NovelToon NovelToon

JANGAN KELUAR MAGRIB

Bab 1

Pagi ini Lintang akan pulang ke kampungnnya setelah 2 tahun tidak pulang karena bekerja sebagai baby sitter di jakarta, hari ini ia memutuskan untuk pulang kampung karena sudah habis masa kontraknya.

Setelah lulus sekolah, Lintang memutuskan untuk bekerja dan uang nya ia tabung untuk ia gunakan mendaftar kuliah. Orang tuanya bukan orang berada jadi untuk kuliah Lintang memutuskan mencari uang sendiri.

Setelah perjalanan berjam-jam menuju kampung halamannya, akhirnya Lintang sampai di gapura yang bertuliskan “selamat datang di kampung Sedap Malam”. Lintang melihat jam di tangannya yang menunjukkan pukul 5 sore.

Ia tersenyum menatap gapura tanah kelahirannya, ia sudah tidak sabar bertemu dengan kedua orang tuanya. Lintang menyusuri jalan setapak untuk menuju rumahnya. Ada yang berbeda di kampungnya saat ini ketika ia baru memasuki gapura, ia merasakan suasana yang amat dingin dan mencekam.

“Ini baru pukul 5, kemana semua orang. Kenapa aku sama sekali tidak melihat orang berlalu lalang disini.” Gumam Lintang pelan, ia celingukan kesana kemari berharap bertemu dengan salah satu tetangganya. Namun sampai ia berjalan lima ratus meter Lintang tak juga bertemu dengan satu orang pun.

Untuk menuju rumahnya, masih harus berjalan sekitar dua ratus meter lagi. Di kampungnya memang masih sangat minim kendaraan bermotor, hanya lurah saja yang memiliki motor, dan ada satu mobil Van di kantor lurah yang biasa di gunakan untuk keperluan warga menuju rumah sakit jika ada warga yang sakit.

“Sebenarnya kemana semua orang, ini baru pukul lima lewat kenapa sangat sepi.” Lintang bermonolog dengan menenteng tas berisi pakaian miliknya. Cuaca sudah mulai gelap meskipun hari baru jam 5 lewat 15 menit, terpaan angin menerbangkan rambutnya dan membuat bulu kuduk Lintang merinding.

Karena tak ingin berpikir macam-macam, Lintang memutuskan untuk berjalan dengan sedikit berlari menuju rumah nya. Saat sedang berjalan Lintang di kejutkan dengan kedatangan seorang pria yang berjalan kearah nya. Pria jangkung dengan pakaian serba hitam menghampirinya dan tersenyum.

“Hei, berani sekali kau berada diluar rumah jam segini!” ucap pria tersebut dan membuat Lintang merasa heran.

“Apa maksudmu bicara seperti itu? Aku baru pulang dari kota, dan kemana semua orang?” tanya Lintang pada pria itu.

“Owh, jadi kau baru pulang dari kota, sepertinya kau tidak tau mengenai hal yang terjadi di kampung ini ya?” Lintang menggelengkan kepalanya, ia semakin dibuat penasaran oleh apa yang terjadi di kampungnya. “Memangnya apa yang terjadi?” tanya Lintang.

“Begini, di kampung ini saat ini sedang tidak aman karena, ,”

Wuuuussshhh.

Wuuusshhhhh

Wuuusshhhhh.

Saat pria itu akan menjelaskan, tiba-tiba angin berhembus sangat kencang dan mengeluarkan bau bangkai hingga membuat Lintang ingin muntah, sesaat kemudian tercium aroma melati yang sangat menusuk hidung.

Pemuda itu menarik tangan Lintang dan membawanya masuk ke salah satu rumah.

“Hei, apa-apaan kau ini!” Triak Lintang dan melepaskan tangannya dengan kasar.

“Maaf, aku akan menjelaskannya nanti. Sekarang kita bersembunyi dulu di rumahku.” Ucap pria itu dan mengunci pintu rumahnya juga menutup semua gorden jendela.

