Tragedi kelam telah mengorbankan sosok wanita cantik yang baru lulus SMA yaitu Melody Mikhayla. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke- 18 tahun Meody harus menerima kenyataan yang amat pahit.
Melody harus menikah dengan pria bernama Alvaro Evano, pria berusia 30 tahun yang sudah memiliki kekasih. Bahkan, Melody tidak memiliki perasaan apapun padanya, hanya rasa benci yang tersimpan di benak gadis itu.
Seharusnya, jika Melody tidak bisa menolak setidaknya pria itu harus bisa karena ia memiliki kekasih. Setidaknya pertahankan hubungannya dengan wanita pujaan hatinya, tetapi tidak sama sekali.
Gadis itu tidak bisa membantah keinginan ibunya yang mengharuskan dirinya menikah dengan Alvaro. Melody bak menjadi korban karena tidak tahu mengapa sang Ibu tega menikahkannya dengan pria itu.
"Bersikaplah seperti orang yang bahagia karena pernikahannya," kata sang Ibu di telinga Melody.
Melody berusaha menahan bulir bening di pelupuk matanya yang indah. Ada rasa sakit di hatinya ketika melihat sosok Alvaro yang baru saja duduk di sampingnya. Dalam hitungan menit ia telah resmi menjadi istri pria berkulit putih itu.
Kenapa dan ada apa? Melody tidak tahu harus bertanya pada siapa. Air matanya kian pecah kala sang Ibu meninggalkan gadis tersebut di tempat yang sangat asing. Kepada siapa ia harus bercerita jika sedih? Kepada siapa ia harus mengadu? Bahkan, seorang Ibu yang amat disayanginya pun telah tega memaksanya untuk menikah dengan kekasih orang lain.
"Hey bocah, jangan coba-coba kamu menganggapku sebagai suamimu, aku terpaksa menikah dengan bocah ingusan kayak kamu!" tegas Alvaro kala memasuki kamarnya.
Pintu yang hendak ditutup gagangnya ditarik dari luar oleh seorang wanita. Alvaro tersentak kaget sehingga tangannya melepaskan gagang pintu itu.
"Jangan bersikap seenaknya di hadapan Melody," ucap wanita tersebut.
"Di sini gak ada orang lain yang akan tahu apa yang kulakukan padanya," ungkap Alvaro.
"Mama hanya khawatir kamu akan terkena masalah."
Alvaro enggan mendengarkan ucapan sang Ibu, ia berlalu memasuki kamarnya. Melody merasa ada yang aneh di antara mereka, tetapi entah apa yang sebenarnya terjadi. Wanita yang kini menjadi mertuanya itu membawa Melody ke kamar tamu.
Ia minta Melody untuk tidur di tempat tersebut, walaupun sudah menikah ia dilarang untuk satu kamar dengan Alvaro. Aneh, kenapa harus diadakan pernikahan jika memang hanyalah paksaan. Melody tidak bisa berkutik, ia hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh wanita tersebut.
Kala pagi tiba, pintu kamarnya diketuk dari luar membuat seseorang yang ada di dalam sana keluar. Ibunya Alvaro masuk kamar mengatakan pada Melody jika ada seorang wanita cantik datang itu artinya kekasih dari Alvaro. Jika wanita tersebut menanyakan apa hubungan Melody dengan keluarganya maka Melody harus mengatakan kalau ia adalah keponakan ibunya Alvaro.
"Mengerti?" tanya wanita tersebut.
Melody mengangguk pelan, pertanda kalau dirinya paham dan wanita itu berlalu meninggalkannya. Gadis itu bertemu dengan Alvaro yang sibuk dengan ponselnya, melihat ke arahnya pun tidak sama sekali apalagi menyapa.
Bukannya Melody ingin disapa, hanya saja jika sebagai pasangan tidak seharusnya bersikap masing-masing. Ada banyak pertanyaan di benak Melody yang belum ada jawabannya, ia pun tidak tahu harus mencari jawaban kemana?
Alvaro yang berada di hadapan Melody pun berbicara, "Aku berangkat dulu, ya."
Melody pikir ucapan itu dikatakan padanya, nyatanya bukan karena ibunya Alvaro melangkah melewati Melody. Ternyata sejak tadi wanita itu berdiri di belakang Melody.
