...Cerita dimulai....
Episode satu.
Cahaya biru, sedikit terpantul pada ambang jendela yang mulai terbasahi embun malam. Astin memandangi kilauan tersebut dengan mata ruby-nya yang menatap kosong.
Helaan napas merasuk ke dalam dada yang sedikit terasa sesak, mencari kesegaran udara yang berhembus di bawah angkasa bertabur sinar cemerlang.
Suasana dingin mulai menyentuh diri yang tengah terduduk bersandar, pada kaca crystal bening yang membiarkan pemandangan di luar terlihat jelas.
Bunga Alfilis berkelopak putih di taman terlihat agak bergoyang, dengan beberapa kelip cahaya putih terbang mengitari sekitar. Akan tetapi...
Begitu sepi. Jelas sekali bila malam sudah semakin larut. Walau demikian, Astin yang tengah mengemban berbagai pemikiran masih tetap terjaga.
Kepalanya yang berhias rambut putih bersih nan panjang mulai ikut bersandar. Sehingga cerminan paras yang begitu menawan samar terlihat.
"Haah... Konyol sekali, bisa-bisanya aku menerima tantangannya tanpa mengetahui batasan diri."
Hembusan napas keluar dari bibir tipis cream pucat Astin yang sedikit terbuka, berharap itu dapat mengusir rasa sesak di dada.
-
Siang tadi. Saat ia berada di academy. Astin mendekati seorang gadis yang sangat ia sukai. Namun sayang, gadis itu merasa risih dengan pendekatan yang Astin lakukan.
Setelah sekian kali ia menahan diri, akhirnya gadis itu mengungkapkan ketidaksukaannya. Tetapi Astin yang tidak terima, menyeret gadis tersebut menuju sudut yang cukup sepi.
Gadis itu lantas memberontak sembari berteriak. Sungguh sial! Teriakannya malah terdengar oleh seseorang.
Dia merupakan anak laki-laki yang selalu bersama dengan gadis tersebut. Melihat gadis yang ia lindungi hendak diserang, oleh lelaki yang dirumorkan gemar bermain wanita,
Jelas sekali membuat anak laki-laki itu sangat marah. Ia lantas mengarahkan pedang pada Astin sembari mengutuk.
Astin yang merasa tidak bersalah lantas membela diri. Pada dasarnya ia sama sekali tidak memiliki niat melakukan hal sejauh itu, apalagi terhadap gadis yang sangat ia hargai.
Tetapi rumor tentang dirinya suka bermain wanita, telah membuat pembelaannya tidak mungkin di dengar.
Beruntung gadis itu masih mau membela Astin. Sehingga anak laki-laki yang hendak menghakiminya mengambil keputusan lain.
Dan sekarang, Astin tengah dipusingkan oleh tantangan berduel dari anak laki-laki tersebut.
Mustahil bagi Astin untuk memenangkannya. Anak laki-laki yang menantang dirinya adalah siswa peringkat teratas dari semua angkatan murid tahun pertama.
Walau dia hanya anak dari seorang kesatria yang memiliki status sosial rendah, tetapi dia memiliki kemampuan yang sangat luar biasa. Bahkan dia sudah mendapat julukan sebagai calon kesatria suci pada usia muda,
Dan digadang-gadang akan menjadi pahlawan masa depan. Sedangkan Astin?
Ia hanyalah siswa peringkat bawah, yang sering membuat ulah. Bahkan peringkatnya tersebut sedikit terselamatkan oleh statusnya.
Astin merupakan tuan muda penerus keluarga bangsawan kelas atas. Walau kemampuannya tidak setinggi statusnya.
Kebanggaannya lah yang membuat Astin menerima tantangan yang tidak mungkin ia menangkan tanpa pikir panjang.
Akan jatuh harga diri Astin jika menolaknya. Apalagi saat itu Astin berada di hadapan gadis yang sangat ia sukai.
Yah, sangat konyol memang. Mungkin besok ia hanya akan dihajar habis-habisan tanpa dapat melakukan perlawanan.
