"Menikah dengan orang yang kita cintai adalah hal yang indah. Akan lebih Indah lagi kala kita mampu membangun cinta itu setiap harinya dan mempertahankan nya."
~Dea Amelia Wijayanto~
.
.
.
.
Meja bundar itu di kelilingi oleh lima orang. Tiga perempuan dan dua lelaki. Wanita berumur tiga puluh lebih itu terlihat masih cantik di umurnya yang sudah memasuki kepala tiga. Meski anak pertama nya sudah remaja, dan anak ke dua mereka yang duduk di kelas empat akhir sekolah dasar.
Irama sumpit beradu dengan peralatan makan adalah nada indah di pagi hari. Wanita bermata bulat itu meletakan beberapa lauk-pauk di atas mangkok anak-anak nya dan juga suaminya.
"Wah! Kak Lucas selalu saja romantis," puji Sasa dengan wajar iri.
Dea tersenyum lebar, ia menatap lambat gadis berdarah Jepang yang tinggal dengan keluarganya itu. Miyawaki Sasa, adalah asisten pribadi sang putri. Merangkap menjadi guru untuk sang putri. Dea mempercayai semuanya pada gadis cantik itu. Karena ia sudah menganggap Sasa sebagai adik kandung nya sendiri.
"Makanya cepat ajak kekasih mu menikah, Sa!" jawab Dea yang mendapat wajah bersemu dari gadis cantik itu.
"Aku ingin nya begitu, hanya
saja-"
Gesekkan kaki meja membuat seluruh mata menatap sang kepala keluarga. Perkataan yang belum genap dari Sasa terpaksa di pangkas. Kala Lucas berdiri dengan ponsel yang ia genggam. Dahi Dea mengerut kala melihat wajah aneh sang suami.
"Ada apa?" tanya Dea kala Lucas mengecup dahinya.
"Aku harus ke kantor sekarang, karena ada sesuatu yang penting terjadi di kantor," seru Lucas pelan.
Lelaki yang telah matang itu mengecup pipi ke dua buah hatinya. Dea hanya mengangguk, Lucas hanya melempar senyum pada gadis berumur dua puluh tiga tahun itu. Yang di balas sama.
Lucas buru-buru keluar dari rumah mewahnya. Sasa menatap lambat ke arah Lucas dengan dahi berkerut.
"Kenapa Kak Lucas terlihat panik?" tanya dengan wajah keheranan.
"Seperti nya ada yang penting," jawab Dea seadanya.
Bintang dan Jun terlihat asik dengan makannya. Sasa hanya mungut-mungut, lalu mengusap puncak kepala Bintang. Gadis remaja itu sudah seperti adik sekaligus anak bagi Sasa. Lima tahun kenal dan tiga tahun hidup bersama membuat kasih sayangnya melekat. Baik pada Bintang maupun Jun.
"Apa Bintang ada jadwal latihan lagi nanti sore?" Tanya Dea menatap berganti pada Bintang dan Sasa.
"Hari ini mungkin aku akan tidur di Asrama Ma! Karena besok akan ada evaluasi konsep dance," jawab Bintang dengan menatap wajah cantik sang Ibu.
"Mungkin akan satu Minggu Kak! Maaf aku lupa memberitahukan pada Kak Dea!" sesal Sasa kala menatap wajah Dea.
"Ah, bagaimana ini? Mama akan mengunjungi Pulau Bali selama tiga hari. Dan nanti akan berangkat, bagaimana dengan Jun?" keluh Dea lirih.
"Aku akan menjaga Jun, Kak. Karena kemungkinan besar aku tidak akan di perbolehkan masuk dalam asrama. Lagi pula aku dari rumah akan mengontrol dan mengatur keperluan Bintang. Dan sekaligus menjaga Jun," tutur Sasa yang mendapat wajah lega dari Dea.
"Aku bukan anak kecil lagi, kenapa harus repot mengurusi aku. Lagi pula Kak Bintang akan tampil untuk pertama kalinya di layar televisi kan. Ia akan debut menjadi artis pasti lebih memiliki kesibukan dan keperluan," papar Jun mendapatkan tatap aneh dari tiga orang wanita yang menatap takjub ke arah nya.
Dea mengulas senyum, mengusap puncak kepala sang putra. Lalu berkata,"Semua anak Mama, memang pengertian."
Bintang dan Jun tersenyum. Sasa ikut mengulas senyum manis. Baik Bintang maupun Jun adalah anak yang pintar dan manis. Memiliki pengertian yang sangat besar. Dea bersyukur akan hal itu. Kesibukan menjadi seorang Desainer Bangunan membuat waktu Dea tersita. Tapi ke dua anaknya mengerti akan hal itu. Tidak pernah merengek atau menuntut lebih.
***
Lucas mendesah kasar. Masalah Proyek yang gagal membuat kepalanya mau pecah saja. Ia menatap jengah pada tumpukan dokumen. Ia merasa merindukan sahabat nya Chandra Lelaki itu selalu bisa di andalkan saat ada masalah. Tapi sejak Chandra menikah dengan gadis asal Singapura. Lelaki itu memutuskan untuk tinggal di sana.