"Iya sayang, hati-hati."
"Oh ya nanti siang menantu Mama datang, katanya kangen sama Mama."
Menantu? Padahal jelas-jelas menantunya ada di sana, tetapi tidak dianggap.
"Iya Mama tunggu kedatangannya, kenapa dia gak ngasih tahu Mama aja malah lewat kamu dulu?"
"Takut ganggu Mama," jawab Alvaro.
Wanita itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya karena salut saja pada calon menantunya. Alvaro pun pergi tanpa berucap sepatah kata pun pada Melody. Ibunya Alvaro mengingatkan pada Melody untuk mengatakan apa yang diperintah olehnya.
"Saya akan melakukannya," jawab Melody.
"Saya percaya kamu adalah perempuan yang baik," ucap wanita tersebut sambil menepuk lengan Melody.
"Kamu jangan berharap kalau saya akan menganggapmu sebagai menantu karena saya sudah punya calon menantu, saya gak ada maksud buat menyakitimu. Hanya saja saya berusaha untuk menyadarkan kamu agar tidak berharap," sambungnya.
Melody hanya diam, ia pun tidak tahu mengapa harus berada di rumah tersebut sedang keberadaannya tidak diterima. Pada dasarnya, ibunya Alvaro memang orang yang baik hanya saja menganggap Melody seperti orang lain.
"Oh ya, kamu juga di sini gak perlu kerja karena kamu bukan pembantu, saya sudah punya banyak pekerja di sini. Tugas kamu hanya mengikuti apa yang saya katakan, paham?"
"Iya saya paham," jawab Melody.
"Tidak perlu saya kasih tahu kenapa saya melakukan ini sama kamu karena pastinya kamu juga udah tahu," ucapnya lagi membuat Melody mengerutkan keningnya.
Jelas ia tidak tahu apapun, wanita itu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. Ia bilang itu untuk kebutuhan Melody sehari-hari. Melody tidak mau menerima, tetapi sudah seharusnya Melody mendapatkan uang tersebut karena ia tidak mau Melody berkata yang tidak-tidak sehingga merusak reputasi keluarganya.
Melody terpaksa menerima uang tersebut, wanita itu juga mengatakan kalau ia sudah menyiapkan baju-baju untuk Melody. Bersikaplah seperti keponakannya di hadapan kekasih Alvaro jangan sampai seperti pembantu.
Gadis manis itu masuk kamarnya, benar saja ia menemukan beberapa paper bag berisi pakaian dan yang lainnya. Barang-barangnya sangat bagus, hanya saja mengapa ibunya Alvaro sebaik itu padanya? Ini masih barang mahal dan terlihat mewah, mengapa membuang-buang uang hanya untuk menantu yang tidak dianggapnya?
Di tempat lain, Alvaro tengah menjawab telepon dari kekasihnya yang mengatakan kalau ia sedang dalam perjalanan ke rumah Alvaro. Ada rasa senang di benak Alvaro karena ibunya akan bertemu dengan wanita pujaan hatinya itu, hanya saja di sisi lain Alvaro takut kalau sampai Melody memberitahu segalanya. Alvaro berganti menghubungi ibunya yang tengah mengatur pembantu untuk menyiapkan segalanya dengan baik. Di balik telepon Alvaro mengatakan apa yang ditakutkannya.
"Jangan khawatir, Mama udah mengaturnya."
"Apa Mama yakin kalau Melody gak akan mengkhianati kita?" tanya Alvaro yang tidak percaya ucapan ibunya.
"Mama sih yakin-yakin aja, lagian mukanya polos gitu mana mungkin berani bohong sama kita."
"Pokoknya Mama atur semuanya soalnya aku gak mungkin pulang sekarang karena sebentar lagi akan ada meeting."
Ibunya menyanggupi keinginan putranya, ia agak terkejut melihat Melody yang baru saja keluar dari kamarnya, ya tentu saja Melody terlihat anggun dengan dress selututnya itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Melody.
"Biasakan panggil saya Tante karena kamu saya anggap keponakan, jangan sampai kamu salah sebut."
"Permisi, Bu. Ada seseorang datang," ucap seorang pembantu membuat majikannya terdiam.
