Lian Az-Zahra Putri
Gadis mungil sederhana berusia 21 tahun, memiliki karakter yang unik. Dia memiliki sifat yang cuek namun cukup perhatian terhadap orang - orang yang disayanginya. Walaupun terkesan jutek sebenarnya lian mempunyai hati yang lembut. Dia seperti wanita pada umumnya yang mudah menangis karena sesuatu hal namun lebih suka tangisannya itu tidak diketahui orang lain. Dibalik wajah polos dan keimutannya, Lian memiliki kecerdasan yang membanggakan.
Alvino Putra Winata
Pria berusia 30 tahun penerus perusahaan keluarganya. Kaya, ganteng, berkuasa tentunya membuat dia tidak punya banyak waktu untuk kehidupan cintanya. Selektif dalam memilih pasangan. Posesif jika menyangkut keluarga terutama orang tuanya yang begitu dia sayang.Tegas jika urusan pekerjaannya tidak sesuai. Walaupun terkesan galak tak membuat para wanita berhenti memujanya. Setia terhadap satu cinta dan tidak ada kamus dalam hidupnya untuk berpoligami membuatnya menjadi rebutan kolega bisnisnya untuk dijodohkan dengan anak atau Saudara mereka.
Arya Winata
Ayah Alvino yang berprinsip kuat. Disiplin, tegas dan berwibawa. Menjadikannya berhasil menjadi salah satu dari 10 orang terkaya di Indonesia. Sebenarnya sifatnya tidak berbeda jauh dari Alvino anaknya. Tetapi dengan bertambahnya usia, Arya Winata berubah menjadi lebih kalem dan bijaksana menghadapi sebuah masalah.
Meylin Hua
Ibu dari Alvino yang sayang keluarga. Berhati lembut berbanding terbaik dengan suaminya. Sabar dan pengertian. Meylin akan menjadi penengah ketika anak dan suaminya bertengkar. Wanita cantik dan sederhana walaupun mempunyai harta berlimpah dari suaminya.
Chia Putri Winata
Adik kandung Alvino yang manja tapi begitu manis jika sudah ada maunya. Karena sayangnya terhadap kakak gantengnya itu membuatnya sedikit berulah jika tidak menyukai teman wanita kakaknya. Gadis kecil ini sedikit nakal tapi mempunyai prestasi bagus di nilai akademisnya. Kelemahannya hanya pada Alvino kakaknya yang dianggapnya galak.
Lian harus mengalami ujian bertubi-tubi. Karena kepolosannya membawa petaka yang tidak ia duga sebelumnya. Ditipu pacarnya yang ternyata pria beristri membuatnya belajar untuk berhati-hati memilih pasangan.
Akibat dari kepolosannya itu dia hampir kehilangan kesuciannya dan uang tabungan serta deposito miliknya habis entah kemana.
Lalu, kasus di perusahaan tempat dia bekerja sempat membuatnya stress dan hampir hilang kendali. Lian sempat terkena guna - guna karena kecerdasan otaknya membongkar kasus korupsi dikantornya membuat orang-orang yang terlibat merasa terancam dengan keberadaannya. Belum lagi, kematian ayahnya yang mendadak ditengah karirnya yang menjulang tinggi. Bagaimana tidak, peristiwa yang berurutan terjadi membuat Lian harus menjalani pengobatan dari seorang psikiater dan udztad yang disarankan oleh dokter yang menanganinya.
Semoga dia kembali bangkit dari trauma setelah kejadian demi kejadian dalam hidupnya. Sebenarnya kandasnya kisah cinta dengan pacar pertamanya masih sangat membekas di hati Lian. Sampai akhirnya dia merasakan cinta yang berbeda dari Alvino yang membuat Lian merasa terlindungi. Alvino yang menyukai gadis mungil itu harus meyakinkan pujaan hatinya berkali-kali bahwa tidak semua laki-laki kaya seperti yang ada dalam pikirannya.
Hari ini, Lian memutuskan untuk resign dari pekerjaannya di sebuah mall di kota nya. Dia sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya untuk merantau ke Jakarta. Walaupun dengan berat hati orang tuanya mengijinkan tapi dia berhasil meyakinkan orang tua yang dia sayangi itu.
