NovelToon NovelToon

Pria Dingin & Angsa

Pertemuan Pertama

Siang hari cuaca cerah.

Seorang gadis sedang mengayuh sepeda dengan cepat, melintasi jalan yang rusak dan becek. Gadis itu berambut panjang, berwajah bulat dengan mata besar yang indah. Hidungnya mancung serta bibirnya tipis. Senyuman manis terlukis di wajah cantiknya.

Di sepedanya, dia membawa sesuatu yang tergantung di stang. "Sudah terlambat, aku harus cepat. Kalau tidak, mama pasti mengamuk lagi," gumam gadis itu sambil melihat jam tangannya yang berwarna pink muda dan bermotif Hello Kitty. Ia juga mengenakan jaket Hello Kitty, membuat penampilannya sangat menggemaskan dan manis.

Tiba-tiba, sebuah mobil mewah melaju dengan kencang di jalan itu. Ban mobil tersebut langsung melewati lubang besar, menyebabkan air kotor menciprat ke pakaian gadis itu dan juga makanan yang digantung di stang sepedanya.

"Ahhh...!" teriaknya dengan wajah panik, mencoba membersihkan pakaian dan periksa makanannya.

Tidak puas, gadis itu mulai mengejar mobil mewah tersebut, mengayuh sepedanya dengan lebih cepat. Hatinya berdebar keras, bukan hanya karena kemarahan, tetapi juga karena ketakutan akan kemarahan ibunya jika angsa bakar yang dibawanya benar-benar rusak.

Sementara itu, di dalam mobil, seorang pria muda terlihat fokus pada handphonenya. Dia mengenakan kemeja biru, dasi hitam bermotif polkadot, serta jas hitam. Wajahnya tampak serius, matanya tidak lepas dari layar handphone yang memancarkan cahaya biru.

"Tuan, waktu rapat sisa 20 menit, kita akan tiba pada waktu yang tepat," kata supir pria itu dengan tenang, matanya tetap fokus pada jalan di depan.

Pria muda itu mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari handphonenya. "Pastikan kita tidak terlambat," jawabnya singkat, suaranya terdengar tenang namun penuh otoritas.

Mobil terus melaju, tanpa menyadari gadis yang sedang mengejar mereka di belakang.

Setelah tiba di tempat tujuan, supirnya keluar dan membukakan pintu untuk atasannya itu. Pria berwajah tampan dan sikap dingin melangkah masuk menuju ke pintu besar itu dengan langkah pasti dan penuh percaya diri.

"Sebentar!" teriak gadis itu yang menghentikan sepedanya dan langsung mengejar langkah dua pria itu. Nafasnya tersengal-sengal, namun tekadnya tidak goyah.

"Tuan, tunggu aku!" seru gadis itu berlari menghampiri mereka. Jaket Hello Kitty-nya terlihat kotor akibat terkena air dari jalan becek itu, namun dia tidak peduli. Amarahnya membara, mengalahkan rasa malunya.

"Nona, ada apa?" tanya supir pria itu dengan nada terkejut, menghentikan langkahnya dan memandang gadis tersebut. Sementara bosnya menatap dingin pada gadis Hello Kitty tersebut, matanya seakan menilai dari ujung kepala hingga kaki.

"Pakaianku dan makananku jadi kotor karena ulahmu. Kenapa kamu bisa membawa mobil begitu laju di jalan yang rusak?" jawab gadis itu dengan nada marah, memperlihatkan angsa bakarnya yang kotor.

"Nona, sepertinya aku tidak melihatmu tadi," ujar supirnya dengan nada tenang, mencoba meredakan situasi.

"Apakah aku sekecil bebek sehingga kalian tidak melihatku?" tanya gadis itu mulai kesal, suaranya semakin meninggi.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya supirnya dengan sabar, meski sedikit bingung.

