NovelToon NovelToon

Antara Dendam Dan Cinta

BAB 1 : ULANGAN

Sinar matahari siang yang menerobos masuk melalui kisi-kisi jendela membuat kelas terasa makin gerah. Sebenarnya sejak enam puluh menit yang lalu temperatur ruangan sudah mulai meningkat, ketika ulangan matematika dimulai.

    Matematika memang termasuk musuh berat anak anak kelas X. Seorang gadis-isi-kepala-udang pernah mengutuk sang genius yang menemukan ilmu tersebut.

    Kali ini, pak Aljabar, demikian anak anak menjulukinya, memang agak keterlaluan. Beliau sampai hati merancang persamaan tersamar yang benar benar samar, hingga tidak dapat dipecahkan oleh mereka. Bahkan yang otaknya seencer minyakpun, misalnya Sonia atau Shisi atau Miana masih juga geleng geleng kepala, nyaris angkat tangan. Dan pak Aljab yang ganteng itu duduk diatas singgasananya, pura pura tidur, padahal dalam hati mungkin tersenyum simpul menyaksikan murid murid kegerahan.

    Entah dari buku mana telah diconteknya soal gombal ini, kutuk Shisi dalam hati. Sonia lain lagi pikirannya. Dia teringat akan dosanya, dua kali tidak mengerjakan PR. Dan tentu saja diikuti oleh banyak teman lainnya. Kalau soal tidak mengerjakan PR, pasti akan cepat dapat pengikut. Sebaliknya mencari tenaga sukarela untuk misalnya bersih bersih sekolah, pasti susah banget dapatnya.

    Sonia yang merasa punya dosa menjadi was-was. Jangan jangan pak Aljab sedang menghukum mereka. Barangkali beliau berkata dalam hari, rasakan kalau suka malas! Kali ini saya beri kalian soal yang tidak kepalang tanggung.

    Mendadak seorang anak yang duduk di barisan belakang mengangkat tangannya. Pak Aljabar mengangkat mukanya, ternyata ia tidak sedang tidur. "Ya, Tiara?"

    "Apakah soal nomor dua ini harus pakai rumus Planck? Kok dengan rumus biasa tidak terpecahkan?"

    "Wah apa itu rumus Planck?" pak Aljabar tertawa pilon, berlagak bego. Padahal dia pasti tahu, sebab sudah pernah kuliah di Fakultas Teknik. "Coba jelaskan!"

    "Mana saya bisa?" dengus Tiara kesal. "Saya kan cuma lihat di buku abang saya!"

    "Abang ketemu gede ya?" sindir teman sebangkunya sambil tertawa hahahihi

    "Huu! Emangnya kayak kamu? Punya mata segede bila tennis!" balas Tiara sewot.

    Melihat situasi menjurus kacau balau, seperti lalu lintas ibu kota, pak Aljab cepat cepat turun tahta, masuk kedalam barisan bangku. "Sudah jangan ribut. Nanti waktunya keburu habis dan kalian belum selesai. Pokoknya apa yang belum pernah diajarkan tidak perlu dipakai. Tidak usah pakai 'pang-plung' segala macam. Pakai saja yang sudah diajarkan!" Beliau kembali tersenyum manis, membuat Shisi gatal tangannya ingin menjepret punggung pak guru dengan karet gelang. Sayang beliau agaknya tau dimana ada teroris, dan tidak memberii kesempatan untuk dibidik.

    Kelas kembali hening, tapi tidak tenang. Malah tegang. Makin dekat bunyi lonceng, makin naik suhu udara. Sebagian sudah mencopot arloji, diletakkan di meja agar lebih mudah dilihat. Sebagian lagi mencopot sepatunya karena kepanasan. Yang punya kebiasaan melepas sepatu dalam kelas, sibuk melap keringat dengan tisu sambil sesekali berkipas kipas

    Tiba-tiba keheningan dirobek oleh dering lonceng yang kelewat nyaring, membuat anak anak terlonjak panik. Rupanya tak ada yang selesai. Tak seorangpun bersedia menyerahkan kertasnya. Pak Aljabar terpaksa membujuk, lalu menggertak membawa bawa nama Mere Stephanie yang galak, lalu membujuk lagi.

    "Sudah, sudah, ayo serahkan. Mau pulang, enggak? Nanti kalau ternyata semuanya jelek, akan saya katrol. Ayo, lekas! Waktu sudah habis!" Mendengar akan dikatrol, barulah beberapa anak dengan segan mengulurkan kertas mereka.