Selama empat tahun kurang Lucas merasa kerepotan. Ia memutar kursi singgasana nya, menatap cermin. Mencoba menghilangkan suntuk di wajahnya. Menatap gedung pencakar langit yang terlihat tak ada cahaya.
Meski waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam. Lelaki itu belum juga beranjak dari kantornya. Telapak tangan Lucas mengusap kasar wajahnya. Lucas berdiri dari posisi duduknya, melangkah menuju ruangan rahasia.
Mungkin tidur di kantor adalah pilihan terbaik. Tanpa pikir panjang Lucas memilih mandi tengah malam. Sepuluh menit waktu yang ia butuhkan untuk menyegarkan tubuhnya.
Pelukan dari belakang membuat ia tersenyum. Tak perlu berbalik untuk tau siapa sang pemilik tangan. Aroma yang ia kenal sudah cukup membuat ia menyadarinya. Lucas mengusap punggung tangan gadis cantik itu.
"Apa sangat melelahkan?" tanya dengan nada manja.
"Hem!" jawab Lucas pelan.
Gadis cantik itu membalikkan tubuh Lucas menghadap ke arahnya. Jadi jemari lentik itu memijat ke dua sisi kening Lucas dengan posisi berjinjit.
Lucas menarik gadis itu untuk duduk di kasur King Size miliknya. Lalu merebahkan kepalanya di paha mulus yang terekspos karena gaun yang ia pakai tak mampu menutupi paha mulus nya. Tangan gadis itu kembali bekerja mengurut pelan. Memberikan rasa nyaman dan rileks.
"Aku lelah sekali," ujar Lucas dengan nada berat.
Ia memejamkan matanya. Gadis itu tersenyum tipis."Apa perlu aku melamar menjadi sekretaris mu, Kak?"
Kelopak mata sempit itu terbuka. Melihat lagi ke arah wajah cantik itu. Lalu tersenyum, ah! Senyum dan perhatikan yang hangat. Sudah sangat lama dan jarang ia dapat kan dari sang istri.
Semenjak Dea bekerja, Lucas mulai merasakan perubahan. Dea lebih sering menghabiskan hari di luar rumah. Bukan saja kesibukan mengurus ke dua buah hatinya. Wanita yang menyandang status Nyonya Sandoro itu bahkan tidak punya hari libur untuk bersama. Sekedar untuk saling melepas rindu.
Bagaimana tidak? Wanita cantik bak boneka berjalan itu sudah sangat sibuk. Saat hari libur akan di habiskan untuk tidur dan beristirahat. Bahkan waktu yang di miliki oleh Lucas jauh lebih banyak ketimbang Dea Meskipun wanita itu libur dua hari atau satu Minggu. Maka waktu itu akan di habiskan dengan sang buah hati.
Saat ia akan bermanja-manja, wanita itu tidak bisa. Ia terlihat letih dan butuh istirahat di dalam kamar. Manusia memiliki kebutuhan jasmani dan rohani. Dan Lucas, lelaki yang sangat tampan itu mendapat semuanya dari gadis yang kini terlihat memijit keningnya yang berdenyut.
"Boleh juga," jawab Lucas dengan senyum ganjil.
"Benarkah?" tanya sang gadis antusias.
Lucas terkekeh pelan. Lalu meraih tengkuk gadis cantik itu. Mengecup beberapa kali, membuat rona itu muncul. Meski jarak umur ke duanya terpaut sangat jauh. Tidak memberikan perbedaan yang jauh pula.
Gadis yang di merona itu begitu dewasa dan mengemas kan. Begitu tau apa pun yang Lucas butuhkan. Dan tidak pernah menuntut banyak hal.
"Aku butuh pelepasan," seru Lucas dengan nada lirih.
Gadis itu terlihat semakin memerah. Membuat Lucas semakin gemas. Lucas membenarkan posisinya. Ia memilih berhadapan dengan gadis cantik berkulit salju itu. Mendekatkan wajahnya. Ke duanya berciuman dengan panas.
Gadis itu terlihat ahli melayani nafsu lelaki Lucas. Hingga ciuman turun di leher jenjangnya. Bunyi decakan bibir dan erangan erotis terasa memanas. Ke duanya selalu melakukan nya kala ada kesempatan.
Sedangkan di lain tempat Wanita bermata rembulan itu menggoreskan ujung pensilnya di atas sketsa. Meski baru empat jam sampai di Bali ia sudah bekerja. Dea meraih cangkir kopi yang telah dingin. Menegak sisa kopie yang ada.
"Ah, habis!" Keluh Dea berdiri dari posisi duduknya.
Ia melangkah keluar dari kamar penginapan. Dea dan team perusahaan menyewa Villa mewah. Tanpa alas kaki Dea menuju dapur, kembali membuat kopi baru.
"Kau belum tidur?"
Seruan dari belakang tubuhnya membuat wanita cantik itu menoleh. Dea tersenyum, lalu berkata,"Apa Kakak juga ingin aku buatkan kopi atau susu hangat?"
Ara tersenyum. Ia menggeleng, wanita cantik berambut sebahu itu meraih gelas. Mengisi penuh dengan air mineral. Lalu melangkah menuju meja makan. Menarik kursi dan duduk. Menatap Dea yang kini mengaduk kopi yang telah jadi.