Lintang sangat penasaran dengan apa yang terjadi, banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.

“Kau duduk dulu ya, aku ambilkan minum dulu.” Pria itu membawa Lintang untuk duduk di kursi dan menuju ke dapur untuk mengambil minum.

Lintang melihat kondisi rumah yang terbuat dari bilik bambu dan lantai tanah tersebut, tidak memilki pajangan apapun hanya sebuah lukisan seorang wanita cantik berambut panjang yang tengah hamil besar sedang duduk di atas buaian dengan senyum mengembang.

“Ini, diminum dulu airnya.” Ucap pria itu yang tiba-tiba sudah kembali dan meletakkan segelas air putih diatas meja bambu.

Lintang mengambil segelas air putih itu dan menenggaknya hingga tandas.

“Terimakasih!” ucap Lintang.

Pria itu duduk di kursi bambu sebelah Lintang. Ia tersenyum memandangi Lintang. “Sebenarnya kau ini mau kemana?” tanya pria tersebut.

“Emm, aku ingin pulang ke rumah orang tuaku.”

“Siapa orang tuamu? Mana tau aku kenal!”

“Pak Surya dan Bu Darmi.” Jawab Lintang.

Mendengar jawaban Lintang pria itu tersenyum dan mengangguk.

“Kau mengenalnya?” Tanya Lintang penasaran.

“Ya,” Jawab pria itu mengubah posisinya menjadi condong kehadapan Lintang. Lintang tersenyum senang mendengar jawaban pria itu.

“Aku baru saja pulang dari rumah orang tuamu.” Jawabnya lagi.

“Benarkah, kalau begitu antarkan aku pulang ke rumah orang tuaku, aku sangat rindu pada mereka.” Pinta Lintang sembari berdiri dan mengambil tasnya. Pria itu tersenyum dan menyandarkan tubuhnya dikursi.

“Tidak bisa, lebih baik malam ini kau menginap di rumahku.” Ucapnya santai. Mendengar jawaban pria itu Lintang sangat kesal.

“Mana boleh, aku tidak ingin di grebek karena menginap di rumah seorang pria.”

“Ha ha ha, mana mungkin warga berani keluar rumah untuk menggerebek kita, sebelum mereka menggerebek kita, mereka akan terlebih dahulu bertemu dengan Seruni dan menjadi korban selanjutnya.” Jawab pria itu.

Mendengar penjelasan pria itu, Lintang kembali duduk dan meminta penjelasan.

“Apa maksud perkataan mu itu, coba jelaskan padaku.” Ucap Lintang dengan nada tegas. Pria itu menarik sebelah sudut bibirnya.

“Baiklah, aku akan menjelaskan. Tapi sebelumnya kita kenalan dulu. Siapa namamu?” pria itu mengulurkan tangannya pada Lintang. Lintang menerima uluran tangan pria itu. “Lintang.” Jawab Lintang singkat lalu kembali menarik tangannya namun pria itu menahannya. “Kau tidak ingin tau siapa namaku?” tanya pria itu.

Lintang menghela nafasnya kasar. “Baiklah, siapa namamu?” tanya Lintang dengan nada ketus.

“Panggil aku Doni.” Ucapnya lalu melepaskan tangan Lintang.

“Jadi, tolong jelaskan sekarang apa yang terjadi pada kampung ini?” desak Lintang. Doni mengubah posisi duduknya menjadi tegap dengan wajah serius ia mulai menjelaskan pada Lintang.

“Bagaimana pastinya aku tidak tau, tapi beberapa bulan lalu terjadi kasus pembunuhan oleh seorang wanita hamil, wanita itu di temukan dalam kondisi yang mengenaskan, janin di dalam perutnya menghilang dan kondisi perutnya sudah hancur seperti di cabik oleh benda tajam. Setelah beberapa Minggu kemudian kampung ini mulai terjadi teror terutama saat surup seperti saat ini hingga menjelang subuh.

Mendengar penjelasan Doni, Lintang mengerut keningnya. Padahal orang tuanya tidak pernah mengatakan apapun selama ini jika mereka berteleponan.