    "Betul ya, dikatrol lho, Pak. Sebab kertas saya pasti jelek," kata Shisi menegaskan. Semuanya ketakutan, sebab itu adalah ulangan akhir semester. Jadi pasti masuk rapor.

    Tapi.... dasar masih bocah yang baru hilang bau susu, begitu keluar kelas, mereka sudah kembali haha-hihi, lupa susahnya ulangan barusan.

BAB 2 : PERSIAPAN

Suatu siang, dihalaman sebuah Sekolah Menegah Atas, setelah ulangan matematika yang melelahkan. Sekelompok cewek sudah tidak lagi membicarakan ulangan matematika yang barusan mereka lalui, mungkin juga sudah lupa apa yang dikatakan oleh pak Aljab yang mau mengatrol nilai mereka kalau semuanya jelek. Bodo amat!

    "Ngapain dipikirin?" kata Alia. Disambung oleh Shisi, "Nanti malam jangan pada lupa ya? Ulang tahunku! Awas kalau tidak datang!" Dan yang diundang tentu saja seluruh kelas. Tapi diperkirakan yang akan datang tidak semuanya. Alasannya sih macam macam: jauh banget, tidak punya baju pesta (malu kalau harus pakai seragam SMA), dan yang paling gawat: tidak dapat izin dari ortu. Agaknya banyak juga orang tua yang perlu di-up grade, sebab masih menganut paham yang kolot.

    Sonia berlari ke kiri, tapi dengan gesit ditangkap oleh Shisi.

    "Heii... mau kemana kau?" teriaknya dengan guncangan enam skala Richter. Nyaris saja Sonia terbanting. Seperempat melongo, dipandangnya wajah tak berdosa Shisi

    "Mau pulang tentu saja! Memangnya mau nginep menemani Mere?"

    "Kau tak boleh pulang. Ikut ke rumahku dong. Banyak tugas nih!"

    "Lho??? Aku kan lapar!"

    Astaga! Menghina betul kau! Dikira rumahku sudah kehabisan beras?"

    "Harus minta izin dulu dong sama mamaku!"

    "Kan bisa telp, kirim WA atau vidcall, atau apa kek! Kayak mamamu belum kenal siapa Shisi!"

    Sonia mengangkat bahu. Tanpa banyak pikir, dia menurut saja, melenggang disamping Shisi. Miana juga kemudian dikepung oleh mereka berdua dan diciduk. Sekalian dengan Zaza yang gembrotnya manis sekali karena kebanyakan makan yang manis-manis

    Ketika tiba di tempat Shisi, Sonia mengira ada kebakaran. Begitu banyak orang di halaman. Ada yang mengangkat peti, ada yang membawa bawa lampu hilir mudik, ada yang mengangkat kursi diatas kepala.

    "Astaga!" serunya. "Aku pikir ada kompor meleduk! Tahunya sedang pasang tenda! Hebat hebatan nih, Si! Mentang mentang masih muda! Mau lelang rupanya nanti malam ya?" Sindiran Sonia tidak mengguncangkan kegembiraan di hati yang disindirnya.

    "Tentu dong," sahutnya enteng. "Kan tujuh belas itu usia ambang? Masa enggak tahu? Kalau lewat itu, kan kita sudah dianggap tua!"

    "Waduh! jangan bilang bilang begitu di dekat kakakku lho!" bisik Sonia kaget. " Kirana pasti takkan senang dibilang tua. Nantia dia mengadu pada mama, aku yang celaka!"

    Rumah Shisi - di bilangan selatan kota, melewati Cilandak - terletak diatas perbukitan yang sejuk. Luasnya lebih dari seribu meter, tetapi bangunannya sendiri tidak terlalu besar, 'hanya' memiliki delapan kamar tidur.

    Shisi memiliki tiga kakak. Dua kakak perempuannya telah menikah, tapi kamar mereka masih dibiarkan utuh. Kata ibunya, tak usah dibongkar, siapa tahu kapan kapan mereka mau menginap. Dan Idham, abang Shisi, sempat menambah, "Mana tahu kan, nanti bertengkar dengan suami, ngambek dan ingin mudik!" menyebabkan ibu mendelik sambil mengucap: amit-amit, tiga kali.