Oleh sebab itu otaknya sedang berputar mencari solusi. Tetapi pikirannya sekarang agak kacau.
Bukan saja hal tersebut yang membuat Astin masih terjaga sampai saat ini. Dia dibuat bingung oleh sebuah ingatan yang tiba-tiba muncul di kepalanya.
-
Sepulang dari academy. Seperti biasa Astin menggeluti hobinya, membongkar serta memasang berbagai macam artefak.
Astin menenggelamkan diri dalam dunianya. Berharap itu dapat sedikit menambah rasa percaya diri, untuk menghadapi pertandingan esok hari.
Kesalahan terjadi. Artefak yang ia otak-atik mengalami kerusakan dan akhirnya meledak. Pikirannya yang kehilangan fokus membuat kecelakaan itu tidak dapat dihindari.
Bekas noda darah yang telah dibersihkan terlihat tidak jauh dari kursi putih yang ia singgahi.
Yang tersisa kini hanyalah perban untuk membalut luka di kepala. Beserta sebuah ingatan bahwa...
.
Astin pernah hidup di dunia yang benar-benar berbeda dengan dunianya saat ini. Di dunia tersebut Astin menjalani kehidupan sebagai seorang lelaki dewasa.
Namun dia memiliki kehidupan yang cukup menyedihkan. Dia menyukai seorang wanita. Tetangganya. Sangat cantik. Dan selalu ramah terhadapnya. Kejadian mengejutkan terjadi.
Ayahnya tiba-tiba mengabari akan menikahi wanita yang ia sukai. Sehingga membuat ia sakit hati. Ia sempat bertengkar hebat dengan ayahnya sebab tidak menyetujui.
Walau pada akhirnya ia lebih memilih untuk mengalah demi keutuhan keluarga. Tetapi setelah ia memasuki universitas. Ibu tirinya terlihat mulai tertarik pada dirinya.
Ia juga sebenarnya masih memendam rasa. Tetapi dia tidak ingin hubungan keluarganya menjadi hancur hanya sebab seorang wanita.
Jadi dia memilih untuk menjalin hubungan dengan gadis sebayanya saja.
Tetapi setelah dua tahun mereka menjalani hubungan. Temannya memberitahu, bahwa kekasihnya telah berkhianat. Ia tidak percaya. Tetapi dia juga ingin memastikan kebenarannya.
Dia bergegas menuju sebuah kafe yang ditunjuk oleh temannya. Dan betapa sakit hatinya ia, kekasihnya terlihat tengah berduaan dengan seorang lelaki. Dia mengenal siapa lelaki itu.
Seorang senior yang cukup populer, dan dirumorkan suka bergonta-ganti pasangan.
Tetapi dia tidak ingin mempercayai, kemungkinan mereka hanya sedang mengobrolkan sesuatu.
Seperti itu yang ia harap. Tetapi apa?! Bahkan lebih menyakitkan. Melihat kekasihnya pergi menuju sebuah hotel bersama senior itu.
Sudah tidak ada harapan. Jelas sekali apa yang akan mereka lakukan. Ia lantas menghubungi gadis yang tega mengkhianatinya.
Dia menatap mereka yang hendak memasuki hotel dari kejauhan. Kekasihnya berteriak, menyadari kelakuannya telah diketahui.
Tetapi ia hanya bisa memasang ekspresi jijik. Setelah mengirim pesan untuk mengakhiri hubungan, dia lantas pergi menjauh.
Setiap hari mantan kekasihnya menghubungi dirinya. Meminta maaf, ingin menjelaskan, berharap mereka untuk kembali. Sia-sia. Sudah tidak ada lagi rasa percaya.
Dia merasa depresi, kisah cintanya gagal untuk kedua kali. Seperti itu sampai pada akhirnya... Dia dipanggil untuk mengikuti wajib militer.
Yah... Mungkin dengan ini dia dapat melupakan orang-orang yang telah membuatnya sakit hati. Akan tetapi...
Mengerikan. Medan perang benar-benar lebih mengerikan daripada yang ia kira.
