NovelToon NovelToon

Not The Main Actress

Prolog

Riana duduk di sofa ruang tamunya, menatap layar TV dengan ekspresi marah. Drama pernikahan yang baru saja selesai ditontonnya membuat darahnya mendidih. Dalam episode terakhir, sang pemeran wanita dibunuh oleh suaminya sendiri demi selingkuhannya. Adegan keji itu terasa begitu nyata, seolah-olah dia bisa merasakan penderitaan si wanita.

"Dasar laki-laki brengsek! Bagaimana bisa kamu membunuh istrimu sendiri demi perempuan murahan itu?" Riana berteriak, memaki-maki aktor di layar TV. Tangannya menggenggam remote dengan erat, wajahnya merah padam karena emosi. "Kalau aku yang jadi pemeran wanita itu, aku akan menghancurkanmu! Aku akan membuat hidupmu hancur berantakan!"

Setelah puas berteriak dan memaki, Riana menghela napas panjang. Dia mematikan TV, bangkit dari sofa, dan berjalan menuju dapur. Dibukanya kulkas, diambilnya sebotol air dingin dan diteguknya dengan rakus. Rasa dingin air itu sedikit meredakan amarahnya, tapi pikirannya masih dipenuhi adegan-adegan mengerikan dari drama yang baru ditontonnya.

Riana kembali ke ruang tamu, matanya tertuju pada sebuah foto yang terpajang di dinding. Foto pernikahannya dengan Andi, suaminya yang telah meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan. Mereka tampak begitu bahagia di foto itu, senyum lebar menghiasi wajah keduanya. Riana tersenyum getir, membandingkan kisah cintanya yang berakhir tragis dengan kisah dalam drama yang baru ditontonnya.

"Setidaknya kamu tidak pernah mengkhianatiku, Andi," bisiknya lirih. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Aku merindukanmu."

Riana menggelengkan kepala, berusaha mengusir kesedihan yang mulai menyelimutinya. Dia berjalan menuju kamar mandi, berharap air hangat bisa menenangkan pikirannya yang kacau. Di cermin, dia melihat bayangan dirinya yang masih dipenuhi amarah dan kesedihan. Rambutnya berantakan, matanya sembab, dan wajahnya pucat.

Dia mencuci wajahnya, lalu mulai mengoleskan skincare kesayangannya. Aroma lembut lavender dari krim malamnya sedikit memperbaiki suasana hatinya. Setelah selesai dengan ritual malamnya, Riana kembali ke kamar tidur.

Namun, saat dia hendak merebahkan diri di tempat tidur, ada sesuatu yang aneh. Riana mencium aroma vanila yang sangat kuat, lebih kuat dari biasanya. Aroma itu begitu manis dan menenangkan, membuat matanya semakin berat. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar, mencari sumber aroma itu, tapi tidak menemukan apa-apa yang berbeda.

"Aneh," gumamnya. "Apa aku lupa mematikan lilin aromaterapi?"

Riana bangkit dari tempat tidur, berniat memeriksa ruang tamu tempat dia biasa menyalakan lilin aromaterapi. Namun, begitu kakinya menyentuh lantai, dia merasa pusing. Dunia di sekitarnya seolah berputar. Aroma vanila semakin kuat, memenuhi indra penciumannya.

Tanpa sadar, Riana terjatuh kembali ke tempat tidur. Matanya terasa sangat berat. Dia berusaha melawan rasa kantuk yang tiba-tiba menyerangnya, tapi sia-sia. Dalam hitungan detik, Riana terlelap dengan aroma vanila yang mengisi udara di sekitarnya.

Apa yang tidak diketahui Riana adalah bahwa malam itu, hidupnya akan berubah selamanya. Aroma vanila yang menenangkannya bukanlah aroma biasa. Dan dalam tidurnya, Riana akan mengalami sesuatu yang luar biasa—sesuatu yang akan membawanya langsung ke dalam dunia drama yang baru saja ditontonnya.

Saat Riana membuka mata, dia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan asing. Dinding-dinding bercat putih, perabotan mewah, dan lampu kristal yang menggantung di langit-langit. Ini bukan kamarnya. Ini lebih mirip...

