Suami Yang Ku Benci (1)
" Assalamu'alaikum, Ayah, Buna. Dadah," sepasang anak berseragam TK itu melambaikan tangan dari dalam mobil.
" Wa'alaikumsalam." jawab sepasang orang tua yang tampak harmonis. Tangan sang suami terus bertengger di pinggang sang istri.
" Dadah. Hati-hati!," teriak sang Bunda pada kedua anak kembarnya.
Pemandangan yang sangat indah itu langsung berubah tatkala mobil yang membawa sepasang anak kembar tadi sudah keluar dari rumah megah mereka.
" Lepas!! Mereka sudah tidak ada," ketus sang istri. Wajahnya berubah datar.
" Say...."
" Jangan pernah memanggilku seperti itu jika tidak di depan orang atau anak-anak. Aku mu@k," tatapan tajam penuh permusuhan dilayangkan Saphira pada suaminya.
" Ok. Maaf," lirih Kaivan pasrah.
Ini sudah masuk tiga bulan pernikahan mereka. Namun, hubungan ia dan istrinya masih jalan di tempat. Kebencian itu seolah tak pernah sirna sedikit pun.
" Apa kamu tidak lelah terus bersandiwara?," tanya Kaivan.
Sudut bibir Saphira terangkat. "Tidak. Bukankah ini yang kamu mau?. Orang tua yang lengkap untuk anak-anak?," tanya Saphira mengangkat kedua alisnya.
" Tapi, bukan dengan bersandiwara," lirihnya.
" Jadi, kamu ingin aku tidak bersandiwara lagi? Menunjukkan sikapku pada mereka bahwa aku benar-benar membencimu? Kalau itu yang kamu mau aku tak masalah," jawabnya panjang lebar.
" Bukan seperti itu maksudku," sangkal Kaivan.
" Kalau begitu, terima saja apa yang aku lakukan."
" Apa kamu tidak merasakan sedikitpun perasaan padaku? Selama tiga bulan hidup di bawah atap yang sama. Tidur di atas ranjang yang sama. Bahkan berbagi peluh di bawah selimut yang sama?,"
Kiavan pikir, sang istri akan luluh seiring berjalannya waktu. Tapi, sudah tiga bulan berlalu namun, semua tidak ada kemajuan.
Saphira memandang Kaivan dengan tangan bersedekap.
" Sudah ku bilang, aku hanya menjalankan tugasku sebagai istrimu. Hanya itu." diam sejenak. " Soal perasaan, sama sekali tidak ada. Aku telah mati rasa. Hatiku mati dan itu pun karena ulahmu kalau kau lupa,"
Deg
Jantung Kivan berdegup kencang. Hatinya terasa tertusuk benda tajam. Kata-kata itu tetap menikam hatinya padahal sering sang istri ungkapkan.
" Dan soal hubungan di atas ranjang, itu hanya sebatas kebutuhan biologis. Kita sama-sama menikmatinya. Namun, aku tidak pernah menggunakan perasaan didalamnya. Aku hanya menjalankan perananku dengan baik sebagai istri yang kamu beli," tegas Saphira dengan wajah datarnya. Tidak ada ekspresi apapun.
" Jangan katakan itu lagi. Aku sudah bilang, aku tidak pernah bermaksud membelimu...."
" Tapi, kenyataannya begitu. Saat aku menolak lamaran mu, kau datangi ayahku. Kau tawarkan harta padanya. Kau menukarku dengan sejumlah uang bukan?," Saphira memotong ucapan Kaivan.
" Tapi,...."
" Sudahlah. Kita jalani saja seperti biasa. Demi kebahagiaan anak-anak aku bertahan,"
Saphira meninggalkan Kaivan begitu saja. Kaivan masih mematung menatap kepergian istrinya.
" Aku hanya ingin bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan di masa lalu. Kenapa semua malah jadi seperti ini?," lirihnya.
