"Arrrggggg... Dasar Ketos sialan, tidak tahu diri, tidak ngaca, ahhh. pokoknya tidak ada baiknya!!" maki seorang gadis yang tengah berjalan keluar dari ruang BK. Dia terus saja berjalan sambil memaki pria yang selalu saja membuat hidupnya tidak nyaman dan tenang. Bagaimana tidak, seorang Evelina Rondardo harus masuk ruang BK hanya karena salah mengambil buku.
Evelina masuk ke dalam kelas, wajahnya masih terlihat masam dan kesal. Kedua sahabatnya yang tahu penyebab mengapa gadis itu seperti itu hanya diam dan mengikuti Evelina duduk di bangkunya.
Brak!
"Arggg!!? Ketos sialan!!!" Teriak Eve sambil menggebrak meja kuat melampiaskan kemarahannya.
"Emang Lo di apain sama guru BK?" Tanya Nadia penasaran. Tiara mengangguk, dia juga penasaran dengan apa yang terjadi pada Eve.
"Tu lihat, gue di kasih surat laknat hanya karena gue salah ambil buku." Eve menunjuk selembar kertas yang ia letakkan di atas meja ketika dia menggebrak meja tadi.
Kedua mata Nadia dan Tiara melotot besar, mereka tidak menyangka kesalahan kecil bisa membuat Eve mendapat surat panggilan orang tua.
"Lo serius Eve? Bu Cantika ngasih ini?" tanya Tiara tak percaya.
"Hanya gegara masalah sepele?" sambung Nadia tak kalah kagetnya.
"Ini semua karena cowo sialan itu!" geramnya, kedua tangan Eve mengepal, membayangkan wajah cowo yang sangat ia benci.
Jika bukan karena cowo itu, dia tidak akan mendapatkan masalah sebesar ini.
"Lihat saja, gue akan membuat perhitungan sama dia!"
"Apa yang akan Lo lakuin?" tanya Nadia dan Tiara yang hanya menatap Eve penuh tanya.
Eve tidak menjawab, dia kembali menatap surat panggilan orang tua itu. Untuk saat ini, ia harus memikirkan bagaimana cara mengatakan pada kedua orang tua nya dan membuat mereka datang.
Setelah memikirkan hal yang tidak mungkin membuat Eve menghela nafas.
"Huhf haaa..." Helaan nafas Eve membuat kedua sahabatnya jadi kasihan.
Kringggg....
Bel berbunyi dengan sangat nyaring memekakkan telinga. Namun, suara kencang ini sangat di harapkan oleh semua siswa dan siswi. Suara memekakkan itu adalah pertanda sekolah sudah usai. Bagaikan sarang lebah yang di pukul, seperti itulah para siswa siswi berhamburan keluar dari kelas menuju ke parkiran dan pagar sekolah.
"Yeayy..." Sorakan senang terdengar dari mereka.
Ketiga gadis cantik itu juga terlihat sangat senang. Mereka berjalan beriringan menuju ke parkiran.
"Kemana kita guys, besok kan hari Minggu. Jadi, apa kita hanya akan berada di rumah saja malam ini?" tanya Nadia yang begitu excited.
"Betul itu, ayo Eve kemana kita??" sahut Tiara
Eve tidak menjawab, dia menunjukkan pesan dari kedua orang tuanya yang menyuruhnya cepat pulang. Seketika raut wajah kedua temannya ikut prihatin.
"Apa kedua orang tua Lo udah tahu soal yang tadi?" tanya Tiara.
Eve menggeleng pelan, menghela nafas untuk mempersiapkan diri menghadapi kedua orang tuanya nanti.
Evelina Rondardo, seorang siswi kelas 2 SMA. Hidup sebagai putri dari pengusaha sukses tidak membuat Eve menjadi merasa tinggi hati. Eve anak yang ceria dan suka bergaul dengan siapa saja. Paras dan kepintarannya menjadi nilai paling tinggi di pandangan para pria.
Kedua sahabatnya juga berasal dari keluarga yang hebat. Nadia Elsandira, anak seorang pengusaha tambang. Sedangkan Tiara Laksono merupakan anak dari pengusaha sawit terbesar di negeranya.
Ketiga gadis itu tiba di parkiran. Tampa sengaja Eve melihat mobil sport hitam.