"Set syuting?" Riana bergumam bingung.

Dia bangkit dari tempat tidur king size tempatnya berbaring, kakinya menyentuh karpet tebal berwarna merah marun. Riana melihat ke bawah dan terkejut mendapati dirinya mengenakan gaun tidur sutra berwarna putih gading. Dia yakin tidak pernah memiliki gaun seperti ini.

Dengan langkah ragu, Riana berjalan menuju cermin besar di sudut ruangan. Apa yang dilihatnya di cermin membuatnya terkesiap. Wanita yang menatapnya balik dari cermin adalah dirinya, tapi sekaligus bukan. Rambut hitamnya yang biasanya pendek kini panjang bergelombang, kulitnya tampak lebih putih dan bersinar, dan wajahnya... wajahnya tampak seperti versi lebih cantik dari dirinya sendiri.

"Apa yang terjadi?" Riana berbisik, menyentuh wajahnya dengan tangan gemetar.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Seorang pria tinggi tampan melangkah masuk dengan senyum lebar di wajahnya. Riana mengenali pria itu—dia adalah aktor yang berperan sebagai suami dalam drama yang ditontonnya tadi malam.

"Selamat pagi, sayang," sapa pria itu, berjalan mendekati Riana. "Kau tampak cantik seperti biasa."

Riana membeku di tempatnya. Otaknya berusaha keras memahami situasi ini. Apakah dia sedang bermimpi? Atau jangan-jangan...

"Tidak mungkin," bisiknya. "Aku... aku ada di dalam drama itu?"

Pria itu—yang dalam drama bernama Reyhan—mengerutkan kening mendengar bisikan Riana. "Kau baik-baik saja, Zahra?" tanyanya, menggunakan nama tokoh wanita dalam drama.

Riana—atau sekarang Zahra—menatap Reyhan dengan campuran ketakutan dan kebingungan. Dia ingat betul akhir dari drama ini. Zahra akan dibunuh oleh Reyhan demi selingkuhannya. Dan sekarang, entah bagaimana, dia telah menjadi Zahra.

"Aku... aku baik-baik saja," Riana akhirnya menjawab, berusaha menenangkan diri. Dia harus berpikir jernih. Jika dia benar-benar telah masuk ke dalam dunia drama ini, maka dia harus mengubah jalan ceritanya. Dia tidak boleh bernasib sama seperti Zahra yang asli.

Reyhan tersenyum, tampak puas dengan jawaban istrinya. "Baguslah. Aku akan turun untuk sarapan. Bergabunglah denganku setelah kau siap." Dia mengecup kening Riana sebelum keluar dari kamar.

Sepeninggal Reyhan, Riana menghembuskan napas yang tanpa sadar ditahannya. Pikirannya berpacu, mencoba memahami situasi ini sekaligus memikirkan rencana untuk menyelamatkan diri.

"Baiklah, Riana," dia berbicara pada dirinya sendiri. "Kau ada di dalam drama. Kau adalah Zahra. Dan jika kau tidak melakukan sesuatu, kau akan berakhir dibunuh oleh suamimu sendiri."

Riana menatap bayangannya di cermin, tekad terpancar di matanya. "Tapi aku bukan Zahra yang lemah dalam drama itu. Aku Riana. Dan aku akan mengubah akhir cerita ini."

Dengan tekad baru, Riana mulai bersiap-siap. Dia akan menghadapi hari ini dan hari-hari selanjutnya dengan kewaspadaan penuh. Dia akan mencari tahu siapa selingkuhan Reyhan, mengumpulkan bukti pengkhianatan mereka, dan memastikan bahwa dialah yang akan menang di akhir cerita ini.

Saat Riana melangkah keluar dari kamar untuk bergabung dengan Reyhan di ruang makan, aroma vanila samar-samar tercium di udara. Seolah mengingatkannya bahwa semua ini nyata, bahwa takdirnya kini ada di tangannya sendiri.

Dan begitulah awal dari petualangan luar biasa Riana dalam dunia drama yang pernah membuatnya begitu marah. Kini, dia memiliki kesempatan untuk mengubah cerita itu, untuk membalas dendam, dan mungkin... untuk menemukan cinta sejati yang selama ini dirindukannya.

