NovelToon NovelToon

Hei Gadis Indigo (The Series) TAMAAAAAT!!!!

Part 1 Bertemu Indra

Seketika aku mengumpat kesal ketika kedua kaki melangkah meninggalkan kelas. Bagaimana tidak kesal, salah seorang dosen pembimbing tiba-tiba menggeser jam mata kuliah pada malam hari karena sebuah urusan. Malam buatku adalah keadaan yang paling tidak kusukai. Karena saat malam tiba, 'mereka' pun muncul.

Sejak kecil aku terbiasa melihat keberadaan 'mereka', tetapi sekalipun demikian, rasa takutku pada 'mereka' tak pernah hilang. Beberapa orang, menyebutku indigo. Padahal aku tidak merasa terlahir seperti anak indigo yang lain. Aku tidak memiliki kemampuan melihat masa lalu, atau masa depan, membaca pikiran manusia, bahkan menggerakan benda hanya dengan pikiranku saja seperti yang dilakukan orang-orang indigo pada umumnya.

Karena mereka yang terlahir indigo, adalah anak-anak yang memiliki bakat khusus sejak lahir, yang tidak bisa didapat oleh sembarang orang. Melihat makhluk halus bukan berarti indigo. Seperti aku ini, aku hanya diberi anugerah ... Oh tunggu! Entah ini anugerah atau kutukan. Tapi kusebut ini, kutukan. Jadi terserah orang menyebutku apa. Aku tidak peduli.

"Nisa, kamu yakin nggak mau ikut kita pulang?" tanya Ferly sahabatku.

Kebetulan dia naik mobil Feri, pacarnya.

"Eum ... Nggak usah, Fer. Aku naik ojek aja," sahutku menolak ajakan itu halus. Walau sebenarnya ingin rasanya aku ikut dengan mereka. Tapi, aku sadar, kalau aku sering merepotkan. Terlebih arah tujuan kami yang berbeda.

"Ya udah deh, Hati- hati ya, Nis," katanya sambil melambaikan tangannya ke arahku.

\=\=\=\=\=\=

Langkah kubuat sedikit cepat, saat menyusuri taman kampus. Suasana memang sudah sepi. Kampusku memang banyak didominasi pohon-pohon tinggi yang cukup rindang. Tujuannya agar para mahasiswanya bisa nyaman di sini. Untuk sekedar duduk di bawah pohon sambil menikmati udara segar, dengan pemandangan taman yang memang sejuk dipandang mata.

Untuk mereka nyaman. Tapi tidak untukku. Pohon tinggi dan besar biasanya salah satu tempat berdiamnya makhluk astral.

Tiba- tiba bulu kudukku berdiri. Di ujung ekor mataku ada sebuah bayangan melintas, sekilas seperti kain putih yang berkibar-kibar tertiup angin. Namun, aku tau kalau itu bukanlah kain biasa, karena bayangan mengerikan mulai terlihat perlahan. Sesosok wanita dengan penampilan khasnya. Rambut panjang terurai acak-acakan, dengan wajah putih pucat mengerikan. Punggungnya berlubang, menampilkan organ dalam yang terlihat menganga lebar. Baunya busuk dan anyir. Tapi, bau wangi pun turut hadir mengiringinya. Sosok itu sudah biasa kulihat saat aku di sini, terutama malam hari. Biasanya aku tidak begitu takut karena ada teman-teman yang menemaniku, tapi sekarang? Aku sendirian.

Hihi

Suara tawanya yang nyaring sontak membuat bulu kudukku tak mau tertidur kembali. Terus meremang, tegak, membuatku sangat tidak nyaman.

Entah kenapa suasana sangat sepi. Padahal kulihat masih banyak motor berjejer rapi di Parkiran.

Aku masih belum berani menengok ke arahnya. Segera saja aku berlari secepat mungkin. Sampai pintu gerbang Kampus, aku menuju pangkalan ojek terdekat.

Kulihat makhluk itu masih saja mengikutiku dengan cara melayang.

Aku makin mempercepat lariku sampai-sampai tidak memperdulikan sekitar.

