Malam telah larut, dua gadis manis sudah terlelap karena sejak pagi sibuk demi suksesnya acara pernikahan teman satu kost nya. Andein dan Ningrum tidur di dalam satu kamar di rumah orang tua Ningrum. Rumah bergaya arsitektur tradisional Jawa itu merupakan rumah lama peninggalan Nenek Buyut nya Ningrum.
Andien gadis cantik itu terbangun karena merasa kandung kemihnya telah penuh dan minta dikeluarkan isi di dalamnya, dengan sangat malas Andien membuka kedua matanya..
“Haduh kamar mandi jauh di belakang sana..” gumam Andien saat ingat tidak ada kamar mandi di dalam kamar Ningrum.
“Mbak, aku belet pipis.. anterin dong..” ucap Andien sambil menepuk nepuk lengan Ningrum yang tidur pulas.
“Mbak... tolong dong.. aku bisa ngompol nanti..” ucap Andien lagi sambil terus menepuk nepuk lengan Ningrum.
“Aku ngantuk banget Ndien, kamu suruh nganter Mbok Piyah saja.. Kamar dia tidak dikunci.” Ucap Ningrum tanpa membuka kedua matanya.. Ningrum pun terlelap lagi. Mbok Piyah adalah pembantu di rumah itu sejak Ningrum belum lahir.
Andien yang sudah sangat kebelet itu pun lantas bangkit berdiri dan keluar dari kamar Ningrum. Saat keluar dari kamar, tampak rumah kuno yang ruang ruang nya sangat luas itu hanya remang remang saja sinar lampu penerbangannya. Karena lampu lampu yang terang benderang telah dimatikan.
Udara dingin malam hari di luar kamar dan ruang yang luas hanya remang remang membuat bulu kuduk Andien berdiri.
“Padahal sebelum tidur aku sudah pipis. Ihhh.. gara gara tadi aku begitu banyak makan semangka mungkin.. habis segar dan manis banget sih..” gumam Andien dalam hati sambil mengusap tengkuknya.
Sesaat hati Andien lega saat melihat sosok perempuan setengah baya bertubuh gemuk..
“Ah kebetulan itu Mbok Piyah, untung dia masih di luar kamar dan belum tidur.” Gumam Andien di dalam hati dia pun mempercepat langkah kakinya sambil berucap..
“Mbok Piyah, tolong antar aku ke kamar mandi.” Ucap Andien. Perempuan setengah baya bertubuh gemuk itu menganggukkan kepalanya dan menunggu langkah kaki Andien.
Mereka berdua pun terus melangkah menuju ke belakang melewati ruang terbuka yang tanpa atap yang biasa disebut dengan istilah longkangan. Ruangan pemisah antara ruang depan dan ruang belakang.. bulu kuduk Andien meremang saat melewati ruang itu, langit gelap bertabur bintang bintang terlihat, udara dingin malam menyentuh kulit halusnya.
Setelah melewati ruang terbuka kini mereka berdua sudah masuk ke dalam ruang makan, Andien mempercepat langkah kakinya karena rasa rasanya air seni sudah berada di ambang jalan keluar.. saat sudah melihat pintu kamar mandi dekat dapur Andien pun berlari.. dengan cepat dia buka pintu kamar mandi dan dia tarik ke bawah cepat cepat celana piyama dan celana dalem nya.. dan setelah itu.. dia jongkok dan...
SORRRR
Andien pun lega karena sudah keluar air seni yang dia tahan tadi.. Setelah membersihkan dan memakai lagi celana piyama dan celana dalem nya.. Andien pun cepat cepat keluar dari kamar mandi..
Betapa kaget dan takutnya Andein karena dia tidak melihat sosok Mbok Piyah di sekitar kamar mandi..
“Mbok.” Suara Andien agak keras, akan tetapi tidak ada jawaban dari Mbok Piyah..
“Apa Mbok Piyah di dapur.” Gumam Andien sambil melangkah ke dapur disamping kamar mandi. Akan tetapi Andien menelan kekecewaan karena tidak ada sosok Mbok Piyah yang dia cari.
“Mbok Piyah, kamu di mana?” teriak Andien lebih keras.. dan tidak ada juga jawaban dari Mbok Piyah.
