NovelToon NovelToon

AKSARA HARSA

0 - Truth or Dare

“Truth or dare?”

Malam ini merupakan malam yang membawa kesialan bagi gadis yang sedang menyesap vapenya. Bagaimana tidak, botol beer yang diputarkan berhenti tepat di hadapannya, membuatnya harus memilih antara opsi kejujuran atau tantangan.

Allegra Cassieophia Moon. Masih ditemani dengan beer dan vapenya, wanita itu terlihat diam dan berpikir. Satu opsi yang tak mungkin ia pilih adalah kejujuran. Karena itu ia akan memilih opsi, "Dare."

Kedua pria yang menjadi lawan main Cassie tersenyum licik. Mereka adalah Dey dan Jimmy. Sedangkan sang pemilik tempat main mereka, Aaron masih diam seraya meneguk beernya.

Dey dan Jimmy saling berpandangan seperti merencanakan sesuatu melalui telepati hingga salah satu dari mereka membuka suaranya.

"Oke, dare buat lo adalah nelpon salah satu nomor di kontak lo sambil bilang 'I love you'," tantang Jimmy.

"NJING GILA YA LO PADA!" umpatan spontan keluar dari mulut manis Cassie. Ia tak mungkin melakukan hal itu.

Seorang Cassie tak pernah mengatakan cinta pada siapapun. Orang-orang yang selalu mengucapkan kata remeh itu padanya jadi ia tak bisa melakukannya. Bisa hancur citra diri yang telah ia bangun jika sampai melakukan hal itu.

Kedua pria itupun tertawa, "That's your choice girl," ucap Dey di sela tawanya.

Tanpa banyak bicara lagi, Jimmy segera mengambil paksa ponsel Cassie dan membuka aplikasi kontak pada ponsel tersebut. Ia menggulir kontak tersebut dan menghentikan jarinya pada salah satu nomor yang terpilih secara acak.

Tertulis nama 'Gav' dengan emoticon jari tengah pada nomor yang terpilih. Tanpa basa-basi, Dey langsung menekan ikon telepon dan menyalakan pengeras suaranya.

Cassie hanya dapat tersenyum menang melihat tingkah laku kedua temannya. Ia sangat yakin jika pemilik kontak itu tak akan menjawab teleponnya, secara ia tau betul jika pria itu sangat membencinya.

Namun di luar ekspektasi Cassie, pria yang bernama asli Gavino Zachary Bramasta itu malah menerima panggilannya. Bahkan tak sampai satu menit sejak Dey menelpon pria itu.

Shit! Umpat Cassie dalam hati. Ia semakin murung kala kedua lawan mainnya itu terus mendesaknya agar segera melakukan tantangannya. Dengan berat hati akhirnya Cassie pun mengambil alih ponsel itu.

"Tumben, kenapa lo?" tanya Gavino dari seberang sana.

Wanita itu menarik napas panjang sebelum berkata, "I love you, Gav," ucapnya sebelum menutup panggilan itu dengan cepat.

Cassie yang sudah terselimuti rasa malu langsung menenggelamkan wajahnya di bantal yang ada di sofa. Hal tersebut membuat Dey dan Jimmy tertawa puas. Akhirnya seorang Cassieophia yang tak ingin bertekuk lutut pada seorang pria bisa juga bisa mengatakan cinta, terlebih pada musuhnya.

"Puas lo pada?!" sunggut Cassie.

Aaron yang tak tega dengan Cassie langsung mendekap kedua bahu wanita itu, "Calm down babe. Satu kata cinta dari mulut manis lo nggak akan mengurangi pesona lo kok," ucapnya menenangkan.

Wanita itu tak menanggapi ucapan Aaron. Ia hanya dapat memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya pada bahu Aaron. Ia sungguh lelah dengan semuanya, entah apa yang akan terjadi setelah ini.