"Bayar ganti rugi, makananku jadi rusak karena terkena air kotor dari mobilmu," jawab gadis itu tegas, menunjukkan lagi makanan itu kepada mereka.

Pria dingin itu menatap gadis tersebut dengan tatapan meremehkan. "Hanya ingin uang, tidak perlu menggunakan cara seperti itu!" sindirnya dengan nada tajam.

"Tuan, melihat dari penampilanmu, sepertinya kamu adalah seorang bos besar. Apa salahnya kalau kamu ganti rugi ketika merusakkan makanan orang?" ujar gadis itu dengan kesal, menatap langsung ke mata pria itu.

Pria dingin itu mengeluarkan dompet dan mengambil beberapa lembar uang. Ia melepaskan begitu saja uangnya sehingga jatuh berserakan di tanah.

"Bukankah uang yang kau minta? Ambil saja. Semua uang ini cukup untukmu," jawabnya dengan dingin, kemudian melangkah masuk ke dalam gedung tinggi itu tanpa menoleh lagi.

Gadis itu merasa kesal dan emosi yang hampir meledak. "Kau anggap aku sebagai apa, sehingga membayar uangnya dengan cara seperti ini," gumamnya, terlihat wajahnya memerah dan sangat mengemaskan.

"Lihat saja, apa yang akan aku lakukan," batin gadis itu, menatap uang yang berserakan di tanah dengan tatapan penuh dendam.

Beberapa saat kemudian, gadis itu kembali ke tempat tinggalnya yang juga merupakan tempat mereka berjualan Angsa Bakar.

Terlihat angsa bakar yang digantung di sana, mengeluarkan aroma lezat yang menggoda. Seorang wanita gemuk sedang memotong angsa sesuai pesanan pelanggan, tangannya cekatan dan terampil.

"Cepat katakan, kenapa pesanan pelanggan tidak sampai ke alamatnya, dan kau juga pulang dengan tangan kosong?" tanya wanita itu, yang ternyata adalah ibu gadis tersebut. Nadanya terdengar tegas dan tidak sabar.

"Angsa sudah dilecehkan, dan tidak layak dimakan lagi. Jadi aku pulang untuk ambil yang baru," jawab gadis itu dengan menunduk, merasa bersalah.

"Kitty, kenapa kau selalu saja memberi alasan yang tidak masuk akal? Sebelumnya kau mengatakan kalau angsa bakar yang akan kau kirim hilang karena melarikan diri. Sekarang malah dilecehkan. Sebenarnya kemana angsa bakar itu?" tanya pria paruh baya yang adalah ayahnya, dengan nada curiga.

"Papa, angsanya kotor karena kena becek. Mobil itu sangat laju sehingga mengotoriku dan angsanya," jawabnya sambil menggigit bibir.

Brak!Hentakan pisau terdengar ketika ibunya menghentakkan pisau ke papan pemotong, membuat Kitty tersentak.

"Kenapa aku bisa memiliki seorang putri yang begitu bodoh? Makanan itu ada di dalam box yang sudah dikemas dengan baik. Dan kenapa kau bisa melewati jalan yang rusak?" suara ibunya terdengar lantang, penuh kemarahan.

"Mama, waktuku hanya sisa setengah jam, oleh karena itu aku menggunakan jalan pintas," jawab Kitty dengan nada rendah, mencoba menjelaskan.

"Lalu, di mana angsa itu sekarang?" tanya ibunya lagi, suaranya lebih tenang namun tetap penuh otoritas.

"Sudah ku berikan kepada pelakunya. Lagi pula aku mengambil uang sesuai harganya, jadi kita tidak rugi," jawab Kitty sambil memberikan uang itu kepada ibunya, berharap itu akan meredakan amarahnya.

"Walau kita tidak rugi, tapi kita kehilangan pelanggan," kata ibunya, menghela napas panjang.