Bab 1

Riana, yang kini menjelma menjadi Zahra, melangkah dengan anggun menuruni tangga marmer menuju ruang makan. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, bercampur dengan wangi vanila samar yang masih mengikutinya. Di meja makan yang mewah, Reyhan sudah menunggunya dengan senyum menawan.

"Kau tampak luar biasa pagi ini," puji Reyhan, matanya menelusuri tubuh istrinya yang dibalut gaun sutra berwarna biru muda.

Riana tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kewaspadaannya. "Terima kasih, sayang," balasnya lembut, mengambil tempat di seberang Reyhan.

Sarapan berlangsung dalam keheningan yang canggung. Riana mengamati Reyhan diam-diam, mencoba mencari tanda-tanda pengkhianatan. Namun, pria di hadapannya ini tampak begitu sempurna, begitu mencintainya. Sulit dipercaya bahwa dia akan berubah menjadi pembunuh kejam.

"Ada apa, Zahra? Kau tampak gelisah," tanya Reyhan tiba-tiba, membuyarkan lamunan Riana.

Riana tersentak, hampir menjatuhkan sendok yang dipegangnya. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya... sedang memikirkan sesuatu."

Reyhan mengerutkan kening. "Apa yang kau pikirkan? Kau tahu kau bisa bercerita apa saja padaku, kan?"

Untuk sesaat, Riana tergoda untuk membuka kartu, untuk mengonfrontasi Reyhan tentang pengkhianatannya. Namun, akal sehatnya menang. Dia belum punya bukti apa-apa. Jika dia bertindak gegabah, bisa-bisa nyawanya terancam lebih cepat.

"Aku hanya berpikir... sudah lama kita tidak pergi berlibur berdua," Riana berimprovisasi. "Bagaimana kalau kita merencanakan liburan romantis?"

Reyhan tampak terkejut, tapi kemudian tersenyum lebar. "Ide bagus! Kita memang butuh waktu berdua. Bagaimana kalau ke Bali minggu depan?"

Riana mengangguk antusias, otaknya berputar cepat. Liburan bisa menjadi kesempatan bagus untuk menyelidiki Reyhan lebih dekat. "Sempurna! Aku akan mulai berkemas."

Setelah sarapan, Reyhan pamit untuk berangkat ke kantor. Dia mengecup Riana lembut sebelum pergi, meninggalkan aroma cologne mahal yang membekas di udara.

Begitu mobil Reyhan menghilang dari pandangan, Riana bergegas kembali ke kamar. Dia harus mulai mencari bukti, tapi harus berhati-hati agar tidak ketahuan.

Pertama-tama, dia memeriksa lemari pakaian Reyhan. Tidak ada yang mencurigakan di sana. Lalu, dia beralih ke laci meja kerja. Di antara tumpukan dokumen, dia menemukan sebuah amplop kecil. Jantungnya berdegup kencang saat membukanya.

Di dalam amplop itu ada selembar foto. Foto seorang wanita cantik berambut pirang yang sedang tersenyum ke arah kamera. Di bagian belakang foto tertulis: "Untuk Reyhan tersayang, dengan cinta, Olivia."

"Olivia," Riana bergumam, mengingat-ingat jalan cerita drama yang ditontonnya. Dalam drama itu, Olivia adalah sekretaris Reyhan yang menjadi selingkuhannya.

Riana mengembalikan foto itu ke tempatnya semula, memastikan semuanya tetap seperti sedia kala. Dia sudah mendapatkan petunjuk pertama. Kini, dia harus mencari tahu lebih banyak tentang hubungan Reyhan dan Olivia.

Siang itu, Riana memutuskan untuk mengunjungi kantor Reyhan dengan alasan membawakan makan siang. Dia ingin melihat langsung interaksi antara Reyhan dan Olivia.

Setibanya di kantor Reyhan, Riana disambut oleh seorang resepsionis ramah. "Nyonya Zahra! Senang melihat Anda di sini. Tuan Reyhan sedang rapat, tapi seharusnya sebentar lagi selesai."

