NovelToon NovelToon

One Day With You

Episode 1

Sejak kecil Evelyn sudah terbiasa hidup dalam kesepian. Memiliki keluarga yang lengkap tetapi tetap saja ia merasa sendirian. Evelyn Lawrence, nama indah yang disematkan oleh Mamanya lima belas tahun lalu padanya. Evelyn sangat menyukai nama itu, karena setiap mengingat namanya ia akan teringat mendiang Mamanya. Ya, sangat disayangkan, Evelyn harus kehilangan sang Mama sepuluh tahun yang lalu. Penyakit yang mematikan menggerogoti wanita itu hingga tak bersisa.

Saat itu ia masih berumur lima tahun, masih sangat kecil. Ketika Mamanya masih ada, mereka adalah keluarga yang bahagia. Papanya, Charless Lawrence juga adalah suami dan ayah yang baik bagi keluarga. Charless sangat mencintai istrinya. Tapi setelah kematian istrinya, hampir setahun pria itu begitu terpuruk.

Evelyn pikir Papanya akan terus mengingat Mamanya sepanjang hidupnya. Ternyata tidak, begitu Charless lepas dari belenggu kenangan mendiang istrinya, ia segera membawakan ibu pengganti untuk Evelyn. Evelyn tidak bisa menyalahkan sang Papa, karena bagaimana pun juga hidup terus berlanjut, Charles tidak boleh terus larut dalam duka. Ia juga butuh pendamping hidup yang baru.

Evelyn dulunya adalah anak semata wayang Charles Lawrence dan Alea Lawrence. Tetapi setelah Alea tiada, semuanya berubah. Evelyn tidak punya teman bicara lagi. Evelyn paling dengan dengan Mamanya, semua rahasianya hanya ia ceritakan padanya. Sepeninggal istrinya, Charles juga menyibukkan dirinya di perusahaan agar tidak terus memikirkan mendiang istrinya sehingga tidak punya banyak waktu untuk putrinya.

Evelyn memejamkan matanya. Kelopak matanya tertutup membuat polesan eye shadow berwarna peach itu berkilauan. Evelyn memakai gaun merah muda dengan lengan terbuka. Angin malam menerpa kulit lengannya yang mulus. Ia tidak merasakan lagi dinginnya malam, karena saat ini yang dia bayangkan adalah wajah Mamanya. Evelyn berharap Mamanya ada di sampingnya, ia ingin memeluk wanita itu.

 Di saat Evelyn mengalami rindu berat pada Mamanya, suara erangan seorang wanita menggema di telinganya. Evelyn membuka matanya dan mencari arah suara yang tidak jauh darinya.

Hanya perlu berjalan beberapa langkah Evelyn berhasil menemukan asal suara yang ternyata adalah erangan seorang gadis yang sedang dicumbu mesra oleh pasangannya. Evelyn bergidik serta melayangkan tatapan sinis pada pasangan yang tidak tahu tempat itu meski mereka tidak menyadari kehadirannnya. Evelyn tidak ingin mengganggu mereka dan memilih pergi dari sana. Tapi sebelum ia melangkah, pria yang sedang mencumbu wanita itu menatapnya lekat.

Evelyn menggerutu sambil masuk ke dalam aula hotel yang tengah dikerumuni oleh tamu pesta ulang tahun pernikahan Charless dan istri mudanya. Tadi Evelyn merasa penat di keramaian ini dan lelah meladeni kolega-kolega Charless bicara, sehingga ia pergi ke taman hotel untuk menyendiri. Tidak disangka ia malah diganggu oleh pasangan mesum itu.

Di atas panggung Charless dan istri mudanya sedang bernyanyi layaknya pasangan yang baru saja menikah. Evelyn duduk di tempat duduknya semula, di sebuah meja khusus untuk keluarganya. Hanya ada Harold di sana, adik tirinya yang sedang tersenyum bahagia melihat Papa dan Mamanya di atas panggung.

