Nova meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Ia baru saja selesai menonton film dokumenter favoritnya yang mengisahkan tentang bertahan hidup di alam liar.
Bagi Nova yang sudah hidup nyaman di zaman modern yang semuanya bisa dilakukan hanya dengan sekali klik, tentu saja film seperti itu sangat menghibur.
“Pasti akan sangat menyenangkan kalau bisa merasakan hal seperti itu, tapi melihat alam liar sangat berbahaya ku rasa aku tidak harus melakukannya.” Ia dengan cepat mengganti pemikiran anehnya.
Bisa-bisanya ia memikirkan hal seperti hidup di alam liar. Hidup di zaman modern abad ke-21 saja sudah cukup merepotkan.
Nova hendak pergi ke kantin untuk mengisi perut ketika sebuah notifikasi di ponsel muncul.
[Selamat! Anda berhasil terpilih untuk menjadi Raja Peradaban.]
[Apakah Anda ingin menerimanya?]
Nova menatap aneh ponselnya setelah membaca notifikasi itu. Jujur saja itu mencurigakan, tapi tetap saja ia tidak bisa menepis rasa penasarannya. Karena itu, ia pun memilih menerimanya.
“Mari lihat trik apa ini.”
[Host berhasil menerima tawaran]
[Mulai memproses sistem utama]
[Loading …]
“Tidak terjadi apapun.” Nova tidak mendapatkan apapun selain notifikasinya yang menghilang. Ia sedikit was-was karena takut ia sudah menjadi salah satu korban pencurian data pribadi.
Di zaman yang serba canggih ini, hal seperti penipuan online untuk mencari data sangat mudah dan tidak sedikit orang yang juga menjadi korbannya.
Pelaku cukup memberikan sebuah pesan singkat dengan menyamar menjadi orang yang dikenal ataupun dari sebuah perusahaan. Korban yang tidak tahu apa-apa akan mengira kalau itu sungguhan dan meladeninya.
Kalaupun kau tidak kehilangan uangmu, kau mungkin kehilangan data pribadimu dan mereka akan memanfaatkanya untuk melakukan peminjaman uang online atas namamu dan banyak hal mengerikan lagi.
“Nov, jadi ke Kantin gak?” Indra menyentuh pundak Nova pelan sambil menguap lebar, menyadarkan Nova dari lamunannya.
“Takutnya keburu masuk kalau gak cepat,” tambah Indra mendahului Nova.
Nova menggelengkan kepalanya pelan dan segera mematikan ponselnya. Ia akan meminta bantuan sepupunya untuk mengecek notifikasi tadi, karena hal yang penting saat ini adalah mengisi perut.
“Tunggu, Dra!” Nova berlari kecil dan menyusul Indra yang menunggunya di depan pintu kelas dengan wajah mengantuk.
“Kau bergadang lagi?”
“Hm, aku berhasil melewati level 78 semalam.”
Nova hanya tersenyum maklum dengan sikap gamers sahabatnya itu. “Dasar maniak game.”
***
Rasa asin dan dingin dari air laut menyadarkan Nova dari pingsannya. Ketika ia terbangun, ia sudah berada di tepi pantai.
Nova memuntahkan air laut dari paru-parunya dan perlahan bangun. Ia tertegun saat melihat lautan luas tanpa ada pulau di dekatnya.
“Apa yang terjadi?” Nova bangkit dan memperhatikan sekitarnya dengan bingung. Nova sangat yakin kalau ia tadi sedang berada di dalam kelas. Lantas kenapa ia malah berada di tepi pantai.
Kalau ingin sebuah alasan logis untuk menjelaskan situasinya saat ini, satu-satunya yang kepikiran adalah ia sedang melakukan sebuah perjalanan dan mengalami kecelakaan sehingga terdampar di pulau ini. Namun, Nova sama sekali tidak melakukan perjalanan apapun karena ia benar-benar hanya diam di kelas tanpa melakukan apapun. Lihat saja, bahkan tas ranselnya juga terdampar bersamanya.
“Apa-apaan situasi ini?”
Jujur saja, siapa yang tidak panik mendapati situasi seperti ini. Namun, Nova tidak bisa membiarkan rasa paniknya menguasai dirinya.
Nova menghembuskan napas dan mencoba untuk menilai situasi dengan tenang.
“Baiklah Nova, hal pertama dalam peraturan hidup di alam liar adalah jangan panik. Mari lihat situasi saat ini. Aku terdampar di sebuah pulau yang tampaknya tidak berpenghuni. Sendirian. Tanpa makanan dan minuman.”