    Jadi dari delapan kamar itu cuma tiga yang sehari hari dihuni. Dua lainnya penampung nyonya-nyonya yang akan ngambek terhadap suami. Sayang sekali mereka semua tinggal di luar jawa, jadi takkan bisa hadir di pesta ulang tahun Shisi nanti. Tiga kamar lagi memang disediakan buat tamu. Sebab kerabat dari daerah - dengan dalih begini begitu - banyak yang punya urusan di Jakarta, lantas kepingin diundang bermalam disana. Kapan lagi mencoba tinggal di istana, kata mereka tanpa malu malu.

    Mobil yang membawa mereka meluncur masuk, disambut oleh salak si Bruno dan seringai si Idham. Sudah bukan berita baru bahwa murid kelas tiga SMA itu ingin merampas hati cewek yang menjadi teman baik adiknya, Sonia. Sementara ini memang antene Sonia masih belum bergetar. Mungkin dia masih tidur. Atau boleh jadi itu memang taktik perempuan, supaya bisa berlagak jual mahal. Mumpung hari masih pagi. Masih jalan tujuh belasan.

    Idham sendiri juga maklum. Sebab Shisi juga sok jual mahal terhadap teman sekelasnya yang sudah lama jungkir balik dilanda cinta terhadapnya (menurut pengakuan pribadi; entah berapa dalam kebenarannya, sebab Idham tak bisa mengukur berapa dalam hati temannya itu). Lihat saja nanti malam kalau si Reno muncul. Pasti Shisi akan mendadak kelihatan sibuk mengatur ini itu. Tentu saja cuma kamuflase! Sebab biji-mata-Mami mana pernah sih bekerja atau dibiarkan sibuk. Namun lagak itu perlu, agar Reno malang itu akan menjadi gelisah, malah sedikit gelagapan, terlebih melihat si Manis-belang-tiganya dikerumuni cowok cowok (yang sebenarnya adalah pasangan teman teman sekelas Shisi).

    Aaahh. Idham menaikkan alis dan bersiul kecil. Tiga gadis manis meluncur keluar setelah Shisi. Si gembrot Zaza pun sebenarnya tak kurang pula cantiknya, cuma bobotnya itu yang selalu membuat Idham serta teman temannya banyak berpikir, apa bisa terlawan kalau pecah konfrontasi nanti? Orang pacaran kan - apalagi kalau sudah resmi - lumrah saja kadang terjadi perang sipil bukan? Namanya juga kation dan anion, elektroda positip dan negatip. Kalau bersentuhan pasti terjadi percikan api yang panas.

    Idham pernah bilang pada adiknya, "Sungguh mati, aku cinta pada Sonia." Tapi dalam hati dia sudah bersiaga. Seandainya cewek itu sampai kesetrom orang lain, agar hatinya sendiri tidak sampai koyak, Idham bersedia sedia merampas hati yang lain. Karena itu dia selalu gembira setiap kali ada kesempatan 'memperluas pandangan mata' seperti saat ini.

    Tiga cewek cakep, wuuiihh, pikirnya dengan penuh gairah. Si Miana pun tidak terlalu bego sebenarnya. Asal dibedaki dan digincui, pasti akan kelihatan lebih meriah!

    "Wah, bakal ramai sekali sirkus nanti malah nih!" seru Idham yang tengah membersihkan motor di garasi. Zaza merasa tersindir, dia menunduk malu. Kaus T-shirt yang dikenakannya memang terlalu menyala. Itu hadiah dari orang. bergaris garis lebar lima senti, selang seling jingga dan merah, mengingatkan orang pada tenda sirkus. Sebaliknya si ceking Miana justru memakai loreng loreng hitam putih. Tak pelak lagi, dilihat lihat mmemang tak jauh bedanya dengan zebra kesasar atau jerapah kelaparan. Cuma Sonia yang Idham tak berani mengusik.

    "Dham, kau jangan bikin teman temanku malu dong," kata Shisi. "Nanti kami boikot semua teman temanmu, baru tahu! Ayo, mari kita kedalam. Jangan ladeni abangku yang geblek itu!"

    Seperti induk ayam, Shisi menghalau semuanya masuk. Idham mencibir sambil melirik geli. Ingin sekali rasanya mencubit lengan montok si Tenda sirkus. Sayang, nanti bisa terjadi gempa bumi!

    Shisi membawa teman temannya menyalami ibunya yag sedang sibuk di dapur. Sambil tertawa lebay, disuruhnya mereka segera makan supaya bisa segera membantu.

