Lautan, Desember 1499.
Sinar matahari sangat terik siang ini. Beberapa burung mati menabrak tiang pancang yang cukup tinggi. Air laut yang menabrak karang terlihat jelas dari kejauhan, dan buih-buihnya yang berwarna kecoklatan mulai melebur dan menghilang begitu saja. Deburan angin berhembus sangat kencang dilautan yang sangat luas.
"Apakah kau masih ingin berlayar Hades?" Tanya Richi pada sang Kapten.
"Aku harus pergi kemana lagi selain berlayar. Kabarnya kau harus pulang." Hades bangkit dari tempat duduknya dan mulai berjalan ke arah pintu.
"Seseorang memintaku kembali."
"Ah, perempuan tua itu memang tidak bisa dibantah."
"Kau yang paling mengenalnya."
"Apakah kau akan menerimanya?"
"Aku hanya akan menerima seseorang yang layak untukku."
"Begitukah?" Hades mengangkat kedua bahunya bersamaan.
Mereka berbincang-bincang diatas sebuah kapal besar yang berhiaskan bendera hitam dengan lambang tengkorak berkibar dimenara atas.
Angin yang berhembus kencang membantu mereka sampai ditempat tujuan dengan cepat.
Beberapa awak kapal berlarian diatas dek dengan membawa tambang yang besar serta peralatan penting lainnya.
Terlihat beberapa awak kapal yang lebih muda mengepel lantai yang basah oleh percikan air laut.
"Cepatlah pak tua, seseorang ingin cepat berlabuh." Kapten Hades tiba digeladak kapal.
"Siap Kapten!!"
Seluruh awak kapal bersorak melihat Kaptennya keluar dari kabin dan bergabung bersama mereka.
"Apakah kau akan terus-menerus meneror pulau-pulau lain?" Richi bertanya dengan santai.
"Aku harus mengambil pajak untuk perempuan tua itu."
"Masih berlanjut hingga kini?"
"Itulah mengapa kau bisa bebas berada di kapalku hingga sekarang."
"Ah, Kau tau Aku punya cukup uang untuk membayarmu."
HAHAHA
"Aku masih bisa bertahan tanpa sepeserpun uang yang keluar dari kantongmu."
"Aku yakin pasti akan memuaskan mu dengan semua uangku."
Kapten Hades hanya menggelengkan kepalanya, tanpa menjawab tawaran Richi.
"Bawalah dia untuk mendampingimu saat didarat nanti."
Kapten Hades menunjuk salah seorang awak kapalnya yang masih muda, dia terlihat sangat bahagia ketika Kapten mempercayakan hal penting itu padanya.
"Aku akan baik-baik saja sendiri."
"Dia akan menuntunmu kembali nanti."
"Ah, baiklah.."
"Jangan lupa sampaikan salam ku pada perempuan tua itu."
"Kau harus mengatakannya sendiri."
Kapal semakin dekat dengan daratan, beberapa awak kapal sibuk menurunkan jangkar yang sangat berat. Semua orang sibuk berlarian, menurunkan layar, mengikat tiang dengan tambang dan pekerjaan sulit lainnya.
Hades hanya memperhatikan dari atas dek dan sesekali memberikan perintah. Richi telah mengganti pakaiannya, dia membawa beberapa lembar kertas dan kain yang telah dipesan.
Padahal perempuan tua itu bisa mendapatkannya dengan mudah, tapi dia lebih memilih Richi yang membawanya.
Ben tidak membawa apapun, dia hanya membawa kantung yang berisi beberapa koin emas. Tidak lupa dia membawa sebotol minuman dan memasukannya kedalam saku celananya sebelum Kapten Hades menyadarinya dan menyuruhnya meletakkan botol itu kembali ketempatnya.
Namun, Kapten Hades adalah seseorang yang tidak bisa dikelabui, dia menghentikan langkah Ben yang terlihat mencurigakan dan terburu-buru.
"Ada apa dengan saku celana yang menggelembung itu?" Semua awak tertawa mendengar peringatan Kapten Hades.
Ben hanya tersenyum dan langsung mengeluarkan botol minuman itu, tidak lupa dia berlutut memohon ampun agar tetap dibiarkan mendampingi Richi.
