Senja itu temaram, jingga dan biru menyatu bak lukisan yang indah, Angin menghempas dedaunan membuat beberapa gugur ditanah... Ayatha hanya berdiri terdiam, matanya menatap kosong, disisi sisinya terlihat air mata mengalir, beberapa kali dia menghapusnya, namun tetap saja air matanya tidak bisa berhenti.
Sudah seminggu, Yosa berbaring di peristirahatannya yang terakhir, Ayatha sebenarnya sangat membenci tempat ini, tempat yang sangat familiar baginya bahkan saat usianya masih kecil. Dia membenci suasananya yang suram dan sedih, Namun entah kenapa di sepanjang hidupnya dia harus terus kembali ketempat ini, menyaksikan bagaimana orang-orang yang dia sayangi pergi meninggalkannya.
"Ayatha..." tegur Bibi itu pada Ayatha, Ayatha membalik tubuhnya melihat ibunya Yosa berdiri di belakangnya. Ibu Yosa tampak lebih kurus, Yosa adalah anak satu-satunya pasti Bibi sangat depresi kehilangan anak yang paling dibanggakannya.
"Bibi?" Kata Ayatha menghapus keras air mata di pipinya. pipinya tampak memerah.
" Ini...dia ingin kau memilikinya," kata Bibi itu pada Ayatha menyerahkan sebuah kotak merah pada Ayatha, kotak itu mirip seperti kotak perhiasan.
" Apa ini bi?" Tanya Ayatha bingung.
" Ntah lah, " Kata bibi itu pada Ayatha.
" Bagaimana Yosa bisa seperti ini?, setahuku dia selalu sehat, walaupun jarang sekali bertemu dengannya, tapi.... dia selalu saja tersenyum, aku tidak pernah menyangka dia punya penyakit yang begitu parah" kata Ayatha
" Kau tahu bagaimana Yosa bukan? dia selalu saja tersenyum, bahkan di detik-detik terakhirnya pun dia tersenyum, " kata Ibu Yosa air matanya turun, mengalir hingga ke sudut bibirnya, matanya yang bengkak memancarkan kesedihan yang dalam.
" Ya aku tahu, aku rindu semangatnya, rindu tingkahnya, gadis yang penuh semangat, " kata Ayatha tersenyum mengenangnya, namun air mata kembali menetes.
" Benar...Ayatha, jaga dirimu ya, bibi harus pulang," kata ibu Yosa lagi
Ayatha terdiam, bibi itu meninggalkan Ayatha sendiri. Ayatha membuka kotak itu, seuntai kalung putih dengan kristal aquamarine mengantung indah, bersinar dibawah cahaya yang temaram.
Ayatha terus memandang kalung itu, Apa maksudmu Yosa? Pikir Ayatha sambil melihat peristirahatan terakhir Yosa dari jauh.
Kini hanya ada Ayatha sendiri menghadap tanah perkuburan yang masih basah, lili putih menghiasi pusara Yosa. Ayatha mengelus batu nisan yang baru terpasang, wajah Yosa menghiasi nisan, dia masih seperti yang Ayatha ingat, di fotonya tersenyum sangat riang, gadis begini cantik kenapa harus pergi begitu cepat?
Air mata Ayatha mengalir lagi, dia namun dia berusaha tetap tersenyum...
" Yosa... Apakah kau sekarang bahagia disana?" tanya Ayatha
Hening....hanya hembusan angin terdengar kencang.
" Kenapa kau begitu cepat meninggalkan ku sendiri disini... Kenapa kau juga pergi meninggalkan ku?" Kata Ayatha lirih
Ayatha menghapus kembali air matanya...
Yosa, gadis lucu, cerdas dan selalu semangat itu sudah pergi meninggalkannya, Yosa satu satunya sahabat Ayatha, bahkan mungkin satu-satunya orang yang dimilikinya. Ayatha hanya anak yatim piatu yang pendiam dan Yosa lah satu satunya anak yang mau berteman dengannya disaat anak-anak semua menghinanya.