Pernikahan yang ia dambakan untuk bisa membahagiakan kedua anaknya nyatanya tidak sesuai harapan.
Ia pikir, dengan melihat betapa bahagianya kedua anak mereka, hati istrinya lambat laun akan tersentuh dan mulai menerima keberadaan dirinya sebagai suami.
Nyatanya tidak. Sampai detik ini, senyum itu, kata-kata manis itu dan semua tindakan yang membuat kedua anak mereka bahagia hanyalah sandiwara yang dilakukan istrinya.
" Aku tidak tahu jika caraku mendapatkanmu malah membuat pernikahan kita menjadi rumit seperti ini," Kaivan mengusap wajahnya frustasi.
Flashback on
" Aku tidak tahu kamu akan melakukan hal licik seperti ini," Saphira tertawa hambar.
" Apa maksudmu?,"
" Bingung karena aku terus menolak lamaran mu membuatmu memanfaatkan keserakahan ayahku? Kau jadikan aku sebagai barang yang di jual belikan?,' amarah di dalam dada Saphira berkobar.
" Aku tidak pernah menganggapmu barang dagangan," Kaivan menolak keras tuduhan Saphira padanya.
" Lalu kau sebut apa tindakanmu yang menukarku dengan uang ratusan juta yang kamu berikan pada ayahku. Hanya agar dia mau menjadi wali nikah ku?,"
" Itu hanya pemberian. Aku tidak pernah bermaksud seperti itu,'
" Hahaha...." Saphira tertawa namun air matanya mengalir.
" Kau tahu, bagaimana hubunganku dengan ayahku saat dia tahu aku hamil di luar nikah? Dia membuangku. Dia mengusirku.
Lalu, tiba-tiba dia datang lagi dan mengatakan aku harus menikah dengan mu. Bahwa kamu laki-laki yang bertanggung jawab. Omong kosong macam apa ini?," tawanya semakin menyayat hati.
" Kau tahu sesakit apa di sini?" tunjuk Saphira pada dadanya. "Sangat sakit. Jika sakit hati yang aku rasakan bisa aku gambarkan. Mungkin ia sudah mengeluarkan darah begitu banyak.
Padahal aku berharap dia memelukku. Dia mendengar ceritaku bagaimana anak ini bisa ada dalam rahimku.."
" Maaf..."
" Jika kata maaf bisa mengembalikan semuanya seperti dulu, aku akan dengan senang hati memaafkan mu. Namun, itu mustahil kan?. Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali,"
" Aku hanya berusaha agar bisa menikahimu,"
" Dengan membeliku?,"
" I,..."
" Kau tahu aku semakin benci padamu dan pada ayahku. Semua laki-laki sama saja. Kau dan dia benar-benar mematahkan hatiku.
Dia yang seharusnya jadi cinta pertama untuk putrinya malah menorehkan luka dengan menikahi janda tak berm0ral padahal tanah kubur ibuku masih basah.
Sejak itu semuanya berubah. Sikapnya jadi kasar. Bahkan ia lebih percaya wanita itu dan putri tirinya daripada aku yang anak kandungnya.
Lalu, aku bertemu denganmu. Laki-laki yang aku pikir baik karena menolong ku saat hampir dilec3hkan. Nyatanya? Kau pun menorehkan luka di hatiku. Kau sengaja mempermalukan ku didepan teman-teman kampus dengan mengatakan kamu risih atas sikapku. Padahal selama ini kamu tampak biasa saja saat aku memberikan perhatian kecil padamu.
Puncaknya saat kamu malah menyeret ku untuk meredakan panas di tubuhmu karena obat laknat itu. Bahkan di akhir kau malah menyebut wania lain. Semakin aku benci padamu,"
Kaivan bungkam. Ia sejujurnya tidak terlalu mengingat apa saja yang ia ucapkan. Obat itu menguasainya. Hingga ia benar-benar tak sadar atas apa yang ia lakukan.
" Maaf..."
" Hahaha. Berhenti minta maaf. Aku mu@k."
