Berstatus janda, bagi orang desa sangatlah tidak baik, cerita bisa di pelintir sesuka hati yang ingin bercerita.
Namaku Halimah Hartono, kedua orangtuaku termasuk cukup berada di di kampung, sebagai juragan Sayur, terbilang cukup membiayai kehidupan keluarga kami, apalagi ibuku memiliki warung sembako.
Kakakku bernama Hariyadi Hartono, seorang Pegawai Bank swasta, dia sebentar lagi akan menikah, saat itu aku baru berada di kelas 3 SMA atau kelas 12.
Aku di sekolahkan di ibukota Provinsi, dan berpacaran dengan seorang laki-laki yang sudah kuliah, dan kami tinggal di tempat kost yang sama.
Setelah dia lulus kuliah dan aku naik kelas 3, dia menyatakan ingin menikahi ku saat aku lulus.
Dan dengan senang hati serta bahagia aku setuju, karena 2 tahun kami pacaran, dia sangat menyayangi ku dan menghormati ku, jalan paling hanya pegangan tangan, paling banyak hanya mencium keningku, tidak lebih dari itu.
Setelah kakakku menikah, aku mengutarakan isi hatiku kepada orang tuaku, bahwa aku juga sudah calon, lepas lulus SMA, dia mau melamar ku.
Kedua orangtuaku dan kakakku sangat menentang keputusan ku, mereka bertanya apakah aku sudah terlanjur, aku menjawab tidak, bahkan aku memuji calon ku yang sopan dan menghormati ku.
Akhirnya keluargaku setuju, walau dengan berjuta ceramah nasehat dan banyak lagi, aku tak memperhatikan itu semua, karena hatiku terlanjur berbunga-bunga, karena keluargaku sudah setuju.
Hari kelulusan tiba, dan aku yang dasarnya pintar,ukus dengan predikat nilai tertinggi di sekolah bahkan di tingkat kabupaten.
Aku gak memikirkan semua prestasiku, di otakku hanya ada, bersatunya aku dengan pacarku.
Malam hari kami pergi jalan-jalan, Panji itulah nama pacarku, dia terlihat sangat bahagia, hingga aku di peluknya, dan aku membalasnya.
Dek, Minggu depan, orangtuaku akan datang melamar kamu, ucap Panji dan memberitahukan hari dan jam nya.
Aku tersenyum bahagia dan memeluk pacarku karena bahagia, akhirnya malam itu pun berlalu, tapi sebelumnya aku sudah ijin bahwa besok aku mau pulang kampung, dan akan menunggu nya di kampung untuk melamar ku.
Tiba di kampung, saat makan malam aku beritahukan apa yang mas Panji katakan, dan orangtuaku tidak masalah, dan saat itu juga aku video call dengan mas Panji.
Itulah kali pertama dia berbicara dengan Ayahku, dan perbincangan mereka ternyata nyambung, ada kesan baik ayahku terhadap mas Panji.
Dan benar saja, sesuai hari yang di tentukan, di saksikan keluarga besar dari pihak ayah dan ibu bahkan Kakek dan nenek ku dari kedua belah pihak, acara lamaran pun sah di laksanakan.
Dalam acara lamaran itu juga langsung di atur tanggal pernikahan kami, yaitu selesai aku terima Ijazah dan ada perjanjian bahwa aku harus kuliah, dan mas Panji setuju.
Waktu berjalan begitu cepat tapi bagiku begitu lambat, 2 bulan kemudian, acara pernikahan ku di gelar, dan dilaksanakan di kampungku, aku bahagia tidak ada perdebatan dari pihak mas Panji.
Seminggu aku tinggal di kampung, dan masa cuti mas Panji juga sudah selesai, akhirnya pada Minggu subuh aku di boyong ke Ibukota Provinsi, tempat dimana aku sekolah.
Mas Panji mengarahkan Mobilnya ke sebuah komplek perumahan dan ternyata itu sebuah yang sederhana dan mata mas Panji itu dia beli dari hasil tabungannya.