"Aku akan jaga diri baik-baik. Ibu tenang aja ya bu." Lian dan ibunya berpelukan tak kuasa menahan air mata perpisahan untuk pertama kalinya dan untuk jangka waktu yang lama tentunya.
"Wes, bubar acara nangisnya nanti telat nduk ke stasiunnya. Mau berangkat jam berapa?" Ayah Lian menghentikan adegan mengharukan antara ibu dan anak itu.
Jam empat sore waktunya berangkat ke stasiun kota. Setelah sholat ashar, Lian diantar oleh ibu dan adiknya ke stasiun kota menggunakan tadi online yang sudah dipesan sebelumnya.
"Hati-hati yo nduk, jaga diri baik-baik. Besok kalo sudah sampai segera telpon ibu." Tak kalah sang adik pun berpesan agar Lian tidak berbicara dengan sembarang orang mengingat Jakarta adalah kota besar. Segala macam tipe orang banyak berjuang hidup ditempat itu.
Akhirnya setelah memakan waktu lebih dari 20 jam perjalanan sampailah Lian di stasiun Jatinegara. Dia sudah janjian akan dijemput oleh Wati, salah satu staff HRD tempat kerja Lian yang baru. Kebetulan mereka berasal dari almamater yang sama.
"Liiiaaannnnn." Wati setengah berteriak memanggil Lian yang berada agak jauh darinya.
"Mbak Waatii, Ya Allah mbaaak aku agak takut tidak ketemu sampeyan hehehe." Lian menghampiri Wati dan mereka berpelukan
"Wes, ayo sarapan dulu, aku lapar neh."
Setelah Wati mengajak Lian untuk mengisi perutnya di sebuah warung dekat stasiun mereka pulang ke apartemen Wati.
"Subhanallah, akhirnya aku sampai Jakarta juga mbak. Suwun ya mba Wati."
Lian tak hentinya memandang takjub keadaan Jakarta pagi itu. Sedangkan Wati dibalik kemudi mobilnya hanya geleng-geleng kepala dan sesekali tertawa melihat kelakuan norak Lian.
Akhirnya sampai juga mereka disebuah apartement yang cukup mewah di kawasan Jakarta Utara. Setelah mandi dan membereskan kopernya Lian dan Wati ngobrol santai sambil ngopi.
"Mbak cuma bisa bantu kamu sampai sini saja Lian, selebihnya kamu harus berusaha sendiri karena kita beda divisi dan pimpinan, mbak harap kamu bisa jaga diri juga, ini Jakarta lhoo, katanya ibukota lebih kejam daripada ibu tiri itu benar adanya, nanti kamu juga paham kok." Wati memberi petuah kepada Lian menjelang malam. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, mereka memutuskan untuk beristirahat karena besok Senin banyak pekerjaan menanti.
Karier ditempat baru dikota besar yang kejam inilah Lian menggantungkan harapan untuk mengangkat derajat keuangan keluarganya. Merubah pandangan orang lain terhadap dirinya dan tentunya keluarga yang dia cintai.
Di dalam kamarnya, Lian teringat kenangan masa lalunya. Mantan pacar Lian adalah Reza Adiputra yang tak lain adalah saudara sepupu Dimas. Reza sendiri tidak bisa berbuat apa- apa untuk membela kekasihnya. Masih teringat jelas bagaimana dia dihina oleh keluarga pacarnya.
"Ibumu hanya penjual nasi di warung rendahan!! Kamu apa sepercaya diri itu mau bersanding dengan anak saya?? Warisan apa yang orang tuamu punya untukmu, ahh aku lupa bahkan untuk makan pun kamu kesusahan. Cihh!" Begitulah hinaan yang diterima Lian dari ibunda Reza.
Harapan untuk menikah dengan kekasihnya kandas seiring dengan putusnya jalinan kasih keduanya. Reza sendiri, dia memilih mengalah dan mengikuti keputusan orang tuanya.