“Mbok Piyah kok tega banget sih ninggal aku sendiri di kamar mandi, aku tidak menyuruh dia menunggu tetapi harusnya tahu kalau dia harus menunggu aku.” Gumam Andien dengan sedih hati karena takut harus melewati ruang terbuka lagi dan kini hanya sendirian..
Di saat Andien sudah berada di ruang terbuka tiba tiba angin berhembus dan sesaat muncul sosok bayang bayang putih yang sangat besar... Jantung Andien berdetak lebih kencang.. keringat dingin langsung keluar dari pori pori tubuhnya.., mata Andien melotot, tubuh Andien mulai terasa lemas, Andien sangat takut dan kaget hingga tidak bisa berkata apa apa, dalam sekejap tubuh Andien dibawa terbang oleh sosok bayang bayang putih itu.. Andien pun terlelap dan hilang kesadarannya..
Sementara itu, Mbok Piyah keluar dari kamarnya karena dia mendengar sayup sayup ada yang memanggil namanya..
“Siapa yang memanggil dan mencari aku? Mbak Ningrum apa temannya?” gumam Mbok Piyah yang melangkah sambil toleh toleh..
“Tadi suaranya seperti dari belakang.” Gumam Mbok Piyah lalu melangkah cepat menuju ke belakang..
Saat sampai di ruang kosong dia menemukan sepasang sandal Andien yang tergeletak tidak beraturan..
“ini seperti sandal teman Mbak Ningrum. Kenapa ada di sini.” Gumam Mbok Piyah yang bulu kuduk nya mulai berdiri..
“Mbak...” suara Mbok Piyah sambil menoleh noleh.. Mbok Piyah tidak melihat sosok manusia di sekitar situ. Tangan Mbok Piyah pun mengambil satu pasang sendal Andien itu..
“Mbak!” teriak Mbok Piyah dengan keras.. sesaat muncul dua teman pembantu Mbok Piyah dengan wajah yang terlihat sangat mengantuk, mereka berdua terbangun karena suara teriakan Mbok Piyah..
“Ada apa Mbok?” tanya mereka berdua.
“Tadi seperti ada yang memanggil aku, aku keluar ada sendal ini. Ini kan sendal teman Mbak Ningrum.” Ucap Mbok Piyah sambil menunjukkan sepasang sandal yang ditemukan di longkangan.
“Iya ini sendal Mbak Andien. Di mana orangnya..”
“Coba lihat di dapur dan di dalam kamar mandi!” perintah Mbok Piyah pada kedua temannya yang lebih yunior.
Sesaat kemudian..
“Mbok tidak ada Mbak Andien, lapor Pak Kades jangan jangan Mbak Andien digondol itu Mbok..” ucap salah satu teman Mbok Piyah sambil begidik ngeri..
“Digondol apa?” tanya Mbok Piyah dengan mata melebar
“Itu hiii.. itu.. wiwi atau wowo..” ucap teman Mbok Piyah sambil merinding bulu bulu kuduk nya.
“Jangan menakut nakuti kamu.. Ayo kita lihat di kamar Mbak Ningrum dulu, nanti Pak Kades marah kalau kita memberikan berita palsu.” Ucap Mbok Piyah dan segara melangkah menuju ke kamar Ningrum anak Kades. Dua pembantu lainnya itu pun mengikuti langkah kaki Mbok Piyah..
TOK
TOK
TOK
“Mbak Ningrum...”
“Mbak! apa Mbak Andien di dalam kamar?”
Ningrum pun terbangun mendengar ada orang menyebut nama Andien. Ningrum langsung bangkit dari tempat tidurnya, dia pun sambil terhuyung huyung karena masih mengantuk melangkah menuju ke pintu kamar..
“Andien kenapa?” tanya Ningrum setelah membuka kamar..
“Mbak Andien tidak ada di dalam mbak? Ini sendal nya kan?” tanya Mbok Piyah sambil menunjukkan sandal Andien.
“Tadi kan Mbok Piyah yang mengantar Andien ke kamar mandi. “ ucap Ningrum tampak bingung..
“Saya tidur Mbak tadi bangun karena mendengar suara orang memanggil saya.. saya keluar ada sendal ini, saya cari cari Mbak Andien tidak ada.” Ucap Mbok Piyah kini ketakutan, takut dimarahi Pak Kades dan takut jika Andien hilang digondol
“Hah! Gimana sih kamu? Pasti kamu tidak dengar waktu dibangunkan Andien.” Suara Ningrum agak keras dan penuh kekhawatiran..