"Kau tidak lelah?" tanya Ara.
Dea melangkah dengan cangki kopi di tangannya. Lalu mengikuti jejak Ara, duduk di kursi.
"Lelah, hanya saja aku suka. Kakak tau bukan aku sangat menyukai membuat sketsa atau pun Desain bangunan," jawab Dea.
"Ya, aku tau. Hanya saja kau itukan sudah berkeluarga. Jadi pasti sangat lelah."
"Ya. Tapi Kakak boleh aku bertanya?" ujar Dea dengan wajah tak enak.
"Tanyakan saja. Aku tidak akan marah."
"Kenapa Kakak tidak mau menikah?"
Ara menatap lekat Dea. Membuat Dea merasa bersalah."Maafkan pertanyaan ku, Kak! Tidak usah di jawab," tutur Dea dengan wajah aneh.
Ara tersenyum."Aku tidak marah. Pertanyaan itu sudah sering aku dengar. Alasannya mungkin terdengar klise. Tapi baiklah akan aku katakan," jawabnya pelan,"Aku mengalami traumatik dalam hubungan. Karena Ibuku di selingkuh oleh Ayahku. Awalnya aku berpikir itu bahwa lelaki itu tidak sama. Namun kau tau De? Aku di selingkuhi tiga kali dalam hubungan pacaran. Dan terakhir, di tinggal nikah sejak saat itu aku berjanji aku tidak akan mau mempercayai lelaki dalam hubungan Pernikahan atau pacaran." Lanjut Ara dengan wajah menatap lekat wajah Dea.
Dea mengangguk mengerti, ia tau bagaimana rasanya itu."Aku berharap kau tidak mengalaminya Dea." Tutur Ara di sela ia meneguk air minum nya.
Dea hanya melempar kan senyum lembut tanpa balasan."Sayangnya dulu aku juga pernah merasakannya Kak! Tapi sekarang tidak lagi," ujar hati kecil Dea.
Wanita itu tidak tau saja. Takdir kembali mempermainkannya. Dan akan kembali menggoreskan luka dengan cara yang sama. Namun dengan kesakitan yang berbeda.
.
.
.
.
.
.
Derap langkah kaki seakan terasa berat dan mati. Mata tak ada lagi bercahaya, siapa pun yang melihatnya akan merasakan perasaan pilu mengolah luka. Wanita itu terlihat mati kata. Lidah tak lagi kelu namun sudah mati sempurna. Bagaimana bisa? Kata itu terus terucap tanpa nada. Semilir kata itu mati di dalam desahan.
"Dea tunggu!" teriak lelaki yang kini sudah sampai di depannya.
Mata itu memerah, ia tak berbicara meski mulut terbuka. Tak mengeluarkan nada. Tangan nya di cekal membuat tubuh ringkih itu masuk ke dalam dekapan hangat.
"Kau selingkuh?" Akhirnya, wanita wanita cantik itu mampu mengeluarkan nada penuh getar.
"A-ku tidak.."
"Tidak salah lagi, begitu?" tanya Dea. Wanita itu mendorong kasar dada bidang lelaki imut itu.
Membuat jarak pemisah. Orang-orang menonton dengan ekspresi wajah beragam. Lucas menggeleng menolak tuduhan yang menjadi fakta.
"Aku tidak selingkuh!" Keukeh Lucas mencoba meraih kembali sang istri.
PLAK !
Panas dan berdenyut. Lucas mengeram, Dea terkekeh. Bagaimana bisa lelaki itu masih menipunya. Saat bukti telah ia dapatkan. Bukan dengan selembar foto namun dengan mata kepala nya sendiri.
"Kita berpisah!" kata mutlak yang di lemparkan meruntuhkan jiwa nya.
Lucas panik. Dea berlari ke arah jalan. Penyesalan datang kembali menyelimuti.
"Dea!" Teriaknya panik kala mobil berlari arah menuju dengan kecepatan di atas rata-rata.
BRUK !
BRAK !!
Tubuh wanita itu melayang dan berguling di tegah aspal. Kecepatan waktu mampu membuat seluruh tubuh Lucas tak bertulang.
"Dea!!!!"
Teriakkan membuat ke dua mata lelaki itu terbuka. Tangan mungil terlihat mengusap tetesan peluh di dahinya. Lucas menatap lama sang putra.
"Papa bermimpi buruk?" tanya Jun dengan mata memancarkan ke khawatiran.
Lucas mendudukkan tubuhnya. Lalu menyandarkan tubuh lelahnya di dasbor ranjang.
"Papa demam. Aku sudah mengabari Mama untuk pulang," lanjut Jun dengan senyum lembut.
Ada hembusan napas lega. Ia bersyukur itu adalah mimpi. Benarkah, itu hanya akan menjadi mimpi buruk? Tidakkah itu akan menjadi kenyataan? Lucas memijit pelipisnya dengan perlahan.
"Terimakasih sayang," ujar Lucas dengan lembut.