Lian memandangi langit-langit kamarnya, ingatan tentang penghinaan dari orang tua Reza kembali seperti kaset rusak. Mengusik kedamaiannya di kota besar ini. Tempat baru yang diharapkan Lian merubah nasibnya. Tak terasa dia menangis hingga terlelap tidur.
Note : Nduk \= dalam bahasa Jawa adalah panggilan terhadap anak perempuan
Pagi itu setelah sholat subuh Lian dan Wati bersiap untuk berangkat ke kantor. Ditengah sarapan yang sudah Wati persiapkan sebelumnya Lian bertanya ke Wati,
"Mbak, pimpinanku orangnya gimana sih mbak?" Penasaran juga aku kayak apa orang nya batin Lian.
"Wes tenang aja, orangnya baik. Asal kamu bekerja ikuti aturan perusahaan Insya Allah aman." Wati menenangkan Lian yang tampak sedikit gelisah.
"Yaudah ayo mbak, keburu siang nanti macet." Kata Lian.
Setelah melewati kemacetan Jakarta mereka sampai juga di gedung 3 lantai tempat mereka bekerja. Salah satu perusahaan ekspedisi terkenal di Indonesia.
"Li, ruangan keuangan ada di lantai 3. Kamu naik sendiri gak masalah khan? Ruangan mbak ada di lantai 2 ada tulisannya besar, kalau ada apa-apa kabari mbak. Oiya, kamu cari Pak Fery dia atasan kamu." Wati meninggalkan Lian yang masih di dalam lift.
"Iya mbak, makasih." Kata Lian. Mereka berdua memang dekat walaupun waktu masih kuliah beda jurusan dan Lian adik tingkat Wati. Mereka bertemu di acara pengajian yang diadakan kampus secara rutin tiap minggunya. Jadilah mereka berteman sampai sekarang.
"Hey kamu, karyawan baru ya?" Kata ajeng ketika melihat Lian keluar dari lift celingukan agak bingung.
"Iya bu." Lian menghampiri Ajeng yang menyuruhnya mendekat.
"Saya Ajeng staff pajak disini. Kamu pasti Lian ya. Kamu tunggu disitu, duduk saja sambil nunggu pak Fery datang."
" Makasih bu." Kata Lian.
Mereka berdua berkenalan dan berbincang. Tampak akrab dan hal ini memudahkan mereka komunikasi dalam pekerjaan.
"Kamu anak baru, ikut ke ruangan saya." Tanpa mereka berdua sadari Fery datang bersama asistennya Anggi.
"Duduk Lian, mau sampai kapan kamu berdiri disitu terus!"
"I-iyyaa pak." Lian sedikit terkejut ketika tatapan Fery sedikit mengintimidasi.
"Ini berkas kamu pelajari dulu. Setelah makan siang nanti kamu harus presentasikan ke saya. Dengar Lian, tugas kamu memang berat sebagai karyawan baru, saya harap pengalaman kerja kamu membantumu menyelesaikan berkas ini. Kalau ada yang menyulitkan, kamu hanya boleh sampaikan ke saya atau Anggi. Ingat, kamu masuk ke perusahaan ini dengan kondisi departemen kamu bermasalah. Siaapp??"
"Insya Allah siap pak."
"Oiya ini jobdesk kamu, kamu baca dulu
sebelum berkas itu karena berhubungan dengan presentasi kamu nanti." Fery menyerahkan 2 lembar kertas berisi apa saja pekerjaan yang harus Lian kerjakan.
"Yasudah itu dulu. Kamu bisa kembali ke meja kamu." Lian keluar dari ruangan atasan nya membawa tumpukan berkas yang diterimanya tadi.
"Huuuffttt, bismillah Lian, kowe bisa." Batin Lian sambil duduk di meja nya mempelajari tugas pertama dari atasannya.Tak terasa waktunya makan siang. Lian turun ke cafetaria gedung itu bersama dengan Wati.
"Piye Li, pak Fery baik khan?"
"Baik sih mbak tapi kayaknya agak galak."
Mereka berdua tertawa bersama ngobrol sambil makan siang tentunya. "Mbak, habis makan siang ini aku disuruh presentasi sama pak Fery. Itu project baru mbak."