Riana tersenyum, berusaha terlihat senatural mungkin. "Tidak masalah, aku akan menunggu di ruangannya saja."

Dia berjalan menuju ruangan Reyhan, matanya awas mencari sosok Olivia. Dan di sanalah dia, duduk di meja di depan ruangan Reyhan. Seorang wanita cantik berambut pirang, persis seperti di foto.

Olivia bangkit menyambut Riana dengan senyum profesional. "Selamat siang, Nyonya Zahra. Ada yang bisa saya bantu?"

Riana membalas senyumnya, mengamati Olivia dengan seksama. "Aku hanya ingin mengantarkan makan siang untuk Reyhan. Kau pasti Olivia, kan? Reyhan sering menceritakan betapa efisiennya dirimu sebagai sekretaris."

Sekilas, Riana melihat kilat aneh di mata Olivia saat nama Reyhan disebut. Namun, ekspresi itu cepat berganti menjadi senyum sopan. "Anda terlalu memuji, Nyonya. Saya hanya melakukan tugas saya sebaik mungkin."

Tepat saat itu, pintu ruang rapat terbuka dan Reyhan keluar bersama beberapa rekan kerjanya. Matanya berbinar melihat Riana.

"Zahra! Ini kejutan yang menyenangkan," katanya, menghampiri dan memeluk Riana erat.

Riana membalas pelukan itu, matanya melirik Olivia yang tampak sedikit gelisah. "Aku membawakanmu makan siang, sayang. Kupikir kita bisa makan bersama."

Reyhan mengangguk antusias. "Tentu! Ayo masuk ke ruanganku."

Sebelum masuk, Riana berpaling pada Olivia. "Senang berkenalan denganmu, Olivia. Semoga kita bisa mengobrol lebih banyak lain waktu."

Olivia hanya mengangguk kaku, matanya bergerak gelisah antara Riana dan Reyhan.

Di dalam ruangan Reyhan, Riana berusaha keras untuk bersikap normal. Mereka makan sambil mengobrol ringan, tapi pikiran Riana dipenuhi oleh interaksi yang baru saja dia saksikan.

"Oh ya, Zahra," kata Reyhan di sela-sela makan. "Minggu depan aku harus ke Singapura untuk urusan bisnis. Mungkin kita harus menunda rencana liburan kita."

Riana merasa jantungnya mencelos. Inilah kesempatan Reyhan untuk bertemu Olivia tanpa dicurigai. "Oh? Berapa lama?"

"Sekitar seminggu. Maaf ya, sayang. Aku janji akan menebusnya."

Riana memaksakan senyum. "Tidak apa-apa, aku mengerti. Pekerjaan memang penting."

Setelah makan siang, Riana pamit pulang. Dalam perjalanan pulang, otaknya bekerja keras menyusun rencana. Dia harus mencegah Reyhan pergi ke Singapura, atau setidaknya mencari cara untuk mengikutinya.

Sesampainya di rumah, Riana langsung menuju kamar dan membuka laptopnya. Dia harus mencari tahu lebih banyak tentang Olivia dan hubungannya dengan Reyhan. Sambil mengetik, aroma vanila kembali tercium samar, mengingatkannya akan situasi aneh yang sedang dihadapinya.

"Aku tidak akan menyerah," gumam Riana pada dirinya sendiri. "Aku akan mengubah akhir cerita ini, bagaimanapun caranya."

Malam itu, saat Reyhan pulang, Riana menyambutnya dengan senyum manis dan makan malam istimewa. Dia bertekad untuk membuat Reyhan jatuh cinta lagi padanya, untuk membuatnya melupakan Olivia.

Namun, saat mereka berbaring di tempat tidur malam itu, Riana tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh rencana-rencana dan ketakutan akan masa depan yang tidak pasti. Dia tahu, permainan baru saja dimulai. Dan taruhannya adalah nyawanya sendiri.

Dengan tekad yang semakin kuat, Riana memejamkan mata, bersiap menghadapi hari esok dan tantangan-tantangan yang akan datang. Dia akan memastikan bahwa kali ini, sang istri tidak akan menjadi korban. Kali ini, dia yang akan memenangkan permainan ini.

