NovelToon NovelToon

PRIA

1

Sarah jadi masih merasa cukup syok ketika dia mengetahui Rama sangat membenci Dewa.

Namun sarah juga merasa berdosa jika dia harus menyembunyikan kenyataan kalau Rama adalah anak kandung Dewa.

Di sisi lain, Sarah juga takut kalau Dewa akan merebut Rama dari tangannya.

'Harus bagaimana aku menghadapi semua ini? Haruskah aku memberitahu kepada Rama kalau dia adalah anak kandung Mas Dewa? gumam Sarah.

Ketika mereka kembali berjalan menuju ruang rawat Raka. Rama kembali bertanya kepada sang ibu.

“Berarti Mama pernah menikah dengan om galak tadi ya?" tanya Rama. Sarah pun terperanjat mendengarnya dia tak sangka pertanyaan itu akan keluar dari mulut putranya.

“Kalau Papaku sudah meninggal, berarti Mama pernah menikah dua kali, sebelum dengan Papa Raka. Iya kan?” sambung Rama.

Sarah sebenarnya merasa bersalah kepada Rama karena sudah mendustainya. Namun Sarah hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun dari mulutnya.

Dia tidak ingin membahas tentang Dewa di hadapan Rama, sebab Sarah takut kalau Rama tahu Dewa adalah ayah kandungnya, walaupun hati kecilnya tidak membenarkan hal tersebut.

“Maafkan Mama, Sayang. Mama tidak banyak bicara soal ini. Di sisi lain Mama berdosa karena sudah merahasiakan siapa ayah kandungmu, ucap batin Sarah.

“Tetapi Mama juga takut kalau berpisah dengan Rama, bisik hati Sarah.

“Beruntung Mama sudah berpisah dari om galak itu, kalau tidak mungkin Mama akan sering dipukulinya,” tebak Rama. Sarah hanya terdiam sambil mengelus rambut putranya.

“Jangan memikirkan hal itu, Sayang! Ayo kita temani Papa lagi, mungkin Papa sudah terbangun,” ujar Sarah.

Lalu saat mereka tiba di kamar rawat inap Raka, Raka masih tertidur. Namun keduanya tidak merasa cemas lagi.

Karena mereka tahu jika Raka sedang terlelap, lalu sambil menantikan Raka terbangun. Sarah mengajak Rama bermain dan bersenda gurau lagi.

Dia berusaha menghindari pertanyaan Rama tentang Dewa dan mengalihkan pembicaraan bocah itu untuk tidak lagi membahas tentang ayah kandungnya.

Pada sore harinya, Raka kemudian terbangun. Ketika Raka membuka matanya, dia merasa sangat senang melihat ada istri dan anaknya yang mendampinginya saat ini.

Entah mengapa Raka merasa sangat bahagia karena dia memiliki keluarga yang lengka, walaupun memang tidak sempurna.

“Alhamdulillah, akhirnya kamu bangun juga Raka,” kata Sarah. Raka kemudian tersenyum. Kini wajah Raka tidak lagi pucart, bahkan semakin cerah menyiratkan kebahagiaan di hatinya.

Tak lama kemudian ada seorang dokter didampingi dua orang perawat dokter tersebut kemudian memeriksa luka jahitan yang ada di bagian perut Raka.

Lalu perawat itu mengganti perban untuk menutup luka jahitan itu.

“Bagaimana dengan kondisi Suami saya, Dokter?" tanya Sarah.

Dalam hati Raka, dia merasa senang karena Sarah sudah menganggapnya sebagai suami.

'Alhamdulillah, Sarah sudah menerimaku sebagai suaminya. Aku sangat merasa bahagia mendengarnya, tutur Raka dalam hatinya.

Dan Raka berharap kalau Sarah tidak lagi mengingatkan bahwa dia menginginkan pernikahan kontrak yang hanya berjalan satu tahun lamanya.

“Kondisi pasien semakin membaik, semoga saja seminggu kemudian dia sudah bisa melakukan rawat jalan sampai sembuh total,” jawab dokter tersebut.

“Alhamdulillah kalau begitu, Dokter. Terima kasih sudah merawat suamiku," ucap Sarah.

Lagi-lagi Raka merasa senang dengan ucapan Sarah yang memanggilnya dengan sebutan suami, hainya begitu merasa sejuk mendengarnya.

“Semoga saja Suatu hari nanti kamu bisa mencintaiku, Sarah. Sebab aku ingin kita membina biduk rumah tangga selamanya tanpa adanya perpisahan, harap Raka.