Seorang wanita cantik bak bidadari yang baru turun dari kahyangan melangkah memasuki kediaman Alvaro. Ibunya Alvaro tersenyum lebar kala melihatnya, mereka langsung berpelukan dengan raut wajahnya yang amat bahagia.
"Tante udah nyiapin makan siang buat kamu sayang," ucap ibunya Alvaro.
"Tante gak usah repot-repot, lain kali kalau ke sini aku gak akan ngasih tahu siapapun biar gak ngerepotin Tante."
"Sayang gak boleh gitu, Tante suka banget kalau direpotin sama calon menantu Tante yang cantik ini."
Entah perasaan apa yang timbul di hati Melody sehingga ia berdiri termenung di belakang ibunya Alvaro. Serena gadis berambut cokelat sebahu itu melirik ke arah Melody yang dirasanya asing. Tatapannya jelas terlihat oleh ibunya Alvaro, ada rasa takut kalau sampai Melody buka suara tentang kebenaran.
"Oh ya sayang kenalin ini Melody keponakan Tante yang dari jauh," ucap wanita paruh baya itu.
Wanita itu tersenyum mengangguk sambil mengulurkan tangannya untuk berkenalan, Melody menerimanya. Kata Serena senang bisa bertemu dengan Melody karena sebelumnya ia belum pernah bertemu dengan keponakan ibunya Alvaro.
"Kamu kayaknya masih muda, kamu kuliah di sini?" tanya Serena.
Melody kebingungan jelas apa yang dikatakan oleh Serena tidaklah benar.
Ibunya Alvaro menjawab, "Iya jadi dia datang jauh-jauh cuma mau kuliah di sini karena kebetulan kampusnya dekat dari rumah Tante jadinya tinggal di sini, paling di pulang kalau lagi libur aja."
"Itu bagus, jadi Melody gak perlu nyari tempat tinggal karena ada rumah Tante."
Melody hanya mengangguk sambil sedikit tersenyum, Serena merasa aneh mengapa sekelas keponakan wanita itu seperti orang yang jarang berbaur dengan orang lai. Menurut Serena mungkin Melody adalah gadis yang pendiam.
Calon mertuanya mengajak Serena untuk mencicipi masakan yang sudah disiapkan untuknya. Serena dan wanita itu mulai duduk untuk makan, tetapi Melody tetap berdiri di tempat semula. Melody terlihat sebagai kaku di hadapan Serena, wanita paruh baya itu memberikan kode lewat matanya agar Melody menemani untuk makan bersama.
"Melody kemari," punya wanita tersebut karena sudah diberi kode tetap saja tidak mengerti.
Melody pun terpaksa melangkah kemudian duduk di bangku yang berada di samping mertuanya. Ketika acara makan sudah selesai dan dua insan yang sudah sangat akrab itu berbincang-bincang kecil tentang hubungannya dengan Alvaro.
"Semuanya baik Tante, aku juga sangat beruntung bisa masuk ke keluarga Tante yang ternyata menerimaku dengan baik."
Apa jadinya jika Alvaro mempunyai kekasih dan hubungan mereka sangat baik sedangkan Alvaro diam-diam menikah di belakang Serena. Melody terus bertanya-tanya di dalam hatinya untuk apa ia menikah dengan Alvaro? Apa maksud dari pernikahan ini?
Ketika pamit pulang, Serena berkata pada Melody kalau kapan-kapan ia ingin berjumpa lagi dengannya. Melody senang karena menurutnya selain cantik Serena juga baik. Ibunya Alvaro mengantarkan gadis tersebut sampai masuk mobil meninggalkan rumah itu.
"Kamu lihat, kan kalau Serena itu adalah gadis yang baik jadi jangan sampai kamu menyakitinya dengan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi."
"Saya tidak mengatakan apapun padanya," ucap Melody.
"Tolong sikap kamu diubah jangan jadi orang asing ketika di hadapan Serena, perlakuan saya seperti tantemu."
Itu tidak mungkin karena Melody baru mengenalnya, ia bukan gadis yang pandai berakting. Hanya saja ibunya Alvaro malah menyalahkan sikap Melody. Apalagi Melody tidak terbiasa jauh dari ibunya, seorang security menemui mereka berdua mengatakan ada wanita yang ingin bertemu dengan Melody.