Eve tersenyum miring, sebuah ide melintas di benaknya.
Melihat itu Nadia dan Tiara menggeleng pelan, memberi isyarat agar Eve tidak melakukan apa yang saat ini gadis itu pikirkan.
"Eve, jangan bercanda. Lo udah dapat masalah." Ucap Tiara memperingatkan.
"Tidak, Eve tolong ja-"
ssssssttt.....
Belum sempat selesai ucapan Nadia, Eve sudah berlalu dan melakukan aksinya. Eve mengambil paku yang terletak tidak jauh dari sana. Sepertinya itu adalah peralatan kerja penjaga sekolah. Lalu, dengan gerakan cepat Eve menusukkan paku tersebut ke ban mobil.
"Anjir.... Eve, Lo apa apaan??" Teriak Nadia dengan suara tertahan.
Mereka terkejut dan panik melihat apa yang Eve lakukan. Dengan cepat, mereka menarik Eve menjauh dari sana sebelum ada yang melihat mereka. Beruntung saat ini parkiran sudah sepi. Mereka pulang paling akhir selain para anggota OSIS dan para guru.
Mereka buru buru masuk ke dalam mobil Nadia. Kemudian menancap gas meninggalkan pekarangan sekolah.
Nafas mereka tersengal, Eve benar benar berani melakukan hal itu. Seandainya mereka ketahuan. Maka, tidak akan ada yang bisa menolong mereka.
"Eva Lo bener bener gila"
"Oh God,untung aja gak ada yang lihat" ucap Nadia bernafas lega.
Kedua sahabatnya panik, sedangkan si pelaku malah dengan tenang duduk sambil menatap keluar mobil.
"Lo gak takut?" tanya Tiara heran.
"Ngapain, gue takut" jawab Eve santai. Kedua sahabatnya hanya bisa geleng kepala.
"Siapa suruh dia membuat masalah sama gue!" Ujarnya.
Nadia mengantar Eve pulang ke rumahnya, kemudian mengantar Tiara pulang. Hari itu mereka tidak pergi kemana mana.
"Terimakasih guys"
"Sama sama" jawab Nadia dan Tiara serempak. Mereka saling melambaikan tangan sebelum menancap gas meninggalkan rumah Eve.
Gadis cantik itu tersenyum menatap kepergian kedua sahabatnya. Kemudian berbalik masuk ke dalam rumah dengan ekspresi wajah yang berbeda.
Jika bersama kedua sahabatnya dia tersenyum ceria, berbeda ketika dia berada di rumah. Eve selalu berwajah datar dan dingin.
"Sudah pulang non?" sapa bibi dengan senyum hangat.
Eve membalas dengan senyum tipis, lalu menaiki anak tangga menuju ke kamarnya di lantai atas.
"Non." Panggil bibi.
Langkah Eve terhenti, dengan wajah datarnya dia menoleh pada bibi tanpa berkata apa apa.
"Nyonya dan tuan bilang akan pulang. Apa nona sudah tahu?"
"Hm" jawab Eve datar.
"Itu saja non, bibi kira nona tidak tahu." Jawab bibi tersenyum getir.
Merasa tidak ada lagi yang harus di bicarakan, Eve pun melanjutkan langkahnya.
"Kasian nona, sejak kecil sering di tinggal." gumam bibi menatap iba pada gadis yang mulai beranjak dewasa tanpa kasih sayang kedua orang tuanya.
Di lain tempat, sekelompok pria berjalan beriringan sambil membicarakan sebuah perancangan yang sempat mereka bicarakan di ruangan OSIS tadi.
Yah, mereka adalah rombongan anggota OSIS. Terlihat tampan tampan dan juga cantik cantik.
Salah satu yang paling menarik adalah si ketua OSIS. Berwajah tampan dan berhati dingin. Tatapan mautnya mampu melelehkan hati yang beku. Tidak ada satupun siswi di sekolahnya yang tidak tertarik padanya. Kecuali Eve.
"Yok Jeo, kita duluan yah."
"Oke" Sahut siswa itu sambil mengangkat tangannya.
Pria tampan itu merogoh saku celananya mengambil kunci mobil. Saat akan membuka pintu mobil, dia melihat ada yang salah dengan mobilnya.
"asataagaaaa!" geram Joe. Dua ban mobil bagian belakang terlihat kempes.