Beruntung keduanya ada di ruang privat di sebuah restoran. Sehingga pengunjung yang lain tidak terganggu.
Namun, sedetik kemudian tawa dan air mata itu mereda. Saphira menghapus sisa-sisa air matanya.
" Ok. Sepertinya aku memang harus melakukan ini," lirihnya dengan seringai yang menakutkan.
" Melakukan apa?," tanya Kaivan mulai harap-harap cemas.
" Aku terima menjadi istrimu. Tapi, dengan syarat."
" Syarat apa?,"
" Akan aku pikirkan nanti. Yang pasti aku bersedia menjadi istrimu. Istri yang kau beli. Kau bisa menguasai tubuhku. Namun, jangan harap kau bisa menguasai hatiku...."
Jlebb
Flashback end
TBC
Suami Yang Ku Benci (2)
Kaivan masuk ke ruang kerjanya. Badannya lesu. Ia sebenarnya merasa lelah. Lelah menghadapi kebencian istrinya.
" Ternyata mengembalikan cintanya tidak mudah," lirih Kaivan menatap pada foto keluarga yang ia pajang di atas meja kerja.
Mengembalikan cinta seseorang yang sudah patah itu tidak mudah. Dulu mungkin dia sangat mencintaimu, tapi saat kau patahkan hatinya. Ia pasti tidak akan mudah luluh.
Kaivan ingat pesan sahabatnya. Dia adalah orang yang tahu bagaimana perjalanan kehidupannya dan sang istri.
Flashback on
" Aku tidak pernah menyukaimu. Tidak pernah. Jadi, jangan pernah besar kepala. Aku juga tidak menyukai makanan buatan mu. Jangan pernah memberiku makanan yang tidak layak disebut makanan itu," ucap Kaivan pada wanita di hadapannya.
Saphira hanya menundukkan kepalanya.
Hatinya sakit karena ucapan laki-laki yang ia pikir baik hati namun kenyataannya sangat tak berhati.
Saphira tak pernah mengungkapkan perasaannya sekalipun ia punya perasaan itu. Karena ia sadar diri. Ia dan sang laki-laki bak langit dan bumi.
Rasa malu membuatnya ingin segera pergi dari sana. Karena ucapan pedas itu di ucapkan Kaivan di hadapan teman-temannya.
Saphira mengangkat wajahnya. Ia sekuat tenaga menahan air matanya.
" Maaf, telah membuatmu tak nyaman. Aku berjanji tidak akan ada di sekitarmu lagi. Jika pun kita terpaksa bertemu, aku akan pura-pura tak mengenalmu," lirihnya.
Deg
Ada persaan yang tak bisa ia jelaskan. Melihat mata yang penuh dengan air mata itu Kaivan rasanya ingin memeluk gadis yang telah ia lukai.
Ia tahu, ia jahat. Tapi, ini pembuktian yang harus ia lakukan agar wanita yang ia cintai mau menerima cintanya.
Padahal, Saphira tak pernah melakukan hal berlebihan selama ini. Namun, ia pun tak mengerti kenapa sang pujaan hati ingin ia membuat Saphira dipermalukan di depan orang banyak.
Apa aku terlalu jahat? Batin Kaivan
Saphira menganggukkan kepalanya dan berpamitan. Makanan yang ia bawa ia buang begitu saja ke tempat sampah di hadapan Kaivan.
Sejak saat itu, Saphira benar-benar menjauh. Tak pernah mendatanginya untuk sekedar menyapa atau memberikannya makanan yang sejujurnya enak. Sangat enak malah.
Bahkan, jika tak sengaja berpapasan, Saphira hanya berwajah datar. Entah kenapa, ada sesuatu yang hilang yang Kaivan rasakan.
Hingga akhirnya malam kelam itu terjadi. Kaivan yang patah hati karena melihat wanita yang ia cintai berkhianat di malam sebelum ia akan wisuda, membuat Kaivan mendatangi klub malam. Ia mabuk dan salah meminum pesanan milik pelanggan lain.
