Singkat saja, aku sedang kesulitan saat ini.
Di sore hari yang tampak indah ini, perasaan aneh terus menyerang ketika aku ingin pulang. Entah sudah berapa kali, perasaan aneh itu muncul karena aku mengalami fenomena yang bahkan tidak bisa dijelaskan.
Sekarang, aku berada di toilet laki-laki. Menatap ke arah cermin, wajah lelaki suram muncul dengan tatapan seperti ikan mati. Siapa lelaki ini? Nama lengkapnya Haruto Keita, seorang murid pendiam yang tidak memiliki teman di sekolah.
Memang sulit dibayangkan, tapi siapa yang akan percaya jika aku mengatakan tentang fenomena aneh ini?
Time Loop. Kalian tahu, kan? Fenomena di mana waktu terus terulang tanpa alasan yang jelas. Di sinilah aku sekarang, terjebak dalam Time Loop yang tak kunjung berhenti. Aku bahkan tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah terbuang.
Kembali ke awal, semuanya dimulai saat aku pulang sekolah beberapa waktu yang lalu. Saat itu, aku memang merasa seperti ada yang aneh. Langit yang biasanya cerah tiba-tiba mendung, dan angin dingin mulai berhembus, menusuk sampai ke tulang.
Aku mempercepat langkah, berharap segera sampai di apartemen dan bersembunyi di balik selimut tebal. Namun, tak lama setelah melewati gerbang sekolah, pandanganku mulai kabur.
Aku berhenti sejenak, memegang kepala yang mendadak terasa berat, lalu mencoba mengumpulkan napas. Rasanya seperti seluruh dunia berputar di sekelilingku. Sebelum sempat memahami apa yang terjadi, semuanya menjadi gelap.
Ketika aku membuka mata, aku tidak berada di jalan yang biasa kulalui. Awalnya kupikir aku ada di UKS, mungkin karena aku memaksakan diri lalu jatuh sakit, tapi... bukan!
Aku duduk di kursi kelas, dikelilingi teman-temanku yang sibuk dengan buku catatan mereka. Kemudian tanpa sengaja, aku melihat ke arah jam dinding.
Tidak mungkin, kan?! Baru satu jam yang lalu aku meninggalkan ruangan ini.
Aku menatap tanganku, mencoba merasakan apa pun yang berbeda. Tidak ada. Semuanya terasa nyata, tapi ada yang salah.
Aku mulai mengamati teman sekelasku, mencari tanda-tanda bahwa mereka juga merasakan hal yang sama. Tapi tidak ada yang aneh, mereka semua tampak biasa saja.
Guru matematika, Tanaka-sensei, masih berdiri di depan papan tulis, menjelaskan persamaan diferensial. Bukankah dia sudah menjelaskan materi itu sebelumnya?
Aku mengusap wajahku, mencoba memastikan ini bukan mimpi. Kemudian, aku mencoba mengingat apa yang terjadi. Langkahku di jalan pulang, rasa pusing yang tiba-tiba datang, dan kemudian… ini. Kelas yang sama, jam yang sama, seolah-olah waktu telah berbalik.
"Waktu mundur?" pikirku, bingung.
Aku harus fokus pada pelajaran, karena Tanaka-sensei adalah seorang guru yang mengerikan, tetapi pikiranku terus melayang.
Apa yang baru saja terjadi? Tidak mungkin waktu benar-benar mundur. Sial, apa-apaan ini?!
Aku berusaha menjalani satu jam berikutnya seperti biasa, meskipun sulit untuk mengabaikan perasaan aneh ini, yang disertai dengan rasa bingung dan cemas.
Ketika bel pulang berbunyi, aku keluar dari kelas dengan kepala penuh pertanyaan. Jalanan yang sama, angin sore yang sama, tetapi kali ini aku lebih waspada. Setiap langkah terasa seperti Deja Vu, dan aku bertanya-tanya apakah kejadian ini akan terulang.
Dan benar saja, ketika aku melewati gerbang sekolah, pandanganku kembali gelap. Aku kehilangan kesadaran, dan ketika terbangun, aku berada di kelas, satu jam sebelumnya.
Jantungku berdegup kencang. "Ini tidak mungkin kebetulan," pikirku.
Aku mulai mengamati setiap detail, mencoba mencari tahu apa yang salah. Namun, tidak ada yang aneh atau mencurigakan. Semua orang berperilaku normal, dan tidak ada tanda-tanda bahaya.
