NovelToon NovelToon

Suamiku Ternyata Orang Kaya

STOK 01: Bagaimana Kalau Aku Ini Penjahat?

" Saya terima nikah dan kawinnya Hilya Nadira binti Sulistyo dengan mas kawin uang dua ratus ribu rupiah dibayar tunai!"

" Sah!"

Setiap melihat pria asing yang menjadi suaminya itu, Hilya Nadhira wanita berusia 23 tahun selalu teringat akan kalimat ijab qabul yang diucapkan pria itu dengan lantang. Pria yang tidak tahu berapa usianya, dari mana asal usulnya bahkan nama pun tidak ingat harus ia nikahi karena didesak oleh warga sekitar.

2 bulan yang lalu, Hilya yang merupakan seorang petani yang memiliki kebun sayur di wilayah daerah dingin yang terletak di Jawa Tengah dibuat terkejut saat ia datang ke kebun. Seorang pria tergeletak di tengah kebun kentang miliknya. Awalnya ia takut jika pria itu adalah penjahat atau malah seorang korban pembunuhan. Namun ketika Hilya memeriksanya, pria itu masih hidup hanya saja ada beberapa bagian tubuhnya yang terluka. Terlebih di bagian kepala.

Ya, kepala milik pria itu seperti dipukul oleh sebuah benda sehingga darah keluar dari sana. Menurut perkiraan Hilya, mungkin pria itu sudah terluka dari semalam karena darah yang sudah mengering.

Waktu penemuan sekitar pukul 05.00pagi, hari masih gelap jadi Hilya memanggil bapak dan ibunya untuk membawa pria itu ke rumah. Awalnya Sulistyo dan Haryani tidak setuju atas usul anak sulungnya, namun setelah berpikir beberapa saat mereka pun setuju menolong pria asing itu.

Seorang dokter desa pun dipanggil untuk mengobati, tapi ternyata pria itu tetap harus dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan menyeluruh. Singkat cerita pria itu berhasil diobati dan kata dokter dia mengalami amnesia atau hilang ingatan. Keluarga Hilya tidak tahu harus mengirim pria itu kemana. Tidak ada satupun identitas yang tertinggal milik pria itu kecuali sebuah nama yang dibordir pada jaket yang pria itu kenakan. Raka Pittore, meskipun tersembunyi tapi Hilya bisa melihatnya. Sehingga ia putuskan untuk memanggilnya Raka.

" Mana bojo mu nduk, udah siang begini apa dia ndak bangun juga?"

" Udah bangun kok Bu'e tapi ndak tahu kemana."

Hilya membuang nafasnya berat. Selama menikah ia berusaha untuk mengajari Raka pekerjaan yang ia dan keluarganya lakukan. Tapi satu pun pria itu tidak bisa melakukannya.

Diajarin mencangkul, malah jari kaki dia yang hampir hilang. Diminta membersihkan rumput liar, malah tunas dari tanaman kentang yang ia cabut. Dan masih banyak hal lain lagi yang akhirnya membuat Hilya menyerah.

Hilya pergi keluar rumah untuk mencari keberadaan Raka. Hawa dingin yang ada di daerah itu sudah biasa dirasakan oleh Hilya. Dia mengeratkan jaket tebalnya agar lebih terasa hangat.

" Weeh gasik Hil, rep nandi ( pagi benar Hil, mau kemana?"

" Mlampah-mlampah mawon bude ( jalan-jalan aja Bude)."

Hilya menjawab sapaan para tetangga dengan sopan dan senyuman. Tapi dalam pikirannya wanita itu tengah kalut. Ia sudah mencari sang suami ke beberapa tempat tapi belum kunjung juga ia temukan.

" Kemana sih dia, huh!" Hilya bergumam pelan. Sudah seminggu ini suaminya itu selalu menghilang setiap pagi hari. Dan jika ditanya maka dia hanya akan menjawab mencari inspirasi. Sangat aneh bukan, inspirasi apa yang dicari Raka pada pagi hari yang dingin begini.

Tap tap tap

" Hilya, kamu ngapain?"

" Aku yang harusnya nanya, Mas ngapain di sini. Ini masih dingin banget lho Mas. Nanti Mas umat lagi sakitnya. Ayok pulang."