Dan ...

Bruugg!

Sebuah mobil jeep hitam menabrakku hingga aku terpental jatuh. Aku mengerang kesakitan. Beruntung aku hanya terserempet sedikit.

Seseorang turun dari mobil itu dan menghampiriku.

"Ya ampun. Kamu nggak apa-apa? Maaf ... Ayo aku antar ke rumah sakit." Sepertinya dia orang yang telah menabrakku tadi.

Dia kemudian memapahku menuju mobilnya. Aku diam saja masih menahan sakit. Agak shock juga, karena kejadiannya begitu tiba-tiba sekali.

"Maaf, ya, Aku nggak lihat tadi. Kita ke rumah sakit aja," katanya panik melihat darah di kepalaku.

"Eh ... Jangan! Aku nggak apa-apa kok. Anterin ke kos aja," pintaku sambil memeriksa tangan & kaki, siapa tau ada luka yang butuh penanganan cepat.

"Memang kos kamu di mana?" tanyanya masih menatapku khawatir tapi tetap fokus dengan kemudi di hadapannya.

"Di daerah alun-alun, Mas," sahutku sambil menahan sakit yang mulai menjalar di sekujur tubuh.

Dia terlihat mengernyitkan kening.

"Eum ... Jauh juga ya, Mba. Gimana kalau ke kosku aja, kebetulan kotak P3K-ku komplit. Kos-ku juga deket dari sini. lukanya harus cepat diobati itu," terangnya sambil melihat kepalaku yang terus mengeluarkan darah. Ia menyodorkan tissue. Setidaknya ini pertolongan pertama, pikirnya barangkali.

"Eum ... Gimana yah," gumamku ragu. Dia adalah orang asing. Jangan terlalu percaya orang asing, itu nasehat kakakku.

"Tenang aja, aku nggak akan macam-macam kok. Janji!" katanya sambil mengangkat dua jari ke samping telinga membentuk huruf V.

Baru kusadari ia seorang anggota kepolisian, namanya Indra. Tertulis di seragam dinas yang masih dia pakai. Wajahnya sudah kusut dan terlihat kelelahan, mungkin dia juga baru selesai dinas.

"Ya udah deh. Nggak apa-apa, Mas," kataku yang akhirnya menyetujui saran itu. Tidak ada pilihan lain sepertinya.

Kami sampai di kos Indra.

Kosnya lumayan besar, sepertinya ini kos campur laki-laki & perempuan. Sepanjang koridor, banyak pria dan wanita yang mondar-mandir dengan santainya.

Pintu kamar dibuka.

"Masuk, Mba ... Maaf, kamarnya berantakan. Maklum kos laki-laki," kata Indra sambil melepaskan sepatu dan jaketnya, sembari mempersilahkanku masuk.

Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Sambil berdecak kagum, aku manggut-manggut.

"Ini malah lebih enak dilihat, daripada kamar kosku," kataku masih menyapu pandang ke sekitar.

"Masa sih? Eh, duduk dulu, Mba ... Maaf siapa ya namanya, kita malah belum kenalan," ucap Indra sambil mengulurkan tangan.

"Aku Khairunnisa, panggil aja, Nisa."

"Indra Saputra, panggil Indra aja," ucap Indra diikuti senyum simpulnya.

"Oh iya, Nisa ... Kamu ganti baju dulu aja, ya. Bajumu kotor. Bawa baju ganti nggak?" tanyanya sambil melihatku dari atas sampai bawah.

"Eum ... Enggak," kataku sambil memperhatikan penampilanku sendiri yang kacau.

"Nggak bawa, yah ... Hm. Ya udah. Bentar ya," gumamnya lalu berjalan ke lemari baju.

"Ini pas nggak?" Tak lama setelahnya ia kembali sambil menyodorkan 1 setel baju tidur wanita kepadaku.

"Ini baju siapa?" tanyaku heran. Yang malah fokus ke pemilik baju ini.

"Baju temenku."

Temen? Ah, kok aku kepo sih?

"Pas deh kayanya," ucapku yakin.