Saat merasa ada yang salah dengan tubuhnya, ia langsung pergi begitu saja dan beranjak pulang. Namun, saat ia hampir keluar, ia melihat seorang wanita yang ia kenali di seret paksa seseorang.
" Tolong. Jangan lakukan ini!!" tangis sang wanita yang terus berontak.
" Hei, kamu sudah jadi milikku. Aku sudah membayar saudaramu untuk menikmatimu,"
Jeduarr
Wanita yang tidak lain adalah Saphira itu hanya bisa menangis dan menggelengkan kepalanya.
" Hei, apa yang kamu lakukan?,!" teriak Kaivan mendekati Saphira yang masih berontak.
" Jangan ikut campur, anak muda. Ini bukan urusanmu!!!" bentak sang pria buncit.
" Dia temanku, jadi dia urusanku,"
" Hanya teman kan? Sementara aku sudah membelinya. Kamu mengenalnya?," tanya sang pria pada Saphira
" Tidak,"
Deg
Saphira memalingkan wajahnya saat Kaivan melihat ke arahnya. Di saat seperti ini pun Saphira melakukan apanya ia janjikan.
" Berapa kamu membelinya? Aku akan membelinya dengan harga lebih mahal." Kaivan ingin pergi tapi tak bisa mengabaikan keadaan Saphira begitu saja.
" Yakin bisa membelinya?,"
" Katakan saja berapa?,"
Setelah laki-laki itu mengatakan nominalnya, Kaivan mentransfer dua kali lipat dari nominal yang disebutkan.
Kaivan langsung membawa Saphira keluar dari tempat laknat itu
" Terimakasih. Aku bisa pulang sendiri," Saphira menolak ajakan Kaivan yang menariknya untuk masuk ke dalam mobil.
" Aku antar, sudah malam,"
" Tidak. Terimakasih,"
" Masuk, aku bilang!!!. Aku akan mengantarmu," bentak Kaivan
Deg
Saphira yang takut akhirnya masuk ke dalam mobil.
Namun, entah pikiran jahat dari mana yang merasuki Kaivan, Kaivan yang semakin tidak tahan karena tubuhnya semakin memanas, akhirnya malah membawa Saphira ke apartemennya.
" Kenapa kita kesini?,"
Saphira mulai khawatir apalagi sikap Kaivan sangat aneh.
Tanpa banyak bicara, Kaivan keluar mobil dan membawa Saphira seperti karung beras dan langsung masuk ke dalam lift yang mengantarkannya ke lantai teratas apartemen.
" Turunkan aku!,"
Kaivan menurunkan Saphira. namun, tak hanya di turunkan, Kaivan langsung menciumi Saphira dengan brutal.
" Tolong lepaskan aku!! Aku sudah melakukan apa yang kamu mau!!. Hikss," Saphira menangis.
Kaivan seolah tuli. Ia langsung membawa Saphira langsung ke pent house miliknya. Seolah tak lelah ia terus membawa Saphira hingga akhirnya masuk ke dalam kamar miliknya.
" Maaf, tapi aku tidak bisa mengendalikan tubuhku. Aku membutuhkanmu malam ini,"
Deg
Saphira sadar sesuatu terjadi. Apa ini artinya ia telah keluar dari mulut buaya namun masuk ke dalam mulut singa?
" Jeni,, aku benci kamu. Kamu harus merasakan apa yang aku rasakan," tiba-tiba Kaivan meracau tak jelas. ia menganggap Saphira adalah mantan kekasihnya yang telah berkhianat
" Aku bukan dia, aku Saphira!!"
Saphira berontak namun, Kaivan kalap dan langsung merobek pakaian Saphira hingga semua terkoyak. Lalu ia melucuti sisanya.
" Aku mohon. Hikss... " lirih Saphira
jlebbb
"Aww" Saphira meringis saat sesuatu menyusup masuk ke dalam tubuhnya.
