Alicia mengepalkan tangan, menekan gas mobilnya dengan keras. Dia mengikuti Richard dari belakang, jaraknya cukup jauh agar tidak kepergok. Hatinya berdebar-debar tak menentu, seperti drum yang dipukul dengan keras.
Alicia menatap mobil Richard di depan. Mobil itu berbelok ke arah sebuah hotel mewah yang berdiri menjulang di pinggir kota. Alicia mengerutkan kening, dia tahu bahwa Richard tidak pernah menginap di hotel itu.
"Kemana dia mau?" gumam Alicia, suaranya terasa serak. "Kenapa dia harus menginap di hotel? Apa dia lagi selingkuh?"
Alicia terus mengikuti Richard. Mobilnya bergerak lambat sepanjang jalan yang ramai. Dia mencoba untuk tetap tenang, tapi rasanya sulit. Perasaan curiga dan cemburu terus menyerang hatinya.
"Aku harus tahu kebenarannya," gumam Alicia lagi, suaranya bergetar. "Aku harus tahu apa yang sedang terjadi."
Alicia memarkirkan mobilnya di seberang hotel. Dia menatap mobil Richard yang sudah terparkir di depan hotel. Hatinya semakin berdebar keras.
"Aku harus melihat apa yang terjadi," gumam Alicia, menarik napas dalam-dalam. "Aku harus melihat dengan mata kepalaku sendiri."
Alicia turun dari mobil. Dia melangkah perlahan menuju hotel, mencoba untuk tidak terlihat oleh Richard. Langkahnya berat, hatinya berasa semakin panas.
Alice melangkah perlahan, hatinya berdebar kencang. Bau parfum wanita yang asing menusuk hidungnya. Dia mengendap-endap mendekati sumber bau itu, sebuah ruangan di hotel mewah yang menjadi tempat tinggalnya bersama suaminya, Richard.
Tangannya gemetar saat menjangkau gagang pintu. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Saat pintu terbuka sedikit, dia melihat adegan yang tidak seharusnya dia lihat, betapa terkejutnya dia melihat suaminya diatas tempat tidur bercengkrama dengan wanita lain.
Pintu terbuka dengan perlahan, mengungkap sebuah ruangan yang dihiasi bunga mawar merah dan lampu remang-remang. Richard berada di tengah ruangan, memeluk seorang wanita cantik yang mengenakan gaun merah terbuka.
Richard terkejut saat melihat Alice berdiri di ambang pintu. Matanya membulat keheranan, rahangnya mengunci erat. Seolah-olah waktu berhenti mengalir saat mata mereka bertemu.
"Alice?" gumam Richard, suaranya terasa serak.
Alice memandang Richard dengan tatapan yang tajam dan sakit. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Richard?" bisik Alice, suaranya gemetar. "Apa yang sedang kamu lakukan?"
Richard terdiam, tak berkata apapun. Dia hanya menatap Alice dengan tatapan yang tak berdaya. Wanita di pelukannya menarik diri, matanya berbinar ketakutan.
"Maafkan aku, Richard," bisik Alice, suaranya bercampur dengan tangis. "Aku salah menilai kamu. Aku salah mencintai kamu."
Alice berbalik dan berjalan menjauh. Dia pergi dari hotel itu dengan hati yang hancur. Dia tak bisa mempercayai
kejahatan yang telah dilakukan oleh suaminya.
Alice menoleh, tatapannya menembus jiwa wanita yang berada di depannya. Wanita itu berdiri terpaku, wajahnya pucat ketakutan. Alice memandang wanita itu dengan tatapan yang penuh kemarahan dan kecewa.
"Kamu!" desis Alice, suaranya bergetar karena amarah. "Kamu yang menghancurkan keluarga ku?"
Wanita itu menunduk, tak berani menatap mata Alice. Dia hanya bisa mengucapkan kata "Maaf" dengan lirih.
