Di sebuah kamar yang terlihat seperti gudang dengan tumpukan barang-barang bekas nampak seorang gadis termenung menatap jendela dari kursi yang ia duduki, hujan yang turun sejak pagi membuat wanita itu enggan keluar hanya untuk sekedar menyapa anggota keluarganya. Sebenarnya ia ingin melakukannya tapi keberadaannya di rumah tersebut seperti tak terlihat oleh mereka.
Ting
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya dan gadis yang bernama Karin Kusuma itu pun segera membuka layar ponsel yang sejak tadi di pegangnya, senyumnya langsung mengembang ketika melihat sebuah pesan yang baru saja ia terima. Kemudian wanita itu segera beranjak, mengambil tasnya di atas nakas lantas berlalu keluar dari kamarnya yang berada di ruangan paling belakang rumah mewah yang ia tempati saat ini.
Saat baru menutup pintu kamarnya Karin tak sengaja mendengar perdebatan dari ruang tamu hingga membuatnya seketika mengintip dari balik tembok untuk mencuri dengar apa yang sebenarnya terjadi, rupanya kedua orang tuanya dan juga saudara tirinya yang sedang bersitegang. Entah apa yang terjadi karena tak biasanya perdebatan terjadi di antara mereka.
"Aku tidak ingin menikah dengan pria miskin tak punya apa-apa itu Ma, aku sudah memiliki kekasih yang jauh lebih tampan dan juga kaya raya." Seorang wanita cantik nampak menolak mentah-mentah ide perjodohan yang baru saja di utarakan oleh sang ayah.
''Tapi ini demi perusahaan kita nak, karena tuan Suarez akan membantu jika anak tertua keluarga kita menikah dengan cucu angkatnya.'' Bujuk seorang pria paruh baya dengan wajah memohon menatap putri pertamanya tersebut.
''Memang apa yang bisa di harapkan dari pria itu, Pa? Dia bahkan tak diinginkan oleh keluarga tuan Suarez sendiri. Aku yakin mereka rela mengeluarkan banyak uang untuk kita demi bisa menyingkirkannya, karena aku mendengar gosip jika saat ini sedang ada perebutan warisan di dalam keluarga besar Suarez.'' Tolak gadis cantik bernama Risa Kusuma itu, putri pertama keluarga Kusuma.
''Benar kata putri kita, pa. Mama juga tidak ingin pria itu akan menjadi beban kita nanti, dia hanya seorang pria pengangguran tak berguna yang menjadi benalu di keluarga Suarez.'' Nyonya Kusuma sang ibu pun ikut menimpali, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik berkat perawatan mahalnya tersebut langsung menyetujui perkataan putri kesayangannya.
Sang suami pun nampak frustrasi karena sejak mantan calon menantu dari putri keduanya mencabut seluruh investasinya membuat perusahaannya kembali gulung tikar dan berada di ambang kehancuran. Kini pria paruh baya tersebut harus mencari cara agar perusahaannya tetap berjalan demi kelangsungan hidup keluarganya serta untuk memenuhi gaya hidup istri dan anak pertamanya itu yang kelewat glamour.
''Tapi kita tidak punya cara lain selain menuruti kemauan tuan Suarez, karena saat ini hanya beliau yang bisa membantu kita keluar dari masalah ini.'' Tegas pria itu yang tak memiliki cara lain lagi, karena hanya pria tua itu yang mau membantunya tanpa berhutang. Meskipun ia harus merelakan putrinya tersebut di persunting oleh seorang pria yang selama ini terkenal tak berguna bahkan dari kabar yang ia dengar pria tersebut adalah seorang preman, pantas saja dia akan di singkirkan oleh keluarga Suarez karena memang tak memberikan manfaat yang berarti. Membayangkan hal itu membuat pak Kusuma nampak bergidik ngeri, bagamaina mungkin ia memiliki menantu seperti itu dan akan di taruh di mana nama baik keluarganya nanti.
''Aku punya ide.'' Tiba-tiba Risa memotong perkataan ayahnya tersebut hingga membuat mereka semua langsung menatapnya dengan wajah penuh harap.
''Katakan nak, apa idemu itu ?'' Nyonya Kusuma nampak penasaran karena ia tahu putrinya itu pasti memiliki ide yang tentunya akan menguntungkan bagi dia dan dirinya.