Jun mengangguk pelan. Lalu mengedarkan pandangannya. Mencari sesuatu yang mungkin bisa meringankan rasa sakit kepala sang Ayah.
"Papa sudah tidak apa-apa, Jun istirahatlah," ujar Lucas yang tau dari gelagat sang putra.
"Baik Pa."
Lucas tersenyum. Jun turun dari ranjang. Anak lelaki itu memilih keluar dari kamar ke dua orang tuanya. Lucas mengusap kasar wajah nya, ia tau apa yang ia lakukan adalah hal yang salah. Namun, ia butuh Dea di sisinya. Memperhatikan nya, tapi Dea selalu tak ada kala ia butuhkan. Tiga tahun belakangan ini, Dea sibuk dengan karirnya.
Ia ingin menceritakan banyak hal pada Dea Jika begitu banyak masalah di kantor. Atau pun tentang tumbuh kembang putra-putrinya. Dea tidak ada waktu untuk itu. Datangnya orang ketiga adalah celah yang di buat oleh Dea. Bukan karena dirinya.
KLIK !
Pintu kamar terbuka. Wajah cantik itu terlihat panik. Ia mendekat ranjang dengan langkah lebar. Lalu duduk di tepian ranjang. Telapak tangannya di letakan di atas dahi sang suami. Panas, sang suami mengalami demam di musim penghujan.
"Maafkan aku, pesawat yang aku booking mengalami masalah. Jadi aku sampai di Jakarta sedikit telat." Ujar Dea mengelus pipi sang suami dengan lembut.
Lucas tersenyum. Ia meraih tangan Dea yang mengusap pipinya. Membawanya di depan bibir. Mengecup nya berkali-kali. Dea tersenyum lembut, Lucas menyadarkan kepala di bahu Dea. Jika sudah sakit, maka sang suami akan sangat manja.Dea suka akan hal itu, tangan yang lepas mengusap rambut hitam legam sang suami yang sudah mulai panjang.
"Tidak apa-apa, yang terpenting kau sudah di sini bersamaku," jawab Lucas dengan nada pelan.
"Apa masalah di kantor belum selesai?" tanya Dea lembut.
"Ya, masih belum selesai. Itu membuat aku semakin pusing De! Jika saja Chandra di sini mungkin aku tidak akan merasa sesusah ini," papar Lucas membuat hati Dea sedih.
Dea membenarkan letak bantal. Lalu membantu sang suami merebahkan diri. Mengelus di puncak kepala sang suami masih saja di lakukan.
"Aku akan memanggil Dokter ke sini untuk memeriksa Kak Lucas. Dan juga akan mengambil cuti beberapa Minggu sampai masalahmu beres," ujar Dea mengundang senyum lebar dan rasa tak suka di hati Baekhyun.
"Hei! Ada apa dengan ekspresi wajah mu itu Kak?" lanjut Dea melihat bagaimana ekspresi wajah Lucas.
"Kau sengaja ingin membuat aku cemburu sayang? Dengan membawa lelaki itu memeriksa ke adaan ku," kesal Lucas.
Dea terkekeh, ia lupa jika Lucas sangat tidak menyukai Bara. Lelaki itu masih menaruh harapan meski samar. Baik Dea maupun Lucas tau dengan sangat jelas akan hal itu.
"Hem, iya juga ya. Aku lupa jika ada pria selain dirimu yang mencintaiku," goda Dea semakin menambah raut wajah kesal Lucas.
"Wah! Nyonya Sandoro, anda begitu percaya diri." Ujar Lucas melepaskan usapan Dea di atas puncak kepalanya.
"Tentu saja, salah sedikit saja. Anda bisa di gantikan oleh Dokter Dirgantara itu, tuan Sandoro!" Goda Dea menoel puncak hidung Lucas.
Bermaksud menggoda agar Lucas tertawa kesal. Tapi reaksi yang di timbulkan oleh Lucas berbeda. Lelaki itu termenggu, seakan apa yang di katakan oleh Dea adalah sindiran halus.
"Kak Lucas!" panggil Dea cemas.
Lucas menggerjab beberapa kali. Menyadarkan dirinya, lalu meraih tangan Dea dengan lembut.
"Apa pun yang terjadi, maukah kau membicarakan nya baik-baik denganku. Jangan mengambil keputusan sepihak, aku tidak ingin kehilanganmu. Jadi aku mohon, jangan pergi kala ada yang salah. Kau bisa memaki atau memukulku, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku," ujar Lucas dengan wajah serius.
Dea terdiam. Ia menatap lama wajah sang suami. Cukup lama senyap mengisi ruangan mewah itu. Sebelum tarik kan sudut bibir membingkai wajah yang masih cantik di usia yang tak lagi muda.
"Apa sebegitu takutnya kau kehilangan aku?"
"Sangat!"
"Kalau begitu baik-baik lah padaku. Jangan menyakiti aku."
"Tentu, asalkan kau selalu di sampingku. Selalu ada di saat aku bangun tidur. Selalu ada saat ingin menutup mata."
Dea bungkam. Menatap wajah Lucas dengan tatapan yang tak ada satu pun tau apa artinya. Begitu juga dengan Lucas, lelaki itu menatap manik terang itu. Ke duanya mencoba menyelam rasa. Ada rasa yang tidak bisa di mengerti. Ada kerinduan yang patut untuk di selami.