Alice tak mendengarkan permintaan maaf wanita itu. Dia langsung melangkah mendekat, tangannya menjulur ke arah rambut wanita itu. Alice ingin menjambak rambut wanita itu, melampiaskan kemarahannya yang memuncak.
"Kamu bajingan!" teriak Alice, suaranya pecah dalam amarah. "Kamu mencuri suamiku! Kamu menghancurkan keluarga ku!"
Alice menarik rambut wanita itu dengan keras. Wanita itu menjerit kesakitan, tubuhnya bergetar karena rasa sakit. Alice terus menarik rambut wanita itu, seolah-olah ingin merusak keindahan yang dimiliki wanita itu.
"Kamu harus menanggung akibatnya!" teriak Alice lagi, matanya berbinar dalam amarah. "Kamu harus menanggung sakitnya hati ku!"
Alice terus menjambak rambut wanita itu, tanpa menghiraukan tangisan dan rintihan wanita itu. Amarahnya tak terbendung, hatinya terasa terbakar oleh api kemarahan.
Richard terkejut melihat Alice menyerang wanita itu. Dia segera berlari mendekat, menarik Alice dan memisahkannya dari wanita itu.
"Alice, berhenti!" teriak Richard, suaranya bergetar karena ketakutan. "Jangan sakiti dia!"
Alice menolak dilepaskan. Dia terus menyerang wanita itu, menendang dan mencengkram dengan kuat.
"Kamu bajingan!" teriak Alice, matanya berbinar dalam amarah. "Kamu menghancurkan keluarga ku!"
Richard menarik Alice dengan keras, mencoba menenangkannya. "Alice, berhenti! Kamu akan menyakiti diri sendiri!"
Alice menolak dilepaskan. Dia terus menyerang wanita itu, menendang dan mencengkram dengan kuat.
"Aku akan membunuhmu!" teriak Alice, suaranya pecah dalam amarah.
Richard meluk Alice erat, mencoba menenangkannya. "Alice, tenanglah. Aku mohon, tenanglah."
Alice terus meronta-ronta, mencoba melepaskan diri dari pelukan Richard. Dia ingin menyerang wanita itu lagi, ingin menghancurkan keindahannya yang telah mencuri suaminya.
Richard menahan Alice dengan kuat, takut wanita itu akan terluka parah. Dia menatap wanita itu dengan rasa bersalah.
"Maafkan aku," bisik Richard, suaranya terasa lemah. "Aku salah. Aku salah menyakitimu."
Richard melepaskan Alice dengan hati-hati. Dia menarik wanita itu ke belakang, menjauhkannya dari Alice.
"Pergi dari sini," kata Richard, suaranya tegas. "Pergi dan jangan pernah kembali lagi."
Wanita itu menangis, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Richard. Dia menatap Alice dengan mata yang mengerikan.
"Aku benci kamu," bisik wanita itu, suaranya bergetar karena ketakutan.
Wanita itu berlari keluar dari hotel. Dia pergi dari tempat itu dengan hati yang hancur. Dia tak bisa melupakan apa yang terjadi.
Alice menatap Richard dengan tatapan dingin. Air matanya sudah kering, terganti dengan kebencian yang membara.
"Aku minta cerai," kata Alice, suaranya tegas dan dingin.
Richard terkejut. Dia tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Alice, jangan bercanda. Ini hanya kesalahpahaman. Kita bisa menyelesaikan ini."
"Tidak ada kesalahpahaman," jawab Alice, suaranya tetap dingin. "Aku sudah menyaksikan kejahatan mu dengan mata kepalaku sendiri. Aku tak akan pernah memaafkan mu."
"Aku mohon, Alice," rayu Richard. "Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."
"Tidak ada lagi kesempatan," jawab Alice, matanya menatap Richard dengan benci. "Aku tak akan meneruskan pernikahan ini. Aku benci kamu!"
Richard terdiam, tak berkata apapun. Dia menatap Alice dengan tatapan yang tak berdaya. Dia tahu, dia telah menghancurkan semuanya.