Bab 2

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan tanpa terasa, waktu keberangkatan Reyhan ke Singapura semakin dekat. Riana, yang masih berada dalam sosok Zahra, telah menghabiskan setiap momen yang ada untuk mencari informasi lebih lanjut tentang Olivia dan hubungannya dengan Reyhan. Namun, usahanya belum membuahkan hasil yang signifikan.

Pagi itu, Riana terbangun lebih awal dari biasanya. Dia menatap wajah tidur Reyhan yang damai, bertanya-tanya bagaimana pria yang tampak begitu lembut ini bisa berubah menjadi seorang pembunuh. Dengan hati-hati, dia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju balkon.

Udara pagi yang sejuk menyapa wajahnya, membawa aroma embun dan bunga-bunga dari taman di bawah. Riana menghela napas panjang, pikirannya berkecamuk. Dia tahu bahwa dia harus bertindak cepat jika ingin menggagalkan rencana perjalanan Reyhan ke Singapura.

"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya pada diri sendiri.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Ide yang berisiko, tapi mungkin bisa berhasil. Dengan tekad baru, Riana kembali ke kamar dan mulai bersiap-siap.

Saat Reyhan terbangun, dia mendapati Riana sudah rapi dan cantik, duduk di tepi tempat tidur dengan senyum misterius.

"Selamat pagi, sayang," sapa Riana lembut. "Aku punya kejutan untukmu."

Reyhan mengerjapkan mata, masih setengah mengantuk. "Kejutan apa?"

Riana mengeluarkan dua lembar tiket dari tasnya. "Ta-da! Aku sudah memesan tiket untuk kita berdua ke Singapura. Aku akan menemanimu dalam perjalanan bisnismu!"

Ekspresi Reyhan berubah dari terkejut menjadi... panik? Tapi hanya sekilas, sebelum dia kembali tersenyum. "Wow, Zahra... ini... sangat thoughtful darimu. Tapi, apa tidak apa-apa? Maksudku, aku akan sangat sibuk di sana."

Riana berusaha menyembunyikan kecurigaannya. "Tentu saja tidak apa-apa! Aku bisa jalan-jalan sendiri saat kau bekerja. Yang penting kita bisa menghabiskan waktu bersama di malam hari."

Reyhan tampak ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, kalau begitu. Terima kasih, sayang. Kau memang istri yang pengertian."

Sepanjang hari itu, Riana mengamati Reyhan dengan seksama. Dia menangkap beberapa kali Reyhan tampak gelisah, sering mengecek ponselnya dengan wajah cemas. Riana yakin, Reyhan pasti sedang berusaha menghubungi Olivia, memberitahu perubahan rencana mereka.

Malam harinya, saat mereka sedang berkemas, Riana sengaja meninggalkan Reyhan sendirian di kamar sementara dia pergi ke dapur untuk mengambil air. Dengan langkah tanpa suara, dia kembali dan berhenti di depan pintu kamar yang sedikit terbuka.

"Ya, maafkan aku Olivia," dia mendengar suara Reyhan berbisik di telepon. "Zahra tiba-tiba ingin ikut. Kita harus menunda rencana kita... Ya, aku tahu ini penting. Aku akan mencari cara lain."

Jantung Riana berdegup kencang. Inilah bukti yang dia cari selama ini. Namun, alih-alih merasa puas, dia justru merasa takut. Rencana apa yang mereka bicarakan? Apakah ini rencana untuk membunuhnya?

Dengan tangan gemetar, Riana kembali ke dapur. Dia harus menenangkan diri sebelum menghadapi Reyhan lagi. Saat dia kembali ke kamar beberapa menit kemudian, Reyhan sudah selesai menelepon dan tampak normal kembali.

"Kau lama sekali, sayang," kata Reyhan, mencium pipi Riana lembut.

Riana memaksakan senyum. "Maaf, aku tadi sekalian minum teh untuk menenangkan diri. Kau tahu kan aku sedikit takut naik pesawat."