"Kak Eve dari mana?" tanya Harold yang baru berusia tujuh tahun itu.

"Kakak dari toilet." jawab Evelyn. Keduanya saling menautkan tangan untuk menikmati lagu yang dibawakan oleh kedua orang tua mereka.

Meski mereka hanya saudara tiri, Evelyn tetap menjalin hubungan yang baik dengan Harold. Ia menyayangi anak itu seperti adik kandungnya sendiri, begitu juga dengan Harold terhadapnya.

Setelah Charless dan istrinya turun dari panggung, MC mengumumkan acara lepas yang berarti acara akan selesai. Di meja mereka berkumpul, dua orang pria datang menghampiri.

"Hei Charless, selamat ulang tahun pernikahan." pria yang berumur sama dengan Charless memeluknya. Itu adalah Paman Peter Bagder, teman dekat Charless.

"Terima kasih sobat, aku kira kau tidak akan datang." balas Charless.

"Bagaimana mungkin aku tidak datang. Aku bahkan menyuruh Baron datang lebih dulu karena ada yang harus aku urus di kantor. Tapi ternyata Baron malah berkeliaran entah kemana." Peter menatap tajam pada putranya yang diberi pesan untuk mewakilinya ke pesta ini.

Charless tertawa, "Sudahlah Pete, namanya juga anak muda." menepuk pundak Baron, putra semata wayang Peter Badger yang saat ini berusia sembilan belas tahun. Baron tersenyum dan bersikap sopan padanya.

Tidak lupa, Peter menjabat Ellen Lawrence, istri muda Charless. "Happy anniversary Ellen. Makin cantik saja dirimu, pantas Charless betah." sanjungnya.

Ellen terkekeh, wanita itu memang sangat cantik. Usianya baru tiga puluh lima tahun sedangkan Charless empat puluh tahun.

"Jangan bicara begitu, nanti Charless cemburu." balas Ellen.

Charless mendekap Ellen, "Ellen, lebih baik kenalkan Pete dengan temanmu, janda juga tidak masalah, agar dia tidak kesepian."

"Tutup mulutmu bung, aku tidak butuh wanita!" hardik Peter membuat Charless dan Ellen tertawa.

Disela percakapan mereka, Evelyn memperhatikan Baron Badger yang duduk di seberangnya. Evelyn yakin Baron adalah pria yang dia lihat di taman tadi. Sadar diperhatikan, Baron menoleh, menangkap Evelyn yang tidak sempat menghindar.

"Ada apa adik kecil, kau menyukaiku?" ujar Baron dengan seringaian tipis.

Evelyn gagap segera mencondongkan punggungnya ke kursi karena Baron menyosor pandangannya. Apalagi mata milik Baron sangat tajam dan wajahnya juga tegas. Mungkin bagi wanita dewasa Baron adalah laki-laki yang tampan dan menarik. Tapi bagi remaja seperti Evelyn, Baron sangat menakutkan.

Baron terkekeh kecil melihat reaksi Evelyn. "Baron jangan menggangu Eve!" sela Peter.

Ellen melihat Baron dan Evelyn bergantian hingga sebuah ide muncul di kepalanya.

"Pete, coba perhatikan Eve dan Baron. Apakah mereka serasi?" ucap Ellen.

"Sayang, jangan bilang kau ingin menjodohkan mereka. Kalau iya, aku tidak setuju. Aku tidak suka perjodohan, biarkan anak-anak kita menentukan masa depannya." ucap Charless.

"Benar, aku setuju denganmu. Tapi kalau Baron dan Eve saling suka akan lebih baik." jawab Peter.

"Bagaimana Nak, apakah kau menyukai Eve?" tanya Peter pada putranya.