Nova mengalihkan perhatiannya ke sekitar. Ada beberapa pohon kelapa yang berbuah lebat dan beberapa juga jatuh.
“Sisi baiknya aku masih hidup, tidak terlihat hewan berbahaya di sekitar pantai. Aku memang tidak punya makanan, tapi untungnya aku punya sisa air di botol minum ku. Kalaupun air ku habis, aku bisa mengisi ulangnya dengan air kelapa.” Nova mengecek isi tasnya dan mendongak ke atas dan melihat buah kelapa hijau yang terlihat segar dan cocok diminum di saat panas-panas begini.
Nova mengeluarkan ponselnya. Ia berniat untuk menghubungi siapa saja untuk meminta pertolongan. “Tidak ada sinyal, yang benar saja.” Sepertinya meminta pertolongan adalah hal mustahil untuknya saat ini.
Nova tidak yakin apakah ia akan menunggu tim SAR mencarinya, tetapi mengingat kembali kemunculannya di tempat ini. Nova lekas menghapus pemikiran seperti itu.
“Masalah berikutnya adalah makanan. Mungkin saja ada makanan di sekitar sini seperti kepiting atau lainnya.”
Merasa ia tidak perlu mengkhawatirkan air untuk diminum, Nova mulai mencari sesuatu untuk di makan. Sebelum itu, ia mengumpulkan beberapa kelapa untuk persediaan air minum di tempat yang cukup teduh.
Nova memang berencana untuk pergi ke laut, tapi mengingat cuaca yang sangat panas ia mengurungkan niatnya dan mencari sesuatu yang bisa dimakan setelah minum beberapa teguk agar terhindar dari dehidrasi.
Nova menyusuri pantai berharap ada sesuatu yang mungkin saja dapat dimakan juga mencari barang-barang apa saya yang mungkin saja berguna. Namun, pantai tempatnya terdampar sangat bersih dari sampah apapun.
Hampir dua jam menyusuri pantai, Nova lalu memilih untuk turun saja ke laut mencari sesuatu yang dapat dimakan. Ia mulai melepas seragamnya dan meninggalkan celana pendek.
“Ada baiknya aku tidak membiarkan pakaian ku basah, bisa repot kalau aku sampai tidur dengan pakaian basah ataupun tanpa pakaian. Karena aku tidak tahu sampai kapan aku bisa berada di sini.”
Nova mulai masuk ke air, ia menatap dengan cermat dan teliti dari permukaan air. Nova tidak berani untuk langsung menyelam dan membuka matanya di air. Kandungan garam yang ada pada air laut dapat membuat mata perih, karena itu ia lebih memilih untuk memperhatikan dari permukaan terlebih dahulu.
“Pulau ini sungguh kaya akan sumber daya alamnya. Aku tidak menyangka akan menemukan lumayan banyak seafood. Kalau begini aku tidak harus khawatir akan kelaparan beberapa hari ini.” Nova tertawa bangga melihat hasil tangkapannya. Ia menggunakan kemeja putihnya sebagai tempat untuk menampung kepiting dan kelomang yang diperolehnya.
“Melihat hewan ini cukup gemuk, mengingatkan ku pada komik yang menceritakan seorang terdampar di pulau misterius dengan sistem. Seandainya aku juga punya sistem, haha.”
Tawa Nova langsung terhenti saat sebuah layar hologram yang berbentuk panel berwarna biru muncul di depannya.
[Host mengaktifkan sistem.]
[Memajukan sebuah peradaban memang tidak mudah, tetapi dengan kerja sama dan kecerdasan yang dimiliki, peradaban perlahan-lahan mulai menjadi lebih baik.]
[Untuk menjadi seorang Raja Peradaban dan membawa dunia ke era yang lebih maju memang tidak mudah. Namun ada baiknya memulai selangkah demi selangkah.]
[Langkah awal menjadi Raja Peradaban di pulau terpencil. Semangatlah kawan! Meskipun saat ini kau masih perjaka, kau mungkin bisa membuat harem mu sendiri. Mulailah beradaptasi dan memajukan peradaban di pulau terpencil dengan memanfaatkan alam dan kecerdasan.]
“Aku memang terkejut, tapi apa sistem ini sedang mengejekku?”
[Jangan sedih, meskipun di sampingmu tidak ada wanita cantik, tetapi sistem akan memberimu sebuah hadiah mewah.]
