Keadaan kamar ku saat ini sedang sangat kacau. Ibu ku sedari tadi sibuk memilih pakaian yang akan ku bawa liburan dan memasukkannya ke koper hijau tua milik ku. sudah berkali-kali ku katakan untuk jangan terlalu banyak memasukkan pakaian dan barang-barang kedalam koper, takut malah tidak akan muat untuk hal penting lainnya.
"sudah, Bu?" tanya ku untuk yang ke seribu kali kepada ibu ku yang masih saja tidak selesai berkutat didepan lemari dan koper milikku.
"Belum". Sahut ibu tanpa menoleh sedikit pun ke arah ku.
Aku memutar bola mataku kekiri tanda jengah, entah akan sampai pukul berapa ibu akan tetap berada di depan lemari tua yang kayunya sudah sedikit lapuk. Jam sudah menunjukkan pukul 01.38 Malam, rasanya peri-peri kecil itu sudah bergelantungan di bulu mata ku. berat sekali.
Aku membalik tubuhku dengan malas, "oh ayolah, Bu. aku harus berangkat pagi sekali besok, apa ibu mau aku tertidur pulas di sepanjang perjalanan?" rengek ku tak henti-hentinya.
Ibu memutar tubuhnya kearah ku, yang tadinya ia membelakangi ku sekarang sudah sepenuhnya mengarah ke pada ku. "aku tidak ingin sesampainya disana kamu malah kekurangan barang mu!" sahut ibu kesal.
Iya, ini memang yang pertama sekali untukku berpergian jauh tanpanya. jadi, wajar memang jika ibu sangat kepikiran dengan keadaan ku disana besok. Tapi tidak harus membawa dua koper seperti ini juga. Toh, aku hanya akan menginap tiga hari disana.
"terserah ibu saja, aku mengantuk". Ucapku akhirnya kemudian memejamkan mataku membiarkan ibu terus berkutat pada pakaian ku.
----
"Fiona, bangunlah!"
Samar-samar terdengar suara ibu ku dengan tubuhku yang sedikit berguncang, berat sekali rasanya membuka mata.
"Fiona! Kau harus segera bersiap dan berangkat!" Nada suara ibu ku sudah terdengar sangat kesal.
"Fiona! Kau akan segera ketinggalan kereta!"
Aku refleks membuka mataku sepenuhnya. Astaga! Bagaimana bisa aku melupakannya!
Segera aku bangkit dari tidurku kemudian meraih handuk yang terletak di belakang pintu kamar kemudian berlari menuruni anak tangga untuk mandi. Ya, kamar mandi di rumahku memang hanya satu itupun terletak dibawah. Jadi, untuk mandi aku harus menuruni sembilan anak tangga terlebih dahulu.
setelah selesai dengan ritual mandi ku, aku segera kembali ke kamarku yang terletak di lantai atas. Ku raih pakaian yang sudah di persiapkan ibuku di atas tempat tidurku untuk ku kenakan. Kalau kalian berpikir aku anak manja, ya memang. tapi biasanya aku menyiapkan pakaian ku sendiri, kali ini karena aku sudah kesiangan.
Pilihan ibuku kali ini adalah jeans coklat tua yang sering ku kenakan, di padu padankan dengan baju musim dingin yang cukup tebal juga syal berwarna coklat susu tak lupa pula kaus kaki dan boots hitam. Ya, Disini memang sedang musim salju.
"dimana koper ku?" tanya ku pada diri sendiri karena tidak melihat keberadaan koperku di dalam kamar.
Aku bergegas turun kebawah, "Bu, Dimana ibu letakkan koper Fiona?" tanyaku sembari menuruni anak tangga terakhir.
Ibu yang sedang mengoleskan selai strawberry ke roti tawar itu pun menunjuk kearah pintu utama. Mataku mengikuti arah jarinya menunjuk, kemudian kuanggukkan kepalaku saat melihat keberadaan koper ku.
Aku menghampiri ibu kemudian meraih roti yang sudah diolesi selai kemudian melahapnya.
"aku akan merindukan mu, Bu." kupeluk ibuku dengan hangat. Kulihat matanya sedikit berair. "aku tidak akan lama" jelasku yang kemudian dibalas pelukan oleh ibu.
"segera lah berangkat, nanti kau akan ketinggalan kereta". Ucap ibuku menyerahkan tas kecil berisi bekal untuk menemani perjalanan ku.
Aku tersenyum, mengecup pipinya kemudian meraih koperku dan melambai kearahnya.
-----
Hai, perkenalkan nama ku Fiona Cassandra Alexa. Aku merupakan anak tunggal. Ibuku bernama Namira dan ayahku bernama Lemos, namun sayangnya ayahku sudah meninggal tiga tahun silam karena serangan jantung. Kini ibu menjadi orang tua tunggal untuk ku. beberapa kali aku menyuruhnya untuk mencari pengganti ayah, namun ia menolak keras akan hal itu, alasannya karena ia ingin fokus membesarkan ku katanya.