Hilya menemukan suaminya di salah satu lereng di dekat kebun kentang milik keluarganya. Pria itu sedang menatap ke arah matahari terbit.

Hilya menarik tangan Raka dan menggandengnya untuk segera pulang ke rumah. Pria itu menurut dan sesekali tersenyum. Melihat tangannya yang digenggam erat, rasa dingin yang ia rasakan tadi berkurang dan menjadi hangat.

Perlu diketahui, meskipun mereka sudah menikah, keduanya tidak tinggal satu kamar. Hilya sungguh-sungguh hanya menolong Raka agar dia bisa tinggal di rumahnya sampai ingatannya kembali. Dan Raka menerimanya serta berterimakasih atas hal tersebut.

" Hil, bisakah kita bicara di luar sebentar?" pinta Raka. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Sudah dari beberapa hari yang lalu, tapi ia tidak punya kesempatan untuk mengatakannya.

" Ada apa Mas? Apa Mas udah bisa inget apa gitu?"

Raka menggeleng cepat. Dia sama sekali tidak mengingat apapun tentang dirinya. Bahkan namanya sendiri pun dia tidak ingat hingga saat ini.

" Belum ada Hil. Aku udah berusaha tapi kayaknya masih belum ada yang muncul di kepalaku tentang siapa diriku. Aah bukan itu yang mau aku omongin. Hil, seandainya aku ini penjahat gimana?"

" Oh, ya gampang. Aku tinggal ngirim Mas ke kantor polisi. Beres."

Raka sejenak syok dengan jawaban Hilya. Gadis manis berhijab itu sungguh tidak memiliki prasangka buruk. Tapi beberapa saat kemudian ia tergelak. Tawanya lepas mendengar jawaban Hilya yang realistis.

" Lha kok malah ketawa."

" Nggak apa, aku hanya senang dengan jawaban realistis mu itu. Meskipun aku hilang ingatan tapi aku punya keyakinan bahwa aku ini adalah orang yang baik dan bukannya penjahat."

Hilya tersenyum kepada Raka. Senyuman yang sangat manis hingga membuat dada Raka berdegup kencang. Selama ini dia selalu melihat Hilya tersenyum, tapi dia tidak pernah sadar bahwa gadis yang tumbuh di desa itu memiliki senyuman yang manis dan pastinya cantik.

" Terimakasih Hilya karena sudah menolongku."

" Sama-sama Mas, kita sesama makhluk sudah sepantasnya saling tolong menolong bukan? Ayo balik ke rumah, Mas harus sarapan dan minum obat."

" Ughhh"

Raka menampilkan wajah tidak senangnya saat mendengar nama obat. Ya, dia masih rutin mengonsumsi obat dari dokter rumah sakit setempat karena rasa sakit kepala yang terkadang tiba-tiba datang.

Hilya tersenyum simpul. Ia tahu kalau pria itu tidak suka, namun Raka tetap harus meminumnya karena itu salah satu hal untuk mempercepat proses pemulihan.

Meskipun tidak ada cinta dalam diri Hilya kepada Raka saat ini, tapi dia tulus merawat suaminya itu. Setidaknya status mereka sekarang adalah suami istri yang mana sudah jadi bagian dari bagian Hilya. Walau ada hal lain yang tidak bisa ia berikan yakni kewajiban layaknya pasangan suami istri pada umumnya. Dan Raka pun juga tidak meminta hak nya sebagai suami karena memang ia tahu bahwa Hilya hanya menolongnya tidak lebih dari itu.

" Bunda, Ayah, tunggu aku!"

Nyuuuut

Ngguuuung

" Argghhhh!'

Raka mengerang sambil memegang kepalanya. Rasa sakit itu tiba-tiba menyerang kepala Raka setelah ia mendengar seorang anak kecil yang berlarian memanggil kedua orang tuanya.

" Mas Raka! Kamu kenapa?"

" Nggak tahu Hil, kepala ku. Kepala ku sakit banget."

" Ya Allaah."

Hilya sedikit panik, tapi dia berusaha untuk tenang. Saat seperti ini dia tahi bahwa dirinya tidak boleh panik. Secara perlahan ia memapah Raka agar bisa berjalan menuju rumah. Namun agaknya tubuh Hilya tidak bisa menopang bobot tubuh Raka yang mendadak jatuh pingsan.