Risa nampak tersenyum licik menatap ibunya tersebut. ''Bagaimana jika Karin saja yang menikah dengan pria itu ?'' Ucapnya seraya menatap kedua orang tuanya bergantian.
Tentu saja nyonya Kusuma langsung setuju karena ia tidak ingin putri kandungnya itu yang mengalami penderitaan dan lebih baik anak tirinya saja yang menggantikan perjodohan itu.
Karin yang sejak tadi bersembunyi di balik tembok nampak terkejut mendengar ide saudara tirinya tersebut, bagaimana bisa mereka tega melakukan itu di saat luka di hatinya masih basah akibat gagalnya rencana pernikahannya sebelumnya.
''Tapi tuan Suarez menginginkan putri pertama keluarga kita yang menjadi menantunya.'' Terang sang ayah yang terlihat gusar jika rencana perjodohan ini akan gagal.
Mendengar itu tentu Risa langsung naik pitam, ia sudah memiliki kekasih yang tampan dan juga kaya raya. Meskipun kekasihnya bukan pemilik perusahaan tapi saat ini pria itu adalah seorang direktur di sebuah perusahaan asing ternama di kotanya.
"Tapi aku tetap tidak mau Pa, aku mencintai Daniel dan hanya dia satu-satunya pria yang bisa membuatku bahagia." Risa nampak mengiba menatap ayahnya tersebut dengan air mata mulai mengalir membasahi pipinya.
"Pa, kasihan putri kita Pa. Lagipula apa bedanya putri pertama dan kedua karena mereka hanya berbeda beberapa bulan saja. Karin juga sedang tidak menjalin hubungan dengan siapa pun saat ini, daripada dia terus menjadi beban keluarga kenapa tidak menikah saja dengan pria itu." Nyonya Kusuma kembali membujuk sang suami, rasanya tidak tega melihat putri kesayangannya bersedih seperti itu. Tentu saja hanya Risa yang ia anggap sebagai satu-satunya putrinya karena lahir dari rahimnya. Sedangkan Karin hanya anak tiri pembawa sial bagi keluarganya.
Pak Kusuma nampak menghela napasnya dengan berat, kemudian pria itu mengangguk kecil. "Nanti akan ku coba untuk berbicara pada tuan Suarez." Ucapnya kemudian.
Karin yang mendengar itu pun langsung mengggeleng cepat, lantas segera berlalu mendekat dengan bantuan sebuah tongkat yang menopang tubuhnya mengingat kakinya masih terasa sakit akibat kecelakaan sebulan yang lalu. Sebelumnya gadis itu berusaha menabrakkan dirinya setelah pernikahannya gagal dan keluarganya terus menerus menyalahkannya.
"Aku tidak mau Pa, apa papa tega memintaku menikahi pria asing yang tak ku kenal? Bagaimana jika dia bukan pria baik ?" Ucapnya melayangkan protes.
"Halah Kaizar yang kamu kenal dengan baik pun tega meninggalkan mu di hari pernikahan kalian, jadi lebih baik kamu terima lamaran cucu angkat tuan Suarez daripada perusahaan papamu bangkrut." Potong nyonya Kusuma yang nampak geram mendengar penolakan anak tirinya tersebut.
"Benar Karin, hanya kamu yang bisa membantu papa saat ini dan kamu tidak maukan perusahaan mendiang mamamu bangkrut tak bersisa ?" Sang ayah pun ikut membujuk karena ia tahu kelemahan putrinya itu adalah mendiang ibunya.
Dahulu ia memang membangun perusahaan dari nol bersama istri pertamanya tersebut dan saat sukses ia tergoda dengan pesona wanita yang kini menjadi istri keduanya itu, ia masih mengingat ketika wanita selingkuhannya itu hamil di saat istrinya juga sedang hamil hingga pada akhirnya penghianatannya pun terbongkar dan membuat istri yang berjuang bersama-sama dari bawah tiba-tiba meninggal karena serangan jantung.
"Aku tetap tidak mau dan perusahaan adalah tanggung jawab papa bukan aku." Tegas Karin bersikeras menolak perjodohan tersebut, kemudian wanita itu berlalu pergi dari sana.
"Tunggu Karin, tidak sopan meninggalkan orang tua yang sedang berbicara !!" Teriak nyonya Kusuma namun gadis itu tak mengindahkannya.