Sepuluh menit di habiskan dalam keadaan sunyi dengan mata yang tak terputus kan. Dea mengangkat ke dua tangannya. Menangkap ke dua sisi wajah sang suami.
"Tergantung," jeda Dea dengan nada lembut,"Jika Kakak mengkhianati ku, maka tidak ada kesempatan ketiga. Aku bisa mengampuni seluruh kesalahanmu. Namun satu hal yang tidak bisa aku maafkan, yaitu perselingkuhan. Saat itu terjadi, aku, akan menghilangkan dari matamu. Bahkan kita mungkin tidak akan bisa sama-sama bernapas," lanjut Dea.
Bak ultimatum. Perkataan Dea membuat Lucas tercekat. Tidak dapat menjawab, tak sepatah katapun.
Di luar pintu kamar ke duanya, gadis cantik itu terdiam. Ia bermaksud ingin membantu Lucas. Jun mengabarinya kala sang Ayah sakit. Membuat gadis cantik itu terburu-buru pulang. Pelan-pelan ia menutup pintu kamar pasangan suami istri itu.
"Harusnya kau tidak memulai Kak! Hingga pilihan sulit yang akan kau lakukan dan aku juga," ujar gadis berdarah Jepang itu pelan.
Lalu melangkah pergi dari pintu kamar ke duanya.
***
Gerakan menghentak bersama nada-nada di ikuti beberapa perseta didik. Gadis remaja cantik itu terlihat antusias dengan tarian nya. Di depan sana pelatih cantik ikut bersama enam orang anak-anak remaja.
"Oke! Selesai!" Seru wanita imut itu kala alunan musik klimaks. Ia membalikkan tubuhnya menatap satu persatu anak didiknya.
"Terimakasih Guru Bella!" Teriak semuanya.
"Sama-sama, ingat sekarang kalian boleh pulang dan Minggu depan lagu kalian akan di rilis. Bersiaplah menjadi superstar!" Ujarnya dengan tangan di kepalkan ke atas.
Ke enam gadis remaja itu tersenyum. Bintang mengusap pelipisnya lalu melangkah menuju sudut ruangan. Sebotol air putih di sodorkan.
"Terima Guru." Ujar Bintang meraih botol mineral meneguk habis air yang ada.
"Kau pasti lelah," ucap gadis cantik itu mengusap peluh yang mengalir.
"Begitu lah. Tapi, aku suka," jawab Bintang dengan senyum lebar.
"Baguslah kalau begitu,"
Ke duanya berbincang-bincang banyak sebelum waktunya Bintang pamit. Gadis cantik itu di jemput oleh sang Ibu. Mobil sedan hitam itu melaju stabil membelah jalan Jakarta.
"Bagaimana latihan nya?" tanya sang Ibu.
"Menyenangkan, akhirnya aku akan menjadi seorang Idol."
"Sebegitu bahagia kah?"
"Ya, aku bahagia. Karena aku mendapat kan dukungan penuh dari Papa, Mama dan di bantu oleh Bibi Sasa" jawab Bintang dengan senyum mengembang.
Dea ikut merasa bahagia, mobil hitam berhenti di salah satu rumah makan di pinggir Jakarta. Tak ada banyak bantahan dan tanya, Bintang mengikuti Dea. Ke duanya duduk di salah satu ruangan VVIP.
"Apa hanya kita berdua?" tanya Bintang kala Dea memesan banyak makan hanya untuk nya.
"Ya, hari ini Mama ingin memberikan Bintang makan yang enak, karena seminggu ini Mama tidak bisa mengatur pola makan Bintang. Mama merasa bersalah," ujar Dea mengusap puncak kepala Bintang.
"Terimakasih Mama," ujar Bintang
Ke duanya berpelukkan. Namun manik mata Bintang menatap ruangan dengan mata aneh.
"Ada apa sayang?" tanya Dea kala Bintang melepaskan pelukannya.
"Apa Mama ingat saat kita makan disini. Bukan berdua tapi bertiga bersama Paman Mark," ujar Bintang dengan menatap ke arah sang Ibu.
Dea diam. Ah benar juga. Ia saat itu kehilangan ingatan. Mereka bertiga makan di restoran Jepang. Dan bertemu Lucas saat itu.
"Sudah sangat lama ternyata. Aku bersyukur karena Papa bisa mencintai Mama dan aku. Hingga aku memiliki keluarga lengkap, aku berharap itu adalah kesedihan pertama dan terakhir untuk kita," pinta Bintang.
Dea mengangguk pelan. Semoga saja itu adalah terakhir.
Di lain tempat lelaki Bintang itu tengah menatap matahari terbenam.
"Bagaimana indah bukan Kakak?" tanya sang gadis dengan memeluk tubuh Lucas dari belakang.
"Ya."
"Ada yang ingin aku katakan, ini adalah kabar baik untuk kau dan aku, Kak!" Ujarnya melepaskan pelukannya.
Lucas membalik tubuhnya menghadap sang gadis. "Kabar baik?" tanya Lucas dengan wajah aneh.