"Mama, hilang satu pelanggan tidak akan membuat kita bangkrut. Atau kita berikan saja gratis satu yang masih hidup," jawab Kitty, mencoba menenangkan ibunya dengan senyum kecil.

"Tidak tahu kenapa aku bisa memiliki putri sepertimu, bodoh sekali," gerutu ayahnya, menggelengkan kepala.

"Kebodohanku datang darimu," balas Kitty dengan nada pelan namun tetap terdengar.

"Masih melawan," ucap ayahnya dengan nada kesal.

Di sisi lain, pria dingin itu baru keluar dari gedung setelah menjalani rapat selama dua jam. Wajahnya masih menampilkan ekspresi dingin dan tak terbaca. Supirnya terbelalak kaget melihat kondisi mobilnya, begitu juga dengan atasannya yang diam menatap kesal kondisi mobilnya yang berserakan dengan angsa bakar.

"Ke-kenapa angsa bakarnya ada di sini?" tanya supir itu dengan nada terkejut, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Angsa bakar yang telah kotor, kini berantakan menempel ke mobil mewah itu. Kepalanya berada di atap mobil, kedua kakinya berada di depan dan belakang mobil, sedangkan bagian daging lainnya menempel di kaca-kaca mobil, sehingga mobil itu terlihat sangat kotor dan menjijikkan.

Pria dingin itu menatap angsa bakar yang berserakan dengan ekspresi marah. "Jangan sampai aku melihat gadis itu lagi, kalau tidak, dia yang akan menjadi Angsa bakar."

Pertemuan Kedua Kali

"Berikan mobil itu kepada orang lain, menjijikkan sekali!" perintah pria dingin tersebut sebelum melangkah pergi dan masuk ke mobil hitam lain yang juga adalah miliknya.

"Selama ini, tuan sangat mencintai kebersihan, kotor sedikit saja sudah tidak mau," batin supirnya yang juga merangkap sebagai asistennya.

Pria dingin berwajah tampan itu bernama Calvin Hernandez. Ia adalah pendiri pabrik elektronik yang telah meluas ke beberapa negara di Eropa dan Amerika. Calvin Hernandez, yang kini berusia 35 tahun, mendirikan bisnis tersebut ketika masih remaja. Dengan dukungan penuh dari ayahnya, ia berhasil menjadi penerus bisnis keluarga.

Keberhasilan Calvin tidak hanya terletak pada kemampuan bisnisnya yang luar biasa, tetapi juga pada disiplin dan etika kerja yang ketat. Meskipun terlihat keras dan dingin dari luar, semua orang yang bekerja dengannya tahu bahwa ia selalu menuntut kesempurnaan dalam segala hal, termasuk kebersihan dan kerapihan.Kehidupan Calvin yang penuh disiplin dan ketegasan ini membuatnya sering dianggap sebagai sosok yang tak tersentuh.

Namun, di balik sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, tersembunyi seorang pria yang sangat menghargai usaha dan dedikasi orang-orang di sekitarnya. Baginya, segala sesuatu harus dilakukan dengan sempurna, tanpa cela.

Mobil hitamnya meluncur pergi, meninggalkan asisten yang sudah biasa dengan perintah tiba-tiba tersebut.

Calvin kembali ke mansion mewah dan luas yang dimilikinya. Namun, ruangan besar itu terlihat sepi dan tanpa siapapun di sana. Calvin tidak suka ada yang tinggal di mansion tersebut, termasuk pelayan rumah tangga. Ia telah menyediakan apartemen khusus sebagai tempat tinggal mereka, memastikan bahwa privasinya tidak pernah terganggu.

Di malam itu, Calvin berjalan menuju ruang tamu yang elegan dengan langit-langit tinggi dan perabotan mahal. Lampu-lampu kristal berkilauan, memantulkan cahaya lembut di dinding-dinding yang dihiasi dengan karya seni klasik. Ia membuka sebuah kabinet kayu mahoni dan mengambil botol minuman favoritnya. Dengan gerakan yang tenang, ia menuangkan minuman tersebut ke dalam gelas kristal yang berkilauan di bawah cahaya lampu.