Setelah beberapa kali mengalami hal yang sama, aku mulai menyadari sebuah pola. Pengulangan waktu yang terjadi tampak seperti penebusan dosa. Setiap kali aku melakukan kesalahan, waktu akan mundur satu jam.
Aku memang tidak sepenuhnya yakin, bahkan aku tidak tahu di mana letak kesalahanku jika itu memang benar. Tapi kurasa, ini bukan sekadar kebetulan. Ini adalah Time Loop, dan aku terjebak di dalamnya.
Menurut kalian, jika waktu bisa diulang, apa yang akan dilakukan? Menurutku sendiri, satu-satunya jawaban paling logis adalah memperbaiki kesalahan. Oleh karena itu, Time Loop yang kualami ini memang tampak seperti penebusan dosa.
Kembali ke masa sekarang. Selesai membasuh muka, aku keluar dari toilet. Rasanya menyegarkan, tapi itu hanya sesaat, karena setelahnya perasaan aneh kembali muncul di dalam diriku.
Seperti yang sudah terjadi, aku merasa kalau waktu pasti akan terulang jika aku belum memperbaiki kesalahanku. Namun sayangnya, aku sendiri tidak tahu kesalahan apa yang telah kuperbuat hingga harus mengalami fenomena Time Loop.
Jujur saja, aku lelah dengan semua ini. Tidak ada petunjuk, yang ada hanyalah siksaan mental. Lagi dan lagi, semuanya terulang.
Tidak perlu repot-repot berjalan, atau melewati gerbang sekolah, bahkan ketika aku berdiam diri di kelas hingga satu jam ke depan, waktu tetap terulang.
Yah, apa boleh buat. Sepertinya dosaku terlalu banyak, bahkan abai saja sudah termasuk dosa.
Aku hanya ingin tidur dan beristirahat. Namun itu sangat sulit, karena ketika aku tertidur, rasa pusing sebelum mengalami Time Loop tetap menyerang.
Apa yang harus kulakukan? Apakah tidak ada hal lain lagi?
Aku sudah lebih fokus saat belajar, kalau saja kesalahanku memang tidak terlalu serius ketika belajar, tapi ternyata waktu tetap terulang.
Aku mencoba untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar, bahkan membuang sampah plastik kecil di tempatnya, tapi hasilnya sama saja.
Tanpa kusadari, tubuhku berjalan dengan sendirinya, lalu duduk di bangku taman. Aku merenungi nasibku, berpikir kalau mungkin saja aku telah terjebak selamanya di dimensi lain, dan pengulangan waktu hanyalah sebuah dalih.
"Bagaimana jika aku bunuh diri? Apakah semuanya akan selesai?"
Aku sudah berpikir seperti itu beberapa kali, tapi tampaknya aku masih terlalu takut untuk mati. Pada akhirnya, aku mengurungkan niat itu, dan memutuskan untuk terus hidup mencari petunjuk dalam Time Loop ini.
Pasrah menunggu pengulangan waktu berikutnya, tatapanku mulai kosong. Aku juga mempersiapkan diri untuk menahan betapa pusingnya kepalaku sebelum mengalami Time Loop.
"Tidak, lepaskan aku!"
"Ayolah, jangan berontak!"
"Hentikan!"
Siapa itu? Kenapa berisik sekali?
Ketika aku sudah pasrah dan berusaha menikmati pemandangan di taman, tiba-tiba ada suara gaduh terdengar.
Setelah melihat ke arah sumber suara, ternyata itu berasal dari seorang gadis dan juga tiga lelaki yang sedang berjalan berdempetan di lorong sekolah.
Eh? Reina-san? Apa dia dalam masalah?
Aku mengenali gadis itu sebagai Fumiko Reina. Dia adalah salah satu gadis tercantik di sekolah, dan kebetulan sekelas denganku. Melihatnya, aku merasa ada yang menarik perhatian, apalagi wajahnya tampak penuh ketakutan.
Tapi, siapa ketiga lelaki itu? Aku tidak mengenalnya. Mereka berusaha menempel Reina yang terus melangkahkan kakinya. Mereka juga menarik tasnya, dan melontarkan kata-kata kasar.
Tunggu, bukankah ini bagus? Kupikir aku belum mencoba ini, menyelamatkan seorang gadis dari para lelaki berbahaya.
"Haruskah aku mencobanya?"