“Rupanya dia benar-benar mengejek ku ya!” Nova mengepalkan tangannya menahan emosi. Ia sangat ingin memukul sistem saat ini juga.
[Apa Host ingin menerima hadiah sekarang?]
Kyaa!!
[Jangan sedih, meskipun di sampingmu tidak ada wanita cantik, tetapi sistem akan memberimu sebuah hadiah mewah.]
“Rupanya dia benar-benar mengejek ku ya!” Nova mengepalkan tangannya menahan emosi. Ia sangat ingin memukul sistem saat ini juga.
[Apa Host ingin menerima hadiah sekarang?]
Nova menghela napas dan menerima hadiah dari sistem. Ia memulai mengklik sebuah ikon berbentuk hadiah dengan pita kuning. “Ini terlihat seperti menu bar di game,” ujarnya takjub.
[Host menerima dua buku Ensiklopedia flora dan fauna versi 1]
“Apa? Ku pikir hadiahnya adalah sesuatu yang hebat.”
[Hadiah akan segera di terima!]
Layar di depannya sedikit bergoyang dan sesuatu yang tidak Nova mengerti masuk ke kepalanya tanpa aba-aba.
“Ugh!”
Nova merasa ada banyak pengetahuan masuk ke dalam kepalanya dalam waktu yang sangat singkat. Rasanya sangat menyakitkan sampai-sampai ia terjatuh dan bertumpu pada pasir pantai.
“Sensasi yang tidak mengenakkan,” ujarnya. Ketika ia menatap hewan laut yang ditangkapnya tadi sesuatu muncul di matanya. Tepat seperti sistem tadi.
[Geleteng pasir sejenis kepiting hantu keluarga Ocypodidae dari genus Ocyode. Ukuran dewasa dapat mencapai 33 x 43 mm. Meskipun tidak mengenyangkan, tetapi masih dapat dikonsumsi.]
[Kelomang atau umang-umang, disebut juga ketam pertama, krustasea dekapod dari superfamilia paguroidea. Sebagian besar memiliki perut asimetris, yang tersembunyi dalam cangkang siput laut yang telah kosong. Sebagian besar spesies bersifat akuatik dan hidup dalam berbagai kedalaman air asin, dari wilayah garis pantai dan perairan yang dangkal sampai ke dasar laut dalam.]
“Woah tidak kusangka akan mendapatkan hal yang mengejutkan seperti ini.”
Nova ingat kalau sistem tadi sempat menyinggung tentang Raja peradaban. Apakah notifikasi yang diterimanya kemarin ada hubungannya dengan sistem dan apakah karena ia menerima menjadi Raja Peradaban, dirinya sampai terbawa ke tempat asing ini?
Semua itu layak dipertanyakan.
Bohong kalau Nova sama sekali tidak kagum dengan apa yang terjadi padanya hari ini. Ia merasa menjadi sosok yang terpilih oleh Tuhan. Namun, tetap saja ia tidak punya alasan logis untuk hal yang terjadi kepadanya hari ini. Ia akan menyimpulkannya sebagai ‘Takdir Tuhan’ saja daripada harus pusing-pusing.
Karena rasa sakitnya sudah mereda, Nova kembali membereskan makan malamnya dan hendak kembali ke tempatnya semula. Namun, saat ia baru saja melangkahkan kakinya.
Kyaa!!
Sebuah teriakan dari seorang gadis benar-benar mengejutkan Nova. Ia bergegas menghampiri sumber suara itu tanpa repot-repot memikirkan penampilannya.
Memikirkan ada orang lain di pulau ini adalah hal yang sangat membahagiakan bagi Nova.
Setelah menepikan beberapa semak, Nova akhirnya menemukan sumber suara itu. Terlihat dua orang gadis dengan seragam sekolah yang sama dengannya. Salah satu orang itu tidak dikenalnya, tetapi ia tahu orang di sebelah gadis yang baru saja berteriak itu.
Dia adalah teman sekelas Nova.
“Huwaaaa … Nova cepat selamatkan aku. Ada ulat di kepalaku!” Gadis itu menangis dengan histeris dan menghampiri Nova.
Nova hanya bisa tersenyum maklum dan segera membantunya tanpa menunda-nunda lagi. Hanya dengan sebuah sentilan tangan, Nova membuang ulat hijau itu.
“Ugh, aku masih memikirkan sensasi tubuh lunak itu,” ujarnya bergidik ngeri.