" Maafkan...maafkan aku....kau selalu ada saat aku membutuhkan mu...namun bahkan disaat terakhirmu...aku tidak ada, " kata ayatha
Angin terus bertiup semangkin kencang, membawa awan hitam mendekat, menambah suram suasana.
" Beristrahatlah... Aku akan menjaga yang kau berikan...maafkan aku" kata Ayatha menghapus air matanya, perlahan meninggalkan pusara Yosa di temani rintik hujan yang mulai menghantam tanah.
2 tahun kemudian...
Ayatha memandang jendela sekolahnya, hujan tidak pernah berhenti, tak mengizinkan sedikitpun cahaya matahari menyentuh tanah di desa kecil itu. Ayatha hanya terdiam, pikirannya melayang, dia sudah mencoba untuk tidak memikirkan Yosa, namun hujan selalu mengigatkannya pada gadis yang ceria itu.
" Selamat pagi anak-anak, " kata Pak Guru memasuki kelas.
Ayatha bangkit dengan lemas, memberi salam lalu segera duduk kembali.
" Hari ini ada anak pindahan "
Sayup - sayup Ayatha mendengarkan Pak Guru namun Ayatha sudah kembali dalam lamunan panjangnya.
Lamunan Ayatha terusik karena seseorang tiba-tiba duduk disampingnya, dia memandang pria itu, seorang yang asing, dia tidak pernah bertemu dengan pria ini, siapa dia? pikir ayatha sambil menatap pria ini.
Namun pria itu hanya diam saja, sama sekali tidak memperhatikan Ayatha, Ayatha segera berhenti memperhatikan pria itu. Dan semuanya berlalu seperti biasanya.
____________________________________________
Jam masih menunjukkan jam 6 pagi, Ayatha menyandarkan sepedanya di tempat biasa dia meletakkanya. Udara pagi ini masih basah, semalaman hujan turun tidak berhenti. Suasana sekolah masih sepi, tidak seorang pun ada sekolah kecuali penjaga sekolah. Ayatha bergegas masuk kesekolah karena rintik hujan mulai turun lagi.
Ayatha berjalan perlahan-lahan di lorong sekolahnya, Ayatha menikmati setiap suasana di lorong sekolah, Ayatha sangat menyukai suasana pagi hari disekolahnya, tenang...sepi… menyenangkan, karna dia bisa dengan leluasa menikmati setiap sudut ruangan sekolah ini yang tidak bisa dia lakukan jika sekolah ini sudah penuh siswa.
Ayatha berputar-putar beberapa kali menikmati suasana lorong kecil itu, melihat kedepan, berputar melihat kebelakang, melihat lorong yang dia tinggalkan dan berjalan mundur perlahan-lahan...menikmatinya, saat tiba-tiba dia menabrak sesuatu, ayatha terkejut karna biasanya tidak ada orang disini.
Ayatha segera berbalik melihatnya, dia tinggi sekali, ayatha hanya sebahunya saja. Ayatha terdiam, pria itu hanya memandangi dengan tatapan yang datar. Ehm… dia seperti pria yang duduk di sampingku, pikir Ayatha, Ayatha hanya menatapnya, ada sesuatu yang lain darinya...tapi apa? pikir Ayatha.
Mereka saling melihat satu sama lain sebelum pria itu tiba-tiba pergi begitu saja. Harusnya aku mengucapkan maaf padanya, tapi haruskah? Pikir ayatha.
Ayatha menuju kelasnya, mereka berjalan beriringan, namun mereka hanya diam saja, yang terdengar hanya suara derap langkah mereka, tak satupun yang mecoba menyairkan suasana. Sampai di kelas, mereka segera duduk bersebelahan
Hening...semua senyap... Mereka hanya duduk berjam-jam tanpa berbicara apa-apa.