Usia ku baru 22 tahun. Usia yang sangat ideal untuk para gadis. Aku sedang menjalani study di perguruan tinggi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatku tinggal, mengambil jurusan manajemen dan sedang menjalani semester 6.
Saat ini kampus ku sedang libur semester genap, sehingga membuatku memilih untuk berlibur ke desa tempat ibu ku berasal. Bukan tanpa alasan, karena kata paman ku rumah itu akan segera di bongkar karena tanahnya sudah dibeli oleh orang lain. Tadinya ibu ku tidak mengizinkan rumah itu dihancurkan, namun dari pada tidak ditempati lagian keadaan rumah nenek ku itu sudah terbilang parah, penyangga nya sudah tidak kokoh sehingga membuat rumah terlihat miring sebelah.
awalnya ibu ku yang akan pergi ke desa, namun karena beliau sedang tidak enak badan jadi aku lah yang menggantikannya. ibu bilang ada sebuah buku rahasia di rumah itu yang harus di ambil. Entah buku apa, tapi ibu melarang ku untuk membukanya.
tidak terasa akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Ah, aku melihat paman ku melambai didepan rumahnya.
"kau sudah sampai?" tanya paman sembari membantuku mengangkat koper.
Aku mengangguk kegirangan, "bukankah aku terlihat sudah dewasa karena berani berpergian tanpa ibu, paman?" kekeh ku.
Paman mengelus rambutku, "tentu saja!" sahut paman yang ikut terkekeh juga.
"Dimana Elena?" tanyaku. Elena adalah anak perempuan paman. Usianya sama dengan ku.
"didalam kamarnya, panggil saja. Dia pasti terkejut melihat mu datang". Jelas paman yang kemudian berlalu ke dapur, "apa kau sudah makan, Fiona?" tanya paman.
"sudah, ibu membawakan ku bekal." sahutku berlalu masuk kekamar Elena.
Aku membuka pintu kamarnya, ku lihat Elena sedang membaca buku, sepertinya buku novel. Dia terlihat tidak menyadari keberadaan ku. ah, dasar anak ini.
"tidak mau menyapaku, huh?" tanyaku berpura-pura kesal.
Elena terkejut dan refleks duduk. "FIONA!!!" jeritnya kegirangan. Ia memelukku erat sekali, seperti akan membunuhku.
"k-kau ing-in mem-bunuh ku?" tanyaku terbata karena kehabisan oksigen.
Elena melepaskan rangkulannya, "kenapa tidak memberitahu ku jika kau akan kemari? Dimana bibi?" tanya nya.
"pertama, ayahmu yang tidak memberitahu mu. Tentu saja aku telah memberitahu paman saat ingin kesini" jelas ku.
"lalu, dimana bibi?" tanya nya lagi.
Aku menggeleng, "aku sendirian".
Elena membulatkan matanya, "kau berani?"
"tentu saja! Aku sudah dewasa, Elena".
Kami terus bercerita tentang banyak hal, hingga waktu menunjukkan pukul tiga sore. Aku menjelaskan padanya alasan mengapa aku kesini, ia hanya mengangguk dan bersedia menemani ku.
Setelah selesai makan siang, kami memutuskan untuk kerumah tua nenek ku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Elena, namun tempatnya yang jauh dari pemukiman warga.
"kau berani?" tanyaku sebelum Elena berhasil membuka pintu rumah ini. Karena sudah lama kosong, jadi aku sedikit takut.
"tenang lah, tidak akan ada apapun". Sahutnya santai.
Aku mengangguk percaya, Elena berhasil membuka pintu itu kemudian kami masuk kedalam dan disambut oleh debu yang sangat sesak menutupi lantai.
tidak ada barang apapun dirumah ini, elena bilang sebagian barangnya ada yang dijual ada juga yang mereka bawa pulang. Hany tersisa satu almari besar disudut ruang tengah.
"apa ibu mau memberi tahu dimana letak buku itu?" tanya Elena sembari berjalan kearah lemari.
Aku mengikuti langkah Elena dari belakang, Elena ini memang sangat pemberani. "ibu ku bilang buku itu ada di dalam lemari, mungkin ini almari yang dimaksud ibu ku" tunjuk ku pada lemari berukuran besar yang sudah hampir sepenuhnya tertutup sawang laba-laba.
Elena mengangguk kemudian mulai mencoba membuka almari itu, "dikunci". ucap Elena.
"bagaimana?" tanyaku.
Elena meraih sebuah besi panjang yang tergeletak dilantai kemudian bersiap menghantam lemari itu dengan besi yang ia genggam. "minggir, Fiona". Intruksinya, refleks aku mundur beberapa langkah.
BUUGHH!