Tidak, seharusnya aku tidak boleh ragu. Jika menyelamatkan Reina bisa menghentikan pengulangan waktu, maka ini layak dicoba.
"Ya, lebih baik dicoba saja."
Secara perlahan, aku bangkit dari bangku taman. Dengan langkah yang berat, aku mendekati Reina dan ketiga lelaki yang sedang mengganggunya.
Jantungku berdegup kencang, dan otakku dipenuhi berbagai skenario tentang apa yang akan terjadi.
Ketiga lelaki itu tampak seperti berandalan, mungkin akan sulit jika menyelesaikan ini tanpa kekerasan. Tapi yang jelas, aku harus melakukan sesuatu.
"Hei, apa yang kalian lakukan?!" kataku menyela mereka, tanpa berpikir dua kali.
Setelah mendengar suaraku, ketiga lelaki itu menoleh, tampak terkejut dengan intervensiku. Reina pun mengalihkan pandangannya kepadaku, matanya membesar, yang berarti dia memang sedang ketakutan.
"Siapa kau? Ini bukan urusanmu," salah satu dari mereka menjawab dengan nada mengancam.
"Jangan dipikirkan, kami hanya bermain," sahut yang satunya lagi.
Mereka bertiga tampak lebih besar dariku, terlebih lagi mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Yah, terserahlah. Aku harus menyelesaikan ini secepat mungkin.
"Oh, kalian sedang bermain? Bisa ajak aku juga?"
Aku membalas perkataan mereka, lalu menatap matanya satu persatu, dan mereka pun ikut berbalik menatapku.
Wajah mereka penuh dengan ejekan. Kemudian, salah satu dari mereka, yang tampaknya seorang pemimpin, mendekatiku dengan seringai.
"Kau mau ikut? Jadilah samsak kami!" katanya sambil mendorong dadaku dengan keras.
Aku tersentak mundur, tapi tubuhku masih seimbang.
"Gadis ini tampak kesulitan. Kalau bisa, tolong biarkan dia pergi!"
Aku mencoba untuk menghindari skenario terburuk, karena akan sangat merepotkan jika harus menyelesaikan ini dengan kekerasan.
Bukannya aku takut atau semacamnya, tapi rasanya agak dilema. Bayangkan saja, jika aku memukul mereka hingga waktu kembali mundur satu jam, maka itu tidak lucu sama sekali.
Kuharap ini bisa selesai dengan cepat, dan Reina terselamatkan.
"Hah?! Berani sekali memerintah kami!"
"Lelaki suram sepertimu memang bisa apa?"
Hah.. tampaknya, ini lebih merepotkan dari yang aku duga.
"Terima ini!"
Eh?! Cepat juga! Aku tidak bisa menghindar!
Sebelum aku menyadarinya, pukulan pertama menghantam rahangku. Rasa sakit menjalar cepat, dan aku hampir terjatuh karenanya.
"Haruto-kun!"
Teriakan Reina terdengar ketika aku terkena pukulan. Tampaknya dia khawatir padaku, tapi hal bagusnya adalah dia mengenalku sebagai teman sekelas.
"Kau diam saja, Fumiko! Kami ingin bermain dengan lelaki ini lebih dulu."
"Benar sekali, kami akan melahapmu nanti."
Fumiko? Dia bahkan memanggil nama depannya langsung. Lalu, apa maksudnya dengan melahap?
Kurasa tidak ada yang perlu dipikirkan lagi. Aku memang harus menyelesaikan ini dengan kekerasan. Terlebih lagi, mereka yang memulainya lebih dulu.
"Apa boleh buat, aku akan melampiaskannya pada kalian!"
"Bicara apa kau ini?"
"Mau mati, ya?!"
Meskipun aku bukan tipe orang yang suka mencari masalah, melihat salah satu gadis tercantik di sekolah dalam bahaya membuatku bertekad untuk melakukan sesuatu.
Aku tahu ini bukan hanya tentang menyelamatkan dirinya, tetapi juga tentang menghentikan pengulangan waktu yang terus menyiksaku.
Jika dilihat-lihat, ketiga lelaki ini tampak lebih lemah dibandingkan seseorang yang pernah aku hadapi dulu, meskipun ingatan itu agak kabur di kepalaku.
Dengan langkah yang cepat, aku mendekati mereka, menyingkirkan dilema yang sempat menghantuiku.