Begitu banyak pemikiran pada otak Cassie saat ini. Ia benar-benar malu. Apakah ia pindah sekolah saja? Tapi sepertinya tidak mungkin karena orang tuanya tak akan menyetujui hal itu secara sekoah Cassie merupakan sekolah terbaik dan paling mahal di antara sekolah menengah atas lainnya di negeri ini. Terlebih di situlah tempat para anak konglomerat berada.

Atau apakah ia pindah kelas saja agar tak sekelas dengan Gavino lagi? Ah sepertinya cara itu akan sia-sia karena sekecil dan se tak berbobotnya sebuah berita pasti akan tersebar ke seluruh penjuru sekolah dengan cepat. Apalagi ini berita mengenai dirinya, Cassie sang ratu sekolah.

Masih ada pilihan lain. Apakah ia melarikan diri saja ke luar negeri? Tidak, tidak. Ia tidak ingin memperlambat kelulusannya. Tolong, Cassie benar-benar frustasi saat ini. Wanita itu menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Aaron. Rasanya ingin sekali ia menangis sekarang. Benar-benar sialan teman-teman nya itu.

Aaron hanya tersenyum melihat tingkah laku Cassie. Nyatanya sedewasa apapun umur Cassie, wanita itu tetap menjadi gadis menggemaskan yang selalu merengek kepadanya tiap kali mendapat masalah. Ia pun mengelus rambut Cassie pelan, "Lo tidur aja. Nggak usah dipikirin lagi."

Cassie tak bersuara. Beberapa saat kemudian wanita itu sudah tak sadarkan diri karena menuju ke alam mimpi. Tidurnya Cassie membuat Aaron bernapas lega. Dengan hati-hati ia beranjak dan menggendong Cassie ke salah satu kamar yang ada di apartemennya.

Aaron membaringkan tubuh Cassie ke atas kasur dengan penuh kelembutan. Menyelimuti tubuh gadis itu dan menatapnya lama, "Have a sweet dream, baby girl," ucapnya sebelum mengecup singkat kening Cassie.

Setelah mematikan saklar lampu kamar itu, Aaron kembali kepada Dey dan Jimmy yang masih meneguk minuman mereka. Ia memberikan tatapan tajamnya pada kedua orang itu.

"Slow bro, nggak usah marah-marah," ucap Jimmy yang seakan mengetahui perubahan ekspresi Aaron.

"Nggak lucu!" bentak Aaron sebelum mengambil botol beernya.

Pria itu kembali menatap Dey dan Jimmy dengan tajam sebelum pergi.

"Lain kali jangan pernah kasih tantangan bodoh itu lagi ke Cassie!"

...-+++-...

Gavino hanya dapat memandangi benda pipih itu dengan penuh keheranan. Tentu saja ia terkejut karena wanita yang penuh drama itu tiba-tiba menelpon nya dan mengungkapkan perasaan nya. Wanita yang bahkan selalu menjauhinya itu seolah tak memiliki malu untuk menelponnya dan menyatakan kalimat murahan itu.

Apakah wanita itu sedang mencoba untuk meluluhkan hatinya dengan tipu muslihat murahan ini? Entahlah yang pasti apa yang Cassie sampaikan melalui sambungan telepon itu tak akan berhasil membuat Gavino luluh. Justru hal itu membuatnya semakin memandang Cassie lebih remeh dari sebelumnya.

Cassie, perempuan yang hanya bisa mengemis pada keluarganya. Perempuan yang sok jual mahal padahal sebenarnya murahan. Wanita itu bahkan diperjual belikan oleh orang tuanya pada keluarga-keluarga kaya hanya untuk kepentingan bisnis mereka. Bukannya menolak, Cassie justru menerima dan malah menikmati perannya. Sungguh murahan bukan?

Saat memikirkan Cassie, tiba-tiba sebuah tangan mengalung pada leher Gavino dan membuyarkan lamunannya. Tangan itu mulai membelai rahang tegas Gavino dan semakin turun menuju dada bidangnya. Mulutnya semakin mendekati telinga Gavino dan menjilatinya secara sensual.