"Pergilah, jangan buat masalah." Ben tidak ragu, dia menciumi sepatu Boots Kapten hingga basah oleh air liur.
"Menjijikan." Semua awak kembali tertawa melihat tingkah Ben yang terlihat seperti anjing.
Richi hanya tertawa menyaksikan tingkah seluruh awak kapal. Dia akan kembali ke kapal dalam beberapa Minggu, karena harus menyelesaikan beberapa urusan didaratan.
Laju kapal melambat, semua orang berhenti bekerja dan mengucapkan salam perpisahan pada Richi. Ben tersenyum bahagia ketika menginjakan kakinya didaratan.
Kapten Hades terus mengawasi tingkah Ben, dia khawatir awaknya itu akan membuat keributan.
Notes: Berlatarkan Abad pertengahan dan kerajaan. Dimana masih terdapat banyak perompak yang menguasai lautan.
Roseland, Desember 1499.
Sore itu sinar matahari terasa begitu hangat. Sofia masih sibuk melukis diatas kanvas, diberanda kamarnya yang menghadap Danau Ble yang berwarna biru, sama seperti namanya.
Angin sepoi-sepoi terus menerbangkan rambut Sofia kesana-kemari, dengan enggan Sofia menggulungnya keatas dengan bantuan salah satu kuasnya yang masih bersih.
Sofia telah seharian berada diberandanya. Dia melukis Danau Ble dengan banyak burung bangau dan bunga teratai diatasnya.
Sofia terus menghapus dan menambah beberapa warna lagi diatas kanvasnya. Namun dia selalu merasa ada yang kurang saat menatap kanvasnya yang terlihat begitu sempurna dengan lukisan danau diatasnya.
"Danaunya terlihat buruk."
"Ah.."
"Aku akan melukis gunung lain kali."
Setelah bosan, Sofia menjatuhkan tubuhnya diatas bantal besar yang cukup tebal. Dia meluruskan kaki dan punggungnya yang pegal karena terlalu lama duduk diam saat melukis.
Hari yang sama seperti sebelumnya. Tidak ada satupun kejadian yang menarik perhatiannya, selain melukis Danau Ble yang indah.
Sofia Esmeralda adalah putri dari seorang Marquess Jasper di Roseland. Kedudukan Marquess Jasper cukup tinggi di ibukota, sehingga kehidupan Sofia selalu terjamin.
Meskipun terlahir dari keluarga yang sudah kaya, Sofia tidak pernah menghambur-hamburkan kekayaan yang dimiliki oleh keluarganya. Dia enggan untuk memakai uang secara berlebihan.
Tahun ini Sofia berusia 17 tahun. Seharusnya dia melakukan debutante pada tahun lalu saat usianya genap 16 tahun. Namun, Sofia enggan menghadiri pesta tersebut. Dia tidak suka bergaul dengan orang yang tidak dia kenal, sehingga Jasper, ayahnya merasa khawatir anaknya akan di sisihkan dari pergaulan kelas atas.
Pesta debutante selanjutnya akan diadakan beberapa hari lagi. Tepatnya pada hari ulang tahun Ratu Roseland 8 Desember pada Jumat malam mendatang.
Jasper terus-menerus meminta Sofia agar hadir dipesta debutante malam Jumat nanti. Namun, seperti yang sudah-sudah, Sofia terus menolak dengan alasan tidak nyaman bertemu dengan orang asing.
Sehingga Ayahnya harus memutar otak agar anaknya mau menghadiri pesta nanti.
Tok
Tok
Tok
"Nona, Tuan Jasper menunggu Anda diruang baca.."
Seorang pelayan wanita yang bernama Elie mengetuk pintu.
Sofia menghembuskan nafasnya dengan berat. Dia sudah menduga Ayahnya akan terus membujuknya perihal pesta debutante nanti.
Dengan enggan, Dia bangun dari tidurnya dan berjalan keluar dari kamarnya dengan langkah yang gontai. Kakinya terasa sangat berat sekali untuk diajak berjalan.