Mendengar ada suara ribut ribut, Pak Kades dan Bu Kades orang tua Ningrum terbangun dan keluar dari kamarnya..
“Ada apa malam malam ribut ribut?” tanya Pak Kades.. Dan setelah mendapat jawaban dari Ningrum dan Mbok Piyah. Pak Kades akan segera melihat rekaman CCTV, Ningrum yang sangat khawatir akan keadaan Andien pun mengikuti langkah kaki Sang Bapak untuk melihat rekaman CCTV.
Bu Kades dan ketiga pembantu itu pun mengikuti langkah kaki Pak Kades dan Ningrum menuju ke ruang kerja Pak Kades.. sesaat kemudian Pak Kades sudah berada di depan layar komputernya. Ningrum, Bu Kades dan ketiga pembantu rumah tangga itu ikut berdiri di belakang Pak Kades dengan pandangan mata tertuju pada layar komputer.
Sesaat layar komputer sudah menampilkan rekaman CCTV dimulai saat Andien keluar dari kamar Ningrum.. Ningrum yang melihat tampak kaget karena Andien berjalan seorang diri dan tidak mampir ke kamar Mbok Piyah.
“Benar kan Mbak, Mbak Andien tidak membangunkan saya..” ucap Mbok Piyah sedikit lega karena merasa tidak bersalah sebab Andien tidak membangunkan dirinya.
“Iya, dia kok berani sendiri ya..” gumam Ningrum sambil terus melihat rekaman dan kini Andien berlari cepat menuju ke kamar mandi..
Sesaat mereka melihat Andien yang keluar dan tampak kebingungan...
“Andien itu macam bingung dan mencari cari..” ucap Pak Kades.
“Mungkin saat itu dia memanggil saya Pak.” Ucap Mbok Piyah mulai takut takut, dua pembantu lainnya pun juga mulai takut..
Sesaat kemudian layar monitor menunjukkan rekaman saat Andien berada di ruang terbuka alias longkangan.. tampak ekspresi wajah Andien yang ketakutan, dan dalam sekejap tubuh Andien hilang tidak tertangkap kamera CCTV hanya sandal Andein yang terjatuh lalu tergeletak tidak beraturan dan beberapa menit kemudian muncul sosok Mbok Piyah..
“Pak, bahaya ini Andien digondol lelembut..” ucap Bu Kades dengan nada khawatir..
“Bangunkan semua orang, aku akan hubungi Pak Babin.” Perintah Pak Kades lalu mengangkat ganggang telepon di atas meja kerjanya untuk menghubungi Pak Babin dan melaporkan kalau Andien teman Ningrum hilang baru baru saja.
Suasana di rumah Pak Kades di dini hari pun mendadak heboh.. semua orang di rumah itu dibangunkan.
TOK
TOK
TOK
Mbok Piyah mengetuk ngetuk pintu kamar..
“Bangun bangun bangun Mbak Andien hilang digondol lelembut!” teriak Mbok Piyah membangunkan tukang kebun.
“Cepat bangun!” teriak Mbok Piyah lagi. Sesaat kemudian pintu kamar terbuka.. tampak seorang laki laki muncul dengan mata masih terlihat mengantuk.
“Digondol gendruwo?” tanya laki laki yang merupakan tukang kebun itu.
“Entah gendruwo apa we we gombel. Pokoknya hilang lenyap. Pak Kades sudah melihat CCTV tahu tahu Mbak Andien lenyap hanya sandal nya yang terlihat jatuh. Cepat kamu lakukan sesuatu!” perintah Mbok Piyah yang merupakan senior pembantu di rumah Pak Kades. Laki laki itu pun cepat cepat melangkah keluar dari kamarnya. Dia segera mengambil kentongan dan dibunyikan berkali kali sesuai kode tanda ada anak hilang di malam hari.
Orang orang pun mulai berdatangan di rumah Pak Kades mereka membunyikan benda benda, ada yang memukul kentongan ada yang memukul mukul pohon ada yang memukul mukul alat alat dapur ada yang memukul mukul lesung. Pokoknya sangat ramai. Dan juga membakar jerami jerami kering dan ranting ranting agar ada api yang berkobar menyala nyala.. Mereka semua membuat agar situasi sangat ramai bagai pagi hari telah tiba..