Joe menarik nafas, mengusap wajah menahan kemarahan yang ingin meledak di ubun ubun.
Jeonathan Fernando, siswa kelas 3 SMA yang memiliki wajah tampan. Banyak siswi yang tergila gila padanya. Baik di dalam sekolahnya maupun dari sekolah lain.
Saat ini siswa yang kerap di panggil Joe itu masih menjabat sebagai ketua OSIS. Sebenarnya jabatannya sebagai ketua OSIS sudah akan berakhir.
Namun, atas permintaan kepala sekolah Joe harus tetap jadi ketua OSIS hingga semester 5 berakhir. Ada sekitar 3 bulan lagi.
Akan ada acara besar di sekolah, dan acara ini di pegang oleh Joe dari awal. Maka dia harus menyelesaikan terlebih dahulu baru dia bisa melepas jabatannya.
"Huh, kenapa bisa kedua ban mobil gue kehilangan angin?" tanya Joe tidak habis pikir. Dia benar benar tidak percaya hal ini terjadi kepada dirinya.
"Tidak, ini pasti ada yang sengaja melakukan nya."
"Ev? gadis itu pasti yang melakukan ini. Iya, dia pasti pelakunya!" geram Joe yakin kalau Eve lah pelakunya.
Joe melihat ke sekeliling, sekolah tampak sepi. Hanya beberapa kendaraan guru dan kepala sekolah yang terparkir.
"Hey Joe, apa yang terjadi?"
Joe berbalik, dia bernafas lega melihat ketiga sahabatnya datang.
"Brain, Ilham, Leo. Kalian belum pulang?" tanya Jeo tersenyum senang.
"Gak, kita nunggu lo tadi di sana." Jawab Brain menunjuk tempat nongkrong mereka.
"Oh iya Joe, apa yang terjadi dengan ban Lo?" tanya Ilham.
"Gue juga gak tahu, pas gue mau pulang eh malah udah kek gini." Joe menjelaskan.
Ilham dan Brain memeriksa mobil Joe. Mereka mencari apa penyebab ban mobil Joe kempes.
"Astaga, Joe ada paku"
Ilham menemukan paku di sekitar ban mobil Joe. lalu membawanya ke hadapan ketiga sahabatnya.
"Lihat, ini pasti ada yang sengaja melakukannya." Tutur Brian.
"Benar!" Sahut Ilham membenarkan.
"Gue juga rasa begitu." Ujar Joe.
"Gue tahu!" seru Ilham, membuat ketiga siswa itu menatapnya.
Seakan tahu apa yang Ilham pikirkan, Leo yang sejak tadi diam jadi bersuara.
"Jangan menuduh kalau gak ada bukti." Serunya.
"Tapi hanya dia yang tidak menyukai Joe!" sahut Ilham meyakinkan.
"Maksud Lo Eve yang melakukannya?" tanya Brain.
"Siapa lagi?" balas Ilham.
"Benar juga sih, hanya cewe itu yang berani."
"Gue udah bilang, kalau gak ada bukti jangan menuduh orang!" Leo tampak marah, dia kesal pada teman nya yang selalu menuduh Eve.
"Kok Lo selalu bela cewe itu sih, sudah banyak kan bukti kalau dia selalu mengganggu Joe." Protes Ilham, dia merasa heran dengan sikap Leo, cowo ini selalu saja membela gadis itu.
"Memangnya Lo punya bukti, kalau dia yang melakukan nya?"
Ilham terdiam, tapi dia tetap kesal pada Leo. Sedangkan Joe, dia hanya diam memperhatikan kedua sahabatnya berdebat.
Sebenarnya Joe juga heran dengan Leo. Tapi, pikiran itu ia tepis dan mulai memikirkan soal mobilnya.
"Udah lah, gak usah berdebat. Sekarang ayo cabut." Lerai Joe.
"Mobil Lo?" tanya Brain.
"Entar sopir gue yang urus, yok antar gue."
Mereka mengangguk, lalu mereka masuk ke dalam mobil Ilham yang terparkir paling jauh dari mobil Joe.
Ilham duduk mengemudi, dan Brain di sampingnya. Sedangkan Joe dan Leo berada di bangku belakang.
Saat akan masuk ke dalam mobil, tatapan mata Leo dan Joe bertemu. Mereka saling bertatapan untuk beberapa menit. Entah apa yang ada di pikiran kedua pria tampan itu.