Ruang baca terletak dilantai atas, dengan jendela-jendela yang tinggi dan besar serta kubah yang berbentuk bulat dengan ornamen emas dan silver. Ruangan yang penuh dengan buku-buku favorit Sofia. Dari bacaan ringan sampai bacaan berat.
Meskipun Sofia adalah seorang bangsawan, namun pada masa ini perempuan tidak diperkenankan untuk sekolah. Sehingga Sofia hanya bisa belajar sendiri diruang baca rumahnya. Hampir semua buku diruangan ini telah dibaca oleh Sofia. Dia mengetahui seluruh isi buku bahkan jika seseorang hanya menyebutkan judulnya.
Baru kali ini Dia enggan melangkahkan kaki ketempat favoritnya itu. Rasa malas mulai menggerogoti kakinya dan memaksanya untuk berhenti berjalan dan kembali ke dalam kamarnya.
"Haruskah Aku masuk?"
"Tidak bisakah Ayah menyerah saja perihal debutante ini?"
"Argh...!!"
Sofia masuk dengan perlahan, terlihat punggung Ayahnya yang tidak setegap dulu dari kejauhan.
"Ayah.." Sofia berjalan mendekat kearah kursi yang diduduki Ayahnya.
Ayahnya terlihat murung, tidak terlihat semangat yang selalu terpancar di wajahnya. Saat ini Jasper terlihat lelah.
"Ayah.."
"Ada apa?"
"Apa kau sakit?"
Sofia selalu berubah menjadi sensitif ketika melihat orang lain sakit. Terlebih jika Ayahnya, satu-satunya keluarga yang dia miliki. Bukannya tanpa alasan, Sofia sudah tidak memiliki seorang Ibu. Rossie, Ibunya telah meninggalkannya dan Ayahnya bertahun-tahun yang lalu. Tanpa alasan apapun.
Jasper menggelengkan kepalanya. Dia memang tidak sedang sakit, Jasper hanya sedang frustasi dan bingung.
"Ayah.."
"Apakah ini semua menyangkut debutante?" Sofia memberanikan diri bertanya.
Jasper terkejut mendengar perkataan Sofia. Dia tidak menyangka Sofia akan tergerak untuk menanyakan perihal debutante yang selalu dihindarinya.
"Sebenarnya, bukan."
"Lalu, mengenai apakah semua ini?"
Jasper menimbang-nimbang, haruskah dia mengatakan yang sebenarnya, ataukah tidak.
"Kau ingin mendengar kabar baik atau kabar buruk?" Jasper ingin mendengar pendapat Sofia.
"Aku tidak tau, mengapa semua ini perlu pendapatku?"
"Karena..
"Kau yang akan menjalaninya."
"Aku tidak begitu mengerti Ayah."
"Tapi, baiklah.."
"Berikan aku kabar buruk."
"Kau harus bersiap." Jasper memandang putrinya dengan bersungguh-sungguh.
"Kau akan menikah."
Seperti mendengar petir saat musim panas, Sofia begitu terkejut mendengar pengakuan Ayahnya, sampai dia tidak sengaja menjatuhkan kipas yang dia bawa sejak tadi.
Sofia mencoba tenang, dia tidak ingin Ayahnya menyadari keterkejutannya saat mendengar kabar buruk tersebut.
"Baiklah.."
"Baiklah.."
"Jadi, apa kabar baiknya?"
Sofia semakin penasaran dengan kabar yang lainnya.
"Kabar baiknya.."
"Kau akan menikah."
"Apa?"
"Sejak kapan kabar buruk dan kabar baik menjadi satu hal yang sama?!" Sofia tidak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya sekarang.
"Tergantung dari sudut pandang yang mana."
"Ayolah Ayah.."
"Kau pun tau, Aku tak pernah memikirkan hal itu sedikitpun."
"Aku hanya ingin tinggal disini bersamamu."
"Ah lebih baik Aku menjadi biarawati saja dikota." Sofia cemberut dan membuang mukanya.
"Sofia.."
"Kau tidak bisa seperti itu."
"Aku tidak bisa menolak permintaan ini."
"Ayah, Aku tidak mau menikah dengan seseorang yang tidak Aku cintai."