"Main sekarang yuk," seru wanita itu dengan manja dan membuat Gavino mengeluarkan smirknya.

Dengan gerakan cepat, pria itu pun menarik wanitanya untuk duduk di pangkuan nya. Ia kembali meneguk wine nya sebelum melumat wanita itu dengan rakus dan membuat suasana di balkon itu menjadi memanas.

"Let's play babe."

1 - At School

Pagi yang cerah menemani langkah Cassie menuju kelasnya yang terletak di lantai dua. Sepanjang jalan yang ia dapati hanyalah barisan kaum adam yang sudah menunggu kedatangannya. Hanya melewati dua koridor saja sudah membuatnya terlihat seperti seorang penjual bunga karena begitu banyaknya buket yang ia dapatkan dari penggemar nya.

Begitu sampai di dalam kelas, Cassie langsung duduk di tempatnya dengan angkuh. Kedatangannya tentu saja langsung disambut oleh Celline dan Lily. Kedua wanita itu langsung mengekori Cassie seperti biasa.

"Lo dapat bunga dari siapa aja babe segitu banyaknya," ucap Lily heboh.

Cassie hanya memutar bola matanya jengah, "Biasalah fans. Mending lo urus nih buket buruan. Jangan sampai ada setangkai pun pas gue bangun," perintahnya sebelum menyandarkan kepalanya pada meja.

Tak butuh waktu lama bagi Cassie untuk dapat tertidur. Efek dari minuman keras yang ia konsumsi tadi malam masih membuatnya pening pagi ini. Untungnya Cassie tergolong peminum berat sehingga ia masih kuat untuk menjalani aktivitasnya pagi ini walaupun harus menahan pengarnya.

Bel yang berbunyi membuat Cassie menegakkan badannya dengan cepat. Bagai petir yang menyambar, secepat itulah Cassie mengubah citranya menjadi gadis rajin nan cerdas. Ia berkonsentrasi memperhatikan pelajaran yang dibawakan oleh Mr. Sam meskipun hanya materi penutup yang bisa digunakan di perguruan tinggi nanti.

Dua jam pelajaran berlalu begitu cepat. Setelah bel berbunyi, Sam segera keluar dari kelas itu. Pelajaran selanjutnya seharusnya diisi oleh Mrs. Ayu. Namun karena wanita itu sedang cuti melahirkan, mengakibatkan kelas Cassie kosong saat ini.

Semua murid mulai melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang masih rajin mengerjakan tugas, ada yang langsung melenggang pergi ke kantin ataupun rooftop untuk menyesap rokok mereka. Ada pula yang sedang meramaikan kelas dengan bernyanyi seenaknya.

Meskipun Hillary School adalah sekolah bagi anak-anak konglomerat yang sudah dididik sejak dini masalah atitude, tetapi tetap saja di usia mereka sekarang merupakan usia yang sesuai untuk menunjukkan jati diri mereka. Apalagi para guru juga tak akan ada yang berani melaporkan tingkah laku mereka.

Cassie yang masih berada di antara murid-murid itu memilih untuk diam di bangkunya dan memainkan ponselnya. Ia tersenyum ketika Aaron mengiriminya sebuah foto tiket penerbangan kepadanya. Pria itu sudah berada di bandara untuk melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri.

Aaron merupakan seorang CEO di perusahaan properti miliknya. Acara minum-minum semalam bisa dibilang sebagai acara perpisahan kecil Cassie, Dey, dan Jimmy yang tak akan bertemu Aaron selama satu bulan ke depan. Cukup alay memang tetapi acara tersebut sudah menjadi rutinitas mereka sejak tiga tahun yang lalu apabila di antara mereka ada yang bepergian lama.

Baru beberapa jam saja rasanya Cassie sudah rindu pada sosok pria dewasa itu. Pria yang membuatnya memiliki semangat hidup lagi sejak tiga tahun lalu. Tapi tak apa, ia akan menahannya karena setelah Aaron kembali, pria itu akan membawanya pergi ke tempat impiannya. Meninggalkan semua beban yang harus ia emban selama ini.