"Ya. Aku yakin ini adalah kabar bahagia," ujarnya dengan penuh keyakinan.
"Apa itu?"
"Kak Lucas!" Ujarnya membawa tangan kekar itu ke perut ratanya. Membuat lelaki itu tercekat."Aku hamil. Anak kita dan ini empat Minggu," lanjut nya bagaimana kan bom jatuh di kepala Lucas. Seketika ia merasa dunia berputar.
Gadis itu tersenyum dan memeluk Lucas dengan erat."Kau akan menikahi ku kan Kak? Menjadikan aku Ibu dari anak-anakmu. Tak masalah menjadi yang kedua, aku akan diam dan bungkam. Asalkan menjadi istri mu dan kau mencintaiku aku tak masalah menjadi istri kedua," ujarnya dengan membenamkan wajahnya ke dalam dada bidang Lucas.
3
.
.
.
.
.
"Kakak!" Ujarnya membawa tangan kekar itu ke perut ratanya. Membuat lelaki itu tercekat."Aku hamil. Anak kita dan ini empat Minggu," lanjut nya bagaimana kan bom jatuh di kepala Lucas. Seketika ia merasa dunia berputar.
Gadis itu tersenyum dan memeluk Lucas dengan erat."Kau akan menikahi ku kan Kakak Lucas, menjadikan aku Ibu dari anak-anakmu. Tak masalah menjadi yang kedua, aku akan diam dan bungkam. Asalkan menjadi istri mu dan kau mencintaiku aku tak masalah menjadi istri kedua," ujarnya dengan membenamkan wajahnya ke dalam dada bidang Lucas.
Lidah lelaki itu kelu. Hamil? Anaknya? Sudah pasti. Lelaki imut itu sangat tau, jika gadis cantik dan imut itu tidak berhubungan dengan lelaki manapun selain dirinya. Meski banyak pria yang menggoda nya. Tapi gadis cantik itu tidak pernah mau dan tidak tergoda.
Selisih jarak antara ia dan gadis itu cukup jauh. Dua puluh tiga tahun dengan tiga puluh lima tahun. Dua belas tahun selisih umur mereka. Gadis itu begitu mengklaimnya dan mencintai nya. Meski tidak ada hubungan lebih dari antara selingkuhan. Gadis itu mengatakan ia nyaman dengannya dan tidak menuntut banyak.
Benar. Awalnya memang begitu, namun sekarang? Lucas Sandoro harus memiliki nya. Tidak ada cara lain, bagaimana anak yang di kandung adalah darah dari lelaki imut itu.
"Mari kita menikah secepatnya. Namun maaf, kita tidak bisa mendaftar pernikahan kita secara hukum," ujar Lucas setelah sekian lama terdiam.
Gadis itu mengangguk dan tersenyum. Gila! Brengsek! Lucas Sandoro memang gila. Ia lupa, jika ia adalah Ayah dari dua orang anak dan seorang istri yang cantik.
"Ya, tidak apa-apa. Asalkan anak kita lahir ia tau Kakak adalah Papa nya sudah lebih dari cukup. Aku mencintaimu dengan tulus, tak peduli jika orang mencibir ku aku akan tetap mencintai mu, Kakak!" Jawabnya lalu mengeratkan pelukannya.
Lucas mengelus puncak kepala gadis itu. Tak jauh dari tempat mereka berpelukan seorang gadis menatap ngilu. Penuh amarah, dadanya panas. Namun ia tak dapat berbuat banyak. Ia dilema, sangat.
"Semuanya salahku, aku bodoh! Hingga semuanya seperti ini," ujarnya dengan tangis keras di dalam mobil sedan hitam.
***
Senyum Dea merekah. Ah! Sudah lama ia tidak memasakkan makan untuk keluarga tercinta nya. Jun makan dengan lahap begitu juga dengan Bintang. Sasa terlihat enggan, entah apa yang membuat napsu makan yang selalu besar itu surut. Padahal di depan matanya ada makanan kesukaan nya.
"Kenapa? Apa kau tidak suka?" seru Dea membuat seluruh mata menatap ke arah yang di tanya.
Wajah yang menunduk di angkat. Lalu menatap penuh lembut ke arah Dea."Aku merasa kehilangan selera makan Kak Dea, karena keluarga ku seperti nya ada masalah. Hingga dan pikiranku tak di sini," jawab Sasa dengan nada pelan.
"Masalah apa?" tanya Dea dengan nada panik.
Senyum tipis di lempar sebelum hembusan napas kasar."Kakak Perempuan ku di selingkuh oleh Kakak Ipar ku, aku tau akan hal itu. Tapi aku tidak bisa masuk karena itu akan memberikan kehancuran pada keluarga yang bahagia itu. Menurut Kak Dea, aku harus bagaimana? Apa aku harus mengatakan pada Kakak ku jika kakak Ipar ku berselingkuh atau diam saja. Agar Kakakku dan keponakan ku tidak menderita?" tanya Sasa dengan wajah serius.