Ibunya Alvaro tahu siapa yang datang, sehingga ia minta Melody untuk menemuinya. Melody melihat sosok wanita yang sangat dicintainya di balik pagar, ia membawa wanita tersebut masuk hanya saja tetap berdiri di depan rumah mewah itu.
"Melody, Ibu ke sini mau nganterin baju-baju kamu."
"Bu, bukannya aku tidak menghargai Ibu, tapi yang aku butuhkan bukan pakaian."
"Kamu tinggal di sini akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, apapun yang kamu minta akan mereka kasih."
"Kenapa? Mereka siapa bagiku, Bu? Bahkan mereka pun tidak menganggapku sebagai menantu mengapa mereka bisa memberikan apa yang aku inginkan?"
Wanita yang membawa tas itu terdiam, tentu ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari putrinya itu. Melody mengungkapkan perasaannya bahwa ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ibunya menikahkannya pada Alvaro? Dan mengapa keluarga tersebut seolah-olah bisa menjamin kehidupan Melody.
"Bu, apakah di rumah Ibu juga hidup bahagia serba berkecukupan karena kehidupan Ibu ditanggung oleh keluarga Alvaro?"
Ibunya tetap tidak menjawab.
"Kenapa Ibu diam? Apakah Ibu menjualku pada mereka? Katakan yang sebenarnya, Bu."
"Melody Ibu gak bisa ngasih tahu apa-apa sama kamu, Ibu hanya ingin kamu bisa hidup berkecukupan."
"Untuk apa hidup berkecukupan sedangkan aku tidak bahagia?"
Ibunya percaya kalau lambat laun Melody akan hidup bahagia, semuanya tidak instan akan ada proses terlebih dahulu. Melody bertanya mengapa ibunya tega melakukan ini pada putri semata wayangnya?
"Melody itu karena Ibu sayang sama kamu," jawabnya yang semakin membuat Melody heran.
Melody menyimpan rasa kesal yang cukup mendalam pada wanita yang ada di hadapannya itu. Ia mengambil tas yang berisi pakaiannya kemudian pergi tanpa berucap. Di mata wanita itu menyimpan banyak kesedihan yang tidak bisa diceritakan, ia hanya memandangi langkah Melody yang perlahan-lahan semakin menjauh.
Wanita itu membatin, 'Melody maaf, Ibu terpaksa melakukan ini.'
Di dalam rumah Melody bertemu dengan mertuanya, tetapi ia tidak berbicara apapun langsung masuk ke kamarnya untuk menyimpan pakaian. Melody duduk terpaku di bibir ranjang, ia memikirkan hidupnya yang memiliki banyak pertanyaan.
Ia ingin pulang, tetapi pulang kemana? Sedangkan, ibunya saja seolah-olah menekankan pada Melody untuk tetap tinggal di kediaman Alvaro. Haruskah Melody marah pada ibunya? Itu tidak mungkin, tetapi pada dasarnya ia memang sangat kesal.
"Melody, besok kamu siap-siap dari pagi karena kita akan pergi keluar."
Kemana Melody akan dibawa pergi? Tentu saja ia pun ingin tahu, hanya saja enggan untuk bertanya. Gadis cantik itu hanya mengangguk saja, mertuanya mengatakan ingat baik-baik kalau bertemu dengan siapapun di tempat yang akan disayanginya jangan pernah mengaku sebagai istrinya Alvaro.
"Iya saya akan melakukan apa yang Tante inginkan," jawab Melody.
Wanita itu sedikit mengangguk, lalu pergi. Melody kembali merenungkan nasibnya, ia ingin sekali mendapatkan jawaban mengapa ada di rumah Alvaro. Sejak ibunya mengabarkan kalau Melody akan menikah, Melody selalu bertanya mengapa harus menikah dengannya? Namun, sang Ibu tidak pernah menjawab ia hanya minta Melody untuk mengikuti apa yang dikatakannya, jika saja Melody menolak itu artinya Melody tidak menyayangi ibunya.
Melody diancam tidak akan dianggap anak dan tidak akan pernah bisa bertemu lagi dengan ibunya. Melody bukan anak yang suka menentang orang tua, mungkin apa yang direncanakan ibunya memanglah baik. Namun, ternyata kenyataan pahit menimpa Melody.
Melody tengah berdiri di depan cermin mengikat tali pita di pinggang pakaian yang sedang dikenakannya. Ibunya Alvaro muncul di ambang pintu mengatakan padanya untuk segera keluar karena akan pergi sekarang.