Banyak rekannya yang berguguran. Seolah nyawa mereka tidak berharga. Berharap ingin kembali. Tetapi di rumah tidak ada sesuatu yang menyenangkan sama sekali.
Sampai akhirnya, ia terbiasa bertaruh nyawa setiap kali menjalankan misi berbahaya.
-
Empat tahun berlalu. Setelah misi perebutan wilayah perbatasan ini, akhirnya dia akan dipulangkan...
Sangat naas. Rekan-rekannya habis ter-bantai. Dia sendiri. Menyelinap menuju camp musuh yang ditelan rasa kemenangan.
Mereka berpesta, di tengah bau darah dan mesiu yang menyeruak penciuman.
Kelengahan lawan membuat dia menyelinap begitu mudah. Ratusan ranjau serta peledak telah ia tanam di sekitar camp musuh.
Dan... Tamatlah dia. Kepalanya tertembus peluru. Sepertinya itu hanya taktik musuh, untuk mengundang dia yang ditakuti dalam medan pertempuran, agar masuk ke dalam perangkap mereka.
Suara tawa serta sorakan kemenangan memenuhi medan yang sangat kacau.
Dan langit kelabu akhirnya menurunkan berkahnya. Mengirim hujan deras untuk mengguyur jasad yang tidak bernyawa.
...
Ada informasi lain. Informasi saat lelaki itu belum memiliki ketertarikan terhadap wanita yang menjadi ibu tirinya.
Sangat menarik. Lelaki itu memiliki informasi tentang dunia yang sekarang Astin tempati 'Arcania'. Bagaimana bisa?
Game? Apa dunia ini tidaklah nyata? Seperti itu sudut pandang yang dimiliki lelaki dalam ingatannya.
Tetapi Astin tidak memusingkan hal itu. Dia hanya tertarik dengan. Bahwa di dalam game tersebut, menceritakan dunia ini dari awal sampai menuju akhirnya.
Dia mengetahui masa depan. Begitu pula dengan Astin yang mewarisi ingatannya.
Astin menyeringai. Walau pikirannya masih dilanda kebingungan, tetapi akhirnya ia mendapatkan solusi...
"Lebih baik aku tidur saja untuk saat ini..."
...Bersambung....
...Astin Van' Augustine. Pinterest....
...Cerita berlanjut....
Episode dua.
Sinar putih, menyelinap masuk melewati celah tirai jendela. Astin memicingkan mata ketika pandangannya sedikit tersilaukan.
Merenung. Menatap langit-langit. Berpikir tentang informasi yang ia dapat hari lalu.
Apakah semua itu benar adanya? Rasa gelisah menyelimuti diri di pagi hari yang cerah ini.
Astin segera beranjak dari tempat tidur empuk nan mewah untuk mengusir semua keraguan. Kemudian...
Tok tok tok.♪.♪.♪
Suara ketukan terdengar dari balik pintu mewah kamar asrama. Disusul suara merdu wanita yang agak teredam.
"Tuan muda, apakah anda sudah bangun?"
"Masuklah."
Seorang gadis berumur awal dua puluh yang mengenakan seragam pelayan menyambut dengan senyuman manis.
Tetapi Astin tidak membalas senyuman indah itu. Ia hanya merentangkan tangan, ketika gadis cantik dengan rambut cream mocca disanggul rapi di hadapannya mulai melucuti pakaian tidur yang ia kenakan.
"Marika, apa kamu sudah menyiapkan sesuatu yang aku minta?"
"Sudah tuan muda. Tetapi... Apakah anda benar-benar akan melakukan pertarungan dengan keadaan seperti ini?"
Astin hanya menarik perban putih yang melingkari kepalanya untuk menjawab pertanyaan Marika.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Mata amber Marika memperhatikan kepala Astin dengan seksama. Ia bernapas lega, melihat luka di kepala tuan mudanya sudah pulih sepenuhnya. Tetapi rasa khawatir dalam benak Marika masihlah ada.