" Mas Raka! Mas! Tolong!"

TBC

STOK 02: Namaku Seperti Bukan Namaku

Seorang tetangga melintas dengan menggunakan sepeda motor dan seketika itu juga menolong Hilya untuk membawa Raka ke rumah. Tampak ia begitu baik, ya memang ada beberapa tetangga yang bersikap baik kepada Hilya dan suaminya.

" Raka keno opo Hil?"

" Ndak tahu pakde. Katanya kepalanya sakit terus malah pingsan."

Pria yang berusia seperti ayah dari Hilya itu hanya mengangguk paham. Ia lalu turun dari motor untuk membantu Hilya menaikkan Raka ke motor.Ia meminta Hilya memegangi Raka kuat, dan pada akhirnya mereka berboncengan tiga.

Sampai di rumah, Haryani sangat terkejut melihat mata Raka yang terpejam. " Iki nopo nduk?"

" Ndak tahu Bu'e, tiba-tiba Mas sakit kepala lalu pingsan. Bawa masuk aja dulu Bu."

Yani mengangguk, dia membantu Hilya untuk menurunkan Raka dan membawanya masuk. Mereka meletakkan Raka di kamarnya.

Yani kembali ke luar untuk mengucapkan terima kasih kepada tetangga yang sudah menolongnya. Ia bersyukur masih banyak tetangga yang baik dan menerima keberadaan menantunya yang datang entah dari mana itu.

Namun tidak bisa ia hindari bahwa ada beberapa tetangga yang tidak suka bahkan mencemooh Raka. Tentu saja awalnya Yani acuh, namun lama kelamaan ia gerah juga. Walaupun awalnya Yani tidak setuju dengan pernikahan putri sulungnya yang dadakan, tapi dia kini sudah bisa menerima dengan ikhlas. Maka dari itu Yani tidak suka jika ada orang yang menjelekkan menantu dan putrinya.

" Tck, kan sudah ku tebak. Beban tok, percuma ganteng tapi beban. Punya suami kok mung dadi beban hidup."

Baru saja dia hendak masuk ke dalam rumah, sudah ada saja tikus yang mencicit. Yani acuh, kali ini dia sedang tidak ingin ribut. Apalagi Raka sedang dalam kondisi tidak baik.

" Lha kan takut susah Mbakyu, mending Hilya suruh pegat (cerai) wae dari suami yang ndak guna itu. Perempuan nikah itu tuh biar ada yang ngidupin. Lah ini malah kebalikan. Mana ndak jelas lagi asal usulnya. Ya kalau dia orang baik kalau ternyata penjahat buron bagaimana?"

Yani memejamkan matanya, ia mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Rasanya ingin sekali dia berkata kasar tapi agaknya sebisa mungkin dia harus menahan. Terlebih orang yabg berbicara kepadanya itu adalah istri dari kepala desa.

" Maaf ya Bu, saya harus masuk. Banyak pekerjaan yang harus saya lakuin. Permisi."

" Owalaah, wong kere tapi sombonge rakaru-karuan( sombongnya nggak ketulungan."

Anjarwati, wanita berusia 40 tahunan yang merupakan istri dari Roni Antoro itu nampak kesal. Dia sangat kesal karena diacuhkan oleh Haryani yang notebene adalah orang kecil, menurut dia. Dia sebagai istri kepala desa wilayah setempat seakan-akan adalah penguasa yang harus dihormati. Maka dari itu dia amat kesal jika ada yang mengacuhkan dirinya.

Tapi bukan itu yang membuatnya kesal sebenarnya, pasalnya Hilya yang cantik dan cerdas itu sudah lama ia incar untuk jadi menantunya. Namun siapa sangka malah Hilya menikah dengan pria yang tidak jelas.

Maka dari itu Anjar amat kesal kepada keluarga Hilya. Terlebih Hilya ini lulusan sarjana, dimana di daerah itu sangat jarang ada gadis yang bersekolah hingga jenjang universitas. Niat hati ia ingin membanggakan anaknya nanti karena berhasil menikahi gadis yang berpendidikan tinggi. Tapi semua hanyalah khayalan Anjar sendiri.