"Putrimu benar-benar tak berguna." Ucapnya seraya menatap kesal suaminya.
Sore itu Karin mengendarai mobil bututnya menuju sebuah cafe untuk bertemu dengan sahabatnya, sejak dirinya sakit dan tak lagi bekerja hari-harinya ia habiskan hanya di dalam kamar dan sesekali keluar jika merasa bosan. Meskipun sebenarnya ia tak betah di rumah tapi ada banyak barang-barang peninggalan mendiang ibunya yang harus ia jaga, bahkan wanita itu rela menyulap gudang menjadi kamarnya demi bisa menyelamatkan satu-satunya kenangan mereka.
Terdengar bodoh memang, tapi sejak pernikahannya batal ibu tirinya itu menjadi sangat emosional dengan apapun yang berhubungan dengannya bahkan wanita itu mengancam akan membuang semua barang-barang milik mendiang ibunya.
Apa pernikahan akan menjadi solusi baginya? Entahlah, bahkan pria yang akan di jodohkan dengannya katanya adalah seorang preman. Bisa jadi ia keluar dari kandang harimau dan masuk ke dalam sarang buaya, tak ada pilihan yang bagus.
"Hai, kenapa bengong ?"
Tiba-tiba seseorang yang baru datang menepuk punggungnya hingga membuat Karin langsung menoleh dan sontak mengulas senyumnya. "Aku sedang melihat hujan." Sahutnya beralasan padahal sejak tadi kepala gadis itu penuh sekali dengan berbagai pikiran.
"Hujan kok di lihat, lihat itu pria-pria tampan biar mata dan pikiran makin segar." Seloroh Amel sang sahabat sembari menghempaskan bobot tubuhnya di kursi depan wanita itu.
"Ngomong-ngomong jadi benar kamu tidur di gudang saat ini ?" Tanyanya ingin tahu keadaan temannya itu.
"Begitulah, tapi sudah ku bersihkan dengan bibik jadi sekarang sudah layak untuk di tinggali." Karin mengangguk kecil, sedikit pun tak ada rasa kecewa di wajahnya meskipun keadilan sedang tak berpihak padanya.
"Bukan masalah bersih dan tidaknya Rin, aku heran saja sama kamu. Lagipula barang-barang ibumu kan sudah kuno dan juga rusak jadi untuk apa kamu pertahankan sampai merendahkan dirimu seperti itu ?" Amel nampak gemas sekaligus kesal dengan sahabatnya tersebut.
"Mungkin bagi anak sepertimu yang sejak kecil memiliki keluarga utuh itu bukan hal yang penting tapi bagiku hanya itu satu-satunya barang paling berharga, bisa melihat barang-barang mama dan juga foto-foto kami dahulu membuatku sangat bahagia dan tak lagi merasa kesepian. Kecuali..." Karin nampak menjeda ucapannya untuk menghela napasnya yang sejak tadi menyesakkan dada.
"Kecuali ?" Ulang Amel yang nampak penasaran saat sahabatnya tak kunjung melanjutkan perkataannya.
"Aku sudah menemukan seseorang yang ku cintai dan juga mencintaiku, tapi jika tidak aku akan tetap hidup seperti ini dan saat sudah kerja nanti aku akan menyicil rumah yang sedikit luas lalu memindahkan barang-barang mama kesana." Sahut Karin, selanjutnya tatapannya nampak kosong karena ia tidak tahu apakah Tuhan masih menakdirkannya untuk bahagia setelah gagalnya pernikahannya dulu.
"Kamu masih belum bisa melupakan Kaizar? Ayolah Rin, kamu itu sangat cantik dan pria mana yang tak tertarik padamu? Sekarang lihatnya ada banyak pria di sini yang mencuri pandang padamu." Amel nampak meminta sahabatnya itu untuk mengedarkan pandangannya dan dengan polosnya Karin pun mengikutinya.
Beberapa pria memang terlihat mencuri pandang padanya tapi ia rasa itu hal biasa saat berada di tempat umum lantas pandangannya berhenti tepat pada seorang pria yang duduk di ujung ruangan. Pria dewasa bertubuh kekar yang di balut dengan jas mewahnya terlihat paling mempesona di antara pengunjung cafe di sana, namun Karin langsung membuang pandangannya meskipun ia tak tahu pria itu juga menatapnya dari balik kacamata hitamnya atau tidak.