    "Wah aku dibawa kemari mau disuruh kerja rupanya," bisik Zaza di ruang makan

    "Tentu saja," sahut Shisi tenang. "Kau pikir, orang kalau memberi makan orang lain, apa dengan percuma?"

    "Brengsek kau! Aku kan harus tidur siang. Kalau tidak, mana aku bisa tahan sampai malam?"

    "Wow, wow, badan sudah semelar gajah, apa masih mau diperbesar lagi, biar jadi gajah buntek? Ayo, makan dulu deh. Kalau perut kosong memang suka pada loyo ya."

    Tanpa sungkan, mereka berebut di tengah meja makan. Sudah tentu Zaza yang paling rakus. Jari jarinya yang sebesar wortel itu amat gesit meraup piring dan mangkok, lalu mengangkatnya. sementara yang lain melongo menunggu giliran.

    Tengah asyik-asyiknya makan, mendadak Miana teringat bahwa dia tak membawa baju pesta.

    "Wah gimana ya?" seru Zaza ikut ikutan. Perutnya yang sudah setengah terisi rupanya membuat pikirannya lebih terang. "Aku juga baru ingat! Masa akan kupakai baju ini? Bisa bisa abangmu dan teman temannya bisa mati ketawa dong!"

    "Betul juga ya," kata Shisi berpikir. "Baju bajuku pasti tak akan ada yang cocok sama kalian berdua. Dengan Sonia mungkin masih bisa."

    "Idiihhh, aku sih paling pantang pakai baju orang lain! Amit amit. Nanti kumannya pada nular! Biar rombengan, harus baju sendiri."

    "Nah, habis gimana dong? Masa kalian mau pulang semua mengambil baju? Rumahmu di utara, kau di timur dan kau di barat. Capek di jalan kalau mesti mondar mandir."

    Idham yang mendengar obrolan para cewek, tiba tiba nyeletuk, "Lha kalian ini gimana? Memang benar kalau cewek itu lebih banyak ributnya daripada mikirnya!"

    "Huuu..... sok pinter!" sembur Shisi

    "Kalian kan punya Hp? Tinggal kontak mama masing2, suruh ambilkan baju kalian, lalu kirim pakai gosend. Beres kan?"

    "Eh, bener juga tuh usul. Makasih ya abangku sayang." Shisi cengengesan

    "Tapi........ kalau ternyata mama salah ambil dan tidak sesuai dengan yang kita maksud, bagaimana? Baju baju di lemari ku kan banyak juga yang warnanya mirip mirip?"

    "Ya tinggal minta mama mu foto dan kirim ke WA mu. Kalau salah ya minta cari lagi, foto lagi, kalau sudah benar baru dikirim. Gampang kan?" Idham melirik pujaannya sambil tertawa geli

    Ketiga cewek langsung mengambil Hp masing masing dan sibuk berbicara (kalau tidak boleh dibilang memberi perintah) kepada ibu masing masing di rumah

    Setelah urusan baju selesai, tahu tahu gajah mereka sudah tergeletak di atas dipan di ruang makan.

    "Huuh!" keluh Shisi berdiri bingung di pinggir dipan, sambil diawasi yang lain. "Gimana ini? Tugas masih banyak. Membungkus kue, menghias podium, memasang bunga bunga di meja dan dinding. Masa kita akan tidur?"

    "Sebenarnya akupun juga ngantuk," Sonia mengaku tanpa menyembunyikan mulutnya yang mulai menguap.

    "Ya, sebenarnya aku juga." Shisi mengangguk

    "Kalau enggak tidur, nanti kita enggak segar kelihatannya," Sonia menambahkan. Sebab dia tahu betul Shisi paling takut kelihatan tidak menarik. "Lebih baik kita tidur barang setengah jam saja. Setelah itu baru kerja. Gimana, Mi?"

    "Setuju banget. Tapi kalau sudah tidur, biasanya aku susah bangun. Paling tidak harus satu jam aku habiskan."

    Shisi makin kelihatan mengantuk mendengar diskusi kedua temannya. Akhirnya dia memandang mereka dan Zaza bergantian, menghela napas, dan mengangkat bahu. "Stengah jam saja ya? Kita pasang alarm." lalu digiringnya mereka ke loteng.

    "Eh, Zaza bagaimana?" tanya Miana

    "Biarkan saja disitu. Siapa yang sanggup menggotongnya? Dia sudah pulas, tak boleh dibangunkan, nanti kaget." Dan memang benar, Zaza susdah mulai kedengaran mendengkur halus.