"Walau begitu, bukankah lawan tuan muda sangat kuat? Saya khawatir kalau anda sampai terluka, bahkan setelah anda mengalami..."
Astin menggapai lembut pipi putih nan halus Marika, sembari sedikit mengelus bibir cream cerah mungilnya.
"Kamu tidak perlu khawatir, aku sudah cukup melakukan persiapan. Kamu hanya perlu melakukan apa yang aku minta sebelumnya."
Marika sedikit memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut tuan mudanya. Dan ia hanya bisa menjawab patuh sebab hatinya sudah dibuat luluh.
"Baik tuan muda."
Kemudian ia lanjut melucuti pakaian Astin, sembari tersenyum manis, ketika Astin mulai mengelus lembut kepalanya.
Setelah pakaiannya dilucuti, Astin segera beranjak menuju kamar mandi. Bersama Marika yang juga mulai melucuti seragam pelayannya.
.
Selepas memandikan dan merapikan tuan mudanya, Marika menyerahkan sebuah kotak kecil.
"Silakan tuan muda."
Seringai nampak pada wajah Astin. Melihat sesuatu yang berkilau indah dari dalam kotak tersebut.
"Bagus."
Ya, ada satu cara untuk memenangkan pertarungan yang mustahil, yaitu dengan berbuat curang.
'Artefak'. Jika kamu tidak memiliki kekuatan sendiri, maka manfaatkan apapun yang ada di sekitarmu.
Lelaki dalam ingatan Astin juga memiliki prinsip demikian.
Dia melakukan berbagai macam cara dan menggunakan beragam peralatan untuk menghabisi musuh-musuhnya.
Astin memiliki pengetahuan tentang berbagai macam artefak. Walau penggunaan artefak untuk murid tahun pertama masih sangat dibatasi oleh pihak academy, tetapi Astin dapat mengelabui sistem keamanan academy dengan keahliannya tersebut.
Astin melepas cincin emas putih berhias permata amethyst yang melingkar di jari manis tangan kirinya.
Menggantinya dengan cincin berwarna platinum dengan ukiran indah ini.
"Dengan begini aku tidak perlu khawatir kehabisan energi."
Ya, cincin platinum tersebut dapat menyerap partikel energi di sekitar dengan lebih cepat, dibanding penyerapan energi secara alami.
Dengan skill milik Astin yang hanya sedikit mengonsumsi energi, dia dapat melancarkan serangan yang berkesinambungan.
Masalah berikutnya adalah senjata. Astin mengambil sebuah Revolver berwarna putih platinum, dari dalam kotak perak yang ia letakkan di atas meja belajarnya.
Ini juga memiliki desain yang indah. Tetapi jeda waktu di setiap bidikannya tidak cukup singkat. Akan percuma memiliki cukup pasokan energi untuk mengaktifkan skill secara beruntun,
Tetapi perantara yang dimiliki tidak mampu mengatasinya. Untuk menutupi jeda waktu tersebut Astin harus merubah gaya bertarung.
Biasanya dia hanya akan menyerang dari belakang, sembari dilindungi oleh murid yang berada di garda depan.
Namun setelah mendapat ingatan dari kehidupan lain? Astin memutuskan...
.
Setelah selesai bersiap, Astin beranjak menuju stasiun kereta api yang berada di depan gedung asrama. Bersama dengan Marika yang mengikuti di belakang sembari membawakan tas miliknya.
Berbagai pandangan serta bisikan mulai mengarah padanya. Bukan saja sebab penampilan Astin yang mencolok dan membuat hampir semua gadis terpesona melihatnya.
Rumor buruk tentang dirinya yang suka bermain wanita juga sudah menjadi obrolan pokok bagi para murid.
Terutama para murid laki-laki yang biasa menatap dengan pandangan iri. Saat melihat banyak wanita serta gadis di sekitar Astin.
Astin yang sudah terbiasa, hanya berjalan dengan santai tanpa menghiraukan sekitar. Dan menaiki kereta api bersama Marika, menuju di mana gedung utama academy pahlawan Hygea berada.