Gerakan bibir Lucas yang mengunyah terhenti. Ia menatap aneh ke arah Sasa. Anak-anak mereka hanya diam. Tidak ada yang bersuara karena itu adalah pembicaraan orang dewasa. Meski Bintang tau, perselingkuhan adalah hal yang mengerikan baginya. Mengingat ia pernah menjadi korban dulu, ekor matanya menatap sang Ayah. Meski lidah tak bergerak menyuarakan apa yang dulu Ayahnya lakukan.
"Entahlah, pilihan yang sulit," jawab Dea dengan nada pelan,"Namun aku pikir Kakakmu perlu tau akan hal itu. Karena bagaimanapun kebahagiaan di atas kebohongan tidaklah etis. Sama saja ia hidup penuh dengan luka tanpa berdarah," jawab Dea membuat Sasa menatap lama.
Tidak ada yang tau apa yang mata itu tampilkan. Ada rasa bersalah yang besar di sana. Namun apa boleh buat nasi bukan menjadi bubur. Namun menjadi abu. Tidak bisa dimakan.
"Dan melihat dia hancur?" tanya Sasa hati-hati.
Tangan Dea terulur lalu menggenggam tangan Sasa dengan lembut. Ada kenyamanan yang Dea berikan untuk gadis cantik itu. Senyum hangat seolah tau keraguan dari gadis itu membuat ia terdorong. Memberikan nasehat.
"Sasa! Setiap orang pasti pernah terluka. Hanya saja mereka punya cara mengatasinya. Aku yakin setelah ia terluka dengan kejujuran. Ia akan hidup lebih baik lagi. Dan aku yakin ia akan menemukan lelaki yang baik dari suaminya atau memberikan ia peluang. Untuk sang suami berubah. Tergantung pilihan mana yang di pilih oleh Kakak mu. Kau cukup beri dia semangat dan dukungan saja," nasehat Dea.
"Keponakan ku?"
"Dia pasti mengerti, kadang saat orang dewasa memikirkan anak-anak. Mereka sebenarnya lebih dewasa dan bijak dari pada apa yang orang dewasa pikirkan. Kehilangan satu kaki masih ada tongkat, jadi Bibi tidak perlu takut. Senyum mungkin hanya terjeda bukan hilang," jawaban yang di berikan anak remaja itu membuat senyum Dea terbit.
Bintang Sandoro, begitu dewasa. Anak itu mengerti dan tau. Dea sangat menyayangi anak pertama nya itu. Penuh dengan kemandirian dan juga ceria. Jawaban yang ia berikan begitu tepat dan jelas. Jun hanya menjadi penyimak saja. Karena anak berumur sepuluh tahun itu tidak pernah merasakan apa yang Bintang rasakan.
Bintang merasakan kehancuran ke dua orang tuanya. Di mana saat kecil ia tidak mendapatkan perhatian penuh dari Lucas. Di mana Lucas menjaga jarak dengan nya. Melihat air mata sang Ibu adalah pedang yang mampu membuat anak itu terluka. Hingga ia dewasa sebelum umurnya. Bintang lahir tanpa kasih sayang yang penuh dari Lucas berbeda dengan Jun, ia lahir dengan kasih sayang.
Dari kecil di perhatikan oleh Lucas, di berikan cinta yang berlimpah. Tidak ada pertengkaran di antara ke dua orang tuanya. Tidak ada luka yang menggores nya. Namun meski begitu, ia adalah anak yang bijak dan cerdas.
Sasa menggenggam tangan Dea Menatap Lucas dengan tatapan yang sulit di artikan."Terimakasih Kak, atas sarannya," ujar Sasa dengan nada parau,"Maafkan aku, terimakasih atas semuanya. Aku malah membalas mu dengan luka," lanjut Sasa hanya dalam hati saja.
"Sama-sama, semoga cepat selesai." Jawab Dea mengusap punggung belakang Sasa.
Hilang sudah napsu makan Lucas. Lelaki itu berdiri dari duduknya. Lalu meninggal ruangan makan tanpa kata. Membuat seluruh mata menatap kepergian nya.
"Ada apa dengan Papa?" tanya Jun heran.
"Mungkin Papa sudah kenyang," jawab Bintang yang tau, jika sang Ayah merasa agak sensitif dengan apa yang di bicarakan. Karena sang Ayah pernah seperti itu. Ah, anak remaja cantik itu belum tau saja jika ia sekarang kembali lagi pada penyakit lamanya.
"Ya sayang, lanjutkan makannya," seru Dea membuat Jun kembali melanjutkan acara makannya.
***
Pagi yang cerah tak secerah hati gadis berumur dua puluh tiga tahun itu. Gadis asal Jepang itu mengemasi barang-barang nya. Di bantu oleh Dea, hari ini ia akan bertolak ke Jepang.
"Nanti jika ada masalah di sana tolong kabari aku ya," ujar Dea.
Sasa menoleh, ia mengangguk pelan."Maafkan aku, Kakak! Aku tidak bisa bersamamu dan mendampingi Bintang saat ia resmi sebut Minggu ini," sesal Sasa.
"Tidak apa-apa, kami mengerti." Jawab Dea di sela kegiatan memasukkan pakaian terakhir Sasa ke dalam koper. Lalu menutup nya.