"Ohh, iya-iya tapi memang lumayan tuh profit nya Li. Bismillah dulu baca doa. Bisa lah kamu, mbak tahu kamu mampu. Ayo balik, nanti dicariin sama pak Fery kamu." Wati dan Lian kembali ke meja kerja masing-masing.
"Lian, di ruang meeting aja sekarang ya, pak Fery udah disana." Anggi mengajak Lian ke ruang meeting untuk presentasi.
Presentasi Lian kurang lebih dua puluh menit. Dia cukup mengerti isi dari berkas yang diterimanya tadi pagi. Fery sedikit terkejut karena Lian cepat menguasai bahan presentasinya itu.
"Gimana pak?" Anggi bertanya kepada atasanya.
" Ternyata kamu pintar juga Lian, padahal nilai IPK mu tidak terlalu tinggi. Pantas kalau kamu pernah menjadi SPV di tempat kamu sebelumnya. Saya senang melihat hasil kerja kamu. Hhmmm, baiklah kamu layak mendapatkan jabatan ini." Fery menyerahkan nametag bertuliskan nama Lian dengan jabatan AR / AP SPV dan kunci brangkas keuangan.
"Alhamdulillah, makasih pak." Lian menerima nametag dan beberapa berkas outstanding kerjaan dari pendahulunya.
"Sebelumnya kamu pasti sudah dapat info dari Wati khan apa dan bagaimana dokumen yang kamu pegang itu? Saya harap kamu tidak mengecewakan saya Lian. Ada yang kamu tanyakan?"
"Sementara belum pak."
"Ok, kembali ke ruangan kamu." Fery berdiri dan meninggalkan ruang meeting diikuti oleh Anggi dan Lian dibelakangnya.
Tak terasa waktu menjelang jam pulang kerja. Lian membereskan mejanya untuk bersiap pulang.
"Lian, saya duluan." Fery berjalan menghampiri ruangan Lian.
"Iya pak."
Setelah beberapa waktu akhirnya Lian keluar dan berpamitan dengan beberapa staff di ruangannya. Lian janjian di parkiran kantor dengan Wati untuk pulang bersama.
"Akhirnya selesai juga hari ini mbak. Aku tadi deg-deg an pas mau presentasi." Lian membuka pembicaraan di perjalanan.
"Hahahaha kamu kayak mau di eksekusi mati aja Li. Pede aja lagi. Kamu khan sudah terbiasa dengan hal begituan." Wati tertawa melihat wajah Lian yang tampak sedikit pucat karena lelah.
"Iiihhh mbak malah ngguyu, gak tahu apa jantungku mau copot. Tatapannya pak Fery itu lhoo mbakkk. Ngerriiii kayak mau makan orang!"
"Tapi beres khan hasilnya?"
"Iya sih mbak, akhirnya kerja ditempat baru dan ketemu mbak pula disini." Lian terkekeh tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Wati bahkan sekarang tinggal satu atap.
"Terima kasih Gusti Allah." Batin lian bersyukur.
"Udah ah, mau makan apa Li? Kita makan diluar ya? Mbak lagi males masak."
"Apa aja lah mbak."
"Seafood yukk."
"Maauuu mbak."
Wati mengajak Lian makan di warung seafood langganannya yang sudah ramai pengunjung.
-- Satu jam kemudian --
"Alhamdulillah kenyang juga, yukk pulang."
"Enak mbak seafood nya." Lian berkata pada Wati sambil membuka pintu apartemennya.
Hari pertama Lian bekerja berakhir dengan baik tanpa hambatan. Dia berharap apa yang dicita-citakannya satu per satu terwujud menggantikan kekecewaan atas berakhirnya kisah cinta pertamanya yang menyesakkan dada.
Tuhan akan memberikan apa yang kau butuhkan, bukan apa yang kau inginkan disaat yang tepat.
Walaupun itu tidak sesuai dengan harapan,
manusia hanyalah wayang kehidupan, sudah memiliki peran dan takdir masing-masing.