Melody melangkah mengikuti mertuanya bertemu dengan sopir. Melody dan wanita itu duduk di jok belakang, ia mengatakan pada gadis cantik itu mengingat apa saja yang telah dikatakan sebelumnya.
Mereka tiba di salah satu universitas yang cukup dekat dari kediamannya. Melody bertanya pada mertuanya untuk apa datang ke tempat tersebut sedangkan ia pun tidak ada niat untuk berkuliah.
"Melody, saya tidak mau calon menantu saya mencari tahu tentang kamu yang ternyata tidak masuk kuliah, sedangkan saya mengatakan padanya kalau kamu itu kuliah."
Melody di daftarkan sebagai mahasiswi baru di sana. Ketika tiba di rumah, Melody sudah disiapkan beberapa peralatan untuk kulihah seperti tas, laptop dan lain sebagainya. Kata mertuanya itu sengaja dibeli untuknya, Melody mengerutkan keningnya dengan sejuta kebingungan di benaknya.
"Ini terlalu berlebihan, Tante bisa membelikan laptop bekas untukku, yang ini pasti harganya mahal."
"Melody, saya tidak akan memberikan barang murah buat kamu."
Kenapa? Itulah pertanyaan yang muncul di pikiran Melody. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga wanita tersebut sangatlah baik, memperlakukannya seperti pada kerabatnya sendiri.
"Tolong kamu simpan semua ini ke kamar Melody," titah wanita itu pada pegawainya.
Ia juga berkata pada Melody kalau mulai besok ia sudah bisa masuk kampus, ada sopir yang akan mengantarkannya. Melody juga bisa mengarang cerita pada teman-teman barunya untuk menutupi bahwa status Melody istrinya Alvaro.
"Jadi saya harus mengatakan pada mereka kalau saya adalah lajang?"
"Tepat, kamu adalah mahasiswa baru dan kamu adalah keponakan saya."
Sekarang, Melody paham mengapa pernikahan orang sekaya mereka sangat tertutup tidak ada yang namanya namanya tamu undangan. Ternyata ini jawaban dari pertanyaan Melody ketika menikah, ia mengerti pernikahannya hanya diketahui di pihak tertentu saja.
"Kalau kamu butuh apa-apa tinggal bilang aja sama Tante, semuanya akan kamu dapatkan, kecuali pergi dari rumah."
"Saya tidak meminta apapun, saya sudah senang bisa masuk kuliah di tempat yang sangat bagus."
Wanita itu mengangguk pelan, raut wajahnya berseri-seri kala melihat seseorang datang membawa kopernya. Ia berjalan cepat menyambut kedatangannya membuat Melody membalikkan badan melihat ke arah tersebut.
"Kalian, kok bis datang barengan gini?" tanya wanita tersebut pada dua orang pria.
"Mama gak kangen sama aku?" tanya pria bertubuh tinggi.
"Tentu Mama kangen banget sama putra kesayangan Mama ini," jawabnya sambil memeluk pria tersebut.
Wanita itu membawa mereka masuk membuat Melody kebingungan. Pria yang dipanggil putranya itu melirik ke arah Melody yang terlihat asing.
"Di siapa, Ma?" tanya pria berhidung mancung itu pada ibunya.
Ia adalah Ardiaz Evano adik dari Alvaro, ia baru saja pulang dari luar negeri karena menyelesaikan study di sana. Ardiaz tidak datang ke acara pernikahan Alvaro karena memang ia sedang mengurus kelulusannya.
"Ini istrinya Alvaro," jawab sang Ibu membuat Melody melirik ke arah tersebut.
Ardiaz kembali melihat ke arah Melody yang berdiri tidak jauh dari sana.
"Kak Alvaro itu punya pacar, kenapa dia menikah dengan perempuan ini?" tanya Ardiaz.
Bukan hanya tidak datang ke hari pernikahan, tetapi Ardiaz juga tidak tahu kalau Alvaro menikah dengan Melody. Sang Ibu minta maaf karena tidak memberitahu putranya yang satu ini, lagian waktu itu sedang sibuk tidak mungkin bisa pulang untuk hadir ke acara tersebut.
"Setidaknya aku bisa melakukan panggilan video untuk menghadiri acara tersebut dari jauh."