Baron malah tersenyum usil ketika melihat Evelyn yang tidak senang dengan pembicaraan mereka. Anak muda itu malah meletakkan tangannya di atas tangan Evelyn. "Tentu saja Pah, Baron menyukainya. Baron harap bisa menikahi anak ini di masa depan." Baron sengaja.

Evelyn langsung menarik tangannya dari Baron dan berlari memeluk Charles. Di mata Evelyn, Baron seperti laki-laki pedofil yang tengah mengincarnya. "Tidak mau. Aku tidak mau menikah dengannya." Evelyn pikir pembicaraan itu serius membuatnya takut.

Mereka yang ada di meja itu tertawa terbahak, "Baron kau membuatnya trauma di hari pertama kalian bertemu."

Evelyn tidak tahu kalau Paman Peternya memiliki anak. Setiap bertemu, Peter hanya membawa Anna, keponakannya yang seumuran dengannya. Evelyn berharap tidak bertemu dengan Baron di masa depan. Kesan di pertemuan pertama mereka tidak menyenangkan. Apalagi ia melihat bagaimana Baron mencumbu perempuan itu dengan brutal, ia merinding membayangkan diperlakukan seperti itu. Entah kenapa Evelyn takut dan rada jijik pada Baron.

Episode 2

Evelyn berharap tidak bertemu dengan pria itu lagi. Namun, takdir berkata tidak. Setelah pertemuan itu, Evelyn malah lebih sering berurusan dengan Baron.

Ellen menjadi sering berkunjung ke rumah Peter karena Nenek Baron yang sudah tua pulang dari rumah anaknya yang lain di luar negeri. Nenek Baron ingin menghabiskan sisa hidupnya di tanah kelahirannya. Nasib Evelyn dan Baron serupa, Mama mereka meninggal belasan tahun yang lalu. Tetapi sampai sekarang Peter tidak menikah lagi karena besarnya cintanya pada mendiang sang istri.

Karena keluarga Lawrence bersahabat dengan keluarga Badger, maka Ellen sering berkunjung ke rumah Peter. Nenek Baron dan Ellen cukup dekat. Dua wanita beda generasi itu sering menghabiskan waktu sehingga Nenek Baron tidak kesepian.

Evelyn juga tidak bisa menolak untuk ikut ke rumah Paman Peter. Seluruh aktivitas Evelyn dikontrol oleh Ellen. Ellen adalah sosok ibu yang tegas terhadap anak-anaknya. Meski Evelyn anak sambungnya, ia tetap mendidik Evelyn dengan baik, tidak ada bedanya dengan didikannya pada Harold. Charles yang sudah yakin dengan istri mudanya, menyerahkan urusan anak-anak padanya.

Dua minggu setelah pesta ulang tahun pernikahan, Ellen membawa kedua anaknya ke rumah Peter untuk menemui Nenek Han, ibunya Peter yang sudah pulang ke tanah kelahirannya.

Evelyn dan Harold bergantian menyalami Nenek Han. "Apa kabar Nenek." sapa Evelyn.

"Nenek baik." Nenek Han tersenyum membuat matanya yang sipit hampir tidak terlihat. Nenek Han adalah wanita keturunan Jepang. Kedua orangtuanya merantau ke negara Jerman hingga Nenek Han dilahirkan di sini. Nenek Han menikah dengan pria lokal yakni Kakek Baron yang telah lama meninggal.

Nenek Han mencubit pipi Evelyn, terakhir mereka bertemu tiga tahun yang lalu sebelum wanita itu pergi ke rumah anaknya di Spanyol.

"Kau membesarkan anak-anakmu dengan baik Ellen." ucapnya.

Ellen tersenyum, "Eve bawa adikmu bermain ke taman belakang. Mama dan Nenek Han ingin bicara." suruh Ellen.

Evelyn menurut sambil menggandeng adik laki-lakinya. Meski sudah lama tidak ke rumah ini, Evelyn masih ingat letak taman belakang. Dulu dia dan Anna, keponakan Paman Peter sering bermain di sini. Sekarang Anna sudah pindah mengikuti orang tuanya ke Spanyol.