" Ini nikmat, Sayang. Aku pikir kamu barang bekas," Racau Kaivan
" aku benci kamu. Sampai kapanpun akan membencimu. Hikss,"
Saphira hanya menangis. Ia terlalu lelah hingga ia tak sadarkan diri.
Beberapa jam kemudian, Saphira sadar. Ia menatap tajam laki-laki di sampingnya.
" Aku anggap aku tak punya hutang Budi apapun karena kamu melepaskan aku dari laki-laki itu. Karena kami sudah merenggut apa yang ku jaga selama ini,"
Keesokan paginya, Kaivan mengusap frustasi wajahnya. ia mengetahui kejadian semalam saat membuka Cctv.
Kaivan benar-benar membenci dirinya sendiri. Ia berusaha menemukan Saphira namun, Saphira bak hilang di telan bumi. Bahkan Saphira pun tak ikut pada acara wisuda.
Hingga tujuh tahun berlalu. Kaivan bertemu dengan Saphira yang ternyata bekerja di perusahaan keluarganya menjadi resepsionis.
Ia yang tidak ingin kehilangan jejak lagi langsung menarik Saphira. Namun, belum sempat mereka pergi jauh dari meja resepsionis, panggilan seorang anak menghentikan langkah keduanya.
" Om,mau bawa buna kemana?,"
Deg
Jantung Saphira berdegup kencang. Ia tak menyangka pertemuan mereka akan secepat ini.
Kaivan membalikkan badannya hingga ia bisa melihat sepasang anak kembar yang memilki wajah yang sama dengannya.
Semua terkejut. Termasuk seorang perempuan paruh baya yang saat itu mengantarkan keduanya kesana.
" Maaf, sudah menganggu. Kami akan pulang..." ucapnya gelagapan.
Dari wajah saja ia bisa tahu laki-laki yang ada di samping Saphira adalah ayah si kembar.
" Mereka anakku?,"
TBC
Suami Yang Ku Benci (3)
Masih Flashback
" Mereka lahir karena ulahmu. Tapi, mereka hanya anak-anak ku." tegas Saphira menatap tajam Kaivan.
Saphira tidk berniat sedikit pun untuk berbohong. Karena wajah mereka tidak bisa di sembunyikan selamanya. Kemiripan itu terlalu kentara.
" Jadi, malam itu..."
" Jangan pernah mengungkit malam itu!!." tegas Saphira. Ia benci malam itu.
" Kita harus bicara," putus Kaivan akhirnya. Ia pun menghampiri kedua anak nya.
" Mau lihat ruang kerja Ayah?," tawar Kaivan
Hatinya berdesir melihat kedua anak yang masih berseragam sekolah itu. Ia yakin mereka adalah buah hatinya.
" Ayah? Ayah siapa?," tanya
Kaivan berjongkok di hadapan keduanya.
" Ini ayah kalian." tunjuknya pada dirinya sendiri. Sakit ternyata saat ia tak dikenali anak sendiri.
Tapi, ini bukan salah mereka.
" Buna, apa benar Om ini ayah kami?,"
Saphira hanya mengangguk. Ia ingin segera pergi dari sana agar tidak lagi menjadi tontonan karyawan.
" Tapi, Buna bilang Ayah kerjanya jauh. Kenapa ayah ada di tempat kerja Buna?" tanya Si sulung yang sangat Kritis.
" Ayo kita cerita di ruang kerja Ayah saja. Kalian bisa bertanya sepuasnya,"
Dari sanalah pertemuan mereka bermula hingga ajakan menikah terucap.
Flashback end
Tok ..Tok...Tok ..
Ketukan pintu menyadarkan Kaivan dari lamunannya.
" Masuk,"
" Saya hanya ingin mengingatkan kalau kita akan ada meeting siang ini," ucap Sintya, sekretaris Kaivan
" Baik. Siapkan semuanya. Sebentar lagi saya kesana,"
" Baik, Pak," Sintya mengangguk.