"Ayo" seru Brain menghentikan tatapan kedua pria itu. Mereka masuk ke dalam mobil dan Ilham langsung tancap gas.
Di sisi lain, Eve dengan santai duduk di balkon kamar nya sambil membaca buku.
Hal ini adalah rutinitas nya selama di rumah. Dia akan terlihat seperti nona muda dingin dan tidak banyak bicara.
Hari ini adalah kepulangan kedua orang tua nya dari dinas luar negeri.
Namun, Eve terlihat biasa saja tanpa mengekspresikan kerinduan setelah lama tidak bertemu. Bahkan Eve juga hampir tidak pernah menghubungi kedua orang tuanya di saat berjauhan. Kecuali kedua orang tuanya yang menghubunginya.
Kembali pada Joe.
Sesampainya di rumah Jo langsung masuk dan tersenyum pada setiap art yang bekerja di rumahnya.
"Selamat siang tuan muda." Sapa mereka menundukkan tubuh menyapa sang tuan muda.
Joe membalas dengan senyum manis. Dia merasa sedikit geli melihat tingkah para art nya.
"Bibi kenapa harus seperti itu." Sanggahnya sambil menarik bi Inem, kepala art yang bekerja di rumah itu sejak ia kecil.
Joe membawa bi inem ke ruang makan.
"Sekarang masakin aku sesuatu. Aku sangat lapar sekarang." Pinta Joe sambil memegangi perutnya.
BI inem dan art lainnya tertawa melihat tingkah manja Joe.
"Astaga, dasar anak manja yang menyusahkan orang tua." Cibir seseorang.
Joe menoleh dan langsung tersenyum lebar.
"Bundaa"
Joe berlari dan memeluk wanita cantik yang sudah merentangkan kedua tangannya.
"Kamu kangen bunda kan?"
"Kangen dong, sudah 1 Minggu tidak bertemu." jawab Joe manja.
Jika Eve sangat dingin ketika berada di rumah, maka berbanding terbalik dengan Joe yang sangat ceria ketika berada di rumah. Dia terlihat sangat berbeda bila ada di rumah.
Pria yang sangat baik, tidak membeda bedakan antara keluarga dan pekerja. Joe sudah menganggap 3 art nya seperti keluarganya sendiri. Karena memang keluarga Joe sehangat itu, dan sebaik itu.
"Dasar Manja!" Ledek seseorang.
Joe dan Liana melepaskan pelukan mereka. Lalu menoleh ke sumber suara.
"Hana?" mata Joe semakin berbinar, dia berlari hendak memeluk gadis cantik dan lucu itu. Namun, tatapan tajam gadis itu menghentikannya.
"Mendekat jika ingin mati!" Seru nya.
Joe cemberut, lalu Tampa aba aba dia langsung memeluk sang gadis kecil.
Hana Luciana Fernando, dia adalah putri bungsu di keluarga Fernando.
Sifat Hana dan Joe tidak jauh berbeda, hanya saja Han lebih elegan.
"Gue merindukan Lo" ungkap Hana.
"Gue juga. ini kejutan yang sangat indah. Gue gak tahu kalau Lo bakalan ikut bunda pulang."
"Ayah dan bunda yang memaksanya pulang. Dia akan pindah ke sekolah mu" Jelas Liana.
"What?? benarkah???"
Hana mengangguk, gaya sombongnya sudah berubah menjadi gaya manja kepada sang kakak.
"Gue juga kesepian gak ada Lo di sisi gue."
"Gue juga" balas Joe.
"Eh sudah sudah, jangan peluk peluk terus. Ayo makan, bibi sudah masakin makanan enak"
BI inem menghidangkan semua makanan yang ia siapkan untuk majikannya.
"Wah, bibi masak banyak"
"Pasti dong, kan putri kerajaan pulang." jawab bi inem yang langsung membuat Hana menunduk ala ala kerajaan.
"thanks bibi." ucap Hana.
"Kirain untuk menyambut saya" Rajuk Liana. Dia tak kalah manjanya dengan bi inem. Bagi Liana bi inem sudah seperti ibu baginya, dan art lain seperti adik.
"Yeay, ayo makan enak" sorak Hana.