Calvin duduk di salah satu sofa empuk dan memandang keluar jendela besar yang menghadap ke taman luas dengan pepohonan yang tertata rapi.

Di sisi lain, Kitty sedang makan bersama seorang pria yang adalah pacarnya. Mereka duduk di sebuah restoran kecil yang nyaman.

"Kitty, apakah belakangan ini kamu sibuk terus dan pasti dimarahi lagi oleh bibi?" tanya Samuel.

"Samuel, jangan ungkit lagi!" jawab Kitty dengan nada sedikit kesal. "Setelah makan kita pergi nonton. Belakangan ini kamu lebih sering bersama Alena daripada aku. Sebenarnya siapa yang pacarmu?"

"Kitty, maaf karena aku jarang menemanimu," ucap Samuel dengan nada menyesal. "Ibu Alena baru meninggal. Dia juga tidak ada teman lain. Oleh karena itu dia tidak bisa sendiri. Dia bahkan hampir saja bunuh diri. Aku hanya tidak ingin itu terjadi lagi."

"Samuel, apakah kamu tidak terlalu baik padanya? Kau tidak takut kalau dia salah paham?" tanya Kitty, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya.

"Tenang saja! Dia adalah wanita mandiri dan pengertian, tidak akan salah paham," jawab Samuel sambil tersenyum. "Setelah selesai makan kita pergi nonton bersama."

"Apakah kamu serius? Kamu sering saja membatalkan janjimu dan kamu tidak pernah menemaniku sesuai janjimu," tanya Kitty, ragum

"Kali ini aku serius," ucap Samuel, mencoba meyakinkan Kitty.

Tak lama kemudian, nada panggilan masuk terdengar dari handphone milik Samuel. Terlihat nama panggilan Alena di layar.

Kitty menghela nafas dan menatap tajam pada pacarnya itu.

"Maaf, aku jawab dulu," ucap Samuel.

"Apa bisa jangan jawab panggilannya untuk kali ini saja? Setiap dia menghubungimu, kamu pasti akan pergi begitu saja dan meninggalkan aku," pinta Kitty dengan sedih.

"Kitty, jangan marah! Kau juga tahu kalau Alena sangat malang nasibnya dan tidak ada kenalan lain. Selain aku, dia tidak bisa meminta bantuan orang lain," kata Samuel berusaha membujuk Kitty.

"Bukankah kamu mengatakan dia sangat mandiri? Kenapa dia selalu saja minta tolong padamu?" tanya Kitty dengan nada tajam.

"Dia hanya sedih, aku akan jawab panggilannya dulu," jawab Samuel, lalu menerima telepon tersebut.

Beberapa saat kemudian, setelah berbicara sebentar, Samuel memutuskan panggilan.

"Ada apa lagi?" tanya Kitty, meski sudah tahu jawabannya.

"Dia lapar dan aku harus belikan dia makanan dulu," jawab Samuel, membuat Kitty menghela napas panjang.

"Apakah harus sekarang? Bukankah kamu akan menemaniku nonton di bioskop?" tanya Kitty, suaranya mulai terdengar putus asa.

"Maaf, Kitty. Lain kali saja, aku janji," jawab Samuel.

"Ini janji yang ke-26 kali, tapi tidak ada satu pun yang kamu tepati. Semuanya hanya demi dia," kata Kitty, suaranya bergetar karena emosi.

"Kitty, aku tidak bisa lama di sini. Aku akan menghubungimu. Aku akan pergi sekarang," kata Samuel yang bangkit dari tempat duduknya.

"Tapi ini sudah malam, apakah kamu tega membiarkan aku pulang sendiri? Setidaknya kamu mengantarku pulang dulu," ujar Kitty ikut berdiri, menatap Samuel dengan tatapan memohon.