" Cih, aku mesti isoh dapet mantu yang lebih dari Hilya. Lagian opo yang dibanggakke. Punya bojo ra jelas kayak gitu."

Anjar menggerutu marah, dia lalu melenggang pergi dari depan rumah Hilya.

Sedangkan di dalam rumah, Hilya dan Yani merasa lega dan mengucapkan syukur karena Raka sudah sadar dari pingsannya. Meskipun pria itu mengeluhkan kepalanya yang sakit. Hilya gerak cepat mengambilkan makan dan juga obat. Tapi Raka menggeleng, dia sama sekali tidak ingin makan.

" Mas, makan dikit ya. Buat lapisan minum obat," pinta Hilya dengan wajah penuh kekhawatiran. Raka yang awalnya enggan pun mengalahkan egonya dan mulai menyendokkan nasi ke mulutnya. Meskipun rasanya di mulut sungguh tidak karuan namun Raka berhasil memakan 3 suap nasi.

Hilya tersenyum lega, dia lalu mengambilkan obat dan memberikannya kepada Raka.

Gluk gluk gluk.

" Alhamdulillaah. Sekarang Mas istirahat aja ya," ucap Hilya. Ia membantu Raka untuk kembali berbaring.

" Makasih ya Hil, maaf sudah selalu merepotkan mu. Maaf ya bu, saya sungguh hanya merepotkan." Raka mengucapkan kata itu dengan wajah sendu dan juga sangat menyesal. Ia tahu keberadaan dirinya di rumah ini hanyalah menjadi beban.

" Wes, ndak usah mikir aneh-aneh. Kamu emang lagi sakit, nanti kalau udah sembuh total Bu'e suruh kamu macul (nyangkul) semua kebun."

Selorohan dari Yani membuat Raka dan Hilya tertawa. Wanita paruh baya itu lalu melenggang keluar kamar meninggalkan anak dan menantunya.

" Mas, kamu tadi kenapa kok tiba-tiba sakit kepala."

Raka terdiam dia mencoba mengingat apa yang tadi terjadi pada dirinya. Pada dasarnya tidak ada yang istimewa. Dia hanya berjalan-jalan, bergandengan tangan dengan Hilya karena diajak untuk kembali ke rumah, dan terakhir ia mendengar seorang anak kecil yang memanggil kedua orang tuanya dengan panggilan " Bunda dan Ayah", ya hanya itu saja.

" Tunggu, apa aku bereaksi dengan kata bunda dan ayah?" gumam Raka lirih tapi masih bisa di dengar oleh Hilya,

" Mas, apa mungkin Mas Raka memanggil kedua orang tua Mas dengan panggilan itu, jadi hal itu memacu ingatan Mas Raka. Bukankah kata dokter Mas akan mengalami sakit kepala kalau ada sesuatu yang berhubungan dengan ingatan?"

Raka mengangguk setuju dengan ucapan Hilya. Ia pun mencoba untuk mengucapkan kata 'bunda' berkali-kali. Raka berharap akan ada sekelebat kenangan yang muncul di kepalanya, namun nihil. Yang ada malah kepalanya semakin berdenyut.

Greb

Hilya menggenggam tangan Raka, dan kepalanya menggeleng cepat. " Mas berhenti di sini, jangan dipaksakan. Kepala Mas akan sakit jika memaksakannya. Biar mengalir aja ya. Sekarang istirahatlah Mas. Aku harus keluar untuk menyelesaikan penyemaian bibit."

Raka mengangguk, ia lalu memejamkan matanya ketika Hilya meninggalkan kamar. Kamar yang ia pakai saat ini adalah kamar milik Hilya sebenarnya. Jadi sebagian barang-barang milik Hilya jelas berada di sana. Salah satunya adalah sebuah toga wisuda dan selempang. Di sana tertulis Hilya Nadhira, S. P Cumlaude. Hal itu berarti bahwa Hilya adalah sarjana pertanian dengan lulusan terbaik. Hanya saja Raka heran, menganga gadis itu memilih untuk bertani dari pada bekerja di perusahan.

" Sungguh gadis yang lain dari biasanya," gumam Raka dengan mata yang terpejam. Tapi pada akhirnya ia kembali membuka matanya. Dirinya sama sekali tidak ingin tidur saat ini.