*
"Berengsek! Apa kemarin kamu benar-benar berniat melecehkan Alisha?!"
Di lorong academy yang masih cukup sepi. Seorang gadis dengan rambut merah menyala mencegat sembari mengutuk Astin.
Astin yang tiba-tiba mendapat perlakuan kasar lantas merasa kesal. Namun ia tidak dapat bertindak kasar pada gadis ini tanpa sebuah alasan. Untuk saat ini Astin harus menahan diri.
Astin menundukkan kepala. Melipat rapi tangan kanan di dada. Kemudian berkata dengan nada sopan.
"Salam sejahtera putri Cassanova. Jika saya harus menjawab pertanyaan anda, saya sama sekali tidak memiliki niat buruk seperti itu terhadap Alisha."
Ya, dia memiliki status lebih tinggi dari Astin. Seorang putri dari kerajaan yang cukup besar. Akan menjadi masalah, jika Astin memulai perselisihan terlebih dulu.
"Pembohong! Aku sudah mendengarnya sendiri dari Edwin. Tidak cukup kamu diabaikan oleh Alisha. Bukannya menyerah, sekarang kamu berniat menyentuh nya...!"
Dengan penuh emosi, gadis di hadapan Astin melayangkan tamparan... Plakk!
Astin sedikit menggapai pipinya yang terasa perih. Sekarang... Sebab sudah seperti ini...
Astin mengangkat pandangan. Mata ruby miliknya menatap tajam gadis di hadapannya, sedangkan bibir tipis cream pucat nya mulai terbuka untuk memprovokasi.
"Putri Cassanova. Apa anda menuduh seseorang hanya dari informasi tidak jelas tanpa memeriksa kebenarannya? Bahkan sampai melakukan tindakan kasar seperti ini."
"Saya rasa itu sikap yang tidak layak bagi seorang tuan putri seperti anda."
Tamparan. Hampir kembali mengenai pipi Astin, untung saja ia sedikit mencondongkan tubuh ke belakang. Gadis dengan tinggi 155 cm di hadapannya nampak merasa sangat kesal, saat aksinya digagalkan.
"Diam! Aku tidak ingin mendengar kalimat itu dari bajingan yang suka bermain wanita sepertimu. Dan bajingan mesum sepertimu memang pantas mendapatkan itu!"
"Jika harus mempercayai perkataan Edwin atau bajingan sepertimu, sudah jelas aku lebih mempercayai temanku."
Sudah tidak ada alasan untuk tidak membalas gadis kasar ini. Astin akan menggunakan informasi rahasia yang dimiliki gadis sumbu pendek ini, untuk memastikan kebenaran mengenai ingatan kehidupan masa lalunya.
Astin sedikit menyibak poni belah tengahnya, sehingga pandangan mata ruby-nya yang menatap tajam terlihat lebih jelas. Sembari menyeringai ia kembali memprovokasi.
"Teman? Saya rasa anda tidak hanya mengganggap Win'ster sebagai teman semata."
"Selama ini anda bahkan tidak terlalu mempedulikan saya mendekati Alisha."
"Bukannya anda seharusnya merasa senang? Dengan suka rela saya memisahkan Alisha dari sisi lelaki yang anda..."
Provokasi Astin tiba-tiba terhenti, ketika kobaran api mulai menyelimuti keberadaan gadis yang kini benar-benar ditelan emosi.
"Tutup mulutmu! Walaupun aku menyukai Edwin sekalipun, aku tidak rela jika Alisha bersama dengan bajingan seperti..."
Tepat sasaran. Di tengah ledakan emosi, putri Ellicia tidak sengaja mengatakan sesuatu yang ia pendam begitu dalam.
Ia lantas segera menutup mulutnya. Kobaran api yang menyelimuti dirinya juga menghilang dengan seketika.
Melihat provokasinya mendapatkan hasil, Astin lantas tertawa lepas.
"Hahaha... Saya tidak menyangka kalau anda benar-benar menyukai tuan kesatria."
"Diam! aku hanya..."