Alice berbalik dan berjalan menjauh. Dia pergi dari hotel itu dengan hati yang hancur. Dia pergi meninggalkan Richard, meninggalkan rumah tangga yang telah dibangunnya dengan suami yang dicintainya.
Alice tak akan pernah melupakan kejahatan yang telah dilakukan Richard. Dia tak akan pernah memaafkan Richard. Dia akan menjalani hidup baru, hidup yang bebas dari kebohongan dan . kekecewaan
Alice melangkah cepat menuju parkiran hotel, langkahnya berat dan penuh amarah. Dia tak sudi memperhatikan pandangan orang-orang yang berpapasan dengannya. Hatinya terasa terbakar oleh kecewaan dan kemarahan.
"Aku benci dia," gumam Alice, suaranya terasa serak. "Aku benci Richard. Aku benci wanita itu."
Alice mencari mobilnya di antara deretan mobil yang terparkir di parkiran. Dia mengingat di mana dia memarkirkan mobilnya sebelum mengikuti Richard.
"Itu dia," gumam Alice, menemukan mobilnya di ujung parkiran.
Alice segera menuju mobilnya. Dia membuka pintu dan masuk ke dalam. Dia menyalakan mesin mobil dan mengaspal dengan cepat, meninggalkan hotel itu dengan perasaan marah dan kecewa.
Alice tak tahu kemana harus pergi. Dia hanya ingin menjauh dari tempat itu, menjauh dari Richard, menjauh dari semua yang mengingatkannya pada kecewaan dan kehancuran.
Alice mengaspal mobil dengan cepat. Dia tak perduli dengan aturan lalu lintas. Dia hanya ingin menghilangkan rasa marahnya dengan mengaspal secepat mungkin.
"Aku akan baik-baik saja," gumam Alice, mencoba menenangkan diri. "Aku akan melewati ini semua."
Alice terus mengaspal mobilnya, mengarah ke jalan tol yang membentang luas. Dia ingin menghilangkan semua rasa sakit dan kecewa yang menyerang hatinya. Dia ingin menemukan kebahagiaan baru, kebahagiaan yang bebas dari kebohongan dan kecewaan.
Alice melangkah cepat menuju parkiran hotel, wajahnya merah padam karena amarah. Rasa kecewa dan sakit hati menyerbu hatinya seolah akan meledak. Dia tak sudi memperhatikan pandangan orang-orang yang berpapasan dengannya.
"Aku benci dia," gumam Alice, suaranya terasa serak. "Aku benci Richard. Aku benci wanita itu."
Alice mencari mobilnya di antara deretan mobil yang terparkir di parkiran. Dia mengingat di mana dia memarkirkan mobilnya sebelum mengikuti Richard.
"Itu dia," gumam Alice, menemukan mobilnya di ujung parkiran.
Alice segera menuju mobilnya. Dia membuka pintu dan masuk ke dalam. Sebelum menyalakan mesin mobil, dia berbalik dan menatap pintu hotel dengan tatapan yang tajam.
"Aku cerai, Richard!" teriak Alice dengan suara yang kuat, seolah ingin menghancurkan semua yang terjadi di antara mereka.
Alice menyalakan mesin mobil dan mengaspal dengan cepat, meninggalkan hotel itu dengan perasaan marah dan kecewa.
Alice tak tahu kemana harus pergi. Dia hanya ingin menjauh dari tempat itu, menjauh dari Richard, menjauh dari semua yang mengingatkannya pada kecewaan dan kehancuran.
Alice mengaspal mobil dengan cepat. Dia tak perduli dengan aturan lalu lintas. Dia hanya ingin menghilangkan rasa marahnya dengan mengaspal secepat mungkin.
"Aku akan baik-baik saja," gumam Alice, mencoba menenangkan diri. "Aku akan melewati ini semua."