Gue kangen sa-

Belum sempat Cassie selesai mengetikkan pesannya, musuhnya tiba-tiba datang dan membuatnya naik darah. Gavino, pria itu menarik kursi dan duduk di sebelah Cassie dengan angkuh.

"Mau apa lo?" tanya Cassie tak ramah.

Gavino hanya dapat mengeluarkan senyum remehnya ketika menatap layar ponsel wanita itu, "Lo emang cewek murahan!" cibirnya sebelum pergi meninggalkan Cassie.

Cassie tak bereaksi apapun. Ia sudah biasa  mendapatkan kata-kata kasar itu dari Gavino. Sebenarnya ingin sekali ia membalas semua perkataan kejam itu tetapi ia tak bisa. Ia harus dapat menahan emosinya karena kendali atas keluarganya berada di tangan Gavino dan keluarganya.

Cassie beranjak dari tempat duduknya. Bisa meledak ia jika terus berada di sini dengan melihat wajah songong pria itu. Ia pun pergi diikuti oleh Celline dan Lily. Ketiganya pergi ke toilet untuk membenarkan riasan mereka sebelum pergi menuju kantin.

...-+++-...

"Lo sama Gavin ada urusan apa Cas?" tanya Lily penasaran. Ia sudah memendamnya dari tadi, tetapi ia sudah tak tahan dan mengeluarkan pertanyaan itu sekarang.

"Biasalah fans. Udahlah males gue bahas dia, mending lo pesen makan deh sekarang," perintah Cassie yang langsung diangguki oleh Lily.

Gadis itu segera pergi meninggalkan Cassie dan Celline yang masih duduk di tempat mereka.

"Nanti jadi pergi lagi?" tanya Celline pada Cassie. Dari nadanya berbicara dapat diketahui bahwa wanita itu sedang serius sekarang.

Well, Cassie dan Celline sudah berteman sejak usia mereka masih lima tahun jadi Celline mengetahui semua tentang Cassie. Ia juga mengetahui masalah Cassie dengan Gavino. Ia jelas mengetahui tentang hubungan keduanya, tentang perjodohan Cassie dan Gavino yang masih dirahasiakan untuk saat ini.

Pertanyaan Celline semakin membuat Cassie lelah. Ia masih ingat dengan rutinitasnya setiap seminggu sekali itu. Ia menatap Celline tak semangat,

"Iya. Nanti malem biar gue bunuh tuh orang."

Celline diam tak menanggapi, bersamaan dengan Lily yang datang membawa pesanan mereka. Jus alpukat untuk Cassie, jus jeruk milik Celline dan jus apel untuk Lily sendiri. Namun Cassie yang sudah terlanjur tak berminat pun beranjak meninggalkan kedua sahabatnya.

Lily hanya dapat menekuk wajahnya melihat kepergian Cassie. Ia beralih menatap Celline, "Line, Lily salah lagi ya?" tanyanya.

Celline menggeleng dan menepuk bahu Lily, "Nggak kok. Temen lo itu lagi sakit gigi aja makanya nggak jadi makan sama minum."

Jawaban yang Celline berikan membuat senyum gadis itu mengembang lagi, "Ouh gitu, ya udah deh nanti biar Lily beliin obat sakit gigi buat Cassie."

Lily memang terlampau polos. Usianya memang belum genap 17 tahun tetapi sudah menempati kelas tiga melalui program akselerasi. Semua ucapan gadis itu membuat Celline terkekeh. Bisa-bisanya gadis polos itu masuk ke dalam lingkaran pertemanannya dengan Cassie yang terbilang dewasa.

Di sisi lain, Cassie berjalan menuju area belakang sekolah yang sepi. Tujuannya tentu saja untuk menghisap candunya. Menghilangkan semua bebannya walau sejenak. Setelah memastikan tak ada orang lain selain dirinya, Cassie segera mengeluarkan vapenya.