Ketika jarakku cukup dekat, aku berteriak, "Ini menyebalkan, KAU TAHU?!"
Tanpa berpikir dua kali, aku balas memukul wajahnya dengan seluruh kekuatan yang kupunya. Dia terhuyung ke belakang, terkejut dengan seranganku yang tiba-tiba. "Berani sekali kau memukulku!"
"Kalian berdua, cepat habisi dia!"
Dua temannya segera menyerangku, tapi aku sudah siap.
Aku menghindari pukulan kedua, lalu menangkap tangan penyerang kedua dan menariknya ke tanah. "UH!!" Dia jatuh dengan suara keras, mengerang kesakitan.
Yang satu lagi mencoba menendangku, tapi aku berhasil menangkap kakinya dan mendorongnya mundur. "Apa?!"
Ditengah pertarungan ini, aku dapat melihat Reina yang menatapku dengan mata lebar, dia tampak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Haruto-kun..."
"Jangan mengabaikanku, sialan!"
Aku mengalihkan perhatianku kembali ke pemimpin yang mulai bangkit. Wajahnya memerah, mungkin karena sedang marah. "Kau akan menyesalinya!" teriaknya, meluncurkan dirinya ke arahku.
Aku siap menerima serangannya, memanfaatkan kecepatan dan ketangkasanku untuk menghindari pukulan demi pukulan.
Ingatan tentang seseorang yang lebih kuat memberiku kepercayaan diri. Aku tidak ingat siapa orang itu, tapi aku merasa pernah berada dalam situasi yang lebih berbahaya.
Lagi, aku ingin lagi! Lampiaskan semuanya!
Baik dari pengulangan waktu, hingga kekalahan memalukanku dari orang itu, semuanya menyebalkan!
Ah, aku benar-benar kesal!
Dengan satu gerakan cepat, aku menjatuhkan pemimpin itu ke tanah dan menghajarnya hingga dia tidak bisa berdiri lagi.
"AGH! AH! HUGH!"
Aku terus menghajarnya, melampiaskan semua kekesalanku pada lelaki ini.
Lagi, ini belum cukup!
"He-hentikan!"
Dia memang sudah cukup berdarah, tapi aku belum puas. Jadi, aku terus memukulinya tanpa peduli apa yang dikatakannya.
Oh, seperti inikah rasanya? Melampiaskan sesuatu ternyata tidak buruk juga.
Lagi! Lagi! Lagi! Ini dia!
Aku merasa kalau semua kecemasanku saat mengalami pengulangan waktu hilang begitu saja. Dan ini menyenangkan.
"Haruto-kun, hentikan!"
Eh? Tanganku tidak bisa bergerak!
Ada apa ini?! Padahal aku cukup yakin kalau dua orang yang tersisa tidak akan menyerang balik.
"Haruto-kun, dengarkan aku!"
Tidak, bukan mereka yang membuatku terhenti. Tapi... Reina?!
Sebuah sentuhan tangan yang lembut, aku merasakannya dengan jelas. Dia memegangnya tanpa ragu, dengan telapak tangannya.
Aku langsung terdiam, dan tatapanku terpaku pada wajah Reina. Jujur saja, aku tidak mengerti tentang apa yang kurasakan sekarang. Rasanya cukup hangat, hingga hatiku terasa tenang, tapi jantungku berdegup sangat kencang.
"Reina-san?"
Wajahnya tampak khawatir, bahkan matanya sedikit berkaca. Melihatnya seperti ini, aku jadi bingung.
"Akhirnya kau berhenti."
"Berhenti, apa maksudmu?"
"Tidak apa-apa, tapi.. terima kasih karena sudah menolongku, kau sangat keren!"
Ah, begitu ya? Aku mengerti maksudnya.
Aku terlalu berlebihan saat melampiaskannya hingga membuat Reina khawatir, bahkan tangannya jadi ikut terkena darah karena ulahku.
"Maaf, aku akan berhenti."
"Tidak masalah, kau sudah menolongku."
Suara Reina terdengar sangat lembut. Sembari tersenyum, dia melepaskan genggaman tangannya.
Dengan napas yang tidak stabil, aku berdiri, melepaskan lelaki yang sedang terkapar ini. Saat menatap sekeliling, dua temannya ternyata sudah kabur, meninggalkannya sendirian.