Raka bangun dan mencari barang-barang miliknya. Siapa tahu dia menemukan sesuatu di sana yang bisa membuatnya kembali mengingat. Tapi satu-satunya hal yang dia miliki hanyalah pakaian dan sebuah jaket dengan bordiran nama kecil di bagian bawah. Tampak seperti tersembunyi.

" Raka Pittore, ini namaku tapi seperti bukan nama ku yang sebenarnya. Raka, apakah benar aku dipanggil seperti itu?"

TBC

STOK 03: Abang, Pulanglah

Di kota Jakarta, sebuah keluarga tampak masih kebingungan karena salah satu anggota keluarganya menghilang. Sudah lebih dari satu bulan tidak ada kabar darinya, sehingga membuat wanita paruh baya itu terbaring sakit karena setiap hari merindukan buah hatinya.

" Sayang, makan ya. Udah kapan sejak terakhir kamu makan dengan benar," bujuk sang suami.

" Mas, bagaimana aku bisa makan kalau aku nggak tahu dimana keberadaan putraku. Ponselnya nggak aktif, media sosialnya juga nggak update. Mas perasaanku nggak enak. Aku takut terjadi apa-apa sama Tara."

Kaluna tergugu, wajahnya pucat dan matanya juga sembab karena menangis terus-terusan. Yasa sang suami cukup kewalahan membujuk sang istri agar bisa makan.

" Bunda, makan ya. Abang pasti marah kalau Bunda nggak mau makan. Nanti kalau Abang pulang lihat Bunda kayak gini, Abang pasti sedih."

Tavisha Kala Dwilaga, putri bungsu Kaluna dan Yasa itu datang untuk membujuk sang bunda agar mau makan. Yasa tersenyum melihat putrinya itu, karena berhasil membuat kekasih hatinya mau menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

" Visha, kamu nggak ke kampus sayang?"

" Hari ini nggak ada jadwal kuliah Bund, jadi Visha mau nemenin bunda aja. Lagian yang punya kampus ada di sini."

Visha melirik kepada sang ayah. Ya, universitas Nusantara adalah universitas milik keluarga Dwilaga.

" Oii mana bisa begitu, ya sudah Ayah keluar dulu ya. Tolong jaga Bunda."

Yasa mencium pucuk kepala Kaluna dan Tavisha bergantian, ia lalu pergi keluar kamar. Sesampainya di luar kamar wajah tersenyum Yasa berubah menjadi sendu. Bahkan matanya berkaca-kaca saat ini mengingat putra sulungnya.

" Tara, kamu dimana nak?" lirih Yasa. Sudah berminggu-minggu mencari namun belum juga kunjung ditemukan. Bahkan dia juga sudah meminta keponakannya untuk mencari keberadaan Tara, tapi belum kunjung ditemukan juga.

" Kak, apa kakak ipar masih suka menangis?"

Yasa mengangguk mendengar pertanyaan dari adik sepupunya. Nataya, adik sepupu Yasa itu datang bersama putranya Nayaka untuk membicarakan mengenai perkembangan pencarian Taraka

Sebagai pimpinan Wild Eagle yang baru, Yaka cukup cakap dalam bidang seperti itu.

" Jadi gimana Ka, apa ada titik temunya? Udah mau 2 bulan lho ini tapi belum ada perkembangan sama sekali."

" Paman Yas, ini sedikit sulit sebenernya karena ponsel Bang Tara hilang di perairan. Dan aku sudah nyoba buat meretas sebagian kamera pengawas yang ada di sekitar pelabuhan, aku juga udah minta tolong ke Paman Abra dan Paman Akhza, tapi gambaran wajah Bang Tara belum terlihat sama sekali. Kita juga nggak tahu baju apa yang terakhir dipakai sama Abang, jadi agak sulit."

Penjelasan dari Nayaka jelas bisa diterima dengan pikiran terbuka oleh Yasa. Pemuda itu cerdas, makanya ia juga bisa memimpin perusahaan transportasi dari sang nenek.

Yasa tertunduk lesu, sudah banyak yang dilakukan tapi masih belum ada hasil juga. Tapi dia jelas tidak akan menyerah. Masih jelas dalam ingatannya tentang bagaimana perjuangan dirinya untuk bisa bersama dengan sang putra. Dan juga ia masih ingat bagaimana putranya itu sakit bahkan hampir meregang nyawa.