BAB 3 : PESTA ULANG TAHUN

Pesta sudah berjalan setengahnya. Di halaman luar rumah Idham dan Shisi yang seluas lapangan bola itu didirikan panggung yang ditutupi dengan vinyl supaya licin dan cocok buat berdansa. Untuk melindungi tamu dari hembusan angin, diatas panggung ditutup dengan atap terpal yang cukup kokoh.

    Di sudut panggung, sebuah grup band terkemuka memeriahkan suasana. Yang hadir kebanyakan merupakan teman teman Shisi dengan partner masing masing. Sebagian kecil juga teman sekolah Idham. Sebab Idham tidak bersedia ikut pesta kalau teman temannya tidak ada yang diundang. Tidak enak kan, melongo sendirian menyaksikan wajah wajah mulus bergandengan dengan manusia manusia beruntung, sementara kita cuma bisa menelan ludah.

    Sebagian dari hadirin sudah gatal mau turun berdansa. Sayang Shisi belum mau mulai. Mereka baru saja selesai makan. Shisi masih ingin membiarkan perutnya bekerja sepenuh energi tanpa gangguan.

    Sonia duduk bersama beberapa gadis yang termasuk borongan. Artinya, mereka diantar sekaligus oleh seorang cowok, partner dari salah satu diantara mereka.

    Ketika tengah asyik melayangkan pandangan berkeliling, Sonia tiba tiba terkejut melihat sepasang mata mengawasinya dengan tajam, Hiii, apa-apaan orang itu, pikirnya bergidik. Lagaknya seakan mau menagih hutang aja. Tampang sih boleh, tapi air mukanya seperti buto cakil.

    Dengan perasaan tidak enak, Sonia memalingkan muka ke arah lain. Dicobanya menghibur diri. Ah, barangkali orang itu memang demikian air mukanya. Buas seperti ikan piranha. Baraangkali dia belum pernah melihat cewek yang termasuk paling cakep sejagat. Hihihi...pikiran itu memberi sedikit bonus semangat untuk mengusir ketakutannya barusan dan tanpa sadar dia sudah tersenyum kecil.

    Lewat lima menit. Sonia berpikir, coba aku lihat lagi, apakah orang itu masih disitu? Dia menoleh lagi ke sudut dekat band. Aduuh! Orang itu masih tak bergeming di tempatnya. Masih mengawasiya. Malah sekarang kelihatan lebih garang! Ah, mana bisa! Itu perasaan belaka.

    Zaza menjawil lengannya. Dia menoleh. "Lihat tuh si Alia. Baru saja isi bensin, sudah ngebut. Gimana mau gemuk!'

    Sonia memandang ke tengah panggung. Alia memang sedang berdansa dengan pasangannya  yang juga asyik meliuk ke sana kemari mengikuti irama. Di sampingnya, Shisi dan Reno juga sedang asyik 'senam'

    "Tumben mau didekati oleh Reno," komentar Sonia. Biasanya Shisi alergi betul pada Reno. Begitu didekati, walau masih berjarak dua meter, sudah bersin, pipi merah padam dan mata mendelik.

    Sementara mereka berdua, Sonia dan Zaza, masih menjadi reporter pandangan mata, beberapa pasangan lain sudah turun pula. Rupanya cepat sekali acara itu menarik minat. Begitu lihat, kontan ngiler mau ikut. Keinginan Zaza pun menggebu gebu. Hasratnya menjalar cepat seperti api kebakaran.

    "Sayang, aku tak bawa cowok," keluhnya, padahal memang tidak punya. Belum sempat Sonia menanggapi, Idham sudah muncul di depan mereka. Wajahnya cerah, seperti dompet habis bulan. Dipandangnya mereka bergantian. Maksud hati tentu saja mengajak Sonia. Tapi apa lacur, dia kelewat lambat. Zaza sudah lebih dulu mengusik kesenangan melihatnya. Malah langsung mengulurkan tangan. Mana sampai hatinya meredupkan hasrat yang begitu berbinar di dalam matanya.

    Tapi Idham masih coba juga menghindar. "Apa betul kau bisa dansa, Za?" tanyanya sementara matanya merayapi tangan dan kaki yang bengkak itu.

    Zaza nyaris memekik seolah mau ditelanjangi. "Huh, apa sih susahnya dansa kayak gitu? Kalau senan indah atau atletik, nah, baru perlu latihan."