Astin mencondongkan tubuh. Sehingga tatapan tajamnya benar-benar bertemu dengan mata merah menyala gadis di hadapannya.
"Bagaimana jika Alisha mengetahui, kalau sahabatnya sendiri berniat mencuri lelaki yang selalu bersamanya sedari kecil?"
Putri Ellicia sempat tertegun. Tetapi melihat wajah Astin yang semakin mendekat, ia lantas segera mendorongnya.
"Apa kamu berniat mengancam ku?!"
Astin sedikit mengibas seragam putih yang sempat disentuh oleh putri Ellicia, seolah ada sesuatu yang kotor menempeli nya.
"Tidak-tidak... Saya hanya ingin anda tidak terlalu ikut campur dan memperburuk masalah."
"Apa kamu menganggap ku sebagai pengganggu?!"
"Jika anda tidak ingin terkena masalah, lebih baik anda mendengarkan peringatan saya. Saya tidak dapat berjanji mulut ini akan tetap tertutup, jika anda berani ikut campur lagi."
"Bajingan berengsek, sekarang kamu benar-benar mengancam ku."
Merasa aksinya digagalkan dan posisinya akan terancam bila ia meneruskan,
Putri Ellicia lantas segera beranjak. Dari Astin yang tengah menatapnya dengan pandangan sinis.
"Awas saja kalau sampai berani membocorkan rahasiaku. Aku pasti akan menghabisi mu!"
...Bersambung....
...Marika Callista. Pinterest....
...Cerita berlanjut....
Episode tiga.
Lorong academy semakin ramai, dipenuhi murid-murid yang berlalu-lalang sembari mengobrolkan berbagai hal.
Tetapi kebanyakan dari mereka mulai berbondong-bondong menuju satu tempat.
Papan pengumuman. Ya, hari ini merupakan hari di mana hasil ujian semester pertama di umumkan. Dan juga hari di mana turnamen academy yang menjadi acara hiburan akan diselenggarakan.
Para murid tentu saja merasa antusias ingin melihat. Apakah peringkat mereka meningkat atau tidak?
Jika peringkat mereka memburuk, mereka bisa mengikuti turnamen untuk menaikkan peringkat, dengan cara bertaruh poin antar murid satu angkatan.
Tetapi Astin yang sudah mengetahui semua itu, tidak terlalu tertarik untuk bergabung dengan kerumunan...
.
"Astiin..."
"Ugh..."
Astin agak tersentak. Seorang gadis. Dengan rambut hitam keunguan tergerai sangat panjang, tiba-tiba mendekap erat pinggang Astin dari belakang, setelah dia keluar dari tengah kerumunan.
"Restia...?"
Astin berbalik. Gadis mungil dengan paras sangat cantik, layaknya boneka yang dipoles dengan sempurna, tersenyum begitu manis.
Namun senyuman indahnya segera berubah menjadi ekspresi kesal.
"Astin, apa maksudnya kamu akan melakukan duel dengan Edwin? Apa kamu telah membuat masalah dengannya?"
Ya, selain informasi mengenai nilai serta peringkat. Nama-nama murid yang mengikuti turnamen academy juga terpampang pada papan pengumuman. Dan nama Astin berada di daftar paling atas.
-
Setelah menerima tantangan duel tanpa pikir panjang, Astin dengan penuh percaya diri mengajukan sebuah taruhan pada Edwin.
Edwin menyetujui. Dan mereka sepakat untuk mendaftarkan diri sebagai lawan di turnamen academy. Tanpa menghiraukan Alisha yang mencoba mencegah mereka.
Kalau dipikirkan lagi, Astin merasa begitu pusing. Apalagi mengenai taruhan yang ia ajukan. Kalau dia menang, itu akan sangat menguntungkan. Kalau kalah? Habislah sudah.
Untuk mendapat keuntungan setara, Edwin meminta Astin mengakui, bahwasanya dia memang berniat memaksa Alisha,
Dan bersedia untuk diadili sesuai peraturan kerajaan suci di mana tempat Alisha dan Edwin berasal. Juga bersedia dikeluarkan dari academy pahlawan Hygea dengan suka rela.