"Omong kosong, kau hanya membodohiku bukan?" Ucap Lintang kesal. Ia tidak percaya dengan cerita yang Doni katakan, bisa saja itu hanya akal-akalan Doni saja agar ia menginap dirumahnya.

Mendengar perkataan Lintang Doni terkekeh. "Ha ha ha, Untuk apa aku membodohi mu. Kau pikir aku sangat ingin menahanmu disini, kau pikir secantik apa wajahmu hingga aku harus menahanmu disini."

Bab 2

Lintang terdiam karena merasa tersinggung dengan perkataan Doni. melihat Lintang yang kesal Doni segera meminta maaf.

"Maaf ya, aku tidak bermaksud menyinggung mu. Kau cantik kok, hanya saja aku ingin mengatakan jika kampung kita sedang di teror saat ini." Kata Doni kembali menjelaskan

"Teror yang bagaimana maksudmu?” Tanya Lintang penasaran.

“Ketika memasuki waktu surup, akan ada arwah dari wanita hamil bernama Seruni itu akan berkeliaran mencari anaknya. Jika ia mendengar suara atau melihat warga yang masih berkeliaran di luar rumah ia akan membunuh orang tersebut. Maka dari itu setelah pukul 4 sore semua warga baik tua maupun muda akan masuk ke dalam rumah dan tidak membiarkan anggota keluarga mereka keluar rumah sampai besok subuh.” Jelasnya.

“Nggak masuk akal.” Sela Lintang tak percaya seraya menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak memaksamu untuk mempercainya perkataanku. Tapi apa salahnya kau mendengarkan ku.” Ucap pria tersebut.

“Itu hanya akal-akalan mu saja agar bisa menahanku ku disini bukan, sudah lah, sebaiknya aku pulang sekarang, lagi pula magrib masih 10 menit lagi.” bantah Lintang lalu berdiri dan mengambil tasnya. Pria itu menahan Lintang agar tidak keluar, karena takut Lintang bertemu dengan Seruni.

“Hei, kau mau mati ya.” Seru Doni dan menahan tangan Lintang yang akan membuka kunci pintu. Lintang menatap tajam Doni.

“Hidup dan mati seseorang itu berada di tangan Tuhan, bukan di tangan Seruni. Jadi minggir, biarkan aku keluar.” Lintang mendorong tubuh Doni dengan tangannya namun tak bergeser sedikitpun tenaganya kalah dengan Doni.

“Oke, aku akan membiarkan mu keluar tapi dengarkan perkataan ku satu ini, setelah kau mendengar nya terserah padamu ingin bermalam disini atau pulang. Dengar ya, jika kau berada di jalan saat ini dan bertemu dengan Seruni meskipun kau meminta bantuan dengan menggedor pintu rumah warga, mereka tidak akan pernah mau membukanya, mereka tidak menerima tamu saat surup hingga besok subuh. Apapun yang terjadi padamu nanti mereka tidak akan menolongmu meskipun kau mati di bunuh oleh Seruni, mereka akan mengurus jenazah mu setelah kau menjadi bangkai besok paginya.” Jelas Doni dengan tegas. Mendengar penjelasan Doni Lintang sedikit ngeri, namun ego nya yang sangat besar menghilangkan rasa takutnya.

“Aku tidak takut, sebelum Seruni itu membunuhku, aku yang terlebih dulu membakarnya.” Ketus Lintang lalu membuka kunci pintu dan keluar. Doni menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu dan menyilangkan tangannya di perut. “Pergilah sana, aku ingin melihat seberani apa kau menghadapi kematian di depanmu, lihat wanita di atas buaian itu.” tangan Doni menunjuk kearah depan.