"Dan lagi pula, Aku tidak mencintai orang lain selain dirimu."
Namun, Jasper tidak mengatakan apapun setelah mendengar ucapan Sofia.
Sofia semakin bingung dengan tingkah Ayah nya. Jasper tidak pernah seperti ini sekalipun, terkecuali saat Ibunya dulu pergi meninggalkannya entah kemana.
"Ayah baik-baik saja Sofia."
"Kau bisa menolak perjodohan ini, jika Kau tidak ingin melakukannya." Jasper tidak mengatakan apapun, dia hanya tersenyum setulus mungkin.
"Baiklah jika memang begitu."
"Aku akan berlari dipekarangan, panggil saja kapanpun jika Kau bosan Ayah." Sofia mengecup pipi Jasper lalu pergi menuju kamarnya untuk mengganti pakaian.
Setelah selesai berganti pakaian, Sofia berjalan ke arah halaman belakang rumahnya, lalu mulai berlari seperti biasanya. Berlari membuatnya kembali bersemangat, dia dapat melupakan semua masalah yang terjadi. Seolah-olah semua beban terhempas begitu saja saat dia berlari dengan kencang.
"Nona.."
"Anda sudah berlari cukup lama.." Elie berjalan kearahnya sambil membawa handuk dan sebotol air minum.
"Benarkah?"
"Rasanya baru sebentar, Aku tidak tau sudah selama itu."
Kakinya terasa begitu pegal ketika dia tiba-tiba berhenti berlari. Sofia mengambil handuk dan botol air minum yang dibawa oleh Elie. Dia mengelap keringat yang mengalir didahinya, kemudian menengguk habis semua air didalam botol.
Terdengar suara derap langkah yang begitu cepat mendekat ke arah Sofia.
"Nona.."
"Nona...." Seorang kusir kereta kuda berlari cukup kencang.
"Ada apa Ron? Mengapa kau berlari seperti itu?"
"Ada orang yang mengobrak-abrik rumah, Nona.." Ron terdengar sangat khawatir dan bingung.
"Apa?"
"Bagaimana mungkin?"
"Saya tidak tau Nona.."
"Dimana Ayah?"
"Tuan Marquess ada didalam Nona.."
"Baiklah, kita temui Ayah."
Sofia bergegas masuk kedalam rumah. Dia melihat beberapa orang asing sedang mengambil barang-barang berharga didalam rumahnya.
"Ayah.."
"Ada apa ini?" Sofia berlari ke arah Jasper dengan cepat.
"Tidak apa-apa sayang.."
"Mereka hanya melakukan hal yang sewajarnya."
"Apa maksudnya?"
"Kau tau kebun anggur yang kita miliki?"
"Tentu saja Ayah.."
"Kita telah jatuh bangkrut anakku."
"Kebun anggur kita, tidak ada yang berbuah tahun ini."
"Kita tidak dapat panen."
"Mengapa kau tidak mengatakannya kepadaku?"
"Aku ingat telah mengatakan, bahwa kau akan menikah."
"Apakah Kau menjualku Ayah?"
"Bukan seperti itu."
"Aku hanya ingin kau berkecukupan dan hidup bahagia tanpa memikirkan uang."
Keluarga Marquess Jasper di Roseland terkenal dengan perkebunan anggur dan hasil panen anggurnya yang melimpah. Mereka tidak mempunyai saingan karena telah dikontrak langsung oleh kerajaan. Kebun anggurnya sangat luas sekali bahkan sama seperti luas Roseland itu sendiri. Mereka mempunyai pabrik Rum dan berbagai macam olahan anggur lainnya.
"Oh Ayah..."
"Aku tidak membutuhkan semua itu.."
"Percayalah.."
"Aku tau anakku.."
"Salahkah jika seorang Ayah sepertiku ingin anaknya bahagia?"
"Tidak begitu Ayah.."
"Maafkan Aku.."
"Lihatlah semua jernih payah yang Kau lakukan sampai saat ini.."
"Mereka mengambilnya dengan begitu mudah."
"Tidak apa-apa Sofia.."
"Asal Kau bahagia.."
Sofia tidak bisa menahan tangisnya, dia memeluk Ayahnya dengan erat.