Sekarang apa? Entahlah, rasanya melelahkan. Jika aku bisa beristirahat sebentar, maka itu adalah kesempatanku. Sebuah kesempatan untuk melepaskan rasa lelah, dan berbaring di tempat yang empuk.
"Haruto-kun, pakai ini!"
"Umm.. ya."
Reina memberikan sebuah sapu tangan, dan aku hanya bisa menerimanya.
Aku mengerti maksudnya, jadi aku melihat tangan kananku, yang sudah digunakan untuk memukuli ketiga berandalan tadi. Ternyata darahnya banyak juga, hingga sapu tangan ini tidak cukup untuk mengelap semuanya.
"Ah, kenapa ini?!"
Ketika sedang mengelap darah di tangan kananku, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh. Kepalaku mulai terasa pusing.
"Tidak, jangan sekarang!" pikirku.
Aku sudah berhasil menyelamatkan Reina, kupikir ini bisa saja menghentikan Time Loop. Tapi rasa pusing ini semakin parah, dan sebelum aku bisa memahami apa yang terjadi, semuanya menjadi gelap.
"Tempat ini, dimana aku?"
"Syukurlah kau sudah sadar, Haruto-kun. Aku sangat khawatir!"
Ketika aku membuka mata lagi, aku berada di tempat yang agak familiar, dengan Reina yang memegangi tanganku. Sepertinya aku berada di UKS sekarang, dan berbaring di ranjang.
"Hah? Reina-san?!"
"Kau jatuh pingsan tadi, tapi Sensei berkata kalau kau baik-baik saja."
"Tidak, bukan itu. Jam berapa sekarang?"
Aku berusaha bangkit, lalu memegang bahu Reina secara spontan.
"Eh?! Memangnya kenapa?"
"Jawab saja!"
Aku melepaskan bahu Reina.
"Emm.."
Reina mengambil ponselnya, kemudian menyalakannya.
"Sekarang, jam setengah enam sore."
"Yang benar saja!"
Sebelumnya, aku memang jarang memperhatikan waktu karena merasa muak dengan jam empat hingga lima sore. Di waktu itulah, Time Loop terus terjadi.
Tapi, jika sekarang jam setengah enam sore, bukankah ini? Tepat sekali, waktu tidak kembali ke awal, jadi aku tidak berada di kelas lagi.
Tampaknya, Time Loop telah berhenti ketika aku menyelamatkan salah satu gadis tercantik di sekolah, Fumiko Reina. Rasanya sungguh melegakan, karena akhirnya aku bisa melewati pengulangan waktu yang begitu menyiksa ini.
"Ada apa, Haruto-kun?"
Yah, tentu saja Reina merasa bingung ketika melihat wajahku yang begitu lega.
"Bukan apa-apa, biarkan aku beristirahat lebih lama."
"Hmm.. ya, baiklah."
"Reina-san, terima kasih karena sudah membawaku kesini. Kau boleh pulang sekarang."
Tanpa memperdulikan apapun lagi, aku lanjut berbaring di ranjang UKS, lalu menyelimuti tubuhku dengan selimut tipis.
"Hah.. akhirnya terhenti."
Aku terbangun. Walaupun hanya tidur sebentar, rasanya sangat menenangkan. Di ruangan ini, udara terasa sejuk, dan matahari sudah mulai terbenam di luar jendela.
Saat aku mengumpulkan kesadaranku, aku menyadari bahwa Reina sudah tidak ada, dia mungkin sudah pulang lebih dulu. Tidak hanya Reina, keadaan di UKS benar-benar sunyi. Hanya ada suara siulan burung di langit sore.
Rasanya jauh lebih tenang sekarang, tidak ada lagi rasa pusing yang mencekam atau perasaan aneh yang menguasai tubuhku. Time Loop itu, setidaknya untuk saat ini, sepertinya telah berhenti.
Sejujurnya, aku cukup bingung. Ada apa dengan Fumiko Reina? Siapa dia? Kenapa menyelamatkannya bisa menghentikan Time Loop?
Berbagai pertanyaan muncul di dalam diriku. Tapi bolehkah jika aku berspekulasi liar tentang ini?
Takdir, jodoh, ikatan, pertemuan, atau semacamnya. Entah bagaimana, tampaknya aku terhubung dengan Fumiko Reina. Ini seperti memaksaku untuk terus memperhatikannya, bahkan menyelamatkannya dalam situasi tertentu.
Yah, sudahlah. Spekulasi ku terlalu liar, kepalaku jadi pusing jika terus memikirkannya.