Aku bahagia, minimal tidak menyewa rumah, aku melayaninya dengan penuh rasa cinta, apalagi pengantin baru, sentuh sedikit pasti meledak, apalagi hanya tinggal berdua.
Mas Panji bekerja di Perusahaan terbesar di Ibukota provinsi ku, jadi pikirku aku wanita yang beruntung, lagi selesai subuh, aku berkutat di dapur menyediakan sarapan untuk suamiku.
Dia juga royal memberiku uang belanja, setiap ada kelebihan aku pasti masukan ke celengan, sedangkan uang khusus untukku, aku tabung, aku ingat namanya orang kerja swasta tidak seperti PNS, jadi aku juga berhemat dan lebih gemar menabung.
Di sela-sela kesibukan mengurus rumah dan suami, aku berjualan online sebagai Dropshiper, lumayan keuntungan nya untuk menambah tabungan ku.
Tak terasa sudah 5 bulan aku menikah, beberapa kali orangtuaku datang, begitu juga kakak dan kakak ipar ku, setiap bulan pasti mereka datang sekalian cek kandungan kakak ipar ku.
Selama menikah aku sangat bahagia dan di perlakuan dengan baik, apalagi aku tidak banyak menuntut, weekend, mas Panji selalu ajak makan di luar dan belanja keperluanku.
Pas bulan ke enam, aku positif hamil, pas dengan ulang tahun ku, mas Panji memberikan aku hadiah yang banyak termasuk uang sebesar 50 juta, dan saat aku bilang bahwa aku hamil, mas Panji lompat - lompat bahagia dan sujud syukur.
Seminggu kemudian kami adakan acara syukuran, tapi mertuaku tidak datang, dan memang selama pernikahan ku, mertuaku tidak pernah datang.
Memang mereka tinggal di Ibukota Jakarta, sedangkan kami di Bandung, termasuk dekat asal mau datang.
Waktu terus berjalan karena rasa bahagia,mas Panji menyewa jasa pembantu agar aku tidak capek, soal jualan online aku tetap menjalankannya.
Pelanggan ku sangat banyak, karena aku selektif dalam memilih toko dan barang, alhasil uangku menjadi sangat banyak, uang sisa belanja setiap hari, setelah celengan penuh, aku jalan kaki ke depan komplek yang hanya 100 meter, ada ATM setoran tunai, setelah uang receh aku tukar di Indomaret, aku langsung memasukkan ke dalam rekening pribadiku, di luar rekening uang bulanan.
Aku memang memiliki 3 rekening, 2 rekeningku, suamiku tahu, 1 rekening uang aku rahasiakan, semua pendapatan jualan online dan sisa belanja, juga uang pemberian orangtuaku dan kakakku, semuanya di rekening pribadi.
Uang bulanan, kalau aku tidak gunakan, aku ambil seperempat nya dan ku pindahkan ke rekening pribadiku.
Alhasil rekening rahasiaku, hingga saat melahirkan ada sekitar 200 juta, rekening itu memang sengaja di buatkan oleh kakakku, dia mengatakan bahwa aku harus punya rekening rahasia, agar kelak terjadi sesuatu, aku punya pegangan.
Rekening yang biasa aku pakai, masih tersisa saldo puluhan juta, rekening khusus uang bulanan juga, lebih 100 juta.
Waktu yang kami tunggu akhirnya datang, suamiku dengan cepat mengantarkan aku ke RS untuk melahirkan, keluargaku datang dan pastinya ibuku hadir, aku melahirkan dengan cara normal.
Setelah berjuang selama 3 jam, akhirnya aku melahirkan seorang Putra, suamiku begitu bahagia, dan menamai putra kami dengan Kenziro Aditya Mahesa.
Setelah 3 hari RS, kami pulang ke rumah, namun yang membuat aku sedih, mertuaku tidak kunjung datang melihat cucunya.
Malam harinya, aku bertanya kepada suamiku,dia mengatakan kalau orangtuanya ada di kar negeri, jelas aku kaget.
Mas Panji akhirnya menceritakan semuanya, entah bahagia atau sedih, mendengar cerita suamiku, bahwa, keluarganya adalah Pengusaha nomor 1 di Indonesia, sedangkan dia di Bandung, bekerja sebagai direktur utama perusahaan Keluarganya.