"Kitty, jangan manja! Alena sudah lapar, dia tidak bisa menahan lapar," ujar Samuel dengan nada tegas.

"Yang manja bukan aku, tapi dia yang selalu saja meminta bantuanmu. Sementara jarak rumahku dan restoran ini cukup jauh. Di sini tidak ada bus dan taksi. Bagaimana aku bisa pulang?" jawab Kitty, suaranya mulai meninggi.

"Aku tidak ingin bertengkar denganmu. Aku harap kamu bisa mengerti," kata Samuel dengan nada memohon.

"Kalau aku tidak bisa mengerti, mana mungkin aku makan janji kosongmu sebanyak 26 kali. Pergi saja, tidak apa-apa. Aku juga tidak mau makan lagi. Lagipula, selalu mantanmu yang paling penting sehingga berulang kali mengabaikan aku," kata Kitty yang bangkit dari sana dengan kesal.

"Kitty, apakah kamu tidak bisa bersikap lebih dewasa? Kenapa kamu tidak bisa seperti Alena?" kata Samuel dengan nada tinggi, membuat beberapa pengunjung restoran menoleh.

"Aku tidak bisa seperti dia. Kalau kamu begitu peduli padanya, kembali saja padanya. Aku juga tidak mau seperti orang bodoh yang selalu percaya denganmu," jawab Kitty dengan tegas, lalu meninggalkan restoran dan melangkah cepat menuju pintu keluar.

Kitty kembali ke rumahnya dengan wajah murung. Ia melangkah masuk ke dalam rumah dengan langkah berat, melewati ibunya yang berdiri di ruangan, seolah tidak terlihat oleh putrinya yang sedang melamun.

"Apakah kamu ditinggalkan lagi?" tanya ayahnya yang sudah biasa duduk di sofa sambil membaca koran.

"Kenapa Papa bisa tahu?" tanya Kitty, suaranya terdengar lelah.

"Lihat saja raut wajahmu. Setiap kali dia mengajakmu, kamu pasti tersenyum dan pulang dengan murung. Seperti baru pulang dari pemakaman ibumu saja," kata ayahnya dengan ceplas ceplos.

Ibu Kitty, Maggie, menatap tajam ke arah suaminya.

"Untung saja Mama tidak mendengarnya. Kalau tidak, Papa pasti kena usir," kata Kitty sambil memandang ke arah ruangan belakang. Ia tidak menyadari ibunya berdiri di belakangnya sejak tadi.

"Mamamu ada di sana," bisik ayahnya sambil menunjuk ke arah istrinya.

"Aahh! Kenapa Mama diam saja? Sejak kapan Mama berdiri di sana?" tanya Kitty, terkejut oleh kehadiran ibunya.

"Matamu jadi buta karena cinta butamu itu. Mulai besok, jangan menemui bocah itu lagi. Sudah tidak tampan, tidak kaya, dan tidak setia. Untuk apa kau pertahankan?" kata Maggie dengan nada tegas.

"Tapi kami sudah bersama tiga tahun, mana mungkin bisa putus begitu saja," jawab Kitty, suaranya bergetar.

"Dasar bodoh! Seorang pria kalau setia, mana mungkin selalu saja peduli pada mantannya dengan berbagai alasan. Mamamu sudah membuat janji temu dengan anak temannya. Pria itu baik dan punya pekerjaan. Walaupun dia tidak kaya, setidaknya dia tidak pernah pacaran. Jadi tidak punya mantan. Dengan begitu kamu tidak perlu lagi khawatir dan sedih!" ujar ayahnya dengan nada yang tidak kalah tegas.

"Robin, apa kamu sudah beritahu William untuk datang menemui Kitty?" tanya Maggie.

"Tenang saja! Aku sudah atur semuanya," jawab Robin sambil menatap istrinya dengan penuh keyakinan.