"Aku ingin pulang," gumamku.
Aku lalu bangkit dari ranjang, merapikan seragamku yang kusut, dan meninggalkan ruangan UKS. Dengan niat pulang ke apartemen yang sudah lama tidak dilihat, langkahku menggemakan koridor yang sepi saat aku menuju gerbang sekolah.
Setelah sekian lama terjebak dalam Time Loop, akhirnya aku bisa kembali ke apartemen. Walaupun tidak ada seorang pun yang menunggu di sana, perasaan lega tetap mengalir dalam diriku.
Sejak dulu, saat memasuki SMA, aku memang ingin tinggal sendiri. Tujuannya agar aku bisa terus belajar dan berkembang di kehidupan sosial, hingga akhirnya menjadi seseorang yang mandiri.
Untungnya, orang tuaku memberiku izin untuk melakukan itu. Hanya saja mereka memiliki syarat penting, yaitu aku harus menjaga nilaiku agar tidak merah.
Seharusnya, aku sudah merasa tenang, bukan? Namun, saat mendekati gerbang sekolah, keraguan mulai merayap dalam pikiranku.
Aku beberapa kali mengalami pengulangan waktu di sini, dan ketakutan bahwa itu bisa terjadi lagi menghantuiku.
Kenapa aku malah ragu? Yakinlah, Fumiko Reina sudah terselamatkan!
"Maju saja!"
Dengan napas yang sedikit tertahan, aku meyakinkan diriku sendiri bahwa semua ini sudah berakhir.
"Time Loop itu sudah berhenti!"
Mengambil satu langkah tegas, aku berjalan melewati gerbang.
"Haruto-kun!"
Eh?! Aku dipanggil?
Aku tersentak dan berbalik. Suara itu, suara yang kini terasa familiar, memanggilku dari dekat gerbang.
"Reina-san?"
Aku mendapati Fumiko Reina yang sedang berdiri di sana. Wajahnya tampak ceria, dan matanya begitu bersinar. Dia lalu berjalan mendekatiku.
"Aku menunggumu cukup lama, kukira kau sudah pulang."
Menungguku? Untuk apa? Kurasa dia tidak perlu melakukannya.
Oh, benar juga. Mungkin Reina ingin membicarakan sesuatu. Atau ada hal lain? Entahlah.
"Haruto-kun?"
"Eh? Ya, aku baru saja keluar dari UKS."
Aku menjawab singkat, mencoba menutupi kebingunganku.
Ah, tidak. Tampaknya ini akan menjadi kesalahan besar. Apakah Time Loop akan terjadi lagi?
Keberadaan Reina menarik perhatian banyak orang. Mereka berbisik-bisik, dan aku bisa merasakan tatapan mereka menempel pada kami.
Karena kejadian sebelumnya, aku jadi lupa kalau Reina adalah salah satu gadis tercantik di sekolah. Sepertinya aku telah salah karena meresponnya di depan umum, dan kini aku ikut menjadi pusat perhatian.
Aku tidak terbiasa menangani situasi seperti ini, terutama dengan orang-orang di sekitar yang tampak lebih memperhatikan kami.
"Hei, lihat, itu Fumiko Reina! Dia cantik sekali!" terdengar bisikan dari sekelompok siswa di dekat gerbang.
"Siapa lelaki yang disapanya?" tanya yang lain dengan suara pelan, namun jelas terdengar.
"Dia bahkan tersenyum pada lelaki itu," celetuk yang lainnya, tampak tidak percaya.
"Apa ada yang terjadi?" suara lain menambahkan, sepertinya penuh rasa ingin tahu.
Time Loop, terjadilah! Aku tidak keberatan jika terjadi sekarang, karena akan sangat merepotkan jika sudah seperti ini. Aku melakukan kesalahan, bukan? Jadi, cepatlah!
"Haruto-kun, kau baik-baik saja?"
"Ah, ya, mungkin."
Dalam situasi yang cukup aneh ini, Reina hanya bertanya padaku. Kurasa dia tidak mengerti situasinya.
Tentu saja, aku jadi semakin tidak nyaman. Suasana ini tidak menguntungkan. Akhirnya, aku memutuskan untuk mengajak Reina ke tempat yang lebih tenang.
"Umm.. Reina-san," panggilku.
"Ada apa?"
"Bagaimana kalau kita bicara di tempat lain? Mungkin di kafe?"