Baginya pria-pria kaya dan tampan seperti itu hanya bisa mempermainkan wanita dan ia takkan tergoda lagi, apalagi hingga kini ia belum bisa melupakan mantan kekasihnya tersebut. Entah sampai kapan pria itu akan memenuhi seluruh ruang hatinya.
"Rin, itu bukannya kakak tirimu ?" Amel tiba-tiba menggerakkan dagunya ke arah sepasang kekasih yang baru saja masuk lalu mereka mengambil tempat paling pojok yang kebetulan masih sepi.
"Biarkan saja." Karin tak begitu peduli, sudah biasa mereka pura-pura saling tidak kenal saat berada di luar rumah. Tak menampik wajah Karin yang lebih cantik membuat kakak tirinya itu selalu merasa iri dan tak ingin dekat dengannya di mana pun itu.
"Siapa tahu dia mau bayarin kita." Seloroh Amel sembari tertawa kecil, namun Karin tak lagi menanggapi karena itu hal mustahil. Jadi lebih baik ia fokus dengan makanannya karena sejak tadi menahan lapar, meskipun ia tinggal di rumah mewah ibu tirinya itu sangatlah pelit dan ia sering kelaparan karena tidak ada makanan.
''Rin, kamu sadar nggak sih jika pria itu sejak tadi memperhatikanmu.'' Ucap Amel lagi seraya melirik ke arah pria berjas yang duduk tak jauh dari meja kakak tiri sahabatnya itu berada.
Karin kembali menoleh untuk melihat, namun pandangannya justru fokus pada sang kakak yang terlihat sedang berciuman dengan kekasihnya. Tak bisakah mereka melakukannya di tempat sepi saja, benar-benar tak tahu malu pikirnya.
Daniel, kekasih kakaknya pun nampak mengedipkan sebelah matanya ketika tatapannya bertemu dengan calon adik iparnya tersebut dan itu membuat Karin langsung membuang muka. Dari dulu ia memang kurang menyukai pria itu karena tatapannya yang nakal membuat Karin merasa di lecehkan.
Kemudian wanita itu kembali fokus menatap makanannya yang masih tersisa setengah, namun tiba-tiba suara deheman nyaring menghampiri mejanya dan mau tak mau wanita itu langsung mengangkat wajahnya.
"Tidak bisakah jika kamu tak terus mengikutiku ?" Ejek Risa dengan kedua tangannya terlipat di dada menatap adik tirinya tersebut.
"Aku sudah ada di sini sebelum kamu datang." Sahut Karin acuh lantas kembali menyuapkan satu sendok makanannya ke dalam mulut.
"Jika aku datang kamu pergi dong, atau jangan-jangan kamu memang sengaja cari muka untuk menggoda kekasihku ?" Sinis Risa tak terima.
Karin langsung tersenyum mengejek. "Memang spesial apa kekasihmu itu? Bahkan di kasih gratis pun aku tidak akan mau." Ucapnya menatap remeh saudara tirinya itu dan tentu saja itu membuat Risa langsung naik pitam lantas mengambil piring di hadapan adiknya tersebut lalu membuangnya ke lantai.
"Risa apa yang kamu lakukan ?" Karin pun langsung beranjak untuk melayangkan protes.
"Itu akibatnya kamu merendahkan kekasihku, dia seorang direktur sedangkan kamu siapa hah ?" Ucap Risa dengan wajah angkuhnya.
Karin nampak membuang napasnya kesal, rasanya malu sekali harus bertengkar dengan saudaranya itu di tempat umum.
"Sekarang pungut lah karena memang itu yang pantas kamu lakukan !!" Perintah Risa tak punya hati.
Karin yang malas keributan mereka semakin besar dan menjadi tontonan banyak orang pun nampak melakukan apa yang di perintahkan sang kakak, lantas membungkukkan badannya untuk membersihkan sisa makanannya yang tumpah di atas lantai. Namun tiba-tiba tangan seseorang menahannya hingga membuat wanita itu langsung menoleh.
"Bangkitlah !!"
Perintah seorang pria saat Karin hendak memungut sisa makanannya di atas lantai hingga membuat gadis itu langsung mengangkat wajahnya, nampak pria asing menatapnya datar dengan pandangan dingin. Namun Karin tak mengindahkannya lagipula ini urusan keluarganya jadi orang lain tak perlu ikut campur.