Di saat Evelyn dan Harold asik bermain di taman, mereka tidak sadar tengah diperhatikan oleh dua pasang mata dari sebuah ruangan.

"Mereka siapa sayang? Seingatku Anna sudah pindah." tanya seorang gadis cantik pada Baron. Keduanya duduk di sofa yang menghadap jendela sehingga mereka bisa melihat Evelyn dan Harold.

Baron mengangkat bahunya seakan tidak peduli. Padahal ia mengingat gadis yang pernah dia buat ketakutan di pesta tempo hari.

"Pasti tamu Nenekmu. Huh Nenekmu sangat suka menampung orang asing di rumahmu dan sangat ramah pada mereka. Tetapi kenapa padaku dia selalu ketus. Padahal aku ini pacar cucunya." keluh gadis itu.

Namanya Laura Belle Eugene, gadis cantik yang merupakan kekasih Baron. Baron dan Laura adalah pasangan terfavorit di sekolah mereka. Baron yang merupakan anak dari pemilik sekolah, sementara Laura adalah siswi paling populer yang telah diterima di agensi modelling terbesar di Paris. Dan sebentar lagi gadis itu akan berangkat dan menjadi model terkenal.

Ya, keduanya sudah lulus SMA. Laura akan berangkat ke Paris, sementara Baron akan kuliah di kampus ternama di kotanya.

"Jangan pikirkan Nenek. Yang penting aku mencintaimu. Nenek memang masih belum menerimamu, tapi dia juga tidak bisa mencampuri hubungan kita." ucap Baron demi menenangkan kekasihnya.

Laura sedikit tenang mendengar itu, " Tapi berjanjilah jangan macam-macam selagi aku masih di Paris."

Baron mengangguk, kemudian menatap dalam wajah Laura yang cantik dan seksi. Ia mencium gadis itu dengan dalam, memuaskan hasratnya karena sebentar lagi mereka akan berpisah cukup lama. Baron membawa Laura ke ranjangnya dan menyentuh sang kekasih dengan lembut.

Evelyn lagi-lagi bergidik ngeri saat melihat sepasang kekasih itu bersetubuh dengan brutal. Lagi-lagi mata Evelyn tercemari oleh pasangan mesum itu.

"Astaga!" gerutunya sembari menjauh dari lorong itu. Tadinya Evelyn ingin mengambilkan air untuk Harold, ketika ia melewati jendela kamar yang terbuka, ia malah melihat adegan film panas itu.

Evelyn akhirnya membawa Harold ke ruangan dimana Mama dan Neneknya berada. Ia tidak ingin Harold sampai melihat apa yang dilihatnya.

"Evelyn apakah kau punya teman dekat laki-laki?" tanya Nenek Han.

Evelyn menggeleng, ia memang hanya punya teman perempuan karena Ellen mengawasi pertemanannya.

"Bibi, Eve masih kecil. Aku tidak akan mengizinkannya berpacaran sampai usianya cukup dewasa. Di masa remajanya, tugas Eve hanya belajar dan jadi gadis yang baik." tanggap Ellen yang mengerti maksud Nenek Han.

Setelah memikirkan sesuatu Nenek Han berucap, "Ellen kau begitu memperhatikan Evelyn. Aku yakin dia akan jadi gadis yang bijak dan cerdas. Aku terpikat padanya. Seandainya Evelyn mau menjadi istri Baron di masa depan, bagaimana menurutmu?"

Ellen tidak menyangka Nenek Han memiliki pemikiran yang sama dengannya.