Sedangkan permintaan Astin? Itu cukup memalukan untuk diungkapkan. Tetapi yang jelas dia tidak boleh kalah jika tidak ingin tamat.
-
Restia yang tidak mendapat jawaban dengan segera, lantas kembali berkata. Sembari mendekap erat lengan Astin yang mulai beranjak menjauhi kerumunan.
"Jadi kamu benar-benar membuat masalah dengannya? Apa yang sudah kamu pikirkan?"
"Tidak seharusnya kamu membuat masalah dengannya. Bukankah kamu tahu sendiri, kalau dia selalu menduduki peringkat teratas sejak awal penerimaan murid baru academy?"
"Bagaimana jika kamu sampai terluka nanti? Apa kamu tidak memikirkan perasaanku bila sampai itu terjadi? Dan lagi..."
Biasanya Astin akan segera menyingkirkan gadis cerewet yang selalu menempeli nya ini.
Tetapi setelah ia mengetahui masa depan? Ada satu hal yang tidak dapat terbantahkan dari diri Restia. Dia adalah seseorang yang selalu berada di pihak Astin sampai akhir, walau bagaimanapun keadaannya.
Restia tidak menghiraukan rumor buruk mengenai, bahwasanya Astin suka bermain wanita. Meskipun dia merasa sangat cemburu mengetahui Astin menyukai gadis lain, Restia tidak pernah menyerah pada perasaannya.
Bahkan sampai akhir... Dada Astin terasa begitu sesak, ketika mengingat informasi mengerikan yang terlintas dalam benaknya.
Sembari terus beranjak, ia memandangi lembut gadis di sebelahnya. Berbeda dengan tatapan dingin yang biasa ia tunjukkan pada Restia.
Dan juga rasa ketidaknyamanan yang melanda diri, ketika Restia begitu lekat dengannya.
Sekarang Astin merasakan suatu kelegaan, ketika gadis ini bersamanya. Tanpa sadar, Astin mengulurkan tangan kiri untuk mengelus lembut kepala Restia. Akan tetapi...
Restia yang melihat sesuatu berkilau platinum menggantikan cincin emas putih yang biasa Astin gunakan, lantas merasa syok!
"Astin! Di mana cincin pertunangan kita?! Apa kamu melepasnya?! Kenapa ini terlihat berbeda?! Dari mana kamu mend... hmmph..."
Astin lantas segera membekap mulut Restia yang terus bicara dengan suara nyaring. Sesaat perhatian semua murid beralih pada mereka berdua.
Tetapi melihat pemandangan biasa, di mana Astin berseteru dengan tunangannya,
Membuat para murid segera kehilangan minat. Dan tidak lupa membicarakan rumor buruk tentang Astin, sembari mengasihani nasib Restia.
*
Di ruang tunggu. Udara pengap begitu terasa menyesakkan. Semua siswa yang mengikuti turnamen academy tengah bersitegang.
Mereka menatap satu sama lain dengan penuh persaingan. Ya, walau sejak awal mereka sudah memilih lawan masing-masing,
Tetapi setelah mereka mengalahkan lawan, bisa jadi salah satu di antara siswa yang berada di ruang ini akan menjadi lawan mereka selanjutnya.
Astin yang juga berada di ruang itu menghela napas panjang.
Setelah menjelaskan situasi dengan susah payah terhadap Restia, akhirnya dia dapat meloloskan diri dari dekapan gadis itu.
Dan ia segera bergegas menuju ruang tunggu, yang sudah dipenuhi oleh tatapan tajam yang mengarah padanya. Untungnya ruang tunggu lawan berada di sisi lain lapangan arena. Jadi dia tidak harus bertemu dengan Edwin yang menjadi lawan tandingnya.
.
Beberapa waktu berlalu. Brak! pintu ruang tunggu dibuka dengan begitu kencang. Semua siswa di ruang itu lantas tersentak.
Seorang wanita dengan rambut platinum, yang mengenakan setelan berwarna putih, terlihat dari baliknya.