Berusahalah, karena Tuhan sebagai dalang tidak akan merubah takdirmu tanpa usaha dan doamu.
Sesungguhnya Tuhan maha kuasa atas segala hal yang ada di dunia ini.
Tuhan maha kaya, mintalah agar berkecukupan.
Tuhan maha pengampun, minta maaflah jika salah.Tuhan pemilik hati manusia, cintailah Dia maka kau akan dapatkan cinta dunia.
Pada dasarnya Tuhan tidak akan memberikan hambanya cobaan diluar batas kemampuannya.
Bersyukur dan hadapi karena Tuhan sudah membuatnya sepaket dengan kunci jawaban cobaan itu.
(Lian Az Zahra Putri)
Note : Ngguyu \= Tertawa ( bahasa Jawa AP / AR \= Account payable / Account
Receivable
Sudah hampir sebulan Lian bekerja di perusahaan itu. Pekerjaan yang cukup menyita pikiran dan tenaga sehingga dia bisa sedikit melupakan kesedihan berjauhan dengan sang Ibu.
"Ahh, ntar malam telpon ibu aja deh, bentar lagi khan gajian. Mungkin ibu butuh sesuatu." Batin Lian sambil berjalan ke ruangannya. Pagi itu dia menyerahkan list pembayaran beberapa rekanan dan rekening koran perusahaan kepada atasannya.
"Liiiaaannn." Ajeng setengah berteriak memanggil Lian yang akan masuk ruangan nya.
"Ini dokumen yang kamu minta kemaren."
"Ohhh iyaaa bu, makasih ya." Lian menerima dokumen yang diserahkan Ajeng.
"Lian, nanti makan siang sama aku donk. Sama yang lain juga. Maauu yaa?"
"Boleh."
"Hhhmm, mana nomormu, kita masukin di grup keuangan dan grup rempong tentunya hihihihi." Ajeng tertawa melihat reaksi Lian ketika menyebut grup rempong.
"Udah Bu." Lian memasukkan nomornya di ponsel Ajeng.
"Oke, sampe ketemu siang nanti." Ajeng melambaikan tangannya berlalu meninggalkan Lian.
"Waahhh, rame bener ada apa neh ibu-ibu?" Lian bertanya kepada salah satu staff diruangan yang rata-rata berusia diatasnya. Walaupun masih muda, Lian cukup dihormati oleh bawahannya. Lian memiliki 4 orang staff dibawahnya, 2 di bagian AR dan 2 di AP.
"Ini Lian, bu Citra akhirnya cerai juga dari suaminya." celetuk Bu Nina.
"Ceraaiii???" Lian bertanya pada ibu Citra maksud dari pernyataan Bu Nina.
"Iya Lian, kamu gak salah dengar kok. Daripada babak belur digebukin tiap hari. Memangnya kamu mau bertahan kalo jadi saya?!?" Bu Citra menjelaskan alasan dari teman-temannya yang seakan merayakan status baru bu citra yang janda itu. Banyak cemilan dan minuman ringan di meja itu.
"Ohhh begitu ya..." Lian sedikit bingung dengan situasi di depannya. Dia tidak tahu harus memberi selamat atau ikut bersedih, tapi melihat reaksi bu Citra yang tertawa bahagia akhirnya dia hanya tersenyum.
"Nanti kami ceritakan Lian, kalo kamu ada waktu ikutlah kami sabtu besok ke Ancol. Kita mau jalan kesana." Bu Citra.
"Ikuttt yaa, masa libur dirumah aja apa tidak bosen kamu?" Bu Nina.
"Iyaa iyaa, ikut kok tappiii boleh gak ngajak mbak Wati?"
"Sok aja Lian, biar tambah rame." Mbak Ika staff AP nya berkata sambil berjalan menghampiri meja Lian.
"Ya sudah, balik ke meja masing-masing nanti lanjut lagi." Lian berbicara sambil duduk di mejanya untuk bekerja kembali.
"Li, kamu paling muda disini tapi kamu atasan kita-kita yang udah emak-emak." Kata bu Nina.
"Hehehe." Lian sedikit tidak enak kepada teman-teman nya itu.