Sofia yang paling tahu bahwa Ayahnya adalah seorang pekerja keras. Ayahnya sangat jujur, dia tidak pernah mengambil lebih sedikitpun uang dari hasil panen untuk dirinya sendiri. Dia selalu membagi rata dengan seluruh pegawainya.
"Baiklah Ayah.."
"Aku akan melakukan debutante Jumat malam nanti."
Jasper begitu terkejut mendengar ucapan Sofia.
"Benarkah?'
"Kau sudah berjanji Sofia."
"Benar Ayah, aku akan menghadirinya."
"Ah, sebelum Aku lupa.."
"Calon suamimu akan berada disana."
"Apa?!"
Notes :
*Debutante Ball merupakan sebuah pesta dansa megah yang awalnya diselenggarakan oleh kaum bangsawan. Dahulu, inti pesta dansa ini adalah memperkenalkan para Debutant, yaitu wanita yang mulai beranjak dewasa. Supaya, mereka dikenal dan bisa mendapatkan jodoh dari sesama kalangan atas. Hingga kini, Debutante Ball masih berlangsung di beberapa negara, dengan gaya dan tujuan yang beragam.
*Marquess adalah sebuah gelar kebangsawanan. Lebih tinggi dari Earl dan Count. Terapi Marquess berada di bawah Duke. Sedangkan Duke berada di bawah Ratu. Ratu adalah gelar tertinggi di Negara Roseland.
Ibu kota Roseland, Desember 1499.
Sofia kesal sekali hari ini. Tidak ada yang berjalan seperti biasanya. Padahal dia muak dengan kesehariannya yang monoton sama seperti papan catur yang berwarna hitam dan putih kesukaan Jasper, Ayahnya.
Pagi ini dia dipaksa Ayahnya membeli gaun untuk dipakai debutante Jumat malam. Konon katanya semua gaun termahal sudah habis diborong oleh lady-lady dari keluarga kaya. Namun, Ayahnya bersikeras agar Sofia membeli satu saja gaun termahal dan termewah yang ada disana.
"Bagaimana mungkin aku akan mendapatkan Gaun yang bagus saat ini?" Sofia bergumam kesal.
Elie sudah membuntutinya sejak Dia masih tidur nyenyak dikamarnya. Elie memaksa ingin ikut, karena khawatir Nona mudanya pulang tanpa membeli satupun Gaun untuk dipakai.
"Nona.."
"Nona Sofi.."
"Sepertinya dibutik itu tidak ada orang."
Elie menunjuk salah satu butik yang berada dipojokan, karena Sofia terus-menerus menolak masuk kedalam butik dengan alasan penuh sesak.
Sofia melihat arah telunjuk Elie, benar saja butik itu kosong tanpa ada satupun pelanggan. Mau tidak mau Sofia berjalan ke dalam butik dengan langkah yang malas.
"Selamat datang Nona.."
"Adakah Gaun yang Anda inginkan?"
Salah satu pelayan butik menghampiri Sofia dengan sopan, dia tidak banyak bertanya karena tidak ingin pelanggan merasa terganggu saat sedang memilih.
"Nona.."
"Anda menyukai Gaun ini?" Elie membawa sebuah gaun berwarna nude yang sangat cantik, dengan potongan atas rendah sehingga akan memperlihatkan payudara Sofia yang cantik dan indah.
Sofia menatap gaun itu dengan teliti, gaunnya tidak terlalu besar dan akan menempel dengan pas ditubuhnya. Dia menyukainya, Elie memang sangat tau sekali dengan kesukaan Sofia. Sofia menyukai hal-hal yang simpel dan sederhana.
"Nona kami ingin membelinya." Elie menyerahkan gaun itu pada pelayan butik.
"Saya akan membungkusnya dengan rapih." Pelayan tersenyum dengan ramah, lalu meninggalkan Elie dan Sofia.
Setelah selesai membeli gaun. Sofia ingin langsung cepat pulang, dia sudah tidak nyaman berkeliling lagi.
"Elie, kita sudah membeli gaun. Sebaiknya kita pulang."
"Nona.. anda belum membeli perhiasan, sebaiknya kita mampir dulu ditoko perhia.."