" Hai, dra… mau ikut kami berkeliling?" Kata Roni, salah satu teman sekolah Ayatha menyapa pria yang ada disamping Ayatha.
"Owh, ok" kata pria itu, ini pertama kalinya Ayatha mendengar suara beratnya.
Dia bangkit dan mengikuti roni dan 3 orang teman yang lain, Ayatha memandanginya dari belakang… dia tampak berbicara pada mereka… bagaimana seseorang bisa begitu cepat akrab dengan orang lain? Pikir Ayatha.
Dering lonceng tanda jam istirahat berbunyi, semua anak berteriak kegirangan dan segera berhamburan keluar kelas. Kenapa hidup mereka terlihat sangat menyenangkan?, pikir Ayatha memandang mereka.
" Kau tidak makan?" Tanya seseorang mengacaukan lamunan Ayatha.
" Eh, aku?" kata Ayatha melihatnya, Ayatha kaget, mereka belum pernah berbicara apapun, bahkan Ayatha saja tidak tahu siapa nama pria yang ada disampingnya itu, dia hanya ingat roni pernah memanggilnya 'ndra'.
" Iya, kau… tidak makan?" katanya datar saja, malah terkesan dingin.
Ayatha hanya mengeleng-gelengkan kepalanya, merasa kecanggungan di sekitarnya.
" Andra, ayo makan di lapangan basket," teriak Roni dari depan.
" Owh, tunggu sebentar," katanya langsung membereskan beberapa barang dan memasukkannya kedalam tas, dia langsung berdiri dan meninggalkan Ayatha yang penuh tanda tanya, kenapa dia bertanya seperti itu padaku?,aku tidak pernah ditanya seperti itu oleh seseorang, pikir Ayatha
Ini pagi yang cerah, seharusnya Ayatha tidak kesekolah hari ini, karna hari ini sekolah sedang libur, tapi Ayatha sedang bersepeda menuju sekolah, Ayatha ingin meminjam beberapa buku, ada PR yang sama sekali tidak bisa dia kerjakan, dia bahkan lupa Pak Hary pernah memberi pelajaran ini atau mungkin memang Ayatha yang tidak pernah mengerti pelajaran seperti ini.
Ayatha mengayuh sepedanya hati –hati karena jalanan licin bekas hujan semalaman, namun saat jalanan turunan entah bagaimana ayatha kehilangan kontrol sepedanya dan tiba-tiba dia sudah terjatuh.
Ayatha meringis kesakitan, tangannya lecet terkena aspal. Ah… terlalu banyak melamun juga tidak baik ternyata, pikirnya sambil membersihkan pasir dari tangganya yang terluka.
" Kau tidak apa-apa?" Tanya seseorang tiba-tiba mengagetkan Ayatha, Ayatha segera melihat pria yang menegurnya. Itu Andra, membuat Ayatha tambah terkejut.
" Eh, iya… " kata Ayatha segera mencoba bangkit, dia baru sadar ternyata kakinya juga lecet.
" Tangan mu lecet," kata Andra
" Owh.. ini tidak apa-apa kok," kata Ayatha sambil mengusapnya.
" Kau mau kemana?" katanya lagi
" Mau ke perpustakaan sekolah"
" Aku juga mau kesana… ayo sama-sama, " katanya datar
Ayatha melihatnya, dia benar-benar mengajakku ke perpustakaan sama-sama? Ayatha melihatnya lagi, dia kelihatan serius. Andra memimpin langkah, Ayatha mengikutinya dari belakang sambil menuntun sepedanya, Andra sangat tinggi, tubuhnya bidang dan sangat bagus, hampir menutupi seluruh tubuh Ayatha yang ada di belakangnya.
Suasana sepi, mereka baru saja sampai di perpustakaan, Andra langsung meletakkan tasnya dipojok perpustakaan, tempat kesukaannya.