"Paling muda tapi otaknya pinter gak kayak kalian yang ribut mikirin suami kemana kalau pulang telat dikit." Anggi masuk ke ruangan itu membawa dokumen dari bos nya untuk lian.
"Masuk ruangan orang pakai permisi donk, elu itu gak ada sopan nya sama kami." Bu Nina ngomelin Anggi yang tiba-tiba nyelonong masuk dan nimbrung obrolan para ibu-ibu.
"Weekkk, Lian aja gak masalah kok ribut aja sih Mak lampir." Anggi berkata sambil menghindari lemparan kertas dari bu Nina.
"Udah bu biar saja." Lian menengahi perdebatan antara Anggi dan bu Nina.
"Lian, itu dokumen besok harus beres ya, mau dibawa ke Jogja sama bos." kata Anggi.
"Iyaa pak, oiya revisi laporan kemaren sudah saya email ya pak." Lian berkata sambil menerima dokumen yang diserahkan Anggi.
"Ok, saya permisi dulu kalo gitu, bye."
Anggi meninggalkan ruangan itu kembali ke mejanya. Hari ini hampir semua divisi sibuk, menjelang akhir bulan pasti banyak laporan dan pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Termasuk Lian tentunya.
"Tumben aku kok lemes ya, kayaknya butuh kopi." Lian keluar dari ruangan nya untuk membuat kopi di ruangan coffe break yang disediakan oleh perusahaan.
-- Di ruangan lain --
"Hallo, sudah dapat belum? Baiklah, cari cara biar anak kampung itu segera angkat kaki dari perusahaan!! Jangan pakai orang yang dia kenal, anak kampung itu cukup pintar." Kata orang diseberang telepon.
"Oke, gue jamin secepatnya dia out." Mellisa yang tengah berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Entah apa rencananya dan teman bicaranya itu.
-- Kembali ke Lian --
Secara kebetulan Mellisa pun keluar dari ruangannya untuk membuat kopi. Ternyata Lian sudah ada disitu. "Kesempatan ngerjain." batin Mellisa.
"Kamu anak baru, jangan sok pinter kamu!" Laporan itu khan cuma salah sedikit kenapa kamu kembalikan ke staff saya."
"Maaf mbak, memang ada sedikit yang tidak sinkron. Mbak bisa cek ulang. Saya udah email kok, disitu ada note dari pak Fery juga."
"Beraaniiinya kamu merintah saya!!! " Byyuuurrr...Mellisa menyiramkan kopi mengenai kemeja putih Lian
" Astaghfirullah mbak salah saya apa? kotor donk baju saya."
"Makanya jadi orang gak usah belagu, elu anak baru tau apa!!!!"
Fery dan pak William sang Presdir perusahaan yang baru datang tak sengaja mendengar ada keributan dan menerka-nerka apa yang terjadi.
"Fer, coba kamu liat itu ada apa, saya tunggu diruangan saya ya." Pak William berlalu meninggalkan Fery dan naik lift menuju ruangannya.
"Ada apa ini ribut-ribut." Fery setengah berlari menuju ruangan itu.
Lian dan Mellisa kaget melihat kedatangan Fery.
"Meeeellllllll, apa apaan kamu!!!!!" Fery berteriak kencang ketika melihat Mellisa akan menampar lian.
"Ganggu ajaaa!!" Mellisa hendak pergi dari ruangan itu tapi dicegah oleh Ferry.
"Lepasin Ferry, kamu apaan sih." Mellisa memegang tangannya yang dicengkeram oleh Fery.
"Jelasin dulu ada apa, elu sakit ya Mell tiap ada anak baru selalu kamu gangguin!"
"Lepasin dulu!!!!" Mellisa mengaduh karena tangannya sedikit memerah.
"Kenapa!!!" Fery berkata dengan nada yang tegas dan dingin kepada Mellisa.
"Anak buah elu itu ngrepotin gue aja, baru datang udah bikin orang lembur. Berkas kemaren lusa dia balikin gimana gak kesel gue!"