"Oke, oke.."
"Mari kita pergi."
Elie tersenyum senang melihat Sofia kembali bersemangat.
Dengan cepat, Elie menemukan toko perhiasan terdekat. Sofia masuk dengan cepat tanpa mengeluh, padahal didalam toko sedang banyak pelanggan.
"Ah.."
"Lady Sofia.." Seorang perempuan dengan pakaian yang ketat menyapa Sofia dari belakang.
Sofia menoleh dengan cepat.
"Lady Amber.." Sofia mencoba tersenyum setulus mungkin.
Lady Amber terkenal suka bergosip dimanapun dia berada. Saking terkenalnya, Sofia yang bahkan tidak pernah keluar rumah tau tentang gosip yang disebarkannya. Dia sering mendengarkan pelayan membicarakannya.
"Lama sekali kita tidak berjumpa Lady Sofi.."
"AH.."
"Saya mendengar bahwa Anda akan menikah?"
"Apakah dengan salah satu Duke yang sudah berumur itu?"
"Saya mendengar usianya sudah mencapai kepala empat."
Lady Amber terus saja berbicara tanpa mempedulikan perasaan Sofia yang sedang kesal.
"Ah benarkah?"
"Sepertinya memang begitu Lady Amber."
"Astaga.."
"Apakah Anda tidak keberatan?"
"Nona.."
"Saya sudah membeli perhiasannya." Untungnya Elie menyela pembicaraan mereka.
"Terimakasih Elie.."
"Lady Amber, permisi.." Sofia tersenyum dan berjalan meninggalkan Lady Amber yang masih terus ingin berbincang dengannya.
"Astaga Elie..."
"Terimakasih kau telah menyelamatkanku.." Sofia memeluk Elie dengan erat.
Elie hanya tertawa melihat tingkah Nona mudanya.
"Elie, apakah Duke itu benar-benar tua?" Sofia menjadi penasaran setelah mendengarkan Lady Amber.
"Saya tidak tau Nona.."
"Sungguh.."
"Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak Aku cintai Elie.."
"Aku tidak ingin seperti Ayah dan Ibu.." Sofia melihat keatas, dia memandang langit yang berwarna biru.
"Anda akan menikah dengan seseorang yang Anda cintai Nona." Elie menggenggam tangan Sofia dengan erat.
"Ah, saya membeli ini untuk Anda." Elie menyerahkan sesuatu yang dibungkus kain putih pada Sofia.
Sofia membukanya, kemudian memutar-mutar benda tersebut.
"Sebuah topeng?" Sofia bingung dengan topeng yang sedang dipegangnya.
"Betul Nona, tema debutante Jumat malam nanti adalah pesta topeng. Saya mendengarnya dari pembeli perhiasan ditoko tadi."
"Aaah, Elie..."
"Kau memang luar biasa!!"
"Tentu saja Nona!!" Elie menepuk-nepuk dadanya dengan kencang.
Mereka menghabiskan siang itu berjalan-jalan dengan santai menyusuri kota. Saat hendak pulang, Sofia memutuskan untuk berkeliling terlebih dahulu ditaman kota dekat pertokoan.
"Elie, bisakah kita duduk sebentar ditempat itu." Sofia menunjuk kursi yang terletak sedikit pojok.
"Ah, tempat itu sedikit gelap Nona."
"Bagaimana jika seseorang mendadak muncul disana."
"Saya khawatir dengan Anda."
"Aku akan baik-baik saja."
"Ayolah, sebentar saja."
Tidak ada seorangpun yang dapat menentang keinginan Sofia, apalagi pelayan seperti Elie, dia hanya dapat menundukkan kepala dan pergi melihat tempat itu lebih dulu, karena takut akan terjadi sesuatu pada Nona mudanya itu.
"Nona, sepertinya akan baik-baik saja sekarang."
Sofia berjalan dengan riang kearah Elie, kemudian melepaskan sepatu hak tingginya dengan raut wajah bahagia.
"Sungguh sepatu yang sial." Sofia melempar asal sepatunya.