Suamiku minta maaf karena tidak berterus terang, akupun memaafkan nya, tapi aku semakin berhati-hati, aku lebih giat berjualan dan lebih rajin menabung.
Sejak pengakuan suamiku tentang jabatannya, berdampak pada uang belanja dan uang bulanan ku, yang naik 100 %, aku tetap tidak banyak menuntut, apa saja yang di berikan, aku selalu nurut, dia belikan handphone baru aku terima dan tentunya berterimakasih.
Setiap aku belanja pakai uang bulanan past aku bilang, namun suamiku berkata bahwa itu sudah menjadi hakkku, jadi terserah aku gunakan untuk apa.
Dengan begitu aku pindahkan saja beberapa ke rekening pribadiku atau rekening rahasiaku.
Hari berlalu, Minggu dan bulan berganti, selama itu juga mertuaku tidak tidak pernah datang.
Suatu hari suamiku pulang dan mengatakan, bahwa kami akan pindah ke Jakarta, Orang kepercayaan ayahnya, sudah Pensiun, jadi suamiku yang harus menggantikan orang itu.
Akupun sudah tahu kebesaran nama Mahesa, hingga membuatku mempersiapkan mentalku, dan tentunya materi, aku bukan matre, tidak akan aku meminta kepada suamiku untuk belanja yang yang aneh-aneh, prinsip ku aku harus lebih giat menyimpan uang, perhiasan tidak terlalu penting, walau aku juga beli, hanya agar Suamiku tahu uang bulanan ku ada pergerakan.
Orangtuaku melepas kami pergi, aku hanya bilang, bahwa suamiku di pindah tugaskan oleh kantor pusat, orangtuaku walau tidak sekolah tinggi, tapi sedikit sedikit paham, mereka mengerti.
"Neng, nanti saat ada waktu ayah dan ibu akan datang menjenguk kalian, ucap Sang Ayah.
"Ia Ayah, ucapku dan mencium tangan kedua orangtuaku, dan kakakku.
Kenziro, saat itu sudah berumur 1 tahun, dengan di antar sopir, kami menuju Jakarta, rumah kami di titipkan kepada orang kantor, dsn setelah menempuh waktu hampir 4 jam, karena beberapa kali berhenti di rest area, kami tiba di rumah Orang tua mas Panji.
Sebuah rumah seperti istana, tapi bagiku asal bersama suamiku, aku tidak masalah, hanya saja aku harus berhati-hati, apalagi aku orang kampung.
Kami di sambut oleh kedua orang tua mas Panji dan ketiga kakaknya, yang juga sudah berkeluarga, bahkan anak-anak mereka sudah Besar.
Tatapan mereka yang biasa saja, membuatku tidak tenang, tapi aku berusaha tenang, aku melaksanakan peradatan, menyala dan mencium tangan.
Tapi aku sedih, putraku tidak di sambut oleh mereka, tidak ada sapaan layaknya kakek dan nenek pada umumnya.
Mas Panji juga terlihat tidak mempersoalkan itu, pelayan mengantarku ke kamar yang sudah di sediakan, dan ada tempat tidur khusus untuk Kenziro.
Di lantai 3 itulah letaknya tempat kami tinggal, disitu sudah komplit bahkan dapur kecil juga ada.
Setelah beberapa waktu, mas Panji datang dan minta di buatkan kopi, saat minat dapur, ternyata semuanya tersedia.
Sambil minum kopi, mas Panji bercerita, dia mengatakan, bahwa aku tidak boleh turun ke lantai dasar lewat pintu tengah yang langsung terhubung dengan ruang tengah, jika da keperluan, aku lewat pintu sebelah dapur, walau itu juga pintu lifth.
Aku hanya nurut tidak membantah, kemudian suamiku melanjutkan ceritanya, bahwa aku tidak di berikan fasilitas pembantu, jadi lantai 3, di khususkan untuk kami, walau berbagi ruangan dengan kakak perempuan nya, yang di pisah menggunakan tembok, semua lengkap, ada sofa, televisi pokoknya layaknya rumah sendiri.