    "Betul? Kau takkan bikin malu nanti?" Idham menegaskan, berharap gajah betina itu akan ngambek dan menolak turun ke medan. Naasnya, Sonia yang diharap harap malah justru bikin runyam.

    "Buktikan saja! Kenapa tidak dicoba? Jangan jangan malah kau yang tidak becus!" sindirnya. Wadow! Pantang dong ya diremehkan oleh cewek! Tanpa banyak komentar lagi, disergapnya tangan Zaza yang selebar piring, lalu diseretnya ketengah.

    Zaza sempat melirik temannya dan mengedip sambil tersenyum. Sonia ikut geli. Mudah sekali Idham kena di obor. Ha ha ha!

    Dengan cermat diawasinya ke dua orang itu. Ternyata Zaza memang jago dansa. Dia melejit ke sana kemari, begitu lincah penuh variasi, sehingga dalam ronde ke dua Idham sudah tampak keteter. Makin lama makin sulit Idham mengimbangi gerakan Zaza.

    Tanpa sadar Sonia tersenyum - melihat Idham K.O - dan menjadi gelagapan ketika tangannya disentuh. "Oh...eh." Dia terperanjat. Ternyata laki-laki yang tadi asyik melotot padanya, sudah menghampirinya dan sekarang sedang berdiri tegak di depannya.

    Sonia sedikit melongo menatapnya. Matanya bertanya. Mau apa dia? pikirnya. Masa mau ngajak dansa? Kenal aja belum!

    Tapi laki-laki itu memang betul mau mengajaknya melejit ke tengah panggung. Sonia mengangkat bahu. Ayo aja, kenapa sungkan! Daripada duduk membuat subur wasir, kan lebih baik buang kalori!

    Ketika mereka berdua turun, lagu kebetulan sedang berganti. "Udah dulu, ah." seru Idham angkat tangan. "Habis energiku melayani kamu!"

    "Makanya jangan sok menghina kebiasaan cewek! Kapok, enggak? tanya Zaza manja, sambil berjalan kembali ke kursi.

    "Kapok dong. Sangat kapok. Kau sudah terlalu mahir. Dansa begini saja kau sudah tak bisa kutandingini, apalagi hal hal lain!'

    "Hal hal lain apa?" tanya Zaza dengan mata berbinar mengharap lebih banyak pujian.

    "Yah, misalnya yudo, karate......."

    "Aku tidak bisa," jawabnya menyesal.

    "....atau lompat galah....."

    "Belum pernah."

    ".....atau yah, nyontek waktu ulangan......"

    "Brengsek kau! Tentu adikmu yang lapor ya!" seru Zaza malu dan geram. Idham tersenyum. Untuk mengambil kembali hati Zaza, dibawakannya segelas minuman yang habis sekali teguk.

    "Lagi, Dham!"

    "Buset! Berapa jerigen sih kau sekali minum?" Idham pergi lagi dan kembali dengan dua gelas. Satu untuknya tentu saja. Tapi Zaza mengucap terima kasih dan mengambil keduanya. Idham bengong mengawasi isi gelas gelas tersebut turun mengalir ke dalam pipa leding si gemuk. Hausnya seketika hilang. Dia duduk di samping Zaza dengan pikiran tak habis heran, kok ada ya cewek super kayak gitu.

    "Apa kau minum hormon, Za?" bisiknya

    "Apa katamu? Musik ini hingar betul, kupingku jadi tuli."

    Namun Idham tidak mengulangi. Matanya sudah nanar menatap ke tengah panggung. Zaza mengikuti pandangnya dan melihat Sonia sedang berdansa meliuk liuk dengan seorang lelaki ganteng yang pasti bukan anak sekolah. Paling tidak, dia tahu lelaki itu bukan pacar salah satu teman mereka.

    "Siapa laki laki itu, Dham?" Tapi yang ditanya malah menggumamkan pertanyaan juga. "Siapa yang memperkenalkan Sonia dengannya?"

    Dengan kening berkerut kayak jeruk kekeringan, Idham menoleh mencari adiknya. Ternyata Shisi duduk di belakangnya, sedang asyik mengunyah kacang bersama Reno. Hm. pikir Idham. Perkembangan baru nih, tumben Shisi mau didekati Reno. Biasanya kan jual mahal. Tapi bukan itu yang menyita perhatiannya saat ini

    "Si, siapa yang memperkenalkan Sonia dengan Monark?" tuntutnya

    Shisi menatap sekilas ke panggung, lalu mengangkat bahu sambil menunduk menyembunyikan senyum geli. "Wah sori banget Dham! Tapi percayalah, bukan aku. Barangkali inisitif Monark sendiri."