"Kitty, jangan buat masalah. Walau di dunia ini semua pria sudah tidak ada, Samuel tetap tidak akan aku terima sebagai menantu. Dia sudah berkali-kali menyakitimu!" kata Maggie dengan tegas, matanya menatap langsung ke mata putrinya.

"Pergi ya pergi, siapa takut," jawab Kitty, mencoba menunjukkan ketegaran meski hatinya terasa berat.

Setelah itu, Kitty melangkah ke kamarnya, perasaannya campur aduk antara marah, sedih, dan kebingungan. Ia duduk di tepi ranjang, memikirkan kata-kata orang tuanya dan mempertimbangkan nasib hubungannya dengan Samuel. Di satu sisi, ia merasa bahwa orang tuanya benar, namun di sisi lain, ia masih merasakan cinta yang besar untuk Samuel, meskipun pria itu terus mengecewakannya.

Keesokan harinya, Kitty mendatangi kafe sesuai yang diatur oleh ayahnya. Ia duduk di pojok kafe, sambil menutupi wajahnya dengan koran. Ia mengamati setiap orang yang masuk ke kafe tersebut dengan cermat, berharap bisa mengenali pria yang akan dijodohkan dengannya.

"Aku harus cari cara untuk menghindari pertemuan ini," gumam Kitty sambil melihat foto pria yang dijodohkan dengannya.

"Lumayan tampan, tapi aku tidak berminat," batin Kitty.

William, pria yang akan dijodohkan dengannya, akhirnya datang dan melangkah masuk ke dalam kafe. Kitty langsung beranjak dari kursinya sambil menutupi wajahnya dengan koran dan pindah ke kursi lain yang berada di sudut ruangan. Tanpa ia sadari, seorang pria berpenampilan rapi sedang duduk di seberangnya, sibuk dengan handphonenya.

"Seharusnya sudah aman. Asalkan aku pindah tempat duduk, maka dia tidak akan tahu aku di sini," batin Kitty sambil menurunkan korannya dan menoleh ke arah William yang sedang menghampiri meja di belakangnya.

Ia kemudian melihat ke seberangnya dan terbelalak kaget melihat pria yang duduk di sana. Pria itu tidak lain adalah Calvin Hernandez, pria dingin yang pernah ia temui sebelumnya.

"Ke-kenapa kamu ada di sini?" tanya Kitty gugup, suaranya sedikit bergetar.

Calvin menatap gadis itu dengan tajam dan tenang," Sepertinya kamu harus menebus apa yang telah kamu lakukan," jawab Calvin dengan menatap dingin.

Calvin dan Kitty Terkurung

Kitty mengeluarkan lembaran uang dan meletakkan ke atas meja. "Ini uangmu yang sisa, aku hanya mengambil sesuai harga angsa bakar. Aku tidak berhutang padamu lagi," ucap Kitty dengan berbisik karena tidak ingin didengar oleh William yang duduk di belakang sambil menunggunya.

Calvin memandang uang di meja dengan tatapan tajam. "Aku tidak butuh uang ini. Mobilku dikotori olehmu. Bukankah seharusnya kau bertanggung jawab?" ujarnya dengan nada serius, menekankan setiap kata seolah untuk menegaskan posisinya.

Kitty menatapnya dengan pandangan yang tidak kalah tajam. "Ternyata kamu menaruh dendam padaku karena mobilmu. Jangan salahkan aku juga. Semua itu karena kamu yang merendahkan aku. Aku hanya membalasmu," jawabnya dengan tegas.

"Apapun alasannya, harga mobilku tidak murah. Apakah kau sanggup menggantinya? Kalau tidak sanggup maka pengacaraku yang akan menemuimu," ucap Calvin, suaranya semakin dingin.

"Apakah kamu sedang mengancamku? Ganti rugi? Kamu hanyalah orang kaya yang ambil kesempatan," jawab Kitty, nadanya mencemooh.