Namun belum sempat Cassie menyesapnya, ia sudah diganggu oleh kedatangan pria menyebalkan yang selalu membuat hidupnya tak nyaman. Gavino yang dengan tak tau dirinya duduk di samping Cassie seraya meneguk minuman sodanya.

Cassie yang sudah tak tahan pun akhirnya berkata, "Mau lo apa sih Gav? Ngapain ngikutin gue mulu?!"

"Gue? Ngikutin lo? Denger ya cewek murahan, ini emang tempat gue. Lo yang ngapain kesini bukannya belajar malah mojok di sini. Mau ngerokok lo? Mau kobam?"

Dengan cepat Cassie menggeleng. Untung saja ia sempat menyembunyikan vapenya sebelum Gavino melihatnya. Jika tidak, bisa hancur ia jika Gavino mengadukannya pada kedua orang tuanya.

"Nggak. Gue cuma lagi observasi aja."

"Observasi apa?"

"Batu, tanah, apa aja yang kuat buat nimpukin pala lo sampe pecah."

Gavino sampai tersedak mendengar jawaban Cassie yang mengerikan. Ia mengeluarkan tatapan tajamnya, "Awas kalau lo berani ngelakuin hal itu, gue pastiin bokap lo nggak bakal dapet apapun dari keluarga gue!"

Bosan sekali Cassie mendengar ancaman Gavino yang tak pernah berubah. Wanita itu pun memutar bola matanya jengah, "Yes I know. Makanya nggak gue lakuin kan?" ucapnya sebelum beranjak.

"Mau kemana lo?"

"Kemanapun yang penting nggak ketemu lo."

Terlihat sebuah smirk yang hadir menghiasi wajah tampan Gavino,

"Jangan lupa ntar malem jam delapan.

2 - You Win

8 WIB, tak kurang dan tak lebih. Cassie datang sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh keluarga Gavino. Wanita itu terlihat mengenakan dress hitam ketat dengan lengan sabrina yang membuatnya semakin elegan malam ini. Tanpa menunggu Gavino mempersilahkannya, ia langsung duduk di kursinya dengan anggun.

Kencan yang direncanakan oleh kedua orang tua mereka selalu berakhir seperti ini, duduk dan makan malam di restoran yang selalu sama sejak tiga tahun terakhir. Bahkan Cassie sampai hafal setiap kata yang diucapkan oleh semua pelayan setiap kali mereka datang.

Alurnya pun selalu sama. Menikmati hidangan pembuka, hidangan utama, dan hidangan penutup dengan tenang. Hanya makan dan tak ada obrolan berbobot dari keduanya. Pun jika keduanya mengobrol paling hanya kata-kata menusuk yang ditujukan satu sama lain.

Namun entah mengapa malam ini Cassie merasa bosan dengan cara makan yang selalu sama setiap minggunya. Akhirnya ia beranjak dari kursinya hingga membuat Gavino yang sedang makan menghentikan aktivitasnya,

"Mau kemana lo?" tanya Gavino.

"Toilet," singkat Cassie.

Namun Cassie tak benar-benar berjalan menuju toilet, melainkan berjalan ke arah pantai yang letaknya tak jauh dari restoran itu. Ia berdiri di bibir pantai, membiarkan angin malam menerpa tubuhnya. Membiarkan setiap kehampaan dalam hatinya terisi oleh kedinginan itu.

Setiap kali Cassie seperti ini, ia selalu membayangkan ombak datang dan menyapunya hingga ke tengah lautan. Mendaratkannya di sebuah pulau tak berpenghuni sendirian agar ia dapat hidup sesuai dengan keinginannya sendiri. Namun nyatanya semua itu hanya angannya saja yang tak pernah menjadi kenyataan.

Lamunan Cassie terhenti ketika pria bertubuh jangkung itu berdiri di sampingnya, "Jadi ini toiletnya?" tanya Gavino tersenyum remeh.