Thong
Thong
Thuk
Thuk
Teng
Teng
Buk
Buk
Ting
Buk
Buk
Ting
“Pukul yang keras itu, agar lelembutnya menari nari dan Mbak Andien dilepas!” teriak Mbok Piyah yang kini memukul mukul panci kosong dengan sendok sayur. Begitulah Mbok Piyah mendapat informasi dari neneknya dulu dari mulut ke mulut secara turun temurun.
“Sambil lihat lihat di pohon pohon siapa tahu Mbak Andien ditaruh di dahan pohon!” teriak Mbok Piyah sambil terus memukul mukul panci.
Bapaknya Fatima yang tadi siang mengadakan acara pernikahan anak pertama nya pun turut datang bersama Lutfi anak kedua nya. Mereka berdua pun ikut memukul mukul kentongan turut meramaikan suasana sebab Mbok Piyah menatap tajam ke arah mereka berdua.
Sedangkan Bu Kades sudah masuk ke dalam mushola bersama anak anaknya untuk sembahyang, kecuali Ningrum yang sibuk dengan hand phone milik nya untuk menghubungi Syahrul, teman baiknya yang bisa berkomunikasi dengan jin. Sementara Pak Kades sibuk dengan Pak Babin memerintahkan orang untuk memanggil Pak Kyai dan Mbah Dukun di ujung desa.
“Duh.. Mas Syahrul pasti tidur pulas..” gumam Ningrum yang belum bisa terhubung dengan Syahrul.
Sementara itu di lain tempat di sebuah kamar hotel yang terletak di kota kecamatan Desa itu. Dua orang pemuda tampan sedang tidur nyenyak. Mereka berdua adalah Syahrul dan Pungki. Keduanya tidur pulas karena merasa sudah bebas tanggung jawab menjaga temannya Fatima dari kejaran Pangeran Jin karena sudah resmi menikah dan sudah disyarati oleh Ndaru suaminya.
Sesaat Syahrul kaget karena mendengar suara dering hand phone miliknya, suara dering khusus yang telah dia program dari nomor yang dia anggap nomor kontak spesial...
“Ningrum.” Gumam Syahrul segera bangun dan meraih hand phone miliknya yang berada di atas nakas. Cepat cepat Syahrul menggeser tombol hijau..
Dari balik hand phone milik nya, Syahrul mendengar suara sangat ramai di seberang sana..
“Ada apa Ning?” tanya Syahrul dengan nada khawatir mendengar suara ramai di dini hari di balik hand phone milik nya.
“Mas Andien hilang. Mbok Piyah curiga Andien digondol lelembut. Tolong Mas.. aku pasti kena marah orang tua Andien. Aku belum ngabari mereka, aku takut Mas.” Suara Ningrum dengan keras untuk mengalahkan suara ramai di rumahnya. Syahrul yang baru saja bangun tidur itu tampak kaget dan belum bisa berkata kata..
“Mas tolong ya tolong Mas Syahrul tanya Kakek Jin.” Suara Ningrum lagi dengan suara yang masih keras.
“Itu kok ramai sekali Ning?” tanya Syahrul yang masih mendengar suara ramai.
“Ada kebiasaan begitu Mas di desa sini kalau ada anak hilang digondol lelembut mereka membuat bunyi bunyian dan membakar jerami dan kayu agar api menyala jadi terang tidak gelap dan suasana panas. Katanya biar lelembut yang menggendong anak menari nari dan anak yang digondol dilepas.” Suara Ningrum masih dengan suara keras..
“Sembahyang lah Ning semoga Andien selamat.. aku juga akan segera sembahyang, coba aku nanti tanya Kakek Jin. “ ucap Syahrul dengan nada serius. Setelah Ningrum mengiyakan sambungan telepon pun berakhir.
Syahrul menaruh hand phone miliknya kembali ke nakas. Dia menatap Pungki yang masih terlelap sambil memeluk guling dengan mesra, bibir Pungki pun tampak tersenyum.. Syahrul sebenarnya tidak tega membangunkan Pungki yang tampaknya sedang bermimpi indah itu..
“Pung...” ucap Syahrul sambil menggoyang goyang telapak kaki Pungki.
Pungki tidak juga terbuka kedua matanya, tangannya masih terus memeluk guling, bibir pun masih tersenyum..
“Pung, bangun..” ucap Syahrul lagi lebih keras, tangan nya yang menggoyang goyang kaki Pungki pun juga lebih keras. Tetapi Pungki tidak juga bangun malah kakinya menendang tangan Syahrul..