Indra menyuruhku langsung ganti baju di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Kost Indra memang terlihat mewah, seperti apartment, jadi tidak hanya ada kasur dan TV saja. Disini juga ada dapur mini berikut kompor dan kulkas juga. Kamarnya pun ada disisi lain, tidak menjadi satu dengan ruang Tv.

Aku segera masuk ke kamar mandi yang letaknya di dekat kamarnya dan membersihkan badanku yang kotor.

Bulu kudukku berdiri lagi. Kutoleh ke sekitar. Sesosok anak kecil, sedang duduk di sudut kamar mandi, menyeringai ke arahku. Aku kaget, spontan berteriak.

"Aaahhh!" jeritku.

Part 2 Kos Indra

Tok ... tok ... tok ... tok ...

Indra menggedor- gedor pintu kamar mandi, dengan teriakan panik.

"Nis, Nisa ... kamu kenapa, Nis?"

Ia menerobos masuk kamar mandi dan mendapatiku terduduk sambil menutup wajah. Untung aku sudah sempat ganti baju tadi.

"Kamu kenapa, Nis? Ada apa?" tanyanya.

"Itu Ndra—itu ...." kataku seraya menunjuk sudut kamar mandi disana.

"Ada apa? disana nggak ada apa-apa, Nis. Liat coba!" suruhnya sambil menunjuk ke sudut itu.

Saat aku kembali melihat kearah itu, makhluk itu lenyap. Kusapu pandanganku ke seluruh ruangan. Nihil.

"Kamu liat apa, Nis?"

"Eh—eum ... kecoa, Ndra!" kataku bohong.

Aku tidak mau Indra berfikir kalau aku ini aneh, seperti yang lain.

"Ya ampun ... aku pikir ada apaan, Nis," katanya lega.

Aku berusaha berdiri, tetapi ternyata kakiku keseleo.

"Awwwww ...." erangku.

Untung Indra segera memegangku saat aku hendak jatuh.

"Ya ampun. Kenapa lagi? kaki kamu keseleo ya?" tanyanya sambil menatap kaki yang memang nyeri.

"Kayanya deh. Duh--sakit banget." aku meringis sambil memegangnya

"Ya udah. Sini aku gendong."

Tanpa basa basi, ia menggendongku ala bridal style difilm - film, lalu meletakkan ku disofanya.

"Maaf ya, Ndra, aku jadi ngerepotin kamu gini. Nanti tolong pesenin taksi aja ya, buat balik ke kosku," pintaku setengah memohon.

Dia terdiam sejenak.

"Hmm ... bahaya, Nis, pulang malem - malem gini. Sekarang lagi banyak perampokan ditaksi. Mendingan kamu nginep sini aja malam ini," sarannya sambil melihat pergelangan kakiku. Lalu mengurutnya perlahan dengan balsem yang dia punya.

"Nginep? Tapi, Ndra ... Aku nggak enak ...." gumamku lirih.

"Ini Kos campur, Nis ... Nggak masalah kok, kalau bawa temen nginep. Aku juga nggak akan macem-macem. Kamu tidur diranjangku. Biar aku disofa. Lagian kalau aku harus nganter kamu ke kos kamu sekarang, aku nggak bisa. Aku capek banget," terangnya.

Aku menatap jam yang melingkar di pergelangan tanganku, sudah cukup larut rupanya, Lagi pula jarak dari sini ke kos ku memang lumayan jauh.

"Ya udah deh ... lagian juga aku ada kuliah pagi besok."

Semilir angin memasuki kos Indra. Padahal semua jendela sudah tertutup, kuamati lekat – lekat keadaan di sekitar.

Sementara Indra, yang sedang mengobati luka dikepalaku dengan berbekal kotak P3K miliknya, tidak menyadari akan hal ini. Di sudut ruangan ada sosok wanita muda yang berwajah pucat, tersenyum kepadaku. Sontak aku terkejut.

"Astagfirulloh haladziiiiimm! " pekikku sedikit berteriak dan memalingkan wajahku ke arah lain.

 

Indra menatapku heran. Lalu melihat ke sudut ruangan yang tadi kutatap.