Dengan penuh semangat mereka duduk di meja makan dan langsung menyantap hidangan nikmat itu.
Sambil makan, mereka saling mengobrol. Menceritakan soal apa saja yang Hana lakukan dan Joe lakukan ketika mereka berjauhan.
Cling~
Sebuah pesan masuk, mata indah dengan bulu mata lentik yang fokus pada buku bacaannya seketika melirik pada layar ponselnya yang menyala.
Dengan gerakan malas, Eve mengambil ponselnya dan memeriksa pesan dari siapa itu.
~Mama~
Sayang, jam 7 datang lah ke hotel papa. Ada yang ingin mama dan papa katakan.
~Eve~
Aku sibuk
~Mama~
Penting!
Huh~
Eve membuang nafas kesal, dia paling tidak suka dengan sikap seenak kedua orang tuanya ini. Menurut Eve, tidak bisakah mereka pulang sebentar dan menemui dirinya. Mengapa harus ke hotel, entahlah Eve tidak mau ambil pusing lagi.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.10 wib. Hanya tersisa beberapa menit baginya untuk bersiap.
Evelina keluar menaiki mobil Fortuner nya, dia memilih menyetir sendiri meskipun SIM nya belum keluar karena usianya belum 17 tahu. 2 bulan lagi umurnya akan mencapai 17 tahun.
20 menit berlalu, Eve sampai di hotel milik keluarganya sendiri. Ia turun dan memberikan kunci mobilnya pada security agar di parkirkan.
"Makasih pak" ucap Eve sopan sambil tersenyum tipis pada bapak security itu.
"Sama sama non"
Eve masuk ke dalam sambil memainkan ponselnya. Beberapa pesan masuk dari grup ghibah yang isinya hanya mereka bertiga.
Brukk
"Awss.."
Eve meringis kesakitan, dengan indah ponsel dan bokongnya mendarat di lantai.
"Eh sorr-" ucap seorang yang langsung menghentikan kalimatnya saat melihat wajah orang yang di tabraknya.
Eve pun menoleh, matanya melotot melihat siapa yang ada di depan matanya. Dengan kesal dan emosi menggebu Eve bangkit.
"Lo? Lo sengaja yah. Apa tidak cukup Lo bikin masalah sama gue di sekolah huh?"
"What? he kuntilanak, Lo yang jalan gak liat liat. Malah nyalahin orang!"
"Ga usah ngeles deh!" sela Eve tidak terima alasan Jonathan. Yah, yang menubruk Eve adalah Jonathan.
"Gue heran deh, kenapa Lo selalu muncul di hadapan gue dan selalu membuat hidup gue sial!" balas Joe heran.
"What?"
"Lo kan yang bocorin ban mobil gue?" tuduh Joe menunjuk ke wajah Eve.
Dengan sedikit gugup Eve menepis telunjuk Joe dari depan wajah nya.
"Lo gila yah, menuduh orang sembarangan!"
"Gue gak nuduh, tapi emang Lo pelakunya."
"Dihh, apa untungnya bagi gue melakukan hal itu huh. Gue gak sama seperti Lo yang sirik dengan kebahagiaan orang!"
Huh!
Eve mendengus kesal lalu pergi begitu saja dari hadapan Joe, tidak lupa ia mengambil ponselnya yang masih tergeletak di lantai hotel.
"Eh mau kemana Lo, gue belum memperhitungkan ban gue!!!"
Joe ingin mengejar Eve, namun dia ingat tujuan nya turun kebawah. bundanya menyuruhnya mengambil sesuatu di dalam mobil.
"Aiss... Awas saja Lo nanti yah Evelina Rondardo!!" geram Joe berjalan cepat menuju ke parkiran.
Eve masuk ke dalam sebuah ruangan VVIP yang sudah mama nya kirimkan. Ruangan yang privasinya sangat terjaga di hotel ini. Ruangan ini juga sering di jadikan oleh orang orang untuk meeting atau pertemuan penting.
Ceklek.
Eve masuk, dia kaget melihat tamu kedua orang tuanya. Ia sedikit malu karena tidak mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Maaf, Eve pikir tidak ada tamu." sesalnya.
"Tidak masalah sayang, ayo ke sini" ucap Fiona lembut. Ia menghampiri putrinya, lalu menuntun Eve duduk di sebelahnya.