“Pung bangun! Andien hilang digondol jin!” suara Pungki dengan keras sambil menarik kaki Pungki.
“Ngawur!” suara Pungki akan tetapi dia pun mulai terbuka kedua matanya karena kakinya ditarik sangat kuat oleh Syahrul..
Setelah kesadarannya sudah penuh seratus persen Pungki melepas guling yang tadi dipeluk mesra dengan kasar dan tampak kesal..
“Aku hanya mimpi.” Gumam Pungki lalu menatap Syahrul yang ekspresi wajah Syahrul masih serius menatap Pungki.
“Ningrum baru saja menghubungi aku, Andien hilang secara misterius di rekaman CCTV Andien tiba tiba lenyap.. Aku mau sembahyang dan bertanya ke kakek Jin, Perkiraanku Andein dibawa oleh jin...” Ucap Syahrul lalu melangkah menuju ke kamar mandi.
“Mas.. mungkin saja kamera CCTV ditutupi oleh orang jahat.” Ucap Pungki yang ekspresi wajahnya tampak khawatir namun masih berharap Andein tidak berurusan dengan makhluk gaib.
“Bapaknya Ningrum pasti tahu CCTV nya bekerja dengan benar tidak.” Ucap Syahrul sambil terus melangkah..
“Kamu ikut sembahyang Pung, agar Andien selamat. Kalau tidak mau ikut sembahyang ya jangan tidur jaga jaga kalau Ningrum menghubungi lagi..” ucap Syahrul lalu membuka pintu kamar mandi.
Pungki yang masih duduk di tempat tidur itu, tiba tiba wajahnya menjadi sangat sedih..
“Kenapa masalah datang silih berganti.. baru saja Fatima selamat kini ganti Andien yang dalam bahaya.. padahal tadi seperti nyata saja aku memeluk Andein dan Andien sangat nurut dan pasrah di dalam pelukan ku tidak galak seperti biasanya .. ternyata hanya mimpi ...” gumam Pungki sambil mengusap wajahnya dengan kasar.. Pungki pun akhirnya bangkit berdiri dia pun akan ikut sembahyang demi keselamatan Andien, gebetan barunya..
Sedang kan di rumah Ningrum suasana masih ramai, dan sosok Andien belum juga ditemukan meskipun orang orang mencari cari di dahan dahan pohon besar besar bahkan ada yang pergi mencari ke sungai atau tempat tempat lain yang menurut mereka tempat angker rumah para lelembut dipimpin oleh Mbah Dukun.
Ningrum tampak menangis sedih..
“Nduk, jangan menangis kita tetap usaha mencari Andien.. sekarang kita hubungi orang tua Andien. Bagaimana pun kita harus memberi tahu orang tuanya..” ucap Pak Kades sambil mengelus kepala Ningrum.
“Aku takut Pak, pasti Papa dan Mama nya Andein marah kita sebagai tuan rumah tidak bisa menjaga Andien dengan baik.. hu...hu... hu... aku menyesal Pak tadi tidak mau mengantar Andien ke kamar mandi hu...hu....hu...hu.... Bagaimana kalau Andien dibawa Pangeran Jin dan tidak bisa kembali hu...hu... hu....” ucap Ningrum sambil menangis tersedu sedu.
“Semua sudah terlanjur sekarang kita berdoa dan berusaha. Pak Kyai masih membantu doa, Mbah Dukun dengan orang orang nya juga sedang mencari di tempat tempat wingit. Pak Babin dengan teman temannya juga bekerja turut mencari dengan cara mereka.” ucap Pak Kades sambil masih terus mengelus kepala Ningrum untuk menghibur..
“Mana hand phone kamu Bapak yang akan menghubungi orang tua Andien.” Ucap Pak Kades selanjutnya.. Ningrum pun memberikan hand phone pada Bapak nya..
“Mamanya Andien Pak.” Ucap Ningrum selanjutnya saat Sang Bapak sudah mengusap usap layar hand phone miliknya untuk mencari kontak nama yang akan dihubungi.
Setelah sudah mendapatkan nama kontak Mamanya Andien, Pak Kades pun segera melakukan panggilan suara..
“Hmmm untung aktif.” Gumam Pak Kades sebab menyadari waktu masih dini hari, waktunya orang beristirahat..