"Ada apa, Nis ?" tanya Indra bingung

"Itu, Ndra ...."

Sosok itu mengangkat jari telunjuknya di depan mulut sambil tersenyum. Seolah-olah menyuruhku diam.

Dia makin mendekat ke arahku. Dan yang pasti aku semakin ketakutan. Doa yang kubaca dalam hati tidak bisa membuatnya pergi.

Saat Indra memegang tanganku. Sosok itu hilang.

Aneh pikirku.

"Kenapa lagi, Nis? Kamu halusinasi? Jangan - jangan kepala kamu gegar otak nih. Kita periksa aja ya ...."

"Nggak. Nggak mau! Aku nggak apa - apa kok!" kataku ngotot.

Aku bersandar disofa untuk mengatur nafasku yang tidak beraturan.

Ku tengok meja disamping kananku, ada foto seorang wanita berdua dengan Indra.

Tunggu ... Tunggu dulu ...

Wanita ini?

"Ndra ...." panggilku sambil mengambil pigura foto itu.

"Iya, Nis?" Indra berbalik saat akan mengambil minum.

Dia menatapku dengan dahi berkerut.

"Ini siapa?" tanyaku.

"Oh—itu ... pacarku, Nis" katanya pelan, dengan nada bicara yang sedikit sesak.

"Dia ... udah meninggal ya?" tanyaku lalu beralih menatap foto itu lagi.

Indra terlihat mengernyitkan keningnya.

"Dari mana kamu tau?" tanyanya heran.

Aku kembali menatap sudut ruangan tempat pacar Indra tadi muncul.

Dan dia kembali muncul disana.

Astaga ... ! Pikiranku menerawang jauh, berfikir hal terburuk, jikalau wanita ini tidak suka aku dekat – dekat dengan Indra.

"Nis ...." Indra membuyarkan lamunanku.

"Eh ... Ya, Ndra?" sahutku sedikit terkejut.

"Kamu kok bisa tau Olive? kamu kenal Olive?" tanya nya lagi sambil jongkok di depanku.

"Eum, nggak kenal. Tapi ... Dia ... Dia ada disini ...." kataku ragu sambil tetap melihat ke sosok Olive di sana.

Aku pikir Olive memang sengaja memperlihatkan wujudnya kepadaku. Ada sesuatu yang sepertinya mau dia sampaikan.

"Di sini? kamu ngaco, Nis ...." kata Indra sambil tertawa geli mendengar ucapanku. Sudah kuduga dia akan menganggapku aneh.

"Dia meninggal kenapa, Ndra?" tanyaku.

"Kecelakaan mobil ...." tuturnya dengan nada pelan. Raut wajahnya berubah. Sedih. Terluka.

"Kamu yang sabar ya, Ndra. Yang ikhlas. Jangan sampai ketidakikhlasan kamu yang bikin Olive nggak tenang di sana," nasehatku.

"Aku udah ikhlas kok, Nis ... Kejadiannya udah 2 tahun yang lalu."

"Hm gitu ya?" gumamku sambil berfikir keras.

Kejadiannya sudah lama. Tapi kenapa sosoknya masih disini. Mungkin ini perbuatan jin kafir atau mungkin qarinnya yang ingin menyampaikan sesuatu. Yang kutau ruh Olive sudah kembali ke Allah, jadi tidak mungkin masih ada disini setelah 2 tahun dia meninggal.

"Eh-- kamu laper nggak, Nis? Aku mau pesen makanan antar nih," katanya mengalihkan pembicaraan kami.

"Eum ... boleh," Ucapku mengiyakan karena cacing diperutku sudah berdemo minta diisi.

Indra menelfon lewat ponselnya sambil berjalan ke dapur.

"Kamu mau aku bikinin teh, Nis?" tanyanya dari arah dapur.

"Nggak usah, Ndra."

"Kamu mau aku bikinin minum apa? Biar badan kamu hangat. Di luar lagi hujan gede tuh," tunjuknya ke arah jendela tak jauh dari kami.

Saat kutengok jendela, aku melihat sosok lain yang muncul lagi.