Raka juga semakin kagum dengan perhatian Sarah kepada dirinya, dan Raka berharap ada benih-benih cinta di hati Sarah untuknya.

Karena selama ini Raka juga mulai memendam perasaan kepada Sarah. Bukan hanya perhatian semata.

Tetapi bentuk cinta dan kasih sayang kepada seorang suami terhadap istrinya

Dokter itu kemudian pamit bersama perawat, dan kini tinggal mereka bertiga kembali.

“Apakah perut Papa masih terasa sakit?” tanya Rama dengan nada polos. Raka menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sembari mengelus rambut anak sambungnya.

“Tidak, Rama. Berkat doa Rama dan Mamamu. Papa tidak merasa sakit lagi,” jawab Raka, walaupun sekali dia mendesis kesakitan.

Namun Raka berusaha untuk menahannya di depan bocah itu.

“Papa tahu? Tadi aku bertemu dengan om galak yang waktu itu hampir menabrakku,” tutur Rama. Sarah terperanjat mendengar cerita Rama.

Dia ingin menahan celotehan Rama, tetapi Rama terlanjur menceritakan kepada Raka.

“Ternyata aku baru tahu kalau Om jahat itu pernah menikah dengan Mama,” Perkataan Rama membuat Raka ikut terkejut.

'Astaga, apakah Dewa tadi ada di rumah sakit ini?” pikir Raka. Kemudian dia mengalihkan pandangannya kepada Sarah. Sarah hanya menundukkan kepalanya tanpa bereaksi apapun.

“Aku sungguh beruntung tidak memiliki Papa seperti Om galak itu. Kalau tidak mungkin badanku bisa babak belur karena sering dipukulinya,” tutur Rama lagi. Raka juga kaget ketika mendengar Rama sangat membenci Ayah kandungnya.

"Ya Tuhan, aku tidak bisa membayangkan kalau Rama tahu ia adalah anak kandung Dewa, pikir Raka dalam hatinya.

Raka juga sebenarnya ingin membahas hal ini dengan Sarah, tetapi saat itu tubuhnya masih melemah, sehingga Raka belum bisa bicara banyak.

“Sudahlah, Sayang. Jangan terlalu sama mengajak papamu berbincang. Biarkan dia istirahat,” tutur Sarah sambil membelai rambut Rama.

Rama menganggukkan kepalanya dia selalu berusaha untuk patuh kepada sang ibu.

“Cepatlah sembuh, Papa! Supaya kita bisa pulang dan berkumpul lagi,” tandas Rama sambil mengecup pipi kanan Raka.

Raka tersenyum sambil menganggukan kepalanya, dia begitu merasa terharu dengan sikap anak tirinya tersebut.

“Ya Allah, sungguh aku tidak pernah bahagia ini mendapatkan perhatian dari anak yang bukan darah dagingku, kata Raka.

Bahkan Sarah juga menilai jika kasih sayang Rama kepada Raka begitu besar.

“Ternyata hubungan darah saja tidak cukup untuk meluapkan cinta kepada orang yang kita sayangi,” pikir Sarah ketika Rama memutuskan untuk bermain sendiri.

Sarah sebenarnya begitu sahut kepada Raka yang bisa mengambil hati anaknya.

“Kamu benar, Sarah. Sebab aku sendiri mengalaminya. Di saat keluarga kandungku tidak menerima aku lagi karena aku pernah masuk penjara. Aku mendapatkan kasih sayang dari Rama dan Kakek Ma'ruf," timpal Raka.

“Tetapi aku juga berharap semuanya darimu, karena kamu adalah istriku,” Penuturan Raka membuat Sarah terhenyak mendengarnya. Sarah kemudian menundukkan kepalanya.

“Apakah aku harus menerima kenyataan kalau Raka sekarang adalah suamiku? Dan aku harus belajar untuk mencintainya?' pikir Sarah. Raka seakan tahu apa yang ada di dalam hati Sarah.

“Aku tahu, Sarah. Mungkin kamu belum bisa menerimaku sebagai suamimu. Tetapi tidak mengapa, seiring berjalannya waktu dan menjalani proses kita mungkin bisa menerima satu sama lain,” Raka seakan membujuk Sarah untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

Saah terdiam, dia masih merasa belum bisa membuka hati untuk Raka. Meskipun Raka begitu baik dan peduli pada dirinya.

“Ingatlah, Sarah! Ada Rama diantara kita, anak itu membutuhkan kasih sayang juga figur dari sosok ayah dan ibu yang kita perankan selama ini," tutur Raka.