“Tidak ku sangka akan bertemu denganmu di sini, Siska. Untunglah aku bertemu dengan orang yang ku kenal.” Nova sedikit bernapas lega, memikirkan ia akan menghabiskan waktu sendirian di pulau mengerikan ini membuat bulu kuduknya meremang.
Bisa-bisa ia lupa cara berkomunikasi dengan orang lain saat keluar dari pulau ini.
“Yah, aku juga senang. Ku pikir kami hanya akan berdua saja di sini.” Gadis itu juga tersenyum lega.
“Aku senang kalian baik-baik saja. Karena sudah hampir gelap, kenapa tidak ikut aku saja?” Nova menawarkan Siska dan temannya untuk ikut bersamanya ke tempat di mana ia menyimpan tasnya.
Siska dan temannya saling memandang. Tanpa sepatah kata keduanya mengangguk kompak.
“Baiklah!” Siska berseru dengan semangat.
‘Apa mereka punya kekuatan super seperti telepati?’ batin Nova yang tidak paham dengan apa yang kedua orang itu lakukan.
Sebenarnya bagi mereka, tawaran Nova adalah hal yang sangat berarti dan tidak mungkin untuk ditolak. Berdua saja dan hanya wanita di pulau misterius tentu saja sangat berbahaya. Belum lagi dengan hewan ataupun seranggga yang menjadi kelemahan utama perempuan. Memikirkannya saja membuat ngeri.
“Sebelum itu kita harus mengumpulkan makanan,” usul Siska. Ia baru ingat dengan tujuannya datang ke tepi pantai.
“Tenang saja, aku punya cukup makanan untuk kita bertiga dan air untuk diminum?”
“Sungguh? Ku kira aku akan mati kehausan.” Siska sudah menghabiskan semua air yang dimilikinya karena haus.
Saat tiba di kamp, Nova segera memberi Siska air minum miliknya.
“Segarnya.” Rasa dingin air mengalir di tenggorokan Siska yang sudah kering.
“Sepertinya kau benar-benar kehausan ya,” kata Nova. Ia mulai mengambil kayu untuk membuat api.
“Aku sangat haus sejak tadi. Perjalanan ke sini membutuhkan banyak waktu, terlebih kami sama sekali tidak menemukan sungai atau apapun yang bisa diminum.”
Jika apa yang dikatakan Siska memang benar, sepertinya mustahil bagi Nova untuk menjelajahi hutan pulau dengan perbekalan seperti ini.
“Ngomong-ngomong, apa yang sedang kau lakukan?” Siska menatap Nova yang sedang menggosok-gosokkan kayu dengan tatapan penasaran.
“Aku sedang membuat api. Ini adalah teknik dasar untuk membuat api. Kau cukup menggosokkan kayu satu sama lain untuk memperoleh api. Namun, hal ini tidak selalu bisa terjadi karena kemungkinan berhasilnya kecil dan juga ada teknik khusus untuk melakukannya,” jelas Nova.
Siska tampak terpukau dengan hal itu. Sebenarnya, Nova tidak ingin melakukan hal melelahkan seperti ini. Namun, ia tidak memiliki apapun yang bisa dia gunakan untuk membuat api selain cara ini.
“Kau tidak perlu melakukan hal yang membuang waktu seperti itu.”
Nova mengangkat wajahnya dan menemukan seorang gadis berambut hitam panjang yang diikat dengan style pony tale meletakkan beberapa kayu bakar di dekat mereka. Dia adalah gadis yang tadi bersama dengan Siska. Nova bahkan tidak ingat kapan gadis itu pergi.
“Kau akhirnya kembali, Dina,” ujar Siska sambil tersenyum. Namun, gadis yang dipanggil Dina hanya menatapnya datar dan lalu menghampiri tasnya. Ia menggeledah beberapa barang dan mengeluarkan pematik api.
“Kau bisa gunakan ini.” Dina menyerahkan pematik api kepada Nova.
“Terima kasih.”
“Ya.”
Situasi ini membuat Nova canggung, ia lalu lebih memilih untuk membuat api dengan memanfaatkan pematik api yang diberikan oleh Dina. Nova merasa sangat bersyukur dengan adanya pematik api milik Dina. Ia jadi tidak harus repot-repot membuang banyak tenaga untuk menghidupkan api.