"Astagaaaa Melllll elu yang b*g* apa gimana, itu salahnya fatal!! Apa gak malu elu sampe dikoreksi sama anak buah gue!!"
"Boodoooo!" Mellisa pergi meninggalkan Fery dan Lian di ruangan itu.
"Lian, kamu gakpapa khan?" Fery tampak sedikit khawatir.
"Saya gakpapa kok pak."
"Kayaknya kamu perlu ganti baju. Sebentar yaa." Fery merogoh handphone di saku nya menghubungi seseorang disana.
"Bawakan kemeja putih cewek size S bisa gak? Oke, cepetan yaa mau dipakai meeting."
Fery kemudian mengajak Lian kembali ke ruangan nya untuk kembali bekerja.
"Kamu lawan aja Lian klo dia bikin ribut sama kamu, itu anak memang kurang ajar."
Lian mengangguk, dia masih belum jelas situasi apa yang dialaminya. Menurutnya dokumen itu memang fatal salahnya, kenapa Mellisa semarah itu batin Lian tak mengerti.
Beberapa saat kemudian...
"Gak kegedean khan?" Ferry bertanya, memastikan kemeja yang dibawakan salah satu anak buah nya yang lain pas di badan Lian, setidaknya tidak kebesaran mengingat ukuran tubuhnya yang mungil.
"Enggak pak, makasih banyak. Maaf merepotkan bapak."
"Hhmmm, udah siap, kita ke ruangan pak William. Beliau Presdir disini. Kita meeting soal budget yang kemaren." Fery menjelaskan.
"Permisi pak, ini Lian yang menggantikan Stella." Fery memperkenalkan Lian ke atasan nya sambil duduk diikuti oleh lian.
"Hhmmm, Lian Az Zahra Putri?" William menyebut nama lengkap gadis mungil di depannya.
"Betul pak, itu nama saya."
"Oke, saya sudah dengar hasil kerja kamu sebulan ini. Saya harap kamu pertahankan. Kalau ada apa-apa kamu bisa ke Fery langsung karena untuk sementara posisi manager masih kosong." Jelas William kepada Lian.
Mereka bertiga berdiskusi mengenai keadaan keuangan perusahaan setelah kekacauan yang dibuat oleh pendahulu Lian. Jadi pekerjaan Lian bertambah banyak.
"Ok, untuk sementara sampai sini dulu. Sebentar lagi jam pulang kantor. Lebih baik kalian kembali. Saya pulang dulu." Pak William mengakhiri meeting sore itu.
Lian dan Fery kembali ke ruangan masing- masing untuk bersiap pulang. Akhirnya berakhir juga jam kantor, Lian pulang bersama Wati. Tak banyak yang mereka bicarakan karena kedua nya sama-sama lelah.
"Mbak masuk dulu yaaa. Kamu kayaknya juga capek, istirahat Li, kumpulin itu tenaga buat besok perang sama Mellisa." Wati terkekeh meledek Lian.
"Mbaakkk jangan mulai deh." Lian cemberut menanggapi ledekan Wati.
"Hahahahaha, udah sana!" Wati berjalan masuk ke kamarnya.
Dikamarnya, setelah mandi Lian meraih handphone di meja nya untuk menghubungi ibunya di kampung.
"Assalamualaikum bu, gimana keadaan disana?" Lian mengawali pembicaraan
"Wa'alaikum salam nak, Alhamdulillah baik. Kamu betah gak disana? Bosnya baik khan nduk?" Ibunya Lian memberondong beberapa pertanyaan sekaligus ke anak gadisnya.
"Hihihi, satu-satu bu nanya nya, khan bingung mau jawab yang mana dulu, Alhamdulillah pada baik kok bu dikantor."
Ibu dan anak itu saling melepas rindu berbincang banyak hal sampai Lili panggilan sayang Lian di keluarganya menguap.
"Udah, sana tidur, besok biar gak telat bangunnya." Ibu mengakhiri obrolan malam itu dengan hati lebih tenang mengetahui anak nya tidak kesulitan beradaptasi di tempat barunya. Tak lama kemudian Lian terlelap tidur karena waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!