Arlina
Episode 1: Menusuk?
Di sebuah rumah megah nan mewah bak istana kerajaan di Inggris...
Arlina
Mas! Kamu ini tidak pernah jujur sama aku! (membentak sang suami dengan tangis)
Gani
(Terduduk di sofa ruang tengah itu)
Gani
(Menghela nafas dalam-dalam) Aku sudah bilang berapa kali, Lin! Aku tidak ada hubungan apapun dengan Belinda. Sungguh! (Bicara tegas sungguh-sungguh)
Arlina
BOHONG! (PLAK! Menampar keras pipi kiri Gani) Kamu kira aku tidak tahu apa-apa?! Aku dengar rumor di kantormu!
Gani
Arlina! Kenapa kamu lebih percaya gosip daripada suami sendiri?! (Nada kecewa) Aku sungguh-sungguh mencintaimu. Bahkan sejak kau hamil, aku semakin mencintai kamu! (menegaskan)
Arlina
Bohong kamu, Mas! Buaya darat! Nggak tahu diri! (membentak marah-marah. Menangis histeris, memukul-mukul dada bidang Gani)
Gani
Arlina...
Sayangku...(mulai menangis. Menenangkan sang istri)
Arlina
DIAM! (Menjerit keras) Jangan sebut aku begitu kalau masih bohong!
Gani
Arlina! Ingat bayi kita! Ingat anak kita dalam kandunganmu... (nada sedih)
Arlina
Kamu jahat, Mas! JAHAT! (Terus memukul dada bidang Gani)
Gani
Arlina! Cukup! (Balas membentak)
Lalu, keluarlah sang ibu menantu Arlina, Rini, dan neneknya Gani, Habibah. Beliau biasa di panggil Eyang.
Rini
Astaghfirullah! Gani! Arlina! Ada apa ini kalian ribut-ribut? Kalian mau jadi orang tua malah saling bertengkar.
Arlina
Mas Gani yang memulai, Mah! (Berhenti memukul Gani, mendekati Rini) Dia selingkuh dengan sekretaris barunya...(menangis memeluk Rini)
Gani
Itu tidak benar, Mah! Itu semua fitnah di kantor! (membantah keras)
Habibah
Sudah-sudah! Kalian ini! Mau punya anak malah masih saja bertengkar seperti anak kecil. Ayo, saling minta maaf!
Arlina
Dia yang harus minta maaf duluan! (Menunjuk Gani)
Rini
Tak peduli siapa yang memulai dan meminta maaf duluan. Ayo, kalian saling meminta maaf!
Gani
Pokoknya Arlina yang duluan! (Berjalan tegas ke kamar, marah)
Rini
Ya Allah! Gani! (marah membentak Gani)
Gani
(BRAK! Menutup pintu kamar dengan bantingan keras)
Arlina
(Menangis di pelukan Rini) Mamah...
Rini
Sudahlah, Sayang! Nanti Mamah jelaskan baik-baik pada Gani. (Menenangkan Arlina)
Habibah
Iya. Sabar, ya! Istighfar! Tenang! Kasihan bayi dalam kandungan kamu! (lembut mengelus perut besarnya Arlina)
Arlina
(Mengangguk. Menghapus air matanya)
Episode 2: Masalah Baru
Arlina
(Sambil menyajikan makanan di meja makan) Tinggal sup ayamnya...(kembali ke dapur)
Rini
(Datang ke ruang makan dengan Habibah) Arlina! Kamu yang siapkan ini semua?
Arlina
(Datang dari dapur) Iya, Mah! Silahkan duduk! Kita nikmati makannya bersama-sama.
Habibah
Aduh, Arlina! Jangan terlalu sering bekerja! Kamu 'kan udah hamil sebesar itu perutnya. Kasihan bayi kamu sama Gani. (Nada cemas)
Arlina
(Tersenyum lembut) Nggak apa-apa kok, Eyang. Justru harusnya Mamah sama Eyang yang istirahat. Ini kewajibanku sebagai istri dan menantu. Serta...(memeluk Habibah) Cucunya Eyang juga. Untuk membantu.
Habibah
(Tertawa) Ah! Kamu bisa aja, Cantik. Ayo! Ikut makan juga!
Rini
(Ikut tertawa) Iya, Sayang! Kamu bisa aja cerianya. Kami senang kamu bisa ceria lagi.
Arlina
Alhamdulillah! (Tersenyum)
Gani
(Datang dengan dinginnya) Semua udah siap? (nada sedikit datar)
Rini
(Menegur cukup keras) Hus! Gani!
Gani
Udahlah, Mah! Ini urusanku sama dia!