Wanita yang kesal itu pun menoleh, "Lo sendiri ngapain ngikutin gue? Kangen?"

"Cih! Nggak sama sekali. Ngapain gue kangen sama cewek murahan yang cuma bisa ngemis ke keluarga gue?"

Ucapan Gavino memang selalu menusuk, tepat ke ulu hati Cassie. Namun seperti biasanya, Cassie akan bersikap bodoh amat dengan semua cibiran bahkan umpatan dari pria itu. Ia lebih memilih untuk meninggalkan Gavino dan duduk di bangku yang terletak tak jauh darinya..

Cassie menyandarkan kepalanya pada sandaran bangku, diikuti oleh Gavino yang juga duduk di sampingnya. Entah mengapa pria itu selalu mengikutinya malam ini padahal biasanya pria itu hanya akan menyelesaikan makannya dan langsung pergi.

Hal tersebut membuat Cassie kesal. Sepertinya ia memang harus memberikan pelajaran pada pria sombong itu. Ia pun menegakkan kembali badannya, menatap Gavino lekat dan mendekatkan tubuhnya pada pria itu. Tangannya mengunci kedua bahu Gavino sehingga membuat pria itu membeku.

"Ma-u apa lo?!"

Cassie hanya tersenyum manis, "Babe, daripada lo gunain mulut lo buat ngerendahin orang lain, lebih baik lo gunain buat ciuman sama cewek. You are a good kisser, right?" ucapnya sebelum mendekatkan bibirnya pada milik Gavino.

Mendapatkan perlakuan tersebut membuat Gavino menutup matanya perlahan, membiarkan wanita itu melakukan permainannya. Namun nyatanya tidak seperti yang ia bayangkan. Saat bibir mereka nyaris bersentuhan, Cassie segera menarik dirinya dengan cepat dan membuat Gavino geram atas perilaku nya.

"But she's not me," ucap Cassie menang sebelum beranjak.

Gavino yang sudah diselimuti amarah segera menarik kembali tangan Cassie hingga wanita itu jatuh di pangkuannya. Tanpa basa-basi ia menarik tengkuk Cassie dan melumat bibir ranum itu tanpa ampun. Bahkan Cassie sendiri tak dapat mengimbangi permainan Gavino.

Berulang kali Cassie memukul bahu Gavino untuk melepaskannya. Namun pria itu seakan buta dan terus melumatnya hingga puas. Pria itu baru menghentikan aksinya setelah Cassie menggigit bibir bawahnya.

Gavino menatap Cassie dengan tajam, "Lo cari gara-gara sama orang yang salah, Cas," ucapnya lalu mendorong Cassie hingga wanita itu tersungkur di hamparan pasir yang dingin.

Cassie hanya diam mendapatkan semua perlakuan tak menyenangkan itu. Bahkan saat Gavino meludah tepat di sampingnya dan meninggalkannya di tempat itu sendirian, ia hanya diam. Ia masih tertegun dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Ciuman yang baru saja ia lakukan merupakan ciuman pertama baginya.

Dan pria yang telah merenggut ciuman pertamanya adalah musuhnya sendiri, "SHIT!!" umpat Cassie.

Awas saja, Cassie tak akan tinggal diam mendapatkan perlakuan seperti ini. Ia harus memberikan pelajaran yang lebih parah untuk pencuri ciuman pertamanya, ciuman yang hanya ingin ia lakukan dengan pria yang ia cintai. Tentu saja bukan Gavino orangnya.

...-+++-...

Allegra Cassieophia Moon. Gadis yang sebentar lagi akan lulus itu tak dapat memperbaiki moodnya sejak ciuman pertamanya berhasil dicuri. Ia tak dapat melupakan cara Gavino melumatnya, mengabsen setiap barisan gigi dari pikirannya. Berulang kali ia mengumpat dan meneguk beernya, tetapi tetap saja tak ada yang bisa menghilangkan memori sialan itu dari pikirannya.