Mendengar ajakanku, Reina langsung tersenyum dan mengangguk.
"Tentu, ayo kita pergi!"
Dengan langkah cepat, kami berjalan beriringan, meninggalkan gerbang sekolah dan berjalan menuju sebuah kafe di dekat sana.
Aku berusaha untuk mengabaikan semua tatapan dan bisikan di sekitar yang tak kunjung berhenti.
Sangat disayangkan, Time Loop tidak terjadi. Mungkin aku memang diharuskan untuk siap dengan rumor aneh yang muncul besok.
Setelah berjalan cukup lama, kami sampai di kafe yang tidak terlalu ramai. Suasananya nyaman dengan alunan musik lembut yang mengisi ruangan.
"Bagaimana jika duduk di sana?"
"Ya, tidak masalah."
Reina setuju dengan aku yang memilih meja di sudut ruangan, karena aku berharap untuk bisa mendapatkan sedikit privasi.
Kami lalu duduk berhadapan, dan sekarang aku merasa sedikit lebih tenang. Tak lama kemudian, ada seorang pelayan mendatangi kami.
"Selamat datang, mau pesan apa?"
"Aku ingin Coffee Latte! Bagaimana denganmu, Haruto-kun?"
"Samakan saja."
"Baiklah, dua Coffee Latte, segera datang!"
Pelayan mengambil pesanan kami, dan setelah memesan minuman, Reina menatapku dengan penuh perhatian.
"Maaf, Haruto-kun. Tadi kau kesulitan, ya?"
Oh, ternyata dia mengerti. Kupikir Reina adalah orang yang tidak bisa membaca situasi, tapi tampaknya aku salah.
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk berbicara normal pada Reina. Jujur saja, karena tidak memiliki satu pun teman di sekolah, aku jadi bingung tentang cara berbicara dengan seorang gadis. Terlebih lagi, dengan gadis yang selalu menjadi pusat perhatian.
Satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah menatap matanya, karena dari beberapa referensi, kebanyakan perempuan tidak suka jika seorang lelaki menatap selain dari wajahnya.
"A-anu, Reina-san. Jadi, kau ingin membicarakan apa?"
Sial, kenapa sesulit ini?! Padahal aku hanya berbicara dengan seorang gadis.
"Fumiko."
"Eh? Apa maksudmu?"
Pandangan Reina tidak lurus ke arahku, dan dia juga tidak menatap mataku. Tentu saja, aku jadi bingung karenanya.
"Panggil aku Fumiko," katanya dengan sangat pelan, bahkan hampir tidak terdengar.
"Maaf, kau bilang apa?"
Secara terpaksa, aku meminta penegasan walaupun aku sudah mendengarnya. Alasannya hanya satu, karena dia tidak terdengar yakin.
"Fumiko, panggil aku seperti itu."
Barulah setelah ditegaskan, mata kami benar-benar bertemu. Meskipun aku tidak mengerti kenapa dia ingin dipanggil dengan nama depannya, aku tetap mengikutinya.
"Baiklah, Fumiko-san."
"Jangan pakai san, panggil Fumiko saja!"
"Hmm... Ya, aku mengerti, Fumiko."
Rasanya memang agak aneh ketika ada seorang gadis cantik meminta nama depannya untuk dipanggil, tapi aku merasa lebih aneh jika tidak melakukannya.
Fumiko, ya? Nama yang agak familiar. Maksudku, rasanya aku pernah mendengar nama itu jauh hari sebelum memasuki SMA.
Yah, sudahlah. Untuk apa aku memikirkannya, lagipula itu tidak ada hubungannya dengan Time Loop.
"Ini.. ternyata memalukan!"
"Apa maksudmu?"
Aku tidak mengerti, kenapa Fumiko menutupi wajahnya dengan kedua tangannya? Dia berkata kalau itu memalukan, tapi apa maksudnya?
Ah, semuanya benar-benar membingungkan. Baik itu Time Loop yang kualami, hingga hubungannya dengan gadis ini.
"Fumiko, kau kenapa?"
"Ti-tidak ada!"
Momennya jadi canggung, apalagi aku tidak bisa menatap mata Fumiko karena kedua tangannya menghalangi.
"Maaf menunggu, pesanan dua Coffee Latte sudah datang!"
Ditengah momen canggung ini, pelayan datang di saat yang tepat, dengan membawakan pesanan kami.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!