"Kakak bolehkah aku memelukmu untuk mengisi semangat?" tanya Sakura membuat Dea tersenyum lebar.
"Tentu, ayo sini aku peluk!" Jawab Dea merentangkan ke dua tangannya.
Sasa masuk ke dalam pelukan Dea. Ia memeluk lama Dea, sangat lama. Dea mengelus punggung belakang Sasa.
Entah kenapa ia merasa ini adalah pelukan terakhir ia dan Sakura. Hingga ia juga mengeratkan pelukannya."Entah kenapa aku merasakan jika ini adalah pelukan terakhir antara kita Kak Dea," ujar Sasa menyuarakan isi hatinya.
"Tidak, kau kan akan balik kembali ke Indonesia. Jadi ini pelukan terakhir di Indonesia dan nanti pas sampai kau akan aku peluk lagi," bantah Dea.
Sasa mengangguk. Air mata meleleh. Dengan gerakan cepat ia menghapus nya. Dan melepaskan pelukan Dea. Ke duanya kini melangkah menuju luar. Di mana supir pribadi Dea sudah menunggu di luar rumah.
Melepaskan kepergian Sasa sendiri. Lucas masih di kamar, lelaki itu tidak keluar. Setelah Sasa pergi, Dea melangkah masuk ke dalam kamar. Ia menatap lambat punggung belakang Lucas yang terburu-buru mengemasi barang.
"Kakak! Kau mau kemana?" tanya Dea kala Lucas menoleh kebelakang.
"Maaf sayang, aku mendapat panggilan jika Perusahaan di Jepang dalam masalah. Jadi aku harus berangkat hari ini juga." Jawab Lucas di sela memasukan bajunya ke koper.
"Ah! Begitu. Baiklah aku akan membantu Kakak mengemasi barang," balas Dea.
Wanita cantik itu ikut membantu sang suami. Aneh! Itulah yang ada di otak Dea. Namun ia tak banyak tanya. Ia mengantarkan Lucas sampai di luar rumah. Karena Lucas beralasan jika Dea istirahat. Dan Dea menurut, meski ia merasa aneh kala Lucas memeluk nya erat-erat.
"Aku pasti sangat merindukan mu sayang saat di Jepang. Aku masih belum tau kapan akan pulang. Entah aku di sana sampai dua Minggu atau lebih. Aku mencintaimu sayang, jaga anak-anak dan dirimu. Aku akan segera pulang setelah semuanya selesai."
Itulah kata pamit. Sebelum ia meninggal Dea.
***
Derap langkah kaki menggema di lorong Rumah Sakit Indonesia Hospital. Wanita cantik itu terlihat panik. Meski pun peluh membanjiri tubuh nya ia tak berhenti. Hingga langkah kakinya berada di depan sebuah kamar rawat. Dengan penuh keraguan ia membuka pintu.
Seluruh mata menatap ke arah pintu. Di mana wanita bermata bulat itu berdiri menatap wajah tirus lelaki yang terlihat kacau. Ia masuk dengan membungkuk kan tubuh nya memberikan salam pada ke dua orang tua lelaki yang sudah menganggap dirinya juga seorang putri.
"Terimakasih telah datang De!" Ujar nyonya Winata memeluk tubuh Dea membuat Dea mengusap punggung belakang wanita tua itu dengan pelan.
Tuan besar Winata mengkode agar anak-anak nya keluar bersama dirinya. Di atas ranjang pesakitan, lelaki bermata bulat itu menatap langit-langit kamar Rumah Sakit dengan tatapan kosong.
"Aku pasti datang Ma, aku akan membujuk Kak Chandra ," jawab Dea membuat hati wanita tua itu lega.
"Terimakasih Dea. Mama tinggal ya, tolong bantu Chan!" Ujarnya lalu melangkah keluar.
Dea menarik kursi duduk di samping ranjang. Ia menggenggam tangan Chandra. Membuat lelaki itu menoleh.
"Dea!" Ujarnya dengan nada pecah.
"Ya aku tau," jawab Dea pelan.
Chandra bangkit di bantu Dea. Lelaki pucat itu memeluk tubuh Dea dengan kuat. Ia menangis keras, kehilangan istri tercinta membuat Chandra terpukul. Istrinya meninggal dua Minggu yang lalu. Membuat keadaan Chandra terpuruk. Ia di bawa pulang kembali ke Indonesia.
"Menangis lah Kak! Aku di sini," ujar Dea lagi.
Chandra memeluk Dea erat. Di lain tempat, lelaki Sandoro itu mengusap perut rata sang istri. Ah! Gadis cantik itu menjadi istri ke dua Lucas Sandoro. Tersenyum lebar.
Bunyi bel pintu membuat Lucas bangkit menuju pintu rumah gadis itu. Ia membuka dengan perlahan. Sial, baru saja terbuka lebar. Tamparan tangan melayang.
PLAK !
PLAK !
Gadis di belakang tubuh Lucas mematung melihat siapa yang datang dan menampar lelaki yang baru dua Minggu ini menjadi suaminya.
Keduanya membeku, tetesan air mata mengalir di pipi gadis cantik yang menampar Lucas. Pandang mata tajam menusuk ke duanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!