Kami memiliki 3 kamar, dan 1 kamar untuk gudang katanya, akhirnya aku berpikir, aku layaknya tinggal dalam penjara.
Tidak mau ambil pusing, bahkan aku berusaha untuk membiasakan diri, dan setelah beberapa hari, aku terbiasa, namun masalah nya, persediaan di dapur sudah menipis, aku bertanya kepada suamiku dan dia hanya menjawab, di depan komplek ada supermaket, gunakan saja motor yang sengaja di belikan untukku.
Aku ke supermarket lewat lifth yang menghubungkan pintu belakang, ada juga tangga biasa, dan ternyata di situ tertulis, kalau turun, gunakan tangga biasa, aku ikuti, setelah mengunci kamar dan menggendong Kenziro, aku kesamping dan melihat motor motor beat ada terparkir.
"Maaf Nona Muda, menurut nyonya besar, kalau keluar, lewat pintu samping, begitu juga nanti saat kembali, ini kuncinya, ucap seorang pelayan.
"Terimakasih mbak, ucap Ku dan membuka pintu, setelah motor aku keluarkan, kembali pintu aku kunci dari dari luar dan berangkat ke supermarket.
Aku belanja tidak banyak karena hanya kakak motor, aku sendiri sejak sejak SMP sudah bisa bawa mobil, karena ayahku punya mobil untuk jualan dan juga kami punya mobil Keluarga walau hanya sekelas Toyota Rush, yang belinya kredit hehehehe.
Di supermarket juga aku dapat informasi, bahwa dalam jarak sekilo meter, ada pasar tradisional, selesai belanja aku pulang.
Mas Panji kelihatan sangat sibuk, jadi dia selalu pulang di atas jam 7 malam, kadang jam 10 malam baru tiba, selesai mandi minum teh hangat dia langsung tidur.
Seperti biasa aku tak banyak bicara, hanya bertanya sekedar, dan menawarkan makan makan malam.
Mas Panji juga memang tipikal tidak banyak bicara, aku sudah terbiasa, begitu setiap hari hingga genap lah sebulan aku tinggal di rumah itu, dan dalam sebulan, aku hanya bertemu dengan keluarga mertua, saat Sabtu atau Minggu.
Kedua mertuaku hanya menyapa seadanya, tapi Kenziro putraku di abaikan, berbeda dengan putra kakak iparku yang perempuan, yang hampir seumuran dengan Kenziro, yang di ajak berbicara walau si bayi tidak membalasnya.
Mertua ku terlihat sangat akrab dengan ipar- ipar ku yang lain, sedangkan aku hanya bermain dengan putraku saja.
Waktu terus berjalan, 2 hari sekali saat pagi setelah suamiku berangkat kerja, aku ke pasar, belanja sayur, ikan dan daging, aku berekreasi, dengan nonton tutorial saat istirahat setelah menyelesaikan pesanan pelanggan ku, yang kini sehari bisa sampai 30 pesanan.
Beberapa bulan kemudian, suamiku sudah matang pulang tepat waktu, selalu di atas jam 10 malam.
Dia juga sudah jarang ngobrol denganku, uang belanja dan bulanan memang tidak berubah, tapi dia sudah tidak lagi punya waktu buat aku dan Kenziro.
Biasanya hari Sabtu kami pergi jalan-jalan, kini sudah tidak lagi, dia bilang kalau mau ke Mall silahkan pergi sendiri, jika aku mau pergi ke mall, maka dia bawa mobil yang satu lagi, dan herannya, mobil itu akan di parkir di pintu samping, yang ada bangunan kecil, ternyata tanah itu sengaja di beli untuk parkiran mobil ku dan motorku dan di buatkan jalan, hingga jalan raya.
Karena sudah gak tahan akhirnya aku bertanya, mengapa mertua tidak tidak pernah menanyakan Kenziro atau aku sebagai menantu, suamiku terdiam.
Dengan menarik nafas panjang akhirnya dia menjelaskan semuanya, intinya mereka tidak setuju mas Panji menikah denganku karena statusku, dan soal Kenziro, mas Panji mengatakan bahwa kedua orang tuanya tidak mengakuinya.