Lintang terpaku menatap jalanan di depan rumah Doni yang sudah gelap, ia melihat seorang wanita berpakaian putih yang penuh dengan darah sedang bermain buaian yang berada di pohon jambu. Wanita itu tak menampakkan kakinya. Tubuh Lintang membeku ketika wanita yang berada di buaian itu menatapnya. Seumur hidupnya, baru kali ini Lintang melihat yang namanya setan. Wanita itu berwajah dingin dan pucat. Kelopak mata yang bolong membuat tubuh Lintang gemetar melihatnya. Netranya melihat jika wanita itu berdiri dari buaian namun Lintang tak melihat kakinya menapak diatas tanah, saat wanita misterius itu berjalan kearahnya tubuhnya semakin gemetar. Dengan sigap Doni menarik tubuh Lintang kembali masuk kedalam rumahnya dan mengunci pintunya. Doni membaca sesuatu dari bibirnya lalu membawa Lintang kedalam kamarnya. Ia menyelimuti Lintang karena tubuh Lintang sangat dingin dan gemetar hebat.

Doni mengambil air putih dari dapur dan membacakan sesuatu lalu meminumkannya pada Lintang.

“Ayo diminum dulu biar tenang. Kau tenang saja, dia tidak bisa masuk ke dalam rumah jika pintu dalam keadaan terkunci.” Ucap Doni menenangkan Lintang. Setelah Lintang tenang, Doni membalurkan minyak angin pada kaki dan tangan Lintang.

Entah apa yang Lintang pikirkan saat ini, dirinya belum pernah merasakan takut yang seperti ini. Ia benar-benar menyesal karena tidak mendengarkan perkataan Doni. Lintang menangis karena sangat takut, ia tidak bisa menghilangkan sosok menyeramkan yang ia lihat barusan.

Doni yang sedang menggosok kaki Lintang dengan minyak angin terkejut melihat Lintang menangis tanpa suara dengan tubuh yang gemetar.

“Hei, kenapa menangis. Sudah aku katakan dia tidak akan bisa masuk ke dalam rumah ini.” Doni menggenggam tangan Lintang yang berkeringat. Karena tubuh Lintang semakin gemetar Doni menyelimuti tubuh Lintang dan memeluknya.

Doni merapalkan sesuatu dari bibirnya hingga beberapa saat kemudian Lintang tertidur. Setelah Lintang tidur Doni melepaskan pelukannya dari tubuh Lintang, ia membelai pipi Lintang yang putih mulus.

“Kau mengingatkanku pada seseorang Lintang.” Gumam Doni pelan. Doni meninggalkan Lintang di dalam kamar dan menutup pintunya, ia menuju kamar yang berada di sebelah.

Sebuah kamar yang lebih kecil dari kamar yang di tempati Lintang, dikamar itu hanya ada sebuah meja dan kursi untuk meletakkan sajadah dan Al-Qur’an. Doni duduk di atas tikar dengan bersila dan merapalkan sesuatu dari bibirnya dengan mata terpejam.

.

Esok paginya sekitar pukul 6 Lintang bangun dari tidurnya, ia sudah tidak ketakutan lagi seperti semalam. Itu karena Doni telah membacakan sesuatu sebelum Lintang tidur, ia membuat Lintang agar tidak takut namun tidak membuat Lintang melupakannya, ia tidak ingin Lintang kembali mengulangi hal bodoh kemarin maka dari itu Doni tidak membuat Lintang melupakannya. Lintang memeluk tubuhnya karena merinding ketika mengingat kejadian semalam.

Lintang turun dari ranjang dan memakai sendalnya, karena lantai di rumah Doni masih tanah. Ia menuju ke bagian belakang karena mendengar suara alat masak. “Selamat pagi.” Sapa Lintang pada Doni yang sedang memasak diatas tungku. Doni menoleh kearah Lintang dan tersenyum dengan tangan yang masih terus mengaduk-aduk nasi goreng. “Pagi, hei sudah bangun.”

Kata Doni tersenyum menatap Lintang yang berdiri di ambang pintu yang menghubungkan ruang depan dan dapur.