Arlina
(Terdiam biasa. Tak merespon, lalu duduk di kursi untuk ikut makan)
Makan malam pun di mulai. Arlina bercanda tawa bersama Rini dan Habibah. Gani melihatnya hanya dengan senyuman biasa. Dalam hatinya, sebetulnya ia ikut bahagia melihat istrinya yang sedang hamil besar darah-dagingnya itu kembali tersenyum bahagia seperti biasa.
Rini
(Melirik putranya) Gani! Nanti kamu dengar nanti sama Arlina suara cucu Mamah dan Eyang, ya! Supaya kalian akur lagi! (nada gembira)
Gani
(Sedikit terkejut) Mmm...
I, iya, Mah. (mengangguk, tersenyum kecil)
Habibah
Alhamdulillah! Udah usia segini, tapi Eyang masih di kasih kesempatan lihat cucu buyut Eyang nantinya. (Nada riang gembira)
Gani
(Hanya mengangguk tersenyum kecil)
Setelah makan malam, di dalam kamar...
Arlina melihat suaminya yang tengah sibuk kerja dengan laptopnya sendiri. Berjalan mendekati Gani perlahan.
Gani
(Melihat Arlina dengan sedikit cuek, tapi perhatian) Ada apa? (kembali fokus ke laptop)
Arlina
(Terdiam sejenak) Aku...
Mau minta maaf. Tapi, aku harap itu nggak betulan kamu selingkuh, Mas. (Melunak sambil mengusap perutnya yang semakin membengkak besar) Seperti yang kamu bilang, demi anak kita.
Gani
(Menghela nafas dalam-dalam) Ya. Aku udah maafin. Cuman nanti jangan terlalu keras. Aku kaget barusan. Lagian, itu memang gosip. Rumor murahan! Jangan didengar!
Gani
Ya udah. Sini, tiduran!
Arlina tersenyum lembut. Mendekati Gani dan bersandar ke bahu kanannya. Merasakan kehangatan cinta dari Gani.
Besoknya, di ruang kerja Gani di kantor...
Salim
(Asisten pribadi Gani di kantor, sekaligus sahabat Gani) Ini cukup menggiurkan bagi perusahaan kita. Yang ada di Bali meminta kita bekerja sama. Tapi, malah maunya bayaran yang lebih tinggi. (Sambil melihat dokumen datanya)
Gani
Berapa? (Bertanya santai, dingin. Sambil melihat ke jendela besar)
Salim
Mintanya...(melihat datanya baik-baik) 759 juta rupiah.
Gani
(Kaget hebat) WHAT?! 759 juta? Katanya udah sepakat kita hasilkan 589 juta. Naiknya tinggi-tinggi amat! (Menyambar data dari Salim, melihat hasilnya) Ini betulan?! (menatap tak percaya)
Salim
Benar. Aku sudah menghitungnya semalaman. Ini juga sulit di percaya, tapi...
(Terpotong)
Gani
(BRAK! Menggebrak meja) Mereka minta korupsi, ya?! Pastinya ada udang dibalik batu ini. Aku minta segera selesaikan semuanya! Selidiki dengan baik, dan kalau memang korupsi, jangan biarkan mereka lolos! (tegas keras)
Gani kecewa dengan perusahaan kliennya beberapa bulan lalu yang sempat ia ajak kerjasama. Sebuah perusahaan terbesar di provinsi Bali sana.
Gani
(Dalam hati Gani: Tak bisa dibiarkan. Ini benar-benar harus tuntas ke ranah hukum. Perusahaan besarku, anti korupsi! LKAM harus ku pertahankan!)
Episode 3: Parah!
Di rumah Arlina sendiri, yang ada di pusat kota. Mengunjungi ibu dan kakaknya, Alisa, yang belum menikah, setelah dapat izin dari Gani.
Memasuki ruang tamu setelah di sambut hangat.
Ariska
(Duduk sedikit berjauhan dari Arlina) Akhirnya, setelah sekian lama menunggu, Ibu bisa juga melihat putri bungsu Ibu lagi. (Senang sambil duduk) Apalagi, kehamilan kamu sudah sebesar ini.
Arlina
Iya, Bu. (Dalam hati Arlina: Sudah sesenang ini, kenapa masih juga merokok?!)
Arlina
Nggak. Mas Gani lagi sibuk di kantornya.
Ariska
Well, biasa, ya. Seorang Boss besar di gedung pencakar langit.
Arlina
(Dalam hati Arlina: Mulai lagi bicara itu...)