Kaivan hanya melihat datar sekretarisnya. Entah kenapa ia semakin tak suka pada cara berpakaiannya yang semakin terbuka.
" Sin,.."
" Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu lagi,"
" Kamu sudah tahu aturan berpakaian di perusahaan ini kan?"
Deg
" Su.. Sudah, Pak," jawab Sintya tergagap.
" Kalau besok kamu masih berpakaian seperti ini, kamu tahu konsekwensinya," Ancam Kaivan pada sekretarisnya yang baru saja bekerja dua Minggu ini.
" Ba.. Baik, pak. Maaf,"
Kaivan hanya mendesah saat Sintia keluar dari ruangannya.
" Ck, apa tidak ada yang serius mau bekerja?," gumam Kaivan.
Sementara Sintya misuh-misuh tak jelas saat sudah menutup pintu ruangan Kaivan. Niat hati menggoda atasan,yang ia dapat malah teguran.
...******...
" Phira sayang, tolong antarkan ini pada Ivan ya ke kantor. Dia bilang ingin makan siang dengan masakan Bunda," pinta Anin pada menantunya yang hari ini datang mengantarkan kedua cucunya ke rumahnya.
" Iya, bunda," Saphira tersenyum.
Dari semua yang ia alami, ia bersyukur mendapat mertua yang sangat baik. Yang tidak melihat latar belakangnya juga bisa menerima keberadaan anaknya.
" Ini juga untuk teman-temanmu disana. Bawalah!," Anin menyiapkan kotak makan lain untuk teman-teman Saphira saat bekerja di kantor Kaivan.
" Apa ini tidak merepotkan?," Saphira tidak enak hati.
" Tidak. Mereka sudah baik pada menantu dan kedua cucuku,"
" Terimakasih, Bunda," Mata Saphira berkaca-kaca.
" Kenapa malah sedih begitu?," Anin mendekati Saphira dan memeluknya.
" Phira hanya jadi ingat ibu." ucapnya.
Perhatian-perhatian yang mertuanya berikan itu selalu mengingatkannya pada ibunya yang telah tiada. Bahkan dari ibu tirinya sekalipun ia tak mendapatkan perhatian itu.
" Do'akan almarhumah ya. Dia sudah tenang disana. Dan bunda, sekalipun hanya mertua kamu, kamu sama seperti Ivan. Anak bunda," Saphira semakin tersentuh.
Kadang Phira tidak percaya kalau bunda adalah ibu kandung Kaivan. Batin Saphira.
Saphira sering membandingkan sikap Anin dan Kaivan di masa lalu. Padahal, di masa kini Kaivan sudah berusaha sebaik mungkin dalam memperlakukan Saphira. Tapi, Saphira tidak melihat itu semua karena rasa bencinya.
"Buna dan Nenek kenapa menangis?," tanya Shila pada kedua wanita yang berbeda usia itu
" Emm, tidak apa-apa. Buna hanya ingat Nenek Rubi," jawab Saphira sambil menghapus sisa-sisa air matanya.
" Oh iya, apa kita akan mengunjunginya?," tanya Shaka.
Jika ibunya sedang merindukan sang nenek, biasanya mereka akan berziarah. Namun, kini mereka ada di kotanya berbeda.
" Mungkin nanti saat kalian libur sekolah," jawab Saphira yang memang belum ada rencana sama sekali untuk berziarah setelah setahun dua tahun sudah mereka pindah.
" Ya, ajaklah Ayah kalian. Sekalian liburan keluarga," usul Anin.
Semenjak menikah, mereka belum pernah berziarah ke makam ibu kandung Saphira.
" Yeay. Akhirnya kita bisa merasakan liburan dengan ayah!!," Shila berteriak gembira.
Sementara Shaka hanya tersenyum kecil. Ia memang tidak se ekspresif Arshila. Namun, ia pun senang dengan usul sang nenek.
...******...