"Emm, aku ingin buang air kecil." ucap Lintang malu-malu, Doni tersenyum dan mengangguk. "Kamar mandinya diluar, kau keluar pintu dapur ini nanti langsung berhadapan dengan kamar mandi. Aku sudah merebus air untuk mu mandi, mandilah sekalian, aku akan menunggumu untuk sarapan." Kata Doni, Lintang mengangguk, tersenyum malu-malu dan kembali menuju kamar yang semalam ia tempati untuk mengambil pakaian ganti setelah itu ia kembali menuju kamar mandi. Kamar mandi yang hanya terbuat dari susunan papan dan atap terpal berwarna biru untuk menutupi agar tidak terlihat dari luar, dan pintu yang terbuat dari seng bekas yang sudah karatan. Lintang membuka pakaiannya dan meletakannya diatas bibir sumur timba lalu menyelesaikan ritual mandinya, setelah itu Lintang berpakaian dan keluar kembali kedalam rumah. Ia tidak melihat Doni di dapur dan sudah duduk di ruang tamu. "Sudah selesai, kita sarapan sekarang ya, setelah itu aku antarkan kau pulang ke rumah orang tuamu." Ajak Doni, Lintang berjalan pelan menuju ruang tamu dan duduk di kursi sebelah Doni.

"Emm, maaf ya!" Lirih Lintang. Doni yang sedang menuangkan air putih di dalam gelas menoleh kearah Lintang.

"Maaf untuk?" tanyanya.

"Aku sudah menumpang disini dan merepotkan mu." Jawab Lintang, Doni terkekeh mendengar jawaban Lintang. "Jika yang merepotkan ku gadis secantik dirimu aku sama sekali tidak keberatan, bertahun-tahun pun aku akan siap menampung mu."Jawab Doni sambil menyerahkan piring berisi nasi goreng. Lintang hanya tersenyum mendengar gurauan Doni. "Sekarang makan lah, setelah itu kita kembali kerumah orang tuamu." Lintang menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Terimakasih!" Ucapnya menatap Doni yang mulai menyuapkan sesendok nasi goreng. "Sama-sama!" jawab Doni singkat.

Lintang menyuapkan nasi goreng kedalam mulutnya dan tidak menyangka nasi goreng buatan Doni sangat enak. Ia mengunyah perlahan dan menatap Doni. "Ada apa menatapku seperti itu, apa masakanku tidak enak?" tanya Doni tanpa menatap Lintang. Lintang mengalihkan pandangannya dan kembali menikmati nasi gorengnya.

Bab 3

Sekitar pukul 7 pagi Doni bersiap untuk mengantarkan Lintang menuju ke rumah orang tuanya. Lintang merasa takut keluar rumah karena di depan rumah Doni terdapat beberapa warga yang sedang menjemur kopi di halaman rumah mereka.

"Ada apa?" tanya Doni ketika keluar dari kamar, ia heran melihat Lintang yang berdiri di balik jendela. Lintang menatap Doni yang sudah rapih menggunakan jaket kulit dan juga celana jeans berwarna hitam. Lintang terpesona melihat ketampanan Doni, baru kali ini ia menyadari jika Doni ternyata sangat tampan. Karena tidak mendapatkan jawaban, Doni mengibaskan tangannya di depan wajah Lintang.

"Hei, kenapa diam saja. kenapa kau mengintip?" Tanya Doni penasaran dan mendekati Lintang, Doni mengungkung tubuh Lintang yang berada di belakang jendela dan ikut melihat ke luar melalui jendela.

"Emm, aku takut mereka berpikir buruk tentangku!" ucap Lintang sambil menahan nafasnya, jantungnya berdetak kencang karena wajahnya berada tepat di depan dada Doni. Ia bisa menghirup aroma maskulin dari parfum yang Doni pakai.

"Kalau begitu kau pakai jaket milikku ini, lalu memakai helm." Doni melepaskan jaket kulit miliknya dan memasangkan helm sport miliknya pada Lintang. Lintang menatap wajah tegas Doni yang ternyata sangat tampan jika di lihat dari dekat. Lintang benar-benar menahan nafasnya karena sangat gugup.