Aku langsung tersentak mendengar ucapan suamiku.
"Oh begitu ya mas, kenapa mas memaksakan diri kalau Orangtua mas tidak merestui pernikahan kita, harusnya mas bicara terus terang, Halimah pasti mengerti, ucapku.
"Sudah jangan dipikirkan lagi, biar mas yang urus semuanya, yang penting turuti saja aturan nya, mas lelah mau istirahat, ucap suamiku.
Sejak malam itu, suamiku semakin tidak banyak bicara, sehari-hari aku tetap beraktivitas seperti biasa, para pelayan pun, tidak banyak bicara saat berpapasan hendak ke pasar, mereka diam akupun diam, bahkan ada pelayan yang berbicara dengan menyinggung ku, mereka bilang aku Upik Abu atau Cinderella, aku cuek saja.
Seminggu sebelum Kenziro berulang tahun, aku bicarakan dengan Mas Panji, tapi dia menanggapi dengan datar dan memberikan ku uang 100 juta.
"Mas, apa perlu kita rayakan ulangtahun Kenziro? Tanyaku.
"Kamu atur saja, mas tidak ada waktu, sudah mas transfer uang untuk kalian berdua, terserah kalian berdua mau belanja apa, ucap Mas Panji dan langsung turun tanpa sarapan.
Aku yang penasaran, akhirnya turun lewat tangga biasa, Kenziro tidak aku bawa, akhirnya aku mendengar suara ibu mertuaku, yang memerintahkan suamiku agar segera menceraikan aku.
"Ia ma, nanti aku ceraikan dia, lagian Areta belum pulang dari luar negeri, jawab suamiku yang membuatku meneteskan air mata.
"Makanya, ibu sudah bilang, jangan menikahinya, kamu lihat kakek dan nenekmu tidak pernah lagi datang kerumah kita,karena jijik dengan orang kampung itu, ucap ibu mertuaku.
"Panji, sebelum kamu menceraikan wanita kampung itu, ayah mau kamu menghapus nama Mahesa, ayah tidak mau, ada masalah di kemudian hari.
Kamu bertaruh dengan sepupumu tapi kamu kelewatan, hingga menikah segala, untung wanita itu tidak minta pesta di kota, kadi belum ada yang tahu kalau kamu sudah menikah.
Ayah kasih waktu kamu hingga hari Minggu, ucap ayah mertuaku.
Dek, kami semua setuju dengan omongan ayah dan ibu, jangan mencoreng nama keluarga kita gara-gara gadis kampung itu, ucap Pangky anak kakak tertua suamiku.
"Ia mas, jujur saja, ini semua karena taruhan ku dengan sepupu, memang aku menang 150 milyar, tapi aku juga terkekang, selama di Bandung.
Tapi baiklah, toh taruhan berlanjut, aku sudah melewati batas taruhan, 1.3 tahun, pernikahan minimal jika aku bertahan, maka dia akan berikan 100 milyar lagi, sedangkan Halimah aku hanya berikan setiap bulan 100 juta saja, berarti aku masih untung banyak, ucap suamiku tanpa beban.
Aku bertahan, dan terus merekam pembicaraan mereka, hingga selesai dan aku naik lagi ke ruangan ku.
Aku Sudah siap hari Minggu akan di ceraikan oleh Suamiku, aku cek uangku, ternyata ada 800 juta, uang bulanan ku ada hampir 2 milyar selama hampir 2 tahun pernikahan, belanja harian ada 200 jutaan, cukup bagiku untuk melanjutkan hidup.
Aku ke pasar seperti biasa, belanja bahan makanan, aku tetap memasak, seolah tidak tahu apa-apa, Suamiku sudah tidak pernah makan lagi masakan ku, jadi aku cuek, toh tinggal beberapa hari, bajuku sebagian sudah sudah ku masukkan ke dalam koper, perhiasan yang ku beli juga sudah ku masukkan.
Aku berselancar di dunia maya, aku tidak ingin pulang kampung, sudah ku putuskan akan berjuang sendiri membesarkan Putraku.