"Aku juga berharap begitu Bi, tapi kita tidak bisa memaksa mereka. Jika mereka tidak mau, kita bisa apa?" jawabnya yang kini sependapat dengan Charles

Nenek Han mengangguk. Lagi dan lagi Evelyn selalu takut karena semua orang sepertinya ingin menjodohkannya dengan Baron. Jelas ia tidak mau. Para orang tua ini berpikir Evelyn tidak mengerti dengan pembicaraan mereka. Bagaimana pun ia sudah lima belas tahun, tentu ia mengerti. Ini akan menjadi beban pikirannya setelah melihat kelakuan Baron di belakang mereka.

Tidak berapa lama, Baron dan Laura muncul. Sepertinya gadis itu ingin pulang. "Nenek Han, aku akan pulang." pamitnya.

Begitu Laura muncul, senyum Nenek Han pudar, ia menunjukkan jelas rasa tidak sukanya pada gadis itu.

"Hem...pulanglah." jawabnya tanpa ekspresi.

Laura melirik Baron, ia menahan dirinya karena masih terus diabaikan oleh wanita tua itu.

"Pacar Baron?" tanya Ellen setelah Baron mengantar Laura ke depan.

"Hem. Tapi aku tidak menyukainya."

"Kenapa Bi?"

"Entahlah. Semacam energi negatif." sambil mengangkat bahunya.

"Evelyn sayang, pergilah ke kamar Nenek. Ambilkan obat batuk di atas meja." Nenek Han memberi perintah.

"Baik Nek." Evelyn bergegas pergi.

"Sayang, kau melihatnya tadi kan. Nenekmu terus mengabaikanku dan malah ingin menjodohkan gadis itu denganmu!" Laura tantrum seperti anak kecil.

"Sudahlah sayang, ucapan Nenek tidak ada apa-apanya. Nenek tidak akan bisa ikut campur hubungan asmaraku karena Papa juga tidak akan setuju jika aku tidak mau." ternyata mereka mendengar pembicaraan Neneknya dengan Ellen.

Baron mengecup kening Laura, "Berhenti cemas dengan perkataan Nenek. Itu tidak akan pernah terjadi selagi aku masih mencintaimu."

"Maka teruslah mencintaiku selamanya."

Baron mengangguk, "Pulanglah, supir sudah menunggumu."

Laura mencium bibir Baron sebelum masuk ke dalam mobil.

Evelyn mendapatkan obat batuk milik Nenek Han. Dia melihat sekilas foto-foto yang tergantung di kamar Nenek Han. Ada banyak foto Baron kecil di sana. Sepertinya Nenek Han dan Baron sangat dekat.

Evelyn tidak ingin membuat Nenek Han menunggu, ia segera keluar dari kamar. Di luar kamar, ternyata Baron ada di depan pintu seolah menunggu dirinya.

Wajah Baron tanpa ekspresi saat melihatnya. Evelyn yang sudah memiliki pemikiran buruk tentang Baron terhenyak. Ia pikir Baron ingin masuk ke kamar Neneknya, sehingga ia menunduk dan ingin pergi dari sana. Tapi dalam hitungan detik, Evelyn masuk ke kamar Nenek Han dengan paksa. Baron menutup pintu lagi.

Episode 3

Mendekati Evelyn perlahan dengan tatapan tajam. Baron tersenyum puas melihat Evelyn yang selalu ketakutan melihatnya.

"Aa...aa..." Evelyn gagap.

"Aa..aa.. Kenapa kau selalu ketakutan." tanya Baron dengan seringaian licik.

Baron mengangkat dagu Evelyn meski awalnya gadis itu merinding dan terhenyak ketika Baron menyentuhnya. "Kita baru bertemu tapi kau telah berhasil membuat kekasihku merasa terancam. Sebelumnya, Laura tidak pernah takut dengan wanita yang ingin merebutku, tapi tadi dia hampir gila dan ingin membunuhmu!" tutur Baron.

Ia menjauhkan dirinya dari Evelyn yang bingung dan takut. Memindai tubuh Evelyn dari ujung kaki hingga ujung kepala, dan berhenti tepat di bibir berwarna pink alami milik gadis itu.