“Jangan sampai Rama kehilangan figur orang tua, hanya karena kita berpisah,” sambung Raka sambil mengalihkan pandangannya kepada Rama.

Sarah juga memperhatikan anaknya, dia merasa kalau Raka memang benar. Bagaimanapun juga Sarah tidak ingin anaknya kembali mengalami hidup di keluarga yang berantakan dan akan berdampak buruk bagi psikologisnya.

“Nanti aku pikirkan lagi,” tandas Sarah.

Beberapa hari kemudian Sarah merawat Raka dengan baik. Bahkan dia juga menyuapi Raka dan membantu perawat untuk mengganti perban luka jahitan Raka.

Namun Raka merasa heran, sebab Sarah seharusnya menjalani usahanya berdagang pakaian.

Tetapi sepanjang waktu Sarah hanya fokus untuk merawat Raka, juga mengurus Rama.

Bila dia ada waktu luang, Sarah sibuk dengan ponselnya. Hal ini tentu menelisik pertanyaan di hati Raka untuk diungkapkan kepada sang istri.

“Kamu seharusnya tidak perlu menjagaku, Sarah. Sudah ada perawat yang merawatku,” tutur Raka.

“Kamu bisa berjualan seperti biasa, tanpa perlu memperhatikanku. Aku juga bisa menjaga Rama walaupun aku masih dirawat,” sambung Raka. Sarah kemudian tersenyum.

“Kamu tenang saja, Raka. Aku bisa mengatasi semuanya," jawab Sarah. Kening Raka pun berkerut mendengarnya.

“Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan uang jika kamu terus berada di sini, Sarah?" pikir Raka. Sarah menyunggingkan senyumnya.

“Kita hidup di zaman yang serba mudah, Raka. Bahkan kita bisa menjual dagangan kita secara online. Bahkan melalui aplikasi,” jelas Sarah.

Dia kemudian menunjukkan aplikasi marketplace jual beli yang dipergunakannya untuk menjual baju dan pakaian yang dijadikan sebagai lahan bisnis Sarah.

“Beberapa hari ini ada pesanan yang masuk. Aku merasa bersyukur saat aku tidak membuka lapakku, tetapi aku bisa berjualan lewat online,” terang Sarah.

“Tetapi aku juga harus keluar sebentar, sebab ada beberapa barang yang harus kukirim,” Sarah meminta izin kepada Raka. Raka semakin kagum dengan kegigihan Sarah.

“Kamu memang benar-benar wanita tangguh, Sarah," puji Raka. Dia pun mengizinkan Sarah untuk pergi. Namun Raka juga menghimbau kepada Sarah agar dirinya juga berhati-hati.

“Jika aku sembuh nanti. Aku pasti akan membantumu, Sarah. Kamu tenang saja,” ucap Raka.

Sarah melebarkan senyumnya, walaupun Raka masih harus dirawat di rumah sakit namun dia juga tetap memberikan perhatian kepada Rama dan Sarah.

Walau hanya soal sepele, seperti mengingatkan istri dan anaknya untuk makan dan juga menjalankan ibadah.

Sarah merasa sangat nyaman dengan perhatian yang diberikan oleh sang suami, walaupun hal kecil tetapi sangat berarti bagi Sarah.

Bahkan Sarah tidak pernah mendapatkan perhatian tersebut dari Dewa. Saat Rama bermain di taman rumah sakit tersebut Sarah dan Raka pun berbincang lagi mengenai Dewa. Saat itu kondisi Raka juga sudah mulai pulih dan segar bugar.

“Apakah kamu yakin tidak akan memberitahukan hal yang sebenarnya kepada Rama, Sarah?” tanya Raka.

“Soal apa?” Sarah berbalik tanya kepada Raka.

“Tentu saja soal status Dewa yang merupakan ayah kandung Rama,” jawab Raka. Sarah kemudian menoleh ke depan pintu kamar, dia takut kalau Rama akan masuk dan mengetahui apa yang mereka bicarakan.

“Sepertinya aku tidak akan pernah memberitahukan kepada Mas Dewa kalau Rama adalah anak kandungnya,” jawab Sarah. Raka terhenyak mendengarnya.

“Apakah karena kejadian kemarin kamu memantapkan hati untuk tidak membuka rahasia itu kepada Dewa dan Rama?" Raka kembali bertanya kepada Sarah. Sarah pun menganggukkan kepalanya.