Alice terus mengaspal mobilnya, mengarah ke jalan tol yang membentang luas. Dia ingin menghilangkan semua rasa sakit dan kecewa yang menyerang hatinya. Dia ingin menemukan kebahagiaan baru, kebahagiaan yang bebas dari kebohongan dan kecewaan.
Richard terkejut mendengar teriakan Alice. Dia tak percaya bahwa Alice akan meninggalkannya. Dia mencoba menarik Alice, mencoba menjelaskan segalanya.
"Alice, tunggu!" teriak Richard, berlari menuju parkiran.
Richard berharap bisa mengejar Alice dan menjelaskan segalanya. Dia ingin meminta maaf atas kesalahannya. Dia ingin meminta Alice untuk memberinya kesempatan lagi.
Namun, Alice sudah meninggalkan hotel itu. Richard menatap mobil Alice yang pergi menjauh dengan mata yang berbinar-binar kecewa.
"Alice!" teriak Richard lagi, suaranya terputus-putus karena kecewaan.
Richard merasa seolah-olah dunianya hancur berkeping-keping. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya selanjutnya.
Richard berbalik dan masuk kembali ke hotel. Dia mencari wanita itu, wanita yang telah membuatnya lupa pada Alice.
"Dia di mana?" tanya Richard pada pelayan hotel.
Pelayan itu menunjuk ke arah salah satu kamar di hotel.
"Dia ada di kamar itu," jawab pelayan itu.
Richard berjalan menuju kamar itu. Dia mengetuk pintu dengan hati-hati.
"Masuk," jawab wanita itu dari dalam kamar.
Richard membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Dia menatap wanita itu dengan mata yang berbinar-binar kebahagiaan.
"Sayang," kata Richard, mendekati wanita itu. "Aku sangat mencintaimu."
Wanita itu tersenyum lebar. Dia merasa bahagia karena Richard telah kembali padanya.
"Aku juga mencintaimu, Richard," jawab wanita itu.
Richard memeluk wanita itu erat. Dia merasa bahagia karena dia telah mendapatkan apa yang dia inginkan.
Namun, Richard tak tahu bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang berharga di dalam hidupnya.
Alice menghentikan mobilnya di depan rumahnya. Dia turun dari mobil dan memasuki rumah dengan wajah yang masih merah padam karena amarah.
"Richard bajingan!" gumam Alice, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.
Alice menuju kamar tidur mereka. Dia membuka lemari dan mengeluarkan semua pakaian Richard. Dia melipat pakaian itu dengan hati-hati, mencoba menghilangkan rasa marah yang menyerang hatinya.
"Aku akan membuang semuanya," gumam Alice, menatap pakaian Richard dengan mata yang mengerikan.
Alice membawa semua pakaian Richard keluar dari kamar tidur. Dia meletakkan pakaian itu di depan pintu rumah.
"Ini adalah akhirnya," gumam Alice, menatap pakaian Richard yang tergeletak di depan pintu rumah.
Alice kemudian kembali ke dalam rumah. Dia menutup pintu rumah dengan keras.
"Aku akan baik-baik saja," gumam Alice, mencoba menenangkan diri. "Aku akan melewati ini semua."
Alice berjalan menuju kamar tidur mereka. Dia melihat foto mereka yang terpajang di atas meja.
"Aku akan membuang semuanya," gumam Alice, menatap foto mereka dengan mata yang mengerikan.
Alice mengambil foto itu dan meletakkannya di atas meja di dekat lemari. Dia kemudian menutup lemari dengan keras.
"Aku akan memulai hidup baru," gumam Alice, mencoba menenangkan diri. "Aku akan menemukan kebahagiaan baru."
Alice berjalan menuju kamar mandi. Dia menyalakan shower dan menyiram tubuhnya dengan air hangat. Dia mencoba menghilangkan semua rasa sakit dan kecewa yang menyerang hatinya.
"Aku akan baik-baik saja," gumam Alic⚫
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!