Bagi Baron, Evelyn adalah gadis yang teramat polos. Ia mengenal Charles dan Ellen dan tahu betul cara mereka mendidik anak gadisnya ini. Evelyn dijaga dengan ketat dan tidak diperbolehkan berteman dengan sembarangan orang. Bisa dikatakan Evelyn bagai burung dalam sangkar emas. Karena didikan yang tidak sembarangan, Evelyn selalu menjadi anak yang berprestasi di sekolah. Nama Charles selalu jadi bahan pembicaraan rekan kerjanya karena prestasi putrinya. Baron mengetahui hal itu karena Peter selalu menceritakan tentang kehidupan keluarga sahabatnya.

Baron sedikit tertarik dengan gadis ini. Peter selalu mengatakan bahwa Evelyn adalah gadis yang bijak dan pandai bicara. Tapi dua kali mereka bertemu, gadis ini tidak pernah berani bicara bahkan menatapnya saja tampak jelas ketakutan di mata gadis itu.

"Bicaralah. Kenapa jadi diam. Di depan Nenekku kau sangat pandai bicara dan bahkan berhasil menghasut agar Nenek menjodohkan kita!" Baron sengaja mengarang untuk melihat reaksi Evelyn.

Evelyn menggeleng, entah kapan dia bicara panjang lebar dengan Nenek Han.

"Itu tidak benar. Aku tidak menyukaimu." balas Evelyn cepat, "Minggirlah, aku harus memberikan obat ini pada Nenek!" Evelyn hendak pergi tapi Baron tidak membiarkannya.

Baron malah menyudutkan Evelyn di dinding kamar. "Ternyata kau anak yang tidak sopan. Usia kita beda jauh, harusnya kau memanggilku kakak." ucap Baron, yang mana wajah mereka semakin dekat.

Evelyn memejamkan matanya. Aroma maskulin yang pekat dari tubuh Baron menguar di hidungnya membuat jantung semakin berdebar kencang. Ia belum pernah dalam posisi sedekat ini dengan lawan jenisnya.

"Baiklah Kak. Aku harus pergi. Tolong lepaskan."

"Evelyn..." suara Ellen terdengar dari luar kamar dan semakin dekat pertanda ia akan masuk ke dalam kamar.

Evelyn menatap Baron dengan panik, sementara Baron terlihat santai. Evelyn takut jika sampai Ellen melihatnya bersama laki-laki di ruangan tertutup. Memang, Ellen setuju dengan perjodohan mereka, tetapi wanita itu tidak akan senang dengan pergaulan bebas.

Sepertinya Baron juga tidak ingin terlibat masalah dengan Ellen jika mereka sampai ketahuan berduaan di kamar ini. Baron yang bingung segera menarik Evelyn masuk ke dalam lemari raksasa milik Neneknya yang ada di samping Evelyn.

Di dalam lemari yang gelap dan dipenuhi baju, keduanya bisa mengintip dari celah pintu lemari Ellen masuk ke dalam kamar. Ellen memanggil Evelyn, tapi karena tidak ada orang wanita itu hendak pergi.

Di dalam lemari yang sempit, Evelyn dan Baron berada dalam posisi mepet dan berdesakan. Evelyn merasa tidak nyaman dengan hidungnya yang gatal. Di dalam lemari itu sangat sesak dan berdebu. Baron bisa melihat Evelyn hendak bersin, sementara Ellen belum juga pergi dari kamar.

Sebelum Evelyn membuat mereka ketahuan dengan bersinnya, Baron langsung membekap mulut Evelyn.

"Ssst...." Baron mendesis. Ia mengintip lagi dan untungnya Ellen telah pergi.

Baron lega dan melihat Evelyn yang masih panik. Gadis itu mengira Ellen masih di sana, ia tidak bisa melihatnya karena kini ia membelakangi pintu lemari.