"Apa pendengaranmu sedang rusak ?" Ucap pria itu lagi seraya memegang pergelangan tangan Karin yang hendak memungut pecahan piring yang berceceran di atas lantai.
"Saya bilang, bangunlah !!" Imbuhnya lagi dan kali ini terdengar sangat mengintimidasi hingga membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa ketakutan, Karin mau tak mau beranjak bangun dan membiarkan pecahan piringnya masih berserakan di sekitar kakinya.
"Kamu yang menumpahkannya, bukan ?" Pria itu pun beralih menatap ke arah Risa yang berdiri tak jauh darinya.
"Bersihkan sekarang juga !!" Perintahnya kemudian hingga membuat Risa nampak terkejut di buatnya.
Siapa pria itu berani sekali memerintahnya? Di lihat dari penampilannya seperti bukan pria sembarangan. Tubuhnya yang kekar di balut oleh jas mewah, wajahnya begitu tampan dengan kedua mata di bingkai kacamata hitam merek ternama.
Hanya dengan melihatnya saja Risa seperti terhipnotis hingga tanpa sadar wanita itu membungkukkan badannya untuk membersihkan sisa-sisa makanan dan juga bekas pecahan piring hasil perbuatannya tadi. Melihat itu tentu saja Karin nampak terhenyak namun keterkejutannya belum usai, tiba-tiba sebuah kalimat sukses membuatnya naik pitam.
"Percuma cantik jika bodoh." Ucap pria asing tersebut menatapnya lantas berlalu pergi dari hadapannya.
"A-apa yang dia katakan tadi ?" Karin nampak tak percaya dengan apa yang ia dengar.
Sementara Amel sang sahabat langsung tertawa lepas. "Kali ini aku setuju dengan perkataannya, kamu memang cantik tapi bodoh." Ucapnya ikut mengejek dan itu membuat Karin menatapnya kesal, tapi wanita itu langsung menarik sahabatnya itu pergi sebelum kakak tirinya menyadari dan kembali membuat keributan.
Mereka nampak berjalan cepat meninggalkan cafe tersebut tak peduli teriakan Risa begitu memekikkan telinga.
"Karin !!"
Karin yang berjalan dengan bantuan tongkatnya pun terlihat susah payah mengejar langkah sang sahabat dan kini mereka pun berhasil masuk ke dalam mobilnya.
"Astaga, kita belum membayar makanannya." Gerutu Karin setelah mobil yang di kemudikannya membelah jalanan sore itu.
"Biarkan saja, kapan lagi kita di traktir sama kakakmu yang seperti lampir itu." Amel nampak tak berhenti mengolok kakak dari sahabatnya itu, sepertinya melakukan hal itu adalah kebahagiaan tersendiri baginya.
"Mau seperti apapun dia tetap kakakku, ada darah ayahku mengalir di tubuhnya." Timpal Karin menanggapi.
Amel langsung menoleh menatapnya. "Kamu yakin dia kakakmu? Wajahnya saja tak ada mirip-miripnya dengan ayahmu." Celetuk gadis itu begitu saja.
Karin hanya menggeleng kecil, baginya sudah biasa menghadapi kelakuan sahabatnya yang cenderung ceplas ceplos itu meskipun sejak dulu ia juga masih tak percaya tiba-tiba ayahnya membawa Risa dan ibunya ke rumah lalu menyuruhnya untuk mengakuinya sebagai saudara.
"Oh ya Rin, ngomong-ngomong siapa pria tadi? Selain tampan auranya itu loh bikin bulu kudukku merinding." Amel yang baru mengingat keberadaan pria asing tersebut langsung mengutarakan pikirannya.
"Kamu kira dia setan." Cibir Karin yang menganggap sahabatnya terlalu lebay.
"Tapi kalau setannya dia aku pasrah sih di apa-apain, habisnya pesonanya itu loh sangat maskulin dan juga macho. Dia benar-benar seperti lelaki yang ada di film-film yang ku tonton, selain tampan tubuhnya juga sangat kekar. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan wanita yang tidur seranjang dengannya." Amel nampak senyum-senyum sendiri dan Karin langsung menyentil kepalanya hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Dasar mesum." Cibirnya.
"Astaga, sakit Rin. Ngomong-ngomong kamu tahu siapa dia ?" Ucapnya seraya menggosok kulit kepalanya dengan tangan.
