan penderitaan yang dia alami mulai membanjiri kepalanya. "Apa itu semua mimpi?" Reyna bertanya-tanya apakah semua kejadian yang dia alami selama sepuluh tahun hanyalah bunga tidur semata, "Tidak, itu semua terasa sangat nyata. Apa itu artinya aku kembali ke masa lalu? Dua belas tahun yang lalu sebelum semua penderitaan itu dimulai?"
Menyadari sesuatu, dengan langkah terburu Reyna berjalan menyusuri ruangan yang dulu dia kenal dengan baik, melihat setiap sudut rumah yang dulu penuh dengan kebahagiaan dan kedamaian. Rumah itu masih sama, dengan dinding berwarna putih bersih, perabotan yang minimalis, dan jendela-jendela besar yang membiarkan cahaya matahari masuk dengan lembut.
Reyna tidak peduli apakah ini benar-benar nyata atau hanya sebuah ilusi yang sangat nyata, tapi jika ini adalah dua belas tahun yang lalu berarti orang tuanya masih hidup, kan? Reyna merindukannya, dia ingin melihat keluarganya lagi.
Ketika dia mencapai ruang tengah, di sana, di ruang keluarga yang hangat dan penuh cahaya, dia melihat sosok yang sudah lama dia rindukan: ibunya.
Ibunya duduk di sofa dengan senyum lembut di wajahnya, matanya berbinar melihat Reyna. "Reyna, sayangku," sambut ibunya dengan suara yang penuh kasih. Dia merentangkan tangan dalam pelukan yang hangat.
Reyna, terharu dan tak percaya, berlari mendekati ibunya. Dia memeluknya erat-erat, menangis tersedu-sedu di bahu ibunya. "Ibu... aku tidak pernah berharap bisa melihatmu lagi," bisiknya di antara isakan tangisnya.
Ibunya mengelus lembut punggung Reyna, memberikan kenyamanan dan ketenangan yang begitu lama dia cari. "Reyna, apa yang terjadi? Kamu jarang menangis seperti ini. Beri tahu Ibu, siapa yang menyakitimu?"
Reyna menarik napas dalam-dalam, merasakan kehadiran ibunya begitu nyata di sisinya. Ini bukanlah sekadar mimpi. Senyum bahagia merekah di wajahnya saat dia menyadari kenyataan itu. Namun, Reyna juga menyadari bahwa apa yang telah ia alami tidak perlu diceritakan kepada siapapun. Dia tahu tidak ada Yang akan percaya jika dia mengatakan bahwa dia telah melakukan perjalanan ke masa lalu.
"Aku mimpi buruk, Bu. Tidak ada yang terjadi. Itu hanya mimpi buruk."
Ketika Reyna melepaskan pelukan, dia tahu ada banyak hal yang harus dia lakukan. Kembali ke masa lalu memberikan kesempatan kedua yang tak ternilai. Dia bertekad untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah dibuatnya dan melindungi orang-orang yang dia cintai.
Reyna menghela napas panjang, kemudian menatap ibunya dengan mata yang masih penuh dengan emosi. "Di mana ayah dan Raka?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar.
Ibunya tersenyum lembut, mengusap bahu Reyna dengan penuh kasih. "Ayahmu sedang bekerja, sayang. Dan adikmu sedang bermain di luar bersama teman-temannya."
Reyna mengangguk. Dia merasa lega. Keluarganya sudah kembali.
...****************...
Reyna tersadar bahwa liburan pertengahan semester telah tiba setelah dia memeriksa kalender. Kembali ke sekolah di usianya yang hampir tiga puluh tahun membuatnya mengeluh.
Angin sepoi-sepoi masuk lewat jendela terbuka, mengelus lembut rambut panjang Reyna. Suara daun yang berdesir di luar memberinya sedikit ketenangan di dalam kesendirian kamarnya.
Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, meraih pena, dan dengan hati-hati menulis sesuatu di buku catatannya.
Rencana untuk hidup dengan tenang:
1.Pindah sekolah
2.
Reyna menghentikan pena sejenak, memandang tulisan itu dengan serius. Meskipun orang tuanya mungkin tidak setuju dan terlalu protektif padanya, Reyna merasa langkah ini perlu diambil. Penting baginya untuk tidak bertemu dengan Radit lagi. Pria itu adalah sumber penderitaannya, yang telah terlalu obsesif padanya. Meskipun Radit tampak manis di masa sekolah, Reyna yakin dia akan berubah menjadi monster saat dewasa. Jika dia berhasil pindah sekolah, kemungkinan untuk berinteraksi lebih lanjut dengan Radit hampir mustahil.
Kemudian Reyna mendapati sebuah ponsel di ujung meja. Dia meraihnya dan membuka kunci dengan pola yang sudah ia hafal diluar kepala. Dalam sekejap, layar menyala, menampilkan wallpaper yang tak lagi asing baginya: sebuah foto dirinya bersama Radit, di tengah latar belakang taman bermain yang ramai. Dengan sudut pandangnya yang sudah dewasa, Reyna merasa foto itu terlihat konyol dan memalukan. Dia meneliti wajah keduanya. Mereka berdua tersenyum lebar di depan kamera, seperti dua remaja yang sedang jatuh cinta.
Itu bisa dimengerti, sekarang hubungannya dengan Radit baru berjalan enam bulan. Tapi Reyna sudah melihat bagaimana akhirnya. Hubungan ini tidak bisa dilanjutkan lagi.
Reyna menarik napas dalam-dalam, mengusap layar untuk membuka galeri. Di sana, ia menemukan album foto-foto lama mereka. Setiap gambar menyimpan kenangan masa lalu yang sekarang terasa seperti belenggu bagi Reyna. Dia merasa aneh melihat bagaimana kebahagiaan yang terpatri dalam gambar-gambar itu sekarang hanya menyakitinya.
Tanpa ragu, Reyna mulai menghapus foto-foto itu. Setelahnya ia meletakkan ponsel kembali di atas meja dengan perasaan campur aduk.
Reyna merebahkan tubuhnya di ranjang, memejamkan matanya sejenak. Dia melihat keluar jendela, matahari perlahan tenggelam di balik pepohonan di luar sana. Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela terbuka, mengelus lembut wajahnya dan memberinya sedikit ketenangan. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dari sekarang, dia akan fokus pada masa depannya yang lebih baik, tanpa terbebani oleh kehidupan sebelumnya yang memilukan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!