Reyhan memeluknya erat. "Jangan khawatir. Aku akan selalu ada di sampingmu."

Kata-kata itu, yang seharusnya menenangkan, justru membuat bulu kuduk Riana berdiri. Dia tahu bahwa mulai sekarang, dia harus lebih waspada dari sebelumnya.

Keesokan harinya, mereka berangkat ke bandara. Sepanjang perjalanan, Riana berusaha keras untuk terlihat normal dan antusias. Dia bahkan membuat beberapa rencana palsu tentang tempat-tempat yang ingin dikunjunginya di Singapura.

Di pesawat, Riana pura-pura tertidur, sementara otaknya terus bekerja menyusun rencana. Dia tahu bahwa begitu mereka tiba di Singapura, permainan yang sesungguhnya akan dimulai.

Setibanya di hotel di Singapura, Reyhan langsung sibuk dengan telepon dan laptopnya, mengatur jadwal meeting. Riana memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelinap keluar, beralasan ingin membeli beberapa keperluan di minimarket terdekat.

Namun, alih-alih ke minimarket, Riana pergi ke sebuah toko elektronik. Di sana, dia membeli beberapa perangkat penyadap kecil dan kamera tersembunyi. Dia tahu bahwa tindakannya ini illegal dan berbahaya, tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia harus tahu apa yang direncanakan Reyhan dan Olivia.

Malam itu, saat Reyhan sedang mandi, Riana dengan cepat memasang perangkat penyadap di beberapa tempat strategis di kamar hotel mereka. Dia juga berhasil menginstal aplikasi pelacak di ponsel Reyhan tanpa sepengetahuannya.

"Zahra? Kau mau makan malam di mana malam ini?" tanya Reyhan setelah selesai mandi.

Riana, yang baru saja selesai menyembunyikan peralatan penyadapnya, tersentak kaget. "Oh, um... bagaimana kalau kita coba restoran di lantai atas hotel? Kudengar pemandangannya indah."

Reyhan tersenyum dan mengangguk setuju. Selama makan malam, mereka mengobrol ringan, seolah-olah tidak ada yang aneh di antara mereka. Namun, Riana bisa merasakan ketegangan di balik senyum Reyhan.

Keesokan harinya, Reyhan berangkat pagi-pagi untuk meeting. Riana, yang berpura-pura masih mengantuk, sebenarnya sudah terjaga sejak subuh. Begitu Reyhan pergi, dia langsung bangkit dan mulai memeriksa hasil rekaman penyadapnya.

Apa yang didengarnya membuat darahnya membeku. Semalam, setelah dia tertidur, Reyhan menelepon seseorang - yang dia yakini adalah Olivia.

"Ya, semuanya sudah siap," suara Reyhan terdengar dalam rekaman. "Pastikan kau sampai di sini lusa. Kita akan melakukannya malam itu juga. Zahra tidak akan curiga..."

Riana menghentikan rekaman, tangannya gemetar hebat. Mereka berencana untuk membunuhnya di sini, di Singapura. Jauh dari rumah, di negara asing di mana dia tidak punya siapa-siapa.

Untuk sesaat, Riana merasa panik. Bagaimana dia bisa lolos dari situasi ini? Tapi kemudian, dia teringat bahwa dia bukan Zahra yang lemah dalam drama itu. Dia adalah Riana, dan dia tidak akan menyerah begitu saja.

Dengan tekad baru, Riana mulai menyusun rencana balas dendam. Dia akan menggunakan semua informasi yang dia dapatkan untuk menjebak Reyhan dan Olivia. Dia akan memastikan bahwa merekalah yang akan berakhir di penjara, bukan dia yang berakhir sebagai korban.

Saat matahari mulai tenggelam di ufuk Singapura, Riana berdiri di depan jendela kamar hotelnya, menatap kota yang berkilauan di bawah. Dia tahu bahwa dalam dua hari, nasibnya akan ditentukan. Akan ada darah yang tumpah, tapi kali ini, dia bertekad bahwa itu tidak akan menjadi darahnya.

"Bersiaplah, Reyhan," bisiknya pada bayangan kota. "Permainan baru saja dimulai."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!