Astaga !

Kenapa banyak banget sih ?

"Aaahhh !!" teriakku sambil menutup wajah dan berpaling menghadap ke kanan. Berharap makhluk itu tidak mendekatiku.

"Kenapa?" tanya Indra dari arah dapur.

Aku menengok lagi ke jendela. Ternyata makhluk itu sudah duduk di sampingku.

"Allahu Akbaaarrr !!" aku terpekik kaget.

Indra yang kini ada dihadapanku bingung, kuraih tangan Indra agar aku bisa berdiri. Lagi- lagi makhluk itu hilang. Sosok itu mundur, kembali ke luar jendela. Seolah takut untuk mendekat.

Aneh.

Kenapa mereka seakan tidak berani mendekatiku, seperti biasanya.

Setelah keadaan tenang, aku melepas tanganku dari Indra.

"Maaf ya ... spontan," kataku sungkan.

"Iya, Nis."

Aku mencoba berdiri dibantu Indra. Anehnya makhluk itu hilang sepenuhnya. Aku benar - benar heran. Mengapa bisa seperti itu. 'Mereka' biasanya tidak seperti ini. Jika mereka muncul dan mendekat, tidak ada yang bisa membuat mereka menghilang, doa yang kubaca saja terkadang tidak mempan. Kata salah 1 temanku yang indigo juga, mungkin karena aku masih sangat takut dengan 'mereka' . Aku tidak punya keyakinan penuh atas doa ku. Bagaimana pun juga, kita manusia derajatnya yang paling tinggi. Jadi sudah seharusnya tidak takut dengan 'mereka', apalagi kita hidup berdampingan dengan 'mereka'. Tapi anehnya saat aku menyentuh Indra mereka dengan mudahnya pergi.

"Kamu beneran bisa liat setan, Nis?" tanya Indra memecah lamunanku.

"Eh ... Eum," kataku pelan.

"Olive juga gitu kok, Nis." katanya sambil duduk disebelahku.

"Olive ?"

"Iya, dia juga sama kaya kamu, sering teriak- teriak nggak jelas. Katanya dia suka liat makhluk gaib." tuturnya.

Aku menatap Olive yang masih berdiri disana. Olive mengangguk tanda mengiyakan.

"Beberapa hari sebelum Olive meninggal, dia sempet ngomong aneh," kata Indra serius.

"Aneh? Dia ngomong apa, Ndra?"

"Dia bilang, dia bakal pergi jauh. Aku harus jaga diri baik –baik."

Kali ini aku yang mengernyitkan kening. Mencoba mencerna perkataan Indra.

"Terus?"

"Habis itu dia jadi lain, banyak diem, kayak ada yang dipikirin. Dan seminggu setelahnya ... Olive kecelakaan," kata Indra sedih.

Aku menyentuh punggungnya, mencoba menenangkan Indra. Sambil kulihat Olive di sudut ruangan itu.

Hilang ... Lagi?

Part 3 sosok di kos Indra

Tok ...

Tok ...

Tok ...

Pintu kamar Indra diketuk, Indra segera beranjak. Tak lama, kembali lagi membawa 2 bungkus ayam bakar lengkap dengan nasi dan lalapannya.

"Makan dulu deh, Nis." katanya lalu membuka kotak makan itu.

Karena perut juga sudah keroncongan. Aku memakannya dengan lahap. Indra tersenyum geli melihatku.

"Kamu laper atau doyan?" tanyanya sambil mengulum bibir menahan tawa.

"Laper+doyan. Hehe."

"Dasar! Oh iya. Kamu kuliah ngambil apa?" tanyanya santai.

"Ekonomi."

"Oh, udah semester berapa emangnya?"

"Semester 6, Ndra. Kalau Olive ngambil hukum ya?" tanyaku yang masih tetap fokus dengan makanan di depanku.

Indra terlihat menghentikan makan nya.

"Olive yang bilang?"

Aku mengangguk santai masih fokus melahap makanan di depanku.

"Kamu beneran bisa liat dia, Nis?" tanyanya yang mulai yakin kepadaku.