Calvin bangkit dari tempat duduknya dan berkata dengan nada tegas, "Tunggu saja pengacaraku!" katanya sambil melangkah menuju ke dalam kafe, aura ketegangan mengiringi setiap langkahnya.

Kitty menyadari pria yang dijodohkan dengannya masih di belakangnya. Ia pun bangkit dan melangkah dengan cepat mengikuti Calvin, pikirannya berkecamuk mencari jalan keluar.

"Aku tidak bisa keluar dari pintu depan, lebih baik aku cari pintu belakang saja," gumamnya pelan.

Calvin menuju ke toilet dan mencuci tangannya, berdiri di depan wastafel dan kemudian menatap cermin.

Tiba-tiba ia terdiam dan menyentuh bagian dadanya, seakan merasa tidak nyaman. Lalu ia mengeluarkan botol obat dan menelan satu butir obat tersebut, wajahnya menegang saat rasa sakit itu menyerangnya lagi.

Setelah beberapa saat, ia menghubungi nomor kontak yang ada di handphonenya.

"Halo, Calvin," sapa seorang pria di seberang sana.

"Jumpa besok siang!" ucap Calvin, suaranya tegas namun sedikit terselip ketegangan.

"Baik, akan saya atur. Bagaimana dengan obatnya, apakah diminum dengan rutin?" tanya pria itu, suaranya penuh perhatian.

"Rutin! Aku ingin menjalani pemeriksaan besok," jawab Calvin, matanya memandang ke arah cermin, melihat bayangan dirinya yang lelah.

"Iya, sampai jumpa besok!" jawab pria itu sebelum panggilan berakhir.

Sebuah ucapan seseorang yang terngiang di dalam ingatannya, "Kalau tidak di operasi, maka kondisimu akan semakin parah. Usiamu masih muda. Yang penting kamu harus ingat, kemana pun kamu pergi jangan lupa membawa obatnya. Jangan melakukan olahraga berat atau kewalahan. Dalam kondisi seperti ini kamu harus bisa jaga makan dan minum serta semua aktivitas," suara seorang pria yang muncul dalam ingatannya, menambah beban di pikirannya.

"Jangan sampai ada yang tahu kondisi kesehatanmu, Ingat posisimu di perusahaan. Kalau saingan kita tahu. Posisimu akan terancam. Mereka tidak peduli seberapa hebatnya dirimu ketika kamu tumbang. Yang mereka peduli hanyalah posisi besar yang kamu miliki," suara seorang pria yang terdengar tegas di dalam ingatannya.

Di sisi lain, Kitty masih menghindari William, ia berusaha mencari pintu belakang dan menemui salah satu pelayan di sana.

"Kakak, Aku ingin tanya sesuatu, di mana pintu belakang?" tanya Kitty.

"Pintu belakang ada di belakang, Tapi sedang rusak dan tidak bisa dibuka. Karena sedang menunggu orangnya datang perbaiki," jawab pelayannya.

"Apakah hanya bisa keluar dari pintu depan?" tanya Kitty.

"Benar! Kenapa harus keluar dari pintu belakang, Nona?" tanya Pelayan.

"Kitty?" seru William yang tiba-tiba muncul di sana.

Kitty langsung menutup wajahnya dengan tas selempangnya."Salah kenal, aku bukan Kitty," jawabnya dengan alasan dan melangkah dengan cepat ke dalam sana. Ia berusaha menghindari pria itu agar tidak dijodohkan.

"Tidak mungkin aku salah orang," gumam William, "Nona, sebentar!" serunya, mengikuti langkah Kitty.

Di saat yang sama, Calvin keluar dari toilet pria dan berpapasan dengan Kitty yang berjalan sambil menunduk. Tanpa sengaja, ia menabrak Calvin.

"Maaf!" ucap Kitty, mengangkat kepalanya dan melihat pria itu lagi.

"Kitty," suara William terdengar di kejauhan, masih mencari keberadaannya.