    "Hm." Mungkin Shisi benar. Monark memang tajam indranya. Dari jarak ratusan meter pun dia sudah tahu di mana ada cewek yang pantas ditaksirnya. Brengsek! Ini gara gara si Jumbo, minta minta diajak dansa. Jadi

Sonia terlepas. Idham jadi uring uringan.

    Sonia sendiri sudah seperti kerasukan. Tidak bisa berhenti. Dia benar benar menikmati cara dansa konservatif begini. Berdekapan dengan.....ah, siapa ya namanya? Begitu asyiknya sampai lupa menyebut nama masing masing.

    Laki laki asing itu ternyata tidak mengerikan seperti yang dibayangkannya. Selain matanya yang seperti tabung rontgen bila sedang menatap, sebenarnya dia kurang lebih seperti kebanyakan lelaki juga. Cuma tentu saja, lebihnya melampaui kurangnya bila dibandingkan cowok lain. Setidaknya, yang hadir di sini.

    Pria ini jelas lebih dewasa. Paling sedikit, ubannya sudah mulai kelihatan. Bukti nyata, bukan?! Dan suaranya. Aduuuuhh, Mami, lembutnya!!!!!

    "Kau mengingatkan aku pada seseorang." katanya setelah mereka mengambil ancang ancang untuk mulai dengan tarian mutakhir ini. Dan...amboi, mahirnya dia! Sebenarnya orang yang sudah berumur seperti om om begini tidak diharapkan bisa lincah seperti bocah badung. Tapi nyatanya....!

    Wah, mungkin juga ubannya cuma kamuflase. Dia pernah diceritai oleh kakaknya, bahwa ada laki laki, bahkan banyak, yang ingin kelihatan lebih dewasa, kalau tidak mau di sebut tua. Katanya, bagi laki laki, makin tua makin berwibawa. Berarti makin disenangi noni noni. Bukan seperti perempuan, makin tua makin gawat! Yang belum dapat kereta menuju hidup baru, bisa bisa akan makin ketinggalan kereta buat selamanya! Kejam memang filsafat Kirana! Tapi siapa tahu, itu terlahir dari pengalaman?! Sebab....

    "Eh, aku belum tahu namamu!" tukas pasangannya dengan senyum yang...... aduuuh, Ma, moga moga dia jangan minta aku ikut. Karena aku pasti mau! Diculikpun mau! Olehnya.

    "Sonia," sahutnya, tak mau kalah pamer senyum yang paling menarik semangat (sampai berantakan). "Dan kau?"

    Belum sempat dijawab, seseorang telah menepuk bahunya dan laki laki itu menoleh. Sonia melihat Idham berdiri di depan mereka. Dengan wajah siap menyemburkan tiga ton TNT. Tangannya menggebah saingan supaya minggir. Mau apa lagi nih anak? pikir Sonia sengit. Bikin keruh kali Ciliwung aja. Tak bisa lihat orang bahagia!

    "Oke," kata laki laki itu dengan simpatik, lalu mengedip padanya. "Terima kasih Sonia. Aku tunggu kau di sana." Dia menunjuk ke deretan kursi sebelum beranjak pergi dan menghilang.

    "Kau harus berhati hati terhadapnya," desah Idham sambil menggantikan tempat sang saingan. "Kau kan tidak tahu siapa dia."

    "Ya, aku baru mau tanya namanya, kau sudah mengacaukan keadaan."

    "Nah! Kan nama saja kau enggak tahu. Lebih baik tak usah tahu Sonia! Jangan gegabah! Kalau mau cari pacar, selidiki dulu siapa orangnya. Kalau dia sudah oke, selidiki juga bagaimana ibunya. Lho, jangan tertawa. Pacaran kan di harap keterusan jadi menikah bukan? Nah, ibu mertua kayak apa, itu penting sekaliii.  Sebab beliau akan mampu membuat hidupmu jadi surga atau neraka. Orang bilang Raja Henri ke delapan hidupnya sangat malang. Kenapa? Sebab ibu mertuanya ada enam! Nah itu di barat! Apalagi di sini. Jangan meremehkan! Kita kan hidup di timur. Sekali menikah, bukan cuma dua orang, melainkan sekompi kerabat. Iya, betul! Tidak percaya?"