"Kan tadi aku udah bilang, dia ada disana itu," kataku seraya menunjuk sudut ruangan tempat Olive berdiri.

Indra menatap ke sudut itu.

"Jangan sedih ... Olive nggak suka liat kamu sedih terus karena mikirin dia," kataku mncoba menenangkan.

"Jadi dia di sini terus selama ini, Nis?"

tanya Indra penasaran.

Aku menatap Olive sejenak, "Eum-- enggak katanya. Dia baru aja muncul."

"Kenapa ya, Nis? kenapa baru sekarang dia muncul? Apa ada sesuatu yang bikin dia nggak tenang?"

Aku menghentikan makanku.

Bener juga ya ... Kenapa Olive baru muncul sekarang? Berarti ada hal yang membuatnya tidak tenang. Aku kembali menatap Olive. Olive tersenyum getir. Tanpa sepatah katapun. Tak lama Olive menangis, tangisannya sungguh memilukan membuat bulu kudukku berdiri. Bahkan seluruh badanku merinding hebat.

"Olive nggak bilang apa apa, Ndra."

Indra menghela nafas berat.

"Ya udah, makan dulu, Nis. Habisin ... Terus kamu istirahat."

***

Selesai makan, Indra menyuruhku tidur di ranjangnya.

Karena aku juga sudah sangat lelah. Mata ku pun dengan mudahnya terpejam.

Aku melihat mobil yang sedang diutak atik seseorang. Lalu tak lama setelah itu, aku melihat Olive akan pergi menaiki mobil itu. Dan saat di jalan, Olive dikejar -kejar seseorang, yang membuat Olive memacu mobilnya lebih cepat. Tapi saat akan mengerem. Rem nya blong. Olive menabrak pohon dan mobilnya terbalik tak lama terbakar.

Aku berteriak histeris.

Masih terbayang bagaimana Olive mengerang kesakitan karena terbakar di dalam mobilnya sendiri. Kulitnya melepuh, gosong hingga seluruh dagingnya terbakar hingga dia mati seketika.

"Nis—Nisa ... Nisss ... Kamu nggak apa apa? kamu mimpi buruk yah?" Indra sudah ada di hadapanku dengan wajah cemas.

Aku menangis sambil menatapnya. Indra lalu memelukku.

"Kamu mimpi apa, Nis?" tanyanya halus.

"Olive, Ndra,"

"Olive?"

"Olive nggak kecelakaan, Ndra ... Ada yang sengaja bikin dia celaka," kataku yang masih berada dipelukkan Indra.

"Apa? Siapa Nis orangnya?"

"Aku nggak begitu jelas ... Mungkin Olive pengen kasih tau ini, Ndra ke aku,"

"Arrrgghh ... Sialan!! Brengsek!! Siapa sih orangnya!!" umpat Indra.

"Sabar, Ndra ... Mungkin pelan pelan kita bakal tau," kataku mencoba menenangkan Indra yang dipenuhi amarah.

"Hmm--iya Nis. Makasih ya, Nis. Kalau nggak ada kamu, aku nggak bakal tau semua ini. Soal Olive ...."ucapnya

"Mungkin udah takdir, Ndra, kita ketemu. Semoga kita bisa tau siapa orangnya ya." sahutku.

"Ya udah, kamu tidur lagi Nis. Ini masih jam 2 malem."

Indra lalu menyelimutiku. Aku pun mencoba kembali tidur.

"Aaaahhhh!" aku menjerit lagi sambil menutup wajahku.

"Kenapa Nis?" Indra melihatku cemas.

"Itu ... ada ... ada ... Ihhhh ...."kataku lalu memeluk Indra.

"Udah nggak apa – apa, Nis. Ada aku disini. Jangan takut ya," katanya lembut.

Sosok wanita berwajah pucat, dengan darah di sekujur tubuhnya, berbaring di sampingku. Namun, kembali hilang.

"Ndraaa ...."

"Ya Nis,"

"Kamu tidur di sini juga ya ... Aku takut, Ndra. Kalau mereka tiba -tiba nongol lagi," pintaku sedikit memohon.