"Sudah, sekarang kita keluar." Doni mengajak Lintang keluar rumah dan membawa tas Lintang, ia menuju ruangan yang berada di sebelah rumahnya dan mengeluarkan motor sport miliknya.

"Mau berangkat Don,?" tanya salah seorang ibu yang sedang menggelar kopi di depan rumahnya. Doni menunggangi motornya dan menoleh kearah ibu tersebut.

" Iya bude, sekalian mau nganter temen pulang, kemarin mau pulang udah kesorean!" Ucap Doni sambil tersenyum. Matanya menatap kearah Lintang dan memberikan kode dengan kepalanya agar Lintang naik keatas motornya.

"Mari bude!" pamit Doni sambil melakukan motornya. "Ya, hati-hati." Seru wanita tua tersebut. Doni menganggukkan kepalanya dan melambaikan tangannya. Ia melajukan motornya menuju arah kerumah Lintang. Saat ada jalanan yang berlubang Doni tidak melihatnya dan mengerem mendadak hingga membuat Lingga tersentak dan memeluk pinggang Doni.

"Maaf, ada jalan berlubang aku nggak lihat." Jawab Doni sambil tersenyum, ia merasakan getaran yang aneh di dadanya ketika Lintang memeluknya tadi.

Setelah beberapa menit berkendara, Doni sudah sampai di depan kediaman orang tua Lintang. Lintang segera turun dari motor dan langsung berlari menuju kediaman orang tuanya.

"Bapak, ibuk!" Lintang mengetuk pintu kayu bercat putih tersebut namun tidak ada jawaban. Ia lalu duduk di kursi depan rumahnya karena lelah berdiri. Doni yang melihat Lintang dari atas motor tersenyum dan turun mendekati Lintang.

"Biasanya mereka sudah berangkat ke kebun untuk memetik kopi!" ucap Doni lalu duduk di sebelah Lintang. Lintang mengangguk membenarkan perkataan Doni.

"Iya kau benar, aku lupa kalau sekarang sedang musim kopi." Gumam Lintang pelan.

"Lintang, aku harus pergi bekerja sekarang. Kau tak apa kan jika aku tinggal sendirian?" Ucap Doni menatap Lintang di sebelahnya. Lintang mengangguk perlahan." Emm, nggak apa kok, kamu pergi aja." jawab Lintang meyakinkan Doni.

Doni masih duduk dan menatap Lintang, ia merasa khawatir. Doni tiba-tiba teringat sesuatu, ia mendelikkan matanya dan membuat Lintang heran. "Ada apa?" tanya Lintang penasaran.

"Lintang, aku baru ingat kemarin bapak mu bilang jika akan pergi ke desa sebelah, katanya anak dari kakak nya yang bernama Nilam menikah besok, jadi hari ini pagi-pagi sekali mereka berangkat kesana dan akan menginap, kemungkinan mereka akan pulang lusa." Ungkap Doni. Lintang memicingkan matanya.

"Benarkah yang kau katakan, mbak Nilam mau nikah? Jadi di rumah ini nggak ada orang dong." Lirih Lintang lemah dan menundukkan kepalanya.

Doni tersenyum melihat Lintang yang murung. "Mau aku antar ke sana?" Tawarnya. Lintang menggelengkan kepalanya lemah.

"Kau berangkat saja, nanti aku bisa kesana sendiri." jawab Lintang. Doni kembali tersenyum mendengar jawaban Lintang. "Oh ya, kau mau kesana naik apa? Kau tau perjalanan menuju kampung sebelah memakan waktu 2 jam dengan berjalan kaki, itupun jika melewati hutan di belakang sana. Kau tidak takut di makan hewan buas?"

Mendengar perkataan Doni Lintang menoleh dan menatap Doni yang tersenyum. "Nanti kau terlambat jika mengantarku kesana, lagi pula aku tidak terlalu akur dengan sepupuku itu. Aku tidak mau datang kesana, sebaiknya aku disini saja." ucap Lintang dengan helaan nafas panjang. Doni segera bangkit dari kursi dan menuju ke motornya.