Kini papanya angkat bicara, "Acaranya udah selesai, jadi kamu gak perlu membahasnya lagi."
Ardiaz melihat ke arah pria tersebut kemudian pada ibunya yang mengangguk pelan. Pria itu pergi meninggalkan mereka yang diikuti oleh istrinya sehingga di sana hanya tinggal Ardiaz dan Melody saja. Ardiaz mendekatinya membuat gadis tersebut ketakutan.
"Kenapa kamu mau menikah dengan kakakku yang sudah punya kekasih?! Kamu tidak punya rasa malu!" tanya Ardiaz sembari memandanginya.
"Ini bukan keinginan saya, jika dapat memilih saya tidak akan masuk ke keluarga ini."
"Jadi maksudmu gak punya pilihan? Bilang saja kalau kamu itu merebut Kak Alvaro dari Serena, saya akan memberitahu hal ini pada Serena agar kamu tahu akibatnya!"
"Ardiaz, tutup mulutmu! Kamu tidak berhak untuk mengatakan itu pada Melody, jangan sekali-kali kamu memberitahu Serena tentang pernikahan mereka!" tegas sang Ibu.
"Jadi benar Serena gak tahu apa-apa?" tanya Ardiaz.
"Iya, Serena gak pernah tahu tentang hal ini."
"Itu namanya penipuan, Serena harus tahu kalau Kak Alvaro menikahi gadis lain."
"Silakan kamu beritahu Serena, tapi tinggalkan rumah ini semua fasilitasnya!"
Baru saja pria berusia 23 tahun itu pulang sudah diusir. Mana bisa Ardiaz tanpa rumah dan fasilitas dari orang tuanya sedangkan semua kebutuhan hidupnya pun masih ditanggung oleh keluarganya. Pria itu kesal berlari menaiki anak tangga dengan menggendong tasnya. Melihat koper yang tidak dibawanya membuat ibunya menyuruh pegawai untuk mengantarkannya.
"Bagaimana jika dia memberitahu Mbak Serena?" tanya Melody resah.
"Kamu jangan takut, Ardiaz memang kayak gitu. Tapi dia gak akan berani macam-macam," jawabnya.
Melody semakin bingung, semuanya serba rahasia bahkan pernikahannya pun dirahasiakan dari adiknya Alvaro. Wanita itu masuk ke kamarnya bertemu dengan suaminya mengatakan sikap Ardiaz di luar batasan.
"Wajar dia berbicara seperti itu karena gak tahu apa-apa," ucap suaminya yang sedang melepaskan dasi.
"Mama hanya takut kalau sampai Serena tahu tentang ini dari Ardiaz," keluh istrinya.
"Ardiaz tidak senekat itu, ia juga gak akan mungkin membahayakan dirinya sendiri."
"Tapi Ardiaz sama Serena itu akrab, Mama jadi khawatir."
"Ya mungkin karena Serena akan menjadi Kakak iparnya, wajar mereka dekat."
Sedangkan di lantai atas, Ardiaz baru saja menerima kopernya. Ia langsung menutup pintu melepaskan jaketnya yang dilemparkan ke atas kasur. Ia duduk di bibir ranjangnya sambil memikirkan mengapa Alvaro tiba-tiba saja menikah tanpa memberitahu terlebih dahulu?
Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya kemudian mengirimkan pesan pada Alvaro, pria muda itu mengetikkan beberapa kalimat memberitahu sang Kakak kalau dirinya sudah tiba di rumah. Alvaro sedang makan siang dengan Serena, mendapat pesan membuatnya menghubungi Ardiaz
"Kamu jam berapa sampai di rumah?" tanya Alvaro sambil melihat arloji di lengan kirinya.
Serena yang sedang menyantap daging menggunakan garpu pun pandangannya memperhatikan Alvaro.
Ardiaz tidak menjawab pertanyaan itu justru malah bertanya, "Mengapa menikah tanpa memberitahuku?"
Mendengar pertanyaan itu membuat Alvaro membulatkan matanya karena di hadapannya ada Serena. Ia langsung mematikan teleponnya membuat Ardiaz melemparkan ponsel ke kasur menimpa jaketnya.
Ardiaz berkata dengan raut wajahnya yang sangat kesal, "Pengecut!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!