"Eumm-- ya udah deh. Aku temenin."

Akhirnya aku & Indra tidur diranjang yang sana. Aku memegang punggung Indra yang tidur membelakangiku, tubuh Indra menegak, seolah sungkan dengan sikapku.

"Eum—maaf ya, Ndra. Aku lebih tenang kalau bener – bener mastiin kamu masih ada di sini."

"Iya, Nis nggak papa. Ya udah tidur yuk!"

***

Pagi ini Aku bangun dengan perasaan senang. Bagaimana tidak, biasanya dalam semalam hampir 10x Aku terbangun karena gangguan mereka .

Dan malam tadi aku hanya terbangun 1x itu pun karena mimpi dari Olivia.

Ah,, ini tidur yang sempurna selama beberapa tahun belakangan ini.

Kulihat Indra masih nyenyak tidur disofa.

Ternyata dia pindah ke sofa. mungkin saat aku sudah terlelap.

Aku segera beranjak ke kamar mandi untuk mandi dan berwudhu lalu menunaikan kewajibanku.

Setelahnya , aku menuju dapur, hendak membuat kopi.

Kebiasaanku tiap pagi, selalu menikmati secangkir kopi hangat.

Saat ku buka kulkas indra,ada beberapa bahan makanan.

Kupikir aku bisa sekalian membuat sarapan.

Aku memutuskan membuat nasi goreng yang kucampur bakso dan sosis .

"Niss.. kamu lagi ngapain? " suara Indra mengagetkanku.

Indra ternyata baru saja bangun mungkin karena suara berisik yang ku ciptakan di dapur.

" Haii-- pagi ... Aku ikin sarapan nih. Sorry ya, ngacak-acak dapur kamu."

" Sarapan? kaki kamu udah nggak papa? " tanyanya sambil memperhatikan kakiku.

"Eum-- mendingan ni, Ndra.

walau masih nyeri. Eh--yuk sarapan dulu. " ajakku yang telah selesai memasak.

" Hmm-- kayanya enak nih. tapi aku mandi dulu ya.. " katanya sambil tersenyum.

" Okee.. "

Indra kemudian mandi. sementara aku menyiapkan sarapan di meja makan.

Tak lama Indra keluar hanya memakai handuk saja.

Aku sedikit kikuk dengan keadaan ini.  Aku mencoba berpaling, saat Indra menuju lemari bajunya.

Dia mengambil baju lalu kembali ke kamar mandi.

" Udah seger nih.. " ucapnya tak lama setelah itu.

" Aku makan duluan nih, Ndra --laper. hehe "

" Gak papa kali Niss. aku juga mandinya lama tadi. oh iya--kamu pake bajunya Olive aja, masih ada kok dilemari. " katanya .

" Eum-- boleh ? " tanyaku ragu.

" Ya boleh lah. lagian siapa yang mau pake Nis? ambil aja dilemari, pilih sendiri ya.. "

Aku segera mengambil baju dilemari Indra.

Dia melanjutkan sarapan karena dia juga harus berangkat kerja pagi ini.

Aku mengambil baju dan celana jeans yang kupikir muat dibadanku.

Dan segera masuk kamar mandi untuk berganti baju.

Saat aku selesai, Indra juga selesai sarapan.

" Cepet banget Ndra... ngebut ? " kataku meledek.

" Udah biasa gerak cepet Nis. " katanya tersenyum.

" Kamu juga berangkat kerja pagi? " tanyaku karena kulihat dia sudah memakai seragam dinasnya.

" Iya, nanti kita bareng aja ,aku anter ke kampus kamu sekalian. "

" gak papa Ndra? "

" Emang kenapa? nggak boleh ya? takut pacar kamu cemburu? " tanyanya menyelidik.

" Ishh--  Aku nggak punya pacar lagi! mana ada yang mau sama cewek aneh kaya aku. " aku agak ketus.

" Eh jangan ngomong gitu.. nanti juga pasti ketemu jodoh Nis.." katanya menyemangatiku.

" Amiin... "

\=\=\=\=\=\=\=\=

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!