Mereka tidak lagi berbicara, Andra hanya diam membaca beberapa buku, Ayatha berusaha sekuat tenaga untuk membuat PRnya, namun beberapa kali pun dia melihat contoh dan seberapa banyak pun buku yang dia bawa ke mejanya, ayatha tetap tidak bisa, Hah...kenapa fisika itu susah banget, pikir ayatha menyerah sambil meletakkan kepalanya di atas buku, menyesali kebodohannya, kenapa aku tidak bisa sepintar Yosa… dia sangat jago dalam pelajaran fisika ini… ahh... Yosa kenapa kau pergi terlalu cepat… keluh Ayatha dalam hati.
Ayatha memasang wajah masamnya saat perlahan lahan dia mengangkat kepalanya lagi, dan jantung Ayatha hampir copot karena tiba-tiba dia melihat Andra sudah duduk di depannya sambil memasang muka datarnya dan memandang Ayatha, Ayatha langsung duduk tegak dan gugup.
Andra mengambil PR fisikanya, membuat Ayatha bertambah kaget melihat kelakuan Andra yang spontan, kenapa dia melakukan itu? Pikir Ayatha malu karena dari tadi dia hanya bisa menyelesaikan dua soal saja, Ayatha langsung kelagapan.
" Ah.. itu.. jangan diambil, " kata Ayatha ingin meminta PRnya kembali.
" Kau tidak bisa mengerjakannya?" kata Andra sambil melihat Ayatha serius.. Ayatha langsung terdiam.. antara gugup, dan malu... Dia jarang berbicara dengan orang sebanyak ini.
" Ehm.. iya, " kata Ayatha pelan dan lemah.
" Sini, " katanya meminta pena yang ada di tangan Ayatha.
" Tidak apa-apa aku akan mencoba mengerjakannya," kata Ayatha sungkan.
Andra segera mengambil pensil yang ada di tasnya, dan langsung mengerjakan PR Ayatha, dia sangat-sangat serius, Ayatha yang tadinya ingin mengatakan untuk jangan mengerjakannya, tapi urung melakukannya karena Andra sangat serius mengerjakannya.
Hampir 1 jam mereka terdiam, Ayatha terdiam saja, Andra juga diam sambil serius mengerjakan yang ada di bukunya, dia tidak tahu harus apa… Kenapa aku bodoh sekali? pikirnya.
" ini, " katanya menyerahkan buku PR Ayatha,
Ayatha mengambil dan melihatnya.
wahh..dia mengerjakan semua PRku… dia jenius sekali..pikir Ayatha sambil sesekali melihat Andra tidak percaya.
" Terima kasih" kata Ayatha sambil memberi hormat pada Andra.
" Aku mengerjakannya dengan pensil, salinlah dengan pena, " perintah Andra.
" Eh, iya.. terima kasih, "kata Ayatha memberi hormat lagi.
" Kerjakan sekarang, kalau ada yang tidak tau, kau langsung bisa bertanya pada ku, " katanya serius.
" Dirumah saja, nanti terlalu lama disini, " kata Ayatha sungkan.
" Enggak apa-apa..kerjakan saja, " kata Andra dengan tatapan sangat serius, Ayatha segera menundukkan kepalanya, mau tidak mau dia harus melakukannya.
Ayatha mulai menyalin semua Pr yang sudah dia kerjakan, sesekali ayatha melirik Andra.. dia sedang serius membaca buku di depan Ayatha, ada beberapa hal yang tidak Ayatha mengerti, namun Ayatha terlalu takut untuk bertanya padanya.
Sesekali angin menerbangkan beberapa helai rambut yang jatuh di dahi Andra, pria ini sangat sempurna, wajahnya putih bersih, alisnya hitam tertata rapi, mata hitamnya tegas namun indah, hidungnya mancung dan bibirnya merah. Tanpa sadar Ayatha jadi terus melihatnya.
" Aku harus keluar, tolong jaga barang-barangku, " katanya memecah kesunyian.