Saat Nova sibuk dengan apinya, kedua gadis itu menunggu dengan sabar makan malam mereka. Setelah membuat api, Nova dan Dina pergi ke tempat bebatuan besar dengan membawa botol minuman Nova dan Siska untuk menambah persediaan minuman mereka sedangkan Siska bertugas menjaga api dan memasak makan malam mereka.
[Kelapa adalah anggota tunggal dalam genus Cocos dari suku aren-arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna. Tanaman kelapa dapat tumbuh dengan optimal pada daerah dengan curah hujan 1.300 sampai dengan 2.300 mm per-tahun. Kelapa tumbuh optimal pada suhu 20–27 °C dan sangat peka pada suhu rendah.]
‘Harus ku akui sistem ini benar-benar membantu ku’, batin Nova. Ia tersenyum senang. Setidaknya dengan bantuan sistem mereka mungkin bisa bertahan di pulau ini.
“Apa ada?” Dina bertanya karena penasaran karena Nova senyum, pasalnya memenuhi pasokan minuman mereka cukup melelahkan karena mereka harus mengempaskannya ke batu besar untuk mendapatkan airnya.
Hal ini mungkin tidak akan terjadi kalau saja mereka memiliki perlengkapan yang lengkap.
“Tidak ada, hanya saja aku bersyukur bisa bertemu dengan kalian.”
“Aku juga senang, kok. Ku pikir hanya kami berdua yang ada di sini.” Dina mengatakannya dengan wajah yang datar, sehingga membuat Nova bingung.
Mereka lalu sepakat untuk segera kembali karena takut akan membuat Siska khawatir.
Saat mereka hampir tiba di kamp, Siska sedang berbicara dengan seseorang. Dari kejauhan, Nova merasa sangat akrab dengan perawakan itu. Mungkinkah …
“Indra!”
“Yo, sobat. Senang melihatmu baik-baik saja,” ujar Indra dengan wajah lelah.
“Tidak ku sangka akan bertemu denganmu.”
Keduanya berpelukan singkat dan tertawa kemudian. “Aku melihat asap dan bergegas kemari. Ku pikir tim penyelamat akan datang kalau-kalau aku ke tepi pantai,” jelas Indra.
“Ck, kita dalam masalah serius karena si bontot ini baru saja menghabiskan setengah air milik Dina.” Siska memotong dengan melototi Indra. Bisa-bisa orang satu itu tiba-tiba datang tanpa diundang dan hampir menghabiskan persediaan air minum mereka yang berharga.
Berung Siska yang sedang memasak kelomang menggunakan tempat bekalnya yang memang terbuat dari aluminium menyadarinya. Kalau tidak sudah dipastikan minuman mereka melayang.
“Tenggorokan ku sangat kering karena perjalanan ke sini, Ka.”
“Aku tidak peduli. Harusnya kau paham situasi kita dong.”
“Sudah-sudah, tidak masalah kok. Lebih baik kita segera makan.” Nova menengahi keduanya.
Mereka duduk berkumpul dan makan bersama. Setelah makan mereka mulai bercerita tentang apa yang terjadi dengan mereka.
Semua orang benar-benar kaget dengan asumsi ketika mereka tiba-tiba bangun dan sudah berada di hutan.
“Ku kira hanya aku yang tiba-tiba bangun di tempat asing. Ini sangat membingungkan tahu, untungnya aku bertemu dengan Dina. Ia dengan cermat menjelaskan situasi kepadaku, dia juga yang menyarankan untuk pergi ke pesisir.” Siska tersenyum getir saat bercerita. Ia mengingat bagaimana paniknya saat itu.
Siska sangat beruntung bertemu dengan Dina yang tenang. Ia juga yang mengingatkan Siska untuk menghemat air minum karena takut tidak punya persediaan lain.
Nova menghela napas. “Sudah pasti air menjadi hal utama untuk kita saat ini. Karena normalnya manusia membutuhkan air dua liter perhari. Kondisi ini jelas tidak memungkin untuk saat ini.”
“Ternyata air sepenting itu ya,” ujar Indra. Ia adalah tipe yang jarang minum dan hanya akan minum dalam jumlah banyak saat sudah haus.
“Tentu saja. Kau akan mengalami dehidrasi kalau tidak minum,” balas Siska sewot yang diabaikan Indra. Ia tidak punya tenaga lebih untuk meladeni Siska. Kekuatannya sudah habis sejak tadi.