"Entahlah, dia pria yang sangat tidak sopan dan sedikit menakutkan." Sahut Karin dengan pandangan kosong ke depan, aura pria itu memang membuatnya sedikit takut. Tatapannya tajam dan dingin, perkataannya yang keluar dari bibirnya pun sangatlah pedas.
"Tapi dia sangat tampan Rin dan sejak kita datang dia terus memperhatikanmu, jangan-jangan dia malaikat yang di kirim Tuhan untuk menyelamatkan mu dari para nenek lampir itu." Amel begitu antusias berkata.
Sedangkan Karin hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya tersebut. Malaikat? Tentu saja malaikat pencabut nyawa, gerutunya dalam hati.
Hingga malam hari Karin masih betah bermain bersama dengan sang sahabat, karena pulang cepat atau lambat pun ibunya pasti akan memarahinya habis-habisan setelah mendapatkan aduan dari sang kakak.
Jarum jam telah menunjukkan pukul 10 malam dan gadis itu pun baru menginjakkan kakinya di rumah, kemudian membuka pintunya pelan lantas melangkahkan kakinya dengan perlahan meskipun suara yang di timbulkan oleh tongkatnya masih terdengar jelas.
"Bagus ya, jam segini baru pulang. Kamu itu anak gadis mau jadi apa jika pergaulanmu begitu bebas." Cibir sang ibu tiri yang baru keluar dari kamarnya.
"Aku tidak kemana-mana kok ma, cuma di rumah Amel saja." Sahut Karin jujur, tadi sore setelah kembali dari restoran gadis itu ikut sahabatnya pulang ke rumahnya bahkan ia juga ingin menginap di sana tapi ibu dan ayahnya pasti akan murka.
"Halah alasan saja, contoh itu kakakmu yang pulang selalu lebih awal. Dia tidak pernah aneh-aneh makanya hubungannya sama Daniel langgeng." Cibir sang ibu dengan membanggakan anak kandungnya.
Karin mengangguk kecil. "Iya, ma." Ucapnya patuh, seandainya ia menceritakan kelakuan kakaknya di luar entah apa reaksi ibu tirinya tersebut bahkan ia pernah melihat kakaknya beberapa kali masuk hotel bersama kekasihnya. Tidak mungkin mereka di sana hanya duduk-duduk saja, bagaimana pun juga mereka dua orang dewasa yang pasti akan melakukan lebih dari sekedar di restoran tadi.
Karin segera berlalu ke kamarnya setelah ibunya itu pergi, sepertinya sang kakak tidak mengadu karena wanita itu tak membahasnya dan itu membuatnya lega.
"Tunggu !!"
Tiba-tiba seseorang memanggilnya hingga membuat Karin yang hendak membuka pintu kamarnya langsung menoleh, terlihat kakaknya nampak berdiri di ujung tembok dengan tangan terlipat di depan dada.
"Aku tidak mengadukan mu pada mama bukan karena aku memaafkan perbuatanmu di cafe tadi." Ucap Risa dengan angkuh.
"Aku tidak melakukan apapun tadi, bukankah kamu yang menjatuhkan piring itu." Sahut Karin dengan santai.
"Lupakan kejadian itu, aku ingin tahu. Siapa pria di restoran tadi ?" Tanya Risa seraya melangkah mendekat setelah memastikan tak ada orang di sekitar mereka.
"Pria siapa ?" Karin tak mengerti karena banyak sekali pria yang ada di sana.
"Tentu saja pria berjas tadi, dia bukan kekasihmu yang baru kan ?" Tanya Risa dengan pandangan penuh selidik menatap adik tirinya tersebut.
"Aku tidak tahu, mungkin hanya pengunjung biasa." Karin langsung mengedikkan bahunya.
"Dasar tak bisa di andalkan." Risa langsung bersungut-sungut lantas berlalu dari hadapan gadis itu, namun baru beberapa langkah ia kembali berbalik badan.
"Awas saja jika kamu mengadu pada papa jika pernah melihatku pergi ke hotel bersama Daniel, karena aku pasti akan membuatmu sengsara." Ancamnya lantas berlalu pergi dari sana, wanita itu nampak lega karena rupanya adik tirinya itu pun tak mengetahui pria tampan di restoran tadi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!