" Hah.. iya.. baik" kata Ayatha kanget.
Andra langsung bangkit dan berjalan keluar. Ayatha langsung cepat-cepat menyalin semuanya, biar saat Dia kembali..aku sudah selesai…pikir Ayatha.
Dan..akhirnya PR itu selesai juga, Ayatha menghempaskan badannya di kursi perpustakaan itu. Aduh… tanganku sakit sekali, kata ayatha dalam hati, sakit karna menyalin juga karna ada luka lecet di dekat sikunya. Saat ayatha menyalin PR, ayatha sempat beberapa kali meringis kesakitan, untung andra sedang serius membaca bukunya, jadi dia tidak memperhatikannya, pikir Ayatha.
" Sudah selesai, " kata Ayatha sungkan sambil tersenyum sopan saat melihat Andra yang baru datang.
" Owh… iya, " kata Andra menuju ketempat Ayatha.
" Terima kasih…" kata Ayatha sungkan.
" sama-sama "
" Kalau begitu aku harus pulang"
" baiklah"
Ayatha membereskan semua barang-barangnya, sesekali Ayatha melihat Andra, dia masih duduk serius sambil membaca bukunya.
" Aku sudah selesai, aku permisi pulang dulu ya" kata Ayatha.
" Iya, " kata Andra sedikit tersenyum, itu pertama kali Ayatha melihat Andra tersenyum, senyumnya menambah manis wajahnya, walaupun senyumnya hanya sedikit.
Ayatha segera keluar dari perpustakaan menuju sepedanya, tangannya masih terasa perih, Ayatha beberapa kali melihat lukanya yang ternyata sudah berdarah banyak.
" Hey, " teriak Andra tiba-tiba.
" Ya? " kata Ayatha melihat Andra sambil mengerutkan dahi.
" Ini, " kata Andra menyerahkan sesuatu pada Ayatha.
" Ehm… ini? " kata Ayatha bingung.
" ini obat untuk luka di tangan dan di kaki… pasti sulit menulis kalau luka, " kata Andra dengan wajahnya yang serius.
Eh.. Dia memperhatikan aku? Apa dia melihat aku dari tadi meringis kesakitan saat menyalin PR itu? Pikir Ayatha, dia hanya tertegun memperhatikan Andra.
" Terima kasih, " kata Ayatha.
" Lain kali harus memperhatikan pelajaran dan hati-hati, " kata Andra lagi namun tetap dengan wajah seriusnya.
"Baik, " kata Ayatha sungkan.
Ayatha memikirkannya sepanjang perjalanan pulang..kenapa Andra melakukan itu?. Kenapa dia baik padaku? padahal kami belum pernah berkenalan sama sekali, pikirnya.
" Aku pulang, " kata Ayatha sambil membuka pintu, tidak ada sautan dari dalam rumah.
Ayatha selalu melakukannya..walau dia tahu tidak ada seorang pun di rumah itu, dia tinggal sendirian, orang tuanya sudah lama meninggal karena kecelakaan saat dia berumur 5 tahun, lalu Ayatha tinggal dengan bersama neneknya, namun saat berumur 12 tahun, Ayatha ditinggalkan oleh neneknya, mungkin karena itu ayatha sudah kebal dengan rasa " Kehilangan ".
Sekarang Ayatha tinggal sendiri di rumah peninggalan neneknya, seharusnya dia tinggal bersama Pamannya… namun, Pamannya memiliki keluarga sendiri yang tidak bisa diganggu, hanya itu yang dikatakan Pamannya, padahal Ayatha tahu benar bahwa istri Paman sama sekali tidak menginginkannya dari dulu, walau begitu Paman tetap memberikan semua tunjuangan hidup Ayatha , membiayai sekolahnya dan apapun yang Ayatha butuhkan. Hidup sendiri diusia muda bukan hal yang mudah, namun hal ini harus dijalani oleh Ayatha.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!