"Diona, apakah ini Evelina?" tanya wanita yang terlihat sebaya dengan mamanya, tapi Eve tidak ingat siapa wanita dan juga pria di sebelahnya.
"Iya Lia, dia adalah Eve yang imut itu." Jawab Diona.
"Oh astaga, makin gede makin terlihat cantik yah." Puji Liana sambil mengusap kedua pipi Eve . Sedangkan gadis itu hanya bisa tersenyum simpul mendengar pujian dari teman mamanya.
"Makasih Tante" Balas Eve.
"Dih manis banget" Liana semakin gemas dengan Eve.
Melihat sikap Eve yang seperti tidak mengenal Liana, Diona pun menjelaskan pada Eve.
"Kamu lupa sayang, Liana adalah Tante kesayangan kamu. Dulu yang sering kamu panggil bunda " tutur Diona.
Eve bingung, dia tidak mengingat Liana. Bahkan ia merasa baru pertamakali bertemu dengan Liana.
"Maaf Tante, tapi aku gak ingat" cicit Eve tida enak hati.
"Tidak masalah sayang, Tante maklum kok. Kamu terlalu kecil waktu itu. Kira kira 3 atau 4 tahun." Jelas Liana.
Eve mengangguk pelan, ia masih berusaha mengingat Liana. Tapi tetap saja tidak bisa.
Setelah perkenalan itu, Eve merasa bosan mendengar mereka saling membicarakan bisnis masing-masing.
Eve menjadi kesal dengan mama dan papanya. Mereka mengatakan ada hal yang penting untuk di bicarakan. Tapi malah seperti ini. Tahu begini, Eve malas untuk datang.
"Ma, apa yang ingin mama dan papa bicarakan. Kalau tidak ada, aku ingin pamit pulang, besok ada ulangan." Ucap Eve beralasan.
"Dih nak, tunggu sebentar lagi. Kita tunggu seseorang datang dulu yah." Bujuk Diona.
Eve menekuk wajahnya, siapa lagi yang akan di tunggu. Entah acara apa ini, Eve berusaha membaca situasi.
Tidak, matanya membulat besar. Dari analisanya kedua orang tuanya akan menetap di luar negeri untuk mengurus bisnis. Sekarang mereka menunggu seseorang?
Eve menatap mama nya, otaknya mulai menebak seperti yang terjadi di novel novel. Apakah dirinya akan di jodohkan dan menikah muda dengan alasan agar ada yang menjaganya.
"Tidak, aku tidak akan menerima nasib gadis di novel novel itu menimpa hidup ku." Batin Eve.
Eve merasa ia harus pergi dari sana sekarang juga. Sebelum apa yang ia takutkan terjadi. Eve segera berdiri.
"Ma aku-"
Ceklek.
"Maaf aku-"
Eve dan Joe yang sama sama berdiri terdiam dengan tatapan mata bertemu.
Dengan ekspresi terkejut Joe berjalan masuk dan tidak lupa menutup pintu.
"Lo ngapain di sini?" tuding Joe.
"Lo yang ngapain di sini, jangan jangan Lo ngikutin gue huh?" balas Eve tak kalah galak.
"Dih, jangan mimpi deh. Tidur dulu sana!"
Diona dan Liana saling berpandangan, kedua anak mereka sudah saling mengenal, tapi malah dalam hubungan yang buruk.
"Bagaimana ini?" ucap Liana pada Diona dengan isyarat mata. Diona hanya menggeleng pelan,ia juga bingung dengan situasi.
"Bun, ini barang yang bunda minta." ucap Joe.
Mata Eve melebar mendengar panggilan Joe pada teman mamanya.
Oh tidak, seperti nya nasibnya akan sama seperti gadis di novel itu.
"Lo panggil apa sama Tante itu?" tanya Eve memastikan pendengarannya.
"Nak, duduk dulu. Kita bicara baik baik yah" bujuk Alex lembut. Ia yang sejak tadi hanya diam saja melihat tingkah putrinya, akhirnya bertindak.
Eve tidak menurut, ia menepis tangan papanya lalu menatap Liana dan Frans bergantian.
"Maaf om Tante, aku tidak sopan. Tapi, aku harus pergi." Pamit Eve menunduk sopan. Kemudian berbalik ingin keluar dari ruangan itu.
"Tidak Eve, kalian akan menikah!"
Deg.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!