“Melihat kita siswa kelas tiga ada di sini, apakah itu berarti seluruh anak kelas tiga berada di sini?” tebak Dina. Ia berharap hanya anak kelas tiga yang secara misterius berada di pulau ini. Jauh di dalam hatinya, ia sedang mengkhawatirkan sesuatu.
“Mungkin iya mungkin juga tidak. Ada kemungkinan hanya kita berempat saja yang ada di sini dan ada kemungkinan lainnya kalau seluruh anak kelas tiga berada di sini. Bahkan jika satu sekolah berada di sini juga bisa saja terjadi,” jelas Nova. Ia tidak menyadari apa yang dikatakannya baru saja membuat kekhawatiran Dina makin menjadi.
“Aku sangat berharap itu tidak terjadi,” lirihnya pelan. Nova dan Indra memandangnya tidak mengerti, akan tetapi Siska yang mengetahui alasannya menghampiri Dina dan memeluknya.
“Tenang saja, aku yakin adikmu baik-baik saja di mana pun dia berada.”
Mendengar perkataan Siska, barulah kedua pria itu mengerti. Rupanya Dina sedang mengkhawatirkan adiknya yang tidak tahu kabarnya.
Mengetahui hal ini, semuanya jadi teringat bagaimana nasib keluarga yang mereka tinggalkan. Membayangkan wajah khawatir dan sedih keluarga mereka membuat mereka juga sedih. Suasana menjadi muram dan Nova tidak bisa membiarkan hal ini.
Tidak ada hal baik jika mental sudah melemah, karena selain fisik, kesehatan mental di alam liar juga sangat diperlukan.
“Tenanglah teman-teman, meskipun memerlukan waktu. Mungkin kita bisa mencari cara untuk pulang. Sebelum itu mari beristirahat dan besok mengumpulkan makanan dan air yang cukup untuk masuk ke hutan. Kita bisa mencari teman kita yang lain dan mencari mata air. Kita tidak bisa terus-terusan bergantung pada air kelapa.”
Nova mencoba menyemangati semuanya.
“Kau benar, lagi pula rasa air kelapanya tidak terlalu enak.” Indra mengingat tentang rasa air kelapa yang diminumnya.
“Dasar tidak tahu bersyukur,” tuding Siska.
Indra mencibir. “Bukannya kau tadi juga mengeluh dengan rasanya?”
“Itu karena air yang kita minum berasal dari kelapa tua. Kelapa tua memiliki kandungan air yang sedikit dan rasanya kurang enak, tidak hanya itu. Air kelapa tua juga berbau, mungkin besok kita bisa membagi menjadi dua kelompok dan membagi tugas.” Dina memberikan usul. Ia sudah lebih baik setelah mendengar kata-kata Nova. Saat ini ia hanya bisa berdoa semoga apa yang dipikirkannya tidak terjadi.
“Kalau begitu serahkan urusan minuman kepadaku. Aku akan mengambil kelapa muda.” Nova lebih dulu mengambil alih tugas. Lagi pula tidak mungkin ia meminta Indra yang merupakan kaum rebahan memanjat pohon kelapa.
“Kalau begitu aku akan mencari makanan bersama Dina.” Indra membuat keputusan. Ia tidak mau satu kelompok dengan Siska yang berisik.
Dina yang pendiam dan sekalinya mengutarakan hal penting adalah pilihan yang terbaik untuk Indra. Lagian ia juga percaya diri dengan keterampilan berenangnya.
Mereka akhirnya membagi tim menjadi dua kelompok dengan Nova dan Siska yang bertanggungjawab untuk menyiapkan persediaan air. Tim Indra dan Dina bertanggungjawab mengumpulkan makanan.
Nova yakin dengan adanya Dina, ia tidak perlu khawatir Indra akan kembali dengan tangan kosong. Mengingat Indra tidak tahu apapun dengan dunia luar.
“Baiklah teman-teman, mari istirahat lebih awal.”
Mereka menggunakan tas mereka sebagai alas untuk kepala dan tidur di atas pasir. Mereka menatap langit malam yang bertabur bintang-bintang.
“Sungguh langit yang indah. Ini sesuatu yang tidak bisa dilihat di kota besar.” Nova memandangi teman-temannya yang tampaknya sudah terlelap. Ini adalah hari yang panjang untuk mereka. Nova putuskan untuk ikut tidur.
Di keempat orang yang terbaring di atas langit malam yang indah, hanya seorang saja yang tidak bisa tidur. Rasa gelisah tidak bisa ia tepis.
“Ku harap kau benar-benar baik saja, Fani.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!