"Siswa Astin Van' Augustine, segera bersiap dalam lima belas menit!"
Astin lantas berdiri. Sembari memeriksa senjata, item, serta artefak, ia menjawab.
"Siswa Astin Van' Augustine bersedia."
Wanita yang masih berada di ambang pintu itu sedikit mengernyitkan alis, melihat anak laki-laki dengan penampilan serba putih di hadapannya nampak begitu santai.
Ia lantas mendekati Astin. Menepuk pundaknya. Kemudian berbisik.
"Bodoh, apa yang sudah kamu lakukan? Bisa-bisanya kamu melakukan duel dengan murid kelas A, seperti Edwin Win'ster."
"Apa kamu ingin terluka dengan serius? Aku tahu kamu selalu membuat ulah, tapi kali ini? Kamu benar-benar membuatku pusing."
Ya, wanita cantik ini merupakan instruktur yang menjadi pembimbing di kelas Astin. Dia selalu membantu murid badungnya ini setiap kali mendapat masalah.
Dan sekarang? Dia benar-benar dibuat terkejut. Tanpa sepengetahuan, muridnya yang merupakan peringkat terbawah dari kelas 'E ini,
Tiba-tiba nekat melakukan pertandingan dengan murid peringkat teratas dari kelas A, yang merupakan kelas unggulan dari semua angkatan tahun pertama.
Astin terdiam sejenak, menanggapi kekhawatiran dari Instrukturnya ini.
Kemudian ia menjawabnya dengan tenang.
"Instruktur Sillvestia. Anda tidak perlu khawatir, aku sudah memiliki persiapan untuk memenangkan pertarungan ini."
Sillvestia sedikit memundurkan langkah, untuk melihat wajah tak berdosa muridnya ini.
"Apa kamu akan melakukan sesuatu lagi?"
Ya, tidak heran jika dia mengetahui. Beberapa kali dia memergoki Astin melakukan sesuatu dengan artefak yang ia selundupkan.
Dan beberapa kali juga dia terkena masalah sebab kelakuan muridnya ini. Sillvestia merasa lega, sebab akhir-akhir ini Astin tidak berbuat ulah,
Kecuali keluhan dari beberapa siswa, yang tunangan atau kekasihnya tertarik dengan Astin. Tetapi sekarang? Dia malah ingin melakukan sesuatu yang lebih bermasalah.
"Aku akan mengatakan hal ini hanya untuk peringatan. Berbeda dengan pertandingan biasa. Turnamen academy akan dihadiri oleh tokoh-tokoh ternama dari berbagai kerajaan serta guild besar."
"Jadi aku harap kamu tidak melakukan sesuatu yang membuat masa depanmu hancur."
Astin tahu betul akan hal itu. Academy pahlawan Hygea merupakan sekolah yang berskala internasional. Sudah jelas semua perhatian dunia akan tertuju pada turnamen ini untuk mencari generasi-generasi berbakat.
Mereka akan menilai dan mengawasi murid yang dirasa memiliki cukup kemampuan, untuk mereka rekrut saat lulus nanti.
Tetapi Astin yang memiliki pengetahuan jauh di masa depan, memilih untuk bergerak di jalannya sendiri, tanpa harus terikat oleh sistem pemerintahan maupun organisasi manapun.
"Aku akan mengingat perkataan instruktur."
"Haah... Baiklah. Dan satu hal lagi, jangan terlalu memaksakan diri. Jika dirasa sudah tidak mampu, lebih baik segera mundur."
"Dan jangan lupa pakai artefak perlindungan dengan benar. Aku tidak mau sampai melihat kamu terluka parah."
Astin hanya mengangguk. Kemudian membungkuk, saat instrukturnya beranjak dari ruang tunggu. Dan sekali lagi tatapan tidak menyenangkan begitu menusuk diri.
Sepertinya beberapa siswa di ruang ini ada yang menyukai instruktur Sillvestia.
...Bersambung....
...Restia Lynn Florencia. Pinterest....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!