“Cuma first kiss lo udah sekacau ini? Gimana kalau kalian nikah dan Gavin minta haknya sama lo?"

Celline yang baru datang langsung duduk di samping Cassie dan mengeluarkan pertanyaan vulgar itu. Ia cukup tau masalah apa yang dihadapi oleh sahabatnya yang satu ini. Hanya saja ia tak habis pikir oleh Cassie yang terlihat begitu kacau hanya karena ciuman pertamanya diambil oleh Gavino.

"CUMA LO BILANG? HOW DARE YOU?!"

"Woh, santai dong gue cuma bilang kenyataannya sama lo. Liat lo sekarang, mau nggak sekolah cuma buat mabok-mabokkan karena Gavin? Benar-benar bukan Cassie yang gue kenal. Cassie yang gue kenal nggak bakal diam aja kayak gini."

"Dengerin gue, Cassie. Semakin lo diem, semakin Gavin mudah buat ngancurin lo. Jadi cepet bersihin wajah lo yang udah kayak setan itu terus ganti baju dan kita pergi."

"Kemana?"

Celline menghela napasnya, "Sekolah Cassie... Tinggal satu bulan kita sekolah masa lo mau absen. Gue nggak akan biarin lo absen cuma karena cowok."

Dengan langkah gontai akhirnya Cassie berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tak butuh waktu lama bagi Cassie untuk bersiap, hanya saja dirinya masih merasa pengar karena banyaknya alkohol yang ia konsumsi.

Sesampainya di sekolah, kedua wanita itu langsung pergi menuju kelas mereka. Pagi ini Celline bersikap selayaknya bodyguard untuk Cassie. Ia dengan tegas menolak setiap pria yang hendak memberikan buket kepada Cassie hingga sampai kelas. Kedatangan mereka langsung disambut oleh kehebohan Lily.

"Cassie lo kenapa kok pucet gitu? Masih sakit gigi ya? Atau ada keluhan yang lain? Bentar ya gue ambilin obat bu-"

"BISA NGGAK LO DIEM?!"

Bentakan Cassie membuat Lily yang akan mengambilkan obat dari tasnya berhenti. Bukan hanya Lily, tapi semua orang yang ada di kelas itu juga ikut menghentikan aktivitasnya. Lily yang polos pun hanya dapat menangis mendapatkan perlakuan kasar dari Cassie.

"Gue khawatir sama lo," ucap Lily yang sudah sesenggukan.

Sebenarnya Cassie sama sekali tak bermaksud untuk membentak gadis polos itu. Hanya saja ia masih pusing dan tak tahan mendengar ocehan Lily. Ia pun menatap Celline, "Ijinin gue hari ini, gue ada urusan."

Setelah mengatakan itu, Cassie pergi menuju lapangan basket yang sepi. Hanya ada satu orang yang Cassie kenal betul, siapa lagi jika bukan sang kapten basket yang sedang memainkan bola oranye itu seorang diri.

Pria itu menoleh ketika menyadari kedatangan Cassie. Jika wanita itu bukan Cassie mungkin akan terpanah dengan pesona Gavino yang saat ini sedang topless dan memperlihatkan perut sixpacknya. Ditambah dengan keringat yang menetes membuat Gavino semakin maskulin.

Pria itu berjalan mendekati Cassie, "Mau apa lo?" tanya Gavino  tak ramah.

"You win."

Dua kata dari mulut cassie benar-benar tak bisa Gavino pahami. Cassie memang bukan wanita yang mudah ditebak, "Maksud lo?"

"Lo menang dan gue kalah Gav. Jadi sekarang gue minta lo batalin perjodohan kita," mohon Cassie yang sudah putus asa.

"Kenapa nggak lo yang batalin?"

Sejenak Cassie terdiam. Ia masih menatap Gavino dengan tatapan lelahnya sebelum menjawab, "Cause I can't."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!