" Kak Yas, jangan menyerah. Pasti Tara akan kembali ke kita. Kita tetap harus berusaha, jika perlu kita akan meretas semua kamera pengawas di seluruh negri ini untuk mencari Tara."

Ucapan Nataya cukup membuat Yasa kembali bersemangat. Di depan anak dan istrinya memang ia terlihat begitu kuat dalam menghadapi cobaan ini, tapi saat bersama dengan saudara-saudaranya Yasa bisa memperlihatkan kerapuhan dirinya.

Setelah berbicara beberapa saat, Nataya dan putranya pamit untuk pulang. Sedangkan Yasa, ia harus kembali ke universitas karena ada jadwal bimbingan skripsi. Sebagai dosen yang memiliki title profesor, Yasa masih aktif dalam membimbing skripsi para mahasiswanya.

***

" Bunda, kalau butuh sesuatu bilang ke Visha ya, soalnya Ayah lagi ke kampus."

" Makasih sayang. Maafin Bunda ya nak, Bunda jadi sedikit abai sama kamu gara-gara mikirin Abang kamu."

Tavisha tersenyum, ia cukup tahu bagaimana sang kakak menjadi seseorang yang begitu terikat dengan ibunya. Cerita mengenai Tara yang pernah sakit saat kecil dan hampir kehilangan nyawa membuat Kaluna menjadi sedikit protektif. Tapi bukan berarti Kaluna tidak menyayangi Tavisha. Kasih sayang kepada dua anaknya sama besarnya. Hanya saja dalam kondisi Tara yang hilang kabar dan tidak tahu dimana keberadaannya ini membuat Kaluna semakin sensitif.

" Nggak apa Bund, Visha nggak mikir yang aneh-aneh. Visha tahu bahwa semua orang khawatir akan Abang, Visha yang nggak bisa melakukan apa-apa hanya bisa berdoa supaya Abang selalu sehat."

Kaluna memeluk putrinya dengan erat, air matanya tumpah ruah membasahi seluruh wajah. Ada rasa sedikit sesal dalam diri Kaluna karena seperti mengacuhkan putri bungsunya. Meskipun sebenarnya tidak lah begitu.

Visha tersenyum, ia sungguh tidak punya pikiran buruk. Saat ini sebenarnya ia sangat khawatir akan sang kakak. Visha sangat menyayangi Tara. Tidak adanya Tara di rumah membuat gadis itu merasa sangat kehilangan dan juga sepi.

Visha ingat terakhir kali sebelum Tara pergi. Kakaknya itu mengatakan bahwa Visha diminta menjaga ayah dan bundanya saat ia pergi. Visha tidak perah menyangka bahwa itu adalah sebuah pesan.

Ia tidak mengatakan hal itu kepada ayah dan bunda nya karena takut mereka semakin khawatir karena itu seperti sebuah pesan terakhir.

Visha kini masuk ke kamarnya setelah Kaluna tidur. Ia duduk termenung di meja belajarnya sambil melihat foto keluarga yang ia pajang di meja nya.

" Bang, Abang dimana. Apa yang Abang lakukan sekarang. Visha harap ucapan yang waktu itu bukanlah kata terakhir Abang. Visha nggak bisa bayangin kalau Abang beneran pergi ninggalin kita. Pasti Ayah dan Bunda ... ah, nggak aku nggak boleh punya pikiran buruk. Aku yakin Abang akan pulang dengan kondisi sehat."

Air mata yang terlanjur luruh secepatnya ia seka. Saat ini ibunya sedang dalam kondisi yang tidak baik, maka dari itu dia tidak boleh jatuh juga. Dia harus kuat agar bundanya juga ikut kuat. Visha tidak ingin semua kacau jika dirinya terlihat sedih.

Saat ini ia harus bisa menunjukkan sisinya yang kuat. Seperti halnya yang dilakukan sang ayah. Visha tahu bahwa ayahnya juga amat sedih, tapi di depan dirinya dan bundanya, pria itu bersikap begitu tegar.

" Abang, pulang lah. Kami semua merindukanmu."

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!