Di kedai Bakso di pasar, ada beberapa orang bercerita soal pengalaman mereka, bahwa jika ingin bertahan hidup, datanglah ke pasar, kita bisa jadi kuli atau bekerja di kios sebagai pembersih sayur atau tukang bersih ikan, intinya di pasar apapun bisa jadi uang.
Aku ketik pasar daerah Jakarta Barat, aku mendapatkan banyak tempat, tapi ada pasar yang paling ramai, di kelilingi banyak kompleks perumahan menengah, mujurnya ada beberapa kios yang di tawarkan secara on-line.
Aku baca dan lihat cara bayar, ternyata bisa per 6 bulan, aku lihat lokasinya berada di deretan bagian sayuran dan daging sapi serta daging ayam.
Dengan cepat aku menghubungi nomor telpon yang tersedia dan akhirnya perantara yang tertera dalam aplikasi itu menyetujui bahwa hari Senin, bertemu asalkan aku berikan booking 1 bulan sewa, dan admin Aplikasi, kemudian aku transfer, Pihkanya meminta agar aku menunggu 3 jam nanti dia dia kan foto lokasinya dan mengirimkannya padaku, aku minta lewat email saja.
Tidak sampai disitu, aku juga mencari rumah di sekitar pasar itu, dan aku dapat, rumah cukup bagus dengan harga 2 juta sebulan, aku telpon nomor yang tertera dan ternyata langsung ke pemiliknya, aku minta di pasang kan AC, nanti aku yang bayar pembelian dan ongkos pasangnya.
Setelah aku kirim uangnya, pada sore hari foto nya dikirim bahwa AC sudah terpasang, kasur juga sudah mereka belikan, semuanya aku yang bayar, karena mereka menyewakan rumah itu kosongan, aku berterima kasih karena mereka sudah membantuku.
Aku ke supermarket, dan membeli 2 koper lagi, pelayan bingung, tapi aku cuek saja, lagian tidak ada satupun pelayan yang menjadi temanku.
Hari-hari berlanjut, aku mempelajari situasi pasar, dan akun juga berkeliling pasar di tempat aku berbelanja, apa saja kutanyakan, aku lihat bagaimana orang berjualan sayur, bahkan aku lihat ada yang membersihkan' sayur, bawang dan juga cabai yang baru datang.
Penjualan on-line ku terus meningkat, yang paling laris mukena, sajadah hingga pakaian dalam, dan pakaian anak-anak, sebulan aku bisa untung 8 juta bersih.
Dengan itu saja aku sudah bisa hidup dengan Kenziro, kemudian aku lanjut dengan persiapan ku saat di ceraikan, aku datang ke kios daging ayam tempat langganan ku, aku minta alamatnya, dan dia memberikannya, aku sudah bercerita dengannya, bahwa nanti jika surat dari pengadilan agama datang atau apapun tolong di terima dan beritahukan kepada saya, ibu itu dengan ikhlas mengatakan dia pasti menolongku.
Hari adalah hari Sabtu, Kenziro berulang Tahun yang kedua, Suamiku pergi entah ke mana, jadi aku pergi bersama mobilku ke Mall.
"Mas boleh aku minta uang, soalnya Uang yang kemarin terlanjur aku pinjamkan kepada saudara Sepupuku, ucap ku.
Suamiku tidak marah, dia mentransfer uang lebih besar lagi, 250 juta.
"Dek, ini hadiah untuk Kenziro, aku transfer 1.5 milyar, kami tabung, takutnya suatu saat bisnis sedang sepi, sedangkan Kenziro butuh uang, ucap mas Panji.
"Tanggung mas kalau segitu, mendingan 2.5 milyar, bunganya lebih Besar, bagaimana mas, tanyaku.
"Baiklah, itu sudah ku transfer, dan uang bulanan mu, mas transfer untuk beberapa bulan ke depan, karena mas akan lebih sibuk beberapa bulan ke depan nya, juga belanja harian kita, gunakan baik-baik, mas percaya sama kamu dek, ucap Panji
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!