BUUGHH!
PRANGG!
Terbuka!!
Aku mendekat, "uhuk uhuk" aku terbatuk-batuk karena debu-debu yang berterbangan.
"Kosong"
"Kosong!"
"Kosong?"
Aku mendekat, memastikan bahwa yang Elena katakan itu benar. ku edarkan pandangan ke dalam Almari dan benar saja, Kosong, tidak ada apa pun.
"bagaimana bisa kosong?"
Elena berjalan ke sekeliling lemari, memastikan bahwa buku itu benar-benar tidak ada didalam lemari. "bibi tidak memberi tahu apa isi buku itu? memangnya sepenting apa buku itu sampai-sampai kamu di suruh jauh-jauh kesini hanya untuk buku?" tanya Elena sembari berdiri menyender pada Almari.
Aku mengangkat bahu acuh, "aku juga sudah bertanya seperti itu ke ibu, tapi ibu hanya mengatakan bahwa buku itu sangat penting sampai-sampai aku tidak diizinkan untuk membukanya". Sahutku sembari bersandar pada pinggir lemari.
"jadi, bagaimana? Buku itu tidak ada". Tanya Elena
"ya, mau bagaiman lagi? Bilang saja tidak ketemu". Sahutku. "ya sudah, ayo kembali!" ajak ku kepada Elena.
Elena mengangguk setuju karena keadaan diluar juga sudah gelap, setelahnya kami kembali kerumah Elena.
sesampainya dirumah kami memutuskan untuk membersihkan diri dan makan malam bersama.
"kalian menemukan bukunya?" tanya Paman Glean sembari menyantap hidangan makan malam.
Aku menggeleng, "tidak, paman".
"apa ayah pernah diberi tahu bibi mengenai keberadaan buku itu?" tanya Elena yang sibuk mengunyah.
"Tidak". Jawab paman Glen singkat.
Entah mengapa aku sedikit curiga dengan jawaban paman. Sepertinya dia tahu sesuatu.
Aku tidak ingin mempermasalahkan itu, aku terus fokus menghabiskan makanan di piring ku.
"setelah ini, tidur lah Fiona. Pasti kamu lelah dn butuh istirahat" ucap paman Glean.
Benar saja, tubuh ku rasanya ingin sekali dibaringkan, sepertinya saran paman Glean ada benarnya juga. "iya, paman".
Entah kenapa mataku rasanya sulit sekali terpejam, padahal aku sudah merasa ngantuk sekali. Paman dan Elena sudah tertidur pulas, sedangkan aku masih sulit sekali untuk terpejam. Apa karena tidak terbiasa dengan suasananya? Mungkin saja.
Aku memutuskan untuk keluar dari dalam rumah, menghirup udara malam sebanyak-banyaknya. Siapa tahu setelah ini aku bisa tertidur.
Meong
samar-samar ku dengar suara kucing, tapi entah dari mana asalnya.
Meong
Aku melihat kesana kemari, namun tidak dapat menemukannya "puss, puss" panggilku agar kucing itu keluar dari persembunyiannya.
Meong
ah, itu dia. Kucing putih dengan ekor panjang terlihat berjalan kearah ku. Ku hampiri kucing tersebut kemudian ku angkat ke gendongan ku.
"sedang apa malam-malam begini berkeliaran? Apa pemilik mu tidak kehilangan mu?" tanya ku. Tentu saja kucing itu tidak menjawab. Hanya senang saja saat berbicara dengan seekor kucing.
Kucing itu melompat dari tanganku, turun kebawah kemudian mengelus-elus kan bulunya ke kaki ku. Lucu sekali.
"kamu lapar? Sayangnya aku tidak punya apa pun yang bisa kamu makan". Ucapku sembari berjongkok mengelus kepalanya.
Kucing itu berjalan menjauhi ku, namun saat melihatku masih diposisi semula ia mengeong lagi seakan-akan mengajakku ke suatu tempat.
"kamu ingin aku ikut dengan mu? kemana? aku takut".
Kucing itu terus saja mengeong sehingga mau tidak mau Fiona mengikutinya. Namun, kucing ini masih belum berhenti sampai tiba disebuah rumah kosong yang sore tadi Fiona dan Elena hampiri.
Meong
"apa? Kamu ingin aku masuk? Tidak-tidak". Ucap Fiona, mengikuti seekor kucing malam-malam sendirian sampai kesini saja sudah suatu bentuk kegilaan menurutnya, apalagi masuk kedalam rumah itu? Tidak!!
"maaf, sepertinya aku harus kembali". ucap Fiona sembari melangkahkan kaki ingin meninggalkan kucing itu. Setelah beberapa langkah menjauh dari kucing putih itu, terdengar suara seseorang yang berhasil membuat Fiona menoleh akibat terkejut.
"Kamu yakin tidak ingin mendapatkan buku itu?"
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!