"Nona, bagaimana jika seseorang melihat anda.." Elie melihat berkeliling dan berjaga, dia tidak ingin seseorang melihat tingkah Nona mudanya yang tidak seperti Lady pada umumnya.
"Tidak apa-apa Elie, tidak ada yang tahu siapa aku."
Dari sudut yang gelap terdengar suara-suara yang mencurigakan.
Tiba-tiba keluar seseorang yang menggenggam sebuah pisau ditangannya.
Elie yang melihat langsung berteriak, sedangkan Sofia diam karena terkejut mendengar teriakan Elie yang sangat nyaring.
"Jangan berisik!!!"
"Atau Aku akan melukai Lady ini." Orang asing itu menunjuk ke arah Sofia yang masih terkejut dan tidak mengerti situasi.
"Tuan, tolong jangan lukai Nona ini."
"Saya mohon." Elie bersujud memohon agar Sofia tidak dilukai.
Setalah sadar Sofia menoleh kebelakang dan melihat lelaki asing itu. Dia mengenakan tutup kepala berwarna hitam, dan berpakaian seperti seorang penjahat, tangan kanannya memegang pisau yang sangat tajam, Sofia dapat melihat kilau dipisaunya.
"Elie, berdirilah."
"Jangan seperti itu." Sofia menatap Elie yang ketakutan.
"Tidak Nona, Saya tidak ingin Anda terluka."
"Aku baik-baik saja, berdirilah."
Sejak kecil Sofia sudah dilatih bela diri, meskipun tidak lama, namun dia mengetahui hal-hal dasar yang harus dilakukan jika berhadapan dengan bahaya.
"Mundurlah.." Elie mundur beberapa langkah setelah Sofia memberikan perintah.
"Nona, jangan bertingkah!"
"Aku tau apa yang wanita seperti kalian lakukan, kalian hanya minum teh dan menonton Opera." Lelaki asing itu tertawa terbahak-bahak.
"Ah, Aku bukan salah-satu dari mereka, sayang sekali."
Lelaki asing itu mendekat, dia mengacung-acungkan pisaunya ke arah wajah Sofia, dengan cepat Sofia menendang pisau itu keatas, lelaki itu sangat terkejut melihat aksi Sofia.
Dari kejauhan seorang pria mengamati semua hal yang dilakukan oleh Sofia. Lalu dia datang dengan cepat saat pria asing itu hendak mendorong Sofia.
"Ben, hentikan." Sebuah suara yang berat mengejutkan lelaki yang menyerang Sofia.
Lelaki itu berperawakan tinggi, dengan warna kulit kecoklatan dan warna rambut yang terbakar matahari. Lelaki berhidung mancung, dengan bibir kecil yang seksi, bahkan warna matanya sebiru safir yang mengingatkan Sofia pada warna danau Ble.
Dia memakai pakaian yang aneh yang terlihat seperti rompi kulit dan kemeja berwarna gading dilengkapi dengan celana ketat yang memperlihatkan seluruh lekuk pahanya yang berotot dan sepatu bot selutut berwarna coklat gelap terpasang indah dikakinya.
Sungguh visual yang tidak bisa dilupakan begitu saja, Sofia mengerjapkan matanya berkali-kali agar tersadar dan kembali pada kenyataan.
"Richi!!"
"Kau kembali!!!" Ben berlari kearah lelaki yang disebutnya sebagai Richi dan memeluknya dengan erat.
"Maafkan teman saya Nona muda, sebaiknya anda kembali sekarang." Richi membawa Ben dan berjalan menjauh dari tempat itu.
Sofia yang masih terkejut hanya berdiri diam dan terus memandangi punggung Richi yang perlahan menjauh.
"Nona.."
"Nona..!!"
"Sadarlah.."
"Apakah Anda terluka?" Elie menggoyangkan tubuh Sofia beberapa kali sambil memeriksa apakah ada yang terluka.
"Ah.."
"Dimana pria aneh itu?"
"Pria tampan tadi membawanya Nona."
"Begitukah?"
"Mari kita kembali Nona."
Notes:
Lady adalah panggilan untuk perempuan bangsawan yang belum menikah. Biasanya panggilan Lady hanya terjadi diantara mereka saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!