Berada dalam posisi yang intim dan suasana yang pas, tubuh Baron merasakan gejolak yang tidak pantas. Ada sesuatu yang bangun dalam tubuhnya. Dan itu disebabkan oleh Evelyn. Gadis polos yang manis yang tidak menyadari sedang berada dalam terkaman mulut buaya liar.

"Mama sudah pergi?" Evelyn membuka mulutnya tetapi segera dibekap Baron lagi.

"Diamlah." bisik Baron. Tentu Baron yang brengsek tidak akan menyianyiakan kesempatan ini.

Baron menarik Evelyn dengan lembut hingga posisi mereka semakin intim. Bibir yang belum pernah disentuh oleh bibir laki-laki lain kini lenyap dalam lumatannya. Evelyn terhenyak, sekujur tubuhnya merinding. Ciuman pertamanya telah dicuri oleh Baron dengan paksa. Entah kenapa tubuh Evelyn menjadi kaku, ia ingin memberontak. Gadis itu sangat takut sampai tubuhnya tidak bisa merespon apapun.

Baron melepaskan ciumannya sejenak dan berbisik "Jangan bersuara kalau tidak mau ketahuan."

Pria bejat itu kembali mencium Evelyn. Sungguh ini adalah pengalaman yang paling mengesankan dalam hidup Baron. Pertama kalinya ia mencium gadis yang tidak berpengalaman sama sekali. Sangat menarik dan membuat tubuhnya semakin gencar ingin merasakan kenikmatan gadis ini.

Namun, sebelum Baron melancarkan aksi berikutnya, ia mendengar isakan kecil dari mulut gadis di pelukannya. Barulah Baron merasakan tubuh Evelyn gemetar hebat. Baron melepaskan Evelyn, pikirannya menjadi kacau. Ia menyadari kesalahannya yang telah melecehkan gadis lima belas tahun ini.

Baron membuka pintu lemari dan membawa Evelyn keluar. Kini ia bingung bagaimana cara menenangkan Evelyn. Jika sampai Ellen dan keluarganya tahu perbuatannya, maka habislah riwayatnya.

"Diamlah, pelankan suaramu atau orang-orang akan mendengar." astaga, Baron merutuki dirinya. Dia tidak punya kemampuan menenangkan wanita lain selain Laura.

Baron mendesis, "Perbaiki penampilanmu dan pergi dari sini. Ingat, jangan sampai kau mengadu pada Nenek atau orangtuamu!" Baron mengingatkan meski tahu Evelyn tidak akan berani melaporkan perbuatannya.

Evelyn merapikan rambutnya yang berantakan dan menghapus air matanya. Ia segera pergi dari kamar itu. Kini ia tidak hanya takut lagi dengan Baron, sekarang Evelyn membencinya.

"Evelyn dari mana saja, Mama cari di kamar Nenek tidak ada." cecar Ellen begitu putrinya datang.

"Tadi Evelyn ke kamar mandi dulu Mah." Evelyn sudah mengarang alasan itu sebelum memutuskan kembali ke ruang tamu.

"Oh, mana obatnya. Batuk Nenek sudah semakin parah." memberikan botol obat pada Nenek Han.

Evelyn ingin segera pergi dari rumah ini. Tapi Ellen dan Nenek Han sepertinya masih memiliki cerita yang panjang. Akhirnya ia memilih menunggu dan tidak mau jauh-jauh dari Mamanya. Ellen sepertinya juga tidak menyadari keanehan dalam dirinya.

Sore menjelang, barulah Ellen membawa mereka pulang. Saat akan masuk ke mobil, Evelyn tidak sengaja melihat Baron jendela lantai dua. Gadis itu langsung mengalihkan pandangannya dan masuk ke mobil setelah pamit dengan Nenek Han. Evelyn berjanji tidak akan mau kembali ke rumah itu lagi. Dia akan mencari cara agar Ellen tidak membawanya ke sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!