Ariska
Bagaimana mertua kamu? Dan Eyang Habibah juga gimana? Sehat semua? (menyemburkan asap rokok ke samping kirinya)
Arlina
(Mengangguk) Alhamdulillah! Semuanya sehat juga. Titip salam untuk Ibu.
Ariska
Kebetulan kamu datang. Ibu ingin bicara sesuatu denganmu. (Membuang abu rokoknya ke asbak di meja)
Arlina
Ibu mau bicara apa? (Lemah lembut)
Ariska
Ini...(menghela nafas panjang)
Mengenai perusahaan kita. Perusahaan Ibu, hotel Wolf Island. (Menghisap rokoknya lagi)
Arlina
Kenapa memangnya? Mau segera Ibu wariskan ke Kak Alisa? (Dalam hati Arlina: Aku harap, warisan hotel ini Ibu sudah berubah)
Ariska
Bukan. (Nada enteng, santai) Tapi buat kamu. (Buang abu rokok)
Arlina
(Terkejut) Hah?! Ibu! Aku udah bilang untuk...
Ariska
(Memotong ucapan Arlina) Kali ini nggak ada bantahan! Kamu menikah lebih dulu. Dan ini takdir. Jangan ditolak lagi! Urus hotelnya nanti.
Arlina
Ibu! Arlina udah berapa ratus ribu kali bilang, kalau warisan itu nggak bisa sembarangan! (Tegas)
Ariska
Arlina! Tak ada penolakan lagi!
Ariska
Alisa tidak berhak untuk hotel. Dia dapatnya perusahaan WT (Wonder Tiger) Group.
Arlina
Perusahaan alm.Ayah WT Group? Bukannya udah mau bangkrut dan di jual ke orang Amerika? (Heran)
Ariska
Kata siapa! Ibu beli dari saat ayah kalian belum meninggal dunia.
Arlina
(Dalam hati Arlina: Nggak mungkin! Ayah jual perusahaan itu begitu saja? Bukannya waktu itu bilangnya mau bangkrut? Lantas, kalau iya dijual, kenapa Ayah sembunyikan ini dari aku? Harusnya aku yang dapat perusahaan Ayah, bukan hotelnya Ibu!)
Ariska
(Menatap tajam Arlina) Sudah, jangan banyak bicara lagi! Turuti apa kata Ibu! Lakukan sebisa kamu. Jangan terlalu dipikirkan! Nanti saja saat kamu sudah melahirkan.
Arlina tak mengerti apa yang ada di pikiran Ariska. Sebagai ibu kandungnya sendiri dan kakaknya, Arlina merasa tak diberlakukan dengan adil oleh ibunya. Masalahnya, Arlina tak bisa untuk mengurus perhotelan.
Sementara itu, di gedung mewah pencakar langit milik keluarganya Gani sendiri. LKAM (Lion Kingdom Al-Amin) Group...
Ada pertemuan dengan kliennya yang dari Bali itu.
Klien
Jadi, benar nih nolak yang saya tawarkan itu?
Gani
Iyalah! (Tegas) Anda kira bisa saya diajak korupsi? Ini bisa lebih jahat dari penyogokan! (Sambil memukul-mukul meja sedikit)
Klien
Kalau masih tidak mau, ya sudah! Saya kasih ke perusahaan lain. (Nada santai)
Gani
Terserah Anda! Anda yang lakukan, Anda yang dosa. (Santai juga) Bukan urusan saya nantinya.
Klien
Baiklah. Saya permisi! Kerja sama, kita batal! (Menyobek-nyobek kertas kontrak kerja. Dan pergi keluar)
Gani
Sialan! (Geram) Dia kira ini perusahaan pabrik tikus-tikus berdasi apa?!
Salim
Tenang dulu, Boss! Yang penting kita sudah menolak baik-baik. Tanpa saling berburu nyawa.
Gani
(Menghela nafas dalam-dalam) Ya. Kamu benar. Tapi, ada yang lebih kurang ajar dari ini. Pemilik perusahaan terbesar dari Yogyakarta.
Diperjalanan pulang, Arlina terduduk sejenak di kursi pinggir jalan.
Hingga saat melewati tukang tambal ban motor, suara seorang pria memanggil namanya.
Yana
Arlina?! (melirik tak percaya)
Arlina
(Melihat ke belakang) Kayaknya aku pernah kenal. Tapi siapa?
Yana
Masa lupa!? Aku Yana! Mantan pacar kamu!
Arlina mengingat-ingat. Hingga akhirnya, benar saja. Ini mantan pacarnya Arlina sewaktu masih kuliah dulu. Sebelum ia menikah dengan Gani.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!