"Baiklah jika kau ingin di bunuh oleh Seruni nanti malam, kau tunggu saja orang tuamu disini. kalau begitu aku pergi dulu. Kau lihat, di sekitar rumahmu tidak ada tetangga. Hanya ada rumahmu dan rumah kosong di sana." Ucap Doni sambil naik keatas motor nya. Ia memakai helm dan mulai menghidupkan mesin motornya. Lintang buru-buru bangkit dari kursi dan menahan tangan Doni.

"Aku harus bagaimana?" tanya Lintang dengan mata berkaca-kaca. Doni membuka kaca helmnya dan tersenyum. "Naik." Ucap Doni dengan gerakan kepalanya. Lintang masih terpaku dengan wajah menunduk dan air mata yang sudah tumpah.

"Hei, buruan naik, aku harus pergi bekerja." Titah Doni dengan nada tinggi karena Lintang hanya diam. Lintang tersentak dan langsung mengambil tasnya.

"Kita mau kemana?" Tanya Lintang ketika Doni mengendarai motornya menuju ke luar kampung.

"Kerja." jawab Doni singkat.

"Haah, aku ikut kamu kerja gitu?" Tanya Lintang penasaran. Doni memelankan laju motornya dan berbicara pada Lintang.

"Aku ada rapat penting pagi ini, kau tunggu aku di rumahku, malam ini aku harus lembur, jadi kita pulang besok pagi." terang Doni menjelaskan. Lintang hanya menghela nafasnya pelan.

"Kamu nggak mau macam-macamin aku kan." Tanya Lintang, jujur saja Lintang belum sepenuhnya mempercayai Doni karena mereka baru bertemu. Mendengar perkataan Lintang Doni tergelak.

"hahaha, memang ada tampang bajingan di wajahku ya?" tanya Doni sambil menghentikan laju motornya dan menolehkan wajahnya kebelakang. Lintang mengalihkan wajahnya kearah lain karena Doni menatapnya. Jantungnya berdegup karena di tatap oleh Doni. Doni tersenyum lalu kembali melajukan motornya.

.

Doni memarkirkan motornya di depan sebuah rumah mewah berlantai 2. Ia menarik tangan Lintang mengajaknya masuk. Seorang pelayan paruh baya membukakan pintu dan mengambil tas dari tangan Lintang.

"Aku harus pergi bekerja, kau tunggu di rumahku dulu ya. Kemungkinan aku tidak pulang malam ini, kau akan di temani bibik dan putrinya disini." Ucap Doni dengan tangannya masih menggandeng Lintang menuju lantai 2, ia membuka pintu sebuah kamar dan menunjukkannya pada Lintang.

"Kau istirahat saja di kamar ini. Aku pergi dulu." Kata Doni, lalu berpamitan untuk segera pergi. Lintang mengejar Doni yang akan menuruni tangga.

"Tunggu!" seru Lintang.

Mendengar seruan Lintang Doni menoleh dan menatap wanita bertubuh mungil tersebut.

"Ada apa?" Tanya Doni.

"Emm, kenapa nanti malam kau tidak pulang. Sebenarnya ini rumah siapa? Daan, kau bekerja sebagai apa?" tanya Lintang malu-malu. Doni tersenyum dan mendekati Lintang.

"Aku kan sudah katakan, banyak kerjaan yang harus aku kerjakan. Ini rumahku, dan aku seorang pemimpin perusahaan. Sudah jelas?" Ungkap Doni, ia tersenyum menatap Lintang yang terus tertunduk. Doni membelai pucuk kepala Lintang.

"Jika kau takut, aku akan usahakan pulang malam ini. Aku akan meminta bibik dan Rini menemanimu disini sampai aku pulang." Lintang menatap wajah Doni yang terlihat tulus, ia mengangguk dan tersenyum.

"Ya sudah, kau berangkat sekarang saja." Ucap Lintang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!