Saphira berjalan ke arah meja resepsionis. Di balik meja, kedua orang yang pernah menjadi rekan kerjanya sudah tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya.
" Phira!!! Akhirnya kamu main lagi ke sini," seru Nabila heboh.
" Ish , berisik." Mita yang saat itu ada di samping Nabila menutup kedua telinganya.
Nabila hanya mencebik namun, ia tak tersinggung sama sekali.
" Ini dari mama mertuaku,"
Saphira meletakkan paper bag yang ia bawa di meja resepsionis.
" Asyikk. Hari ini bisa hemat lagi," Nabila kembali bersorak senang saat menerima bungkusan itu.
Saphira hanya tersenyum. Nabila memang sangat berhemat agar bisa mengirimkan uang kepada orang tuanya di kampung.
" Sampaikan terima kasih kami pada Bu Anin ya." Ucap Mita.
" Makanan buatan Bu Anin memang selalu enak," puji Nabila.
" Iya, kamu benar. Aku malu karena tidak bisa masak sepandai beliau,"
" Masakan kamu juga enak kok," timpal Mita.
" Emm, Mas Kaivan ada kan?," tanya Saphira. " Tadi, aku lupa menelpon dulu sebelum ke sini,"
" Kayaknya ada sih. Belum lihat Pak Bos keluar soalnya," jawab Nabila.
" Tapi,tadi kayaknya ada tamu deh. Katanya teman kuliahnya," jelas Mita
" Oh, benarkah?,"
" Perempuan," tambah Mita.
Saphira hanya manggut-manggut.
Setelah puas berbincang ia pun naik ke lantai dimana ruang kerja suaminya berada.
" Eh, kamu mau kemana?," Sintya berdiri dan menghampiri Saphira yang akan membuka pintu ruangan Kaivan.
" Masuk," jawab Saphira acuh. "Pak Kaivan nya ada kan?,"
" Sudah ada janji? Kenapa main masuk saja?," Ketus Sintya.
" Kamu baru bekerja disini? Kamu tidak tahu siapa saya?," tanya Saphira.
Bukan ingin menyombongkan diri. Tapi,ia tahu wanita di depannya ini memandang sinis padanya.
" Ya, aku sekretaris baru Pak Kaivan. Memangnya kamu siapa? Istrinya Pak Kaivan?," Tanya Sintya
" Ya, saya istrinya,"
" Tolong jangan mengaku-ngaku. Mana mungkin kamu istrinya?," Pandangan merendahkan itu tak sekali ini saja Saphira dapatkan. Jadi, ia sudah mulai terbiasa.
Sintya memang tidak tahu jika orang di depannya ini adalah istri dari atasannya.
Saphira yang malas berdebat langsung mengambil ponselnya.
" Mas, aku dilarang masuk oleh sekertaris barumu," ucap Saphira dan langsung menutup lagi sambungan Telponnya.
Sintya di buat melongo melihatnya.
Ceklek
Pintu ruangan terbuka dari dalam.
" Sayang, kenapa tidak menelpon dulu?," Kaivan Langsung merangkul pinggang istrinya.
" Apa kamu sibuk?," tanya Saphira sambil melihat ke dalam ruangan dimana ada seseorang di dalam sana.
"Tidak. Untukmu aku selalu ada waktu," Kaivan tersenyum lembut.
Sintya mulai panas dingin. Ucapan wanita di depannya sepertinya benar.
M@mpus aku. Batin Syntia.
" Ini kesalahan kedua. Jika kamu melakukan kesalahan lagi, bersiaplah menerima hukuman,"
" Maaf, Pak. Saya tidak tahu kalau ini istri bapak,"
" Ini Istriku. Namanya Saphira. Ingat baik-baik wajah istriku. Hanya dia yang boleh masuk ke ruang ku tanpa izin siapapun. Dan kamu harus ingat, istriku hanya Saphira saja. Tidak ada yang lain," Tegas Kaivan.
Glek
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!