Sementara itu di sebuah kamar yang luas dan bagus, seorang perempuan cantik berumur empat puluh tahunan terbaring tidur dengan gelisah di tempat tidur luas dan elegan. Mata terpejam tetapi tubuh berubah ubah posisinya membolak bolak ke kiri dan ke kanan.
Sesaat terdengar bunyi dering hand phone di atas meja nakas.. kedua matanya pun segera terbuka..
“Papa apa ya..” gumamnya karena Sang Suami sedang pergi ke luar kota. Perempuan setengah baya yang cantik itu pun segera bangkit dan meraih hand phone miliknya..
“Ningrum? Ada apa dia malam malam menghubungi? Apa Andien sakit? Maka perasaanku tidak enak..” gumam perempuan cantik itu lalu segera menggeser tombol hijau..
“Assalamualaikum..” suara seorang laki laki di balik hand phone milik nya.. Perempuan cantik yang tidak lain adalah Mamanya Andien itu tampak kaget.. dan tidak mengucapkan kata apa apa karena takut.
“Maaf Bu, saya Bapak nya Ningrum akan menyampaikan hal penting tentang Andien..” suara Pak Kades selanjutnya..
“ Wa’alaikumusalam... ooo ada apa dengan Andien..” suara Mamanya Andein dengan sangat khawatir..
“Maaf Andien baru saja hilang, kami sedang mencari.” Suara Pak Kades lagi.
“Hah? Hilang bagaimana? Diculik?” tanya Mamanya Andien dengan nada dan ekspresi kaget sekaligus khawatir dan panik..
“Kami sedang menyelidiki Bu. Doakan Andien segera bisa ditemukan.”
“Haduh... mana Papa sedang di luar kota lagi.. oo Pak.. tolong kirim lokasi ya.. ini masih di desa Fatima itu kan? Kemarin Andien bilang mau datang ke nikahan Fatima..” ucap Mamanya Andien yang masih tampak bingung..
“Benar Bu, akan saya kirim lokasi.” Suara Pak Kades dan setelah Mamanya Andien mengucapkan terima kasih sambungan telepon pun berakhir.
“Haduh Papa pasti marah ini.” Ucap Mama nya Andien tampak sangat bingung dan takut. Andien adalah putri mereka satu satunya , Papanya Andien waktu itu tidak setuju saat Andien akan kuliah ke luar kota.
“Bagaimana ini.. tapi harus menghubungi Papa, kalau tidak memberi tahu Papa akan tambah marah pasti..” gumam Mamanya Andien lalu dia pun mengusap usap layar hand phone miliknya untuk menghubungi Sang Suami yang sedang ke luar kota, tepatnya sedang di Nusa Dua Bali.
Sesaat kemudian...
“Ada apa Ma.” Suara seorang laki laki di balik hand phone milik Mamanya Andien..
“Hiks.. hiks.. Papa jangan marah ya.. hiks.. hiks...” suara Mamanya Andein sambil terisak isak menangis..
“Mama ada apa?” Suara Papanya Andien dengan nada tinggi karena khawatir dan merasa ada sesuatu yang tidak beres.
“Papa jangan marah ya.. hiks.. hiks..” suara Mamanya Andein lagi yang begitu takut dan khawatir..
“Katakan Ma, ada apa? Kalau aku marah itu pasti ada alasannya.” Suara Papanya Andien lagi..
“Andien hilang Pa.. huuu.... hu.... huuuu...” ucap Mamanya Andien yang kini menangis tersedu sedu..
“Hilang bagaimana?” tanya Papanya Andien dengan nada kaget bingung dan khawatir.
“Mungkin diculik Pa.. hu... hu... hu.... “ ucap Mamanya Andien sambil terus menangis..
“Ini tuh karena tidak menurut sama aku, aku sudah tidak mengizinkan dia kuliah ke luar kota, Mama yang terus menuruti saja keinginan Andien. Kalau ada kejadian begini repot kan? Mana pameran belum selesai dan ada calon buyer potensial yang belum deal pembicaraan nya..” suara Papanya Andien terdengar emosi, kini dia memang sedang berada di Nusa Dua Bali untuk mengadakan pameran produk tingkat Internasional.
“Maaf Pa, maksudku agar Andien mandiri jika kuliah di luar kota, aku tidak menyangka ada kejadian macam begini hu... hu....hu...” ucap Mamanya Andien sambil menghapus air mata yang terus meleleh..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!