    "Buat apa aku percaya?" Sonia geli sekali. "Siapa yang mikir mau menikah? Iiihh amit amit, lebih baik tinggal terus dengan mama."

    "Itu karena kau masih ingusan!"

    "Aku apa? Coba ulang lebih jelas, biar kau aku tinggalkan saat ini juga," Sonia cemberut. Bukannya tambah jelek, tapi malah membuat Idham makin naksir. Dia senang cewek yang bisa ngambek, bisa meledak ledak - asal bobotnya masih bisa ditanggulangi - jangan tawar, kayak air bening.

    "Sori. Maksudku, sebab kau masih sekolah. Coba nanti, beberapa tahun lagi! Nah kalau saatnya sudah tiba, aku minta kau ingat baik baik nasehatku barusan. Juga ingat, calon mertua sebaik mamaku, susah dicari. Lihat saja. Kita pesta semalam suntuk begini, dia tidak keberatan. Mamaku bisa mengerti perubahan zaman. Dia tidak akan menuntut yang kuno kuno dari menantunya."

    "Amiin," seru Sonia antara keki dan geli. "Ceramahmu sudah habis? Boleh dong sekarang aku nanya dikit?"

    "Maksud baik memang selalu dicemoohkan," gerutu Indham. "Mau tanya apa?'

    "Siapa sih namanya?"

    "Lebih baik tak usah tahu. Anggap kamu tak pernah ketemu."

    "Enggak lucu ah! Sudah dansa ber jam jam, masa nama aja tidak boleh tahu?! Aku bukan ingin pacaran dengannya! Kasih tahu dong, Dham? Kau kan baik sama aku? atau enggak?" Mendengar nada ancaman begitu, Idham terpaksa menyerah.

    "Oke deh, kalau mesti tahu juga. Tapi janji tak boleh mendekatinya lagi ya? Monark! Namanya Monark. Ayahnya pengagum Monarki di Inggris.

    Monark, ulangnya dalam hati. Hm, kena juga Idham dikibulin! Siapa juga yang sudi janji begini begitu? Memangnya dia punya hak paten atas diriku? Hihihi

    Ketika kembali ke kursi, Monark dilihatnya sudah menyediakan kursi kosong. Idham menariknya ke sebelah lain, tapi dia ogah.

    "Aku mau duduk dengan Miana dan Zaza," kilahnya. Idham tidak bisa memaksa.

    Dengan gembira Sonia menerima kursi yang khusus dikosongkan menunggunya. Lalu Monark mengambilkan minum.

    "Cepat betul intimnya," sindir Zaza. "Kayak Union dan Soviet aja."

    "Itu tandanya kau iri!" kata Miana 'mengipasi'

    'Iri? Siapa? Aku? Kok ya bisa mikir ke situ? Lucu! Om om kayak gitu sih untukku sudah apkiran. Tak berapa lama lagi ban nya pasti sudah kempes, AC nya tidak ajalan, radiatornya bocor dan mesti diganti. Apanya yang menawan? Kalau mau, itu dong yang macam Reno kek. Atau...nah, Idhampun masih jauh lebih mending. Masih mulus, masih jalan belum banyak kilometer."

    "Buset! Mentang mentang bapakmu buka bengkel!" cetus Alia

    "Sableng! Showroom begitu megah kau bilang bengkel?" Zaza naik pitam dan nyaris memiting temannya. Jari jarinya yang sebesar wortel sudah mengembang seperti cakar monyet.

    "Megah sih megah! Tapi yang di show kan barang bekas semua?" Miana kembali 'mengipasi'

    "Ooh! Iya deh, ayahku sih miskin. Jualan yang bekas bekas! Sedang ayahmu itu kan yang punya dua belas bank dan selusin perkebunan?" ejek Zaza yang bangga bukan main pada ayahnya.

    Diskusi hangat itu terhenti karena Monark sudah kembali dengan minuman untuk Sonia. Sayang sekali cuma sampai disitu rejekinya. Belum sempat mereka meningkatkan hubungan, handphone di saku Monark tiba tiba berdering.

    "Aku permisi dulu," katanya, lalu pergi dan tidak muncul lagi. Sonia menunggunya dengan sia sia. Sampai Shisi mendekatinya dan bilang bahwa Monark harus pergi setelah karena ada tugas.

    "Apa dia titip salam untukku?" tanya Sonia berharap. Shisi menatap sejenak seolah ingin tertawa, tapi akhirnya cuma menggeleng dengan berpura pura serius. "Barangkali lupa."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!