"Kenapa kamu muncul lagi di hadapanku?" ucap Calvin, menahan emosi dan ingin beranjak dari sana.

"Pinjam dirimu sebentar!" kata Kitty, menarik lengan pria itu. Ia langsung menuruni anak tangga yang berdekatan di sana untuk menghindari William.

"Lepaskan tanganmu!" teriak Calvin, kesal. Namun, Kitty tidak mendengarnya dan terus melangkah cepat, mencari tempat yang aman baginya. Calvin yang ditarik hanya bisa mengikuti langkah gadis itu.

Kitty kemudian memasuki sebuah gudang di bawah tanah dan menarik Calvin ke dalam. Ia kemudian menutup pintunya.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa membawaku ke sini?" tanya Calvin dengan nada tinggi, ingin membuka pintu tersebut. Ia mendorong gadis itu ke samping.

Saat ia ingin membuka pintu tersebut, usahanya tidak berhasil. Pintu seakan terkunci dan tidak bisa dibuka.

"Apakah tidak bisa dibuka?" ucap Kitty, hampir tidak percaya.

"Apa kau sadar apa yang kau lakukan, ha?" bentak Calvin, kesal, dan mengeluarkan handphonenya.

"Apakah pintunya rusak?" tanya Kitty, berusaha membuka pintu itu.

"Kenapa membawaku ke sini? Apakah karena takut aku menuntutmu?" tanya Calvin, berusaha menghubungi asistennya namun tidak ada jaringan.

"Iya juga, kenapa aku harus melibatkanmu. Aku hanya menghindari pria itu. Maaf, aku tidak sengaja," ucap Kitty, menunduk malu.

"Sepertinya kamu banyak berhutang sehingga melarikan diri dari setiap orang," kata Calvin, menarik dasinya karena merasa panas di dalam gudang yang tanpa jendela.

"Bukan berhutang, dia adalah pria yang dijodohkan oleh orang tuaku. Oleh karena itu, aku ingin menghindarinya," jawab Kitty.

Calvin melepaskan jasnya dan melemparkannya ke lantai.

"Kenapa kamu membuang jasmu?" tanya Kitty.

"Karena sudah kotor. Aku tidak suka disentuh, menjijikan sekali," jawab Calvin dengan tatapan tajam.

"Menjijikan? Maksudmu aku menjijikan?" tanya Kitty, melirik tajam pada pria itu.

"Benar! Tidak tahu kuman apa yang kamu bawa dan menular padaku," jawab Calvin.

"Aku penasaran, apakah kamu tidak pernah dekat dengan wanita sehingga merasa menjijikan," ucap Kitty, mendekati pria itu. Ia semakin mendekatinya, membuat Calvin merasa risih dan mundur untuk menjaga jarak dengan gadis itu.

"Jangan mendekat! Aku tidak ingin terkena virus darimu," ucap Calvin dengan tegas.

"Virus dariku? Percaya atau tidak, aku akan membuatmu terkena virus mematikan dariku," kata Kitty, semakin mendekati pria itu.

"Kalau kau sampai menyentuhku lagi, aku akan menuntutmu," kecam Calvin.

"Hm... Apakah orang kaya sepertimu selalu saja menggunakan kekuasaan untuk melawan orang miskin sepertiku? Setelah diperhatikan, kamu cukup tampan. Tapi sayang sekali sifatmu terlalu angkuh," ucap Kitty.

"Jaga jarakmu dariku. Lebih baik kau cari cara untuk keluar dari sini. Apakah kau tahu, andaikan waktuku terbuang satu jam saja, aku sudah mengalami banyak kerugian. Kau tidak akan sanggup menggantinya," ujar Calvin.

"Ambil saja angsa bakar!" jawab Kitty dengan santai, mendekati pria itu. Ia menatap mata pria itu dengan jarak yang sangat dekat sehingga sepasang mata mereka saling berhadapan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!