“Aku tidak sangka jika Mas Dewa akan berlaku kasar kepada anak kecil seperti itu, apalagi sebenarnya bocah itu merupakan anak kandungnya sendiri,” tutur Sarah.

“Bisa dibayangkan jika Rama tinggal dengan Mas Dewa, tentu dia akan menjadi korban tempramen sang ayah," jelas Sarah. Raka memang khawatir terhadap hal itu.

“Tetapi apa kamu yakin jika Dewa tahu maka dia akan merebut Rama dari tanganmu?" tanya Raka lagi.

2

"Mas Dewa akan melakukan apa saja agar bisa membuatku menderita, Raka," jawab Sarah. Raka pun terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah.

"Memangnya kenapa begitu, Sarah? Kenapa Dewa malah ingin membuatmu menderita?" tanya Raka lagi. Dia merasa heran dengan jawaban Sarah.

"Sebab Mas Dewa tidak akan pernah membiarkanku bahagia karena akulah yang ingin bercerai dari dirinya. Apalagi seluruh harta kekayaanku dikuasai oleh Mas Dewa," jawab Sarah.

"Apa Dewa tak pernah mencintaimu, sehingga dia terus saja menyiksa batinmu bahkan setelah kalian bercerai?" cecar Raka.

"Mas Dewa hanya mencintai harta yang kupunya. Karena saat dia mendekatiku, usahanya bangkrut," jelas Sarah.

"Dan bodohnya aku yang terbuai mulut manisnya lalu mencintai Mas Dewa. Kuserahkan semua harta bendaku untuknya," papar Sarah.

Raka juga merasa Sarah keliru mengambil keputusan apalagi dia menikah dengan orang yang salah.

"Tetapi bagus juga kamu berpisah darinya, sebab dia juga bukan sosok suami yang baik," ujar Raka.

Namun Sarah masih merasa takut jika Dewa tahu bahwa Rama adalah darah dagingnya.

"Aku tidak ingin jika Mas Dewa juga membawa pergi Rama jika dia tahu kalau Rama adalah anak kandungnya," tutur Sarah.

Raka merasa iba mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah.

"Kamu tenang saja, Sarah. Kita bisa menjaga Rama dengan baik. Jangan risaukan hal itu!" hibur Raka sambil menggenggam lembut tangan Sarah.

Hati Sarah begitu merasa tenang ketika dengar dukungan dan hiburan dari Raka. Namun saat dia menyadari Raka mengenggam tangannya.

Sarah segera menyadarinya dan menjauhkan tangannya dari Raka.

"Aku harus mencari Rama dulu, aku takut dia malah main terlalu jauh," kata Sarah mengalihkan perhatian Raka.

Raka menyadari kalau Sarah tidak mau disentuh oleh dirinya. Namun Raka berusaha untuk memakluminya.

Dia memberikan waktu kepada Sarah untuk bisa menerima Raka sebagai suami dengan apa adanya.

Bahkan Raka juga ingin Sarah bisa membalas perasaan cintanya yang terpendam.

'Semoga saja suatu hari nanti Sarah bisa menyadari betapa aku mencintainya dan tidak ingin berpisah dengan Sarah, harap Raka.

Dia memang tidak ingin menceraikan Sarah dengan alasan Rama. Tetapi Raka juga tidak ingin kehilangan orang yang dia cintai.

Tak lama kemudian Sarah pulang sambil menggendong Rama.

"Kamu tadi bermain di mana, Rama? Kenapa lama sekali?" tanya Raka dengan nada lembut.

"Aku tadi bermain di taman, Papa. Di sana aku bermain bola dengan seorang teman. Matanya ibunya dirawat di rumah sakit ini," celoteh Rama.

"Kamu boleh saja bermain di taman itu, tetapi jangan terlalu jauh! Jangan membuat mamamu malah merasa cemas," nasihat Raka. Rama pun menganggukkan kepalanya.

Karena mendapat perhatian dari Sarah, Raka segera pulih dan dokter memutuskan Raka bisa segera pulang ke rumah setelah 7 hari dirawat di rumah sakit itu.

Tentunya baik Raka, Sarah, dan Rama sangat senang mendengarnya. Apalagi Raka juga ingin segera berjualan agar dia bisa mencari nafkah untuk anak dan istrinya.

"Aku senang sekali kamu bisa segera pulang, Raka," ucap Sarah.

"Aku juga merasa lebih senang, Sarah. Sebab aku ingin segera kembali berjualan roti, timpal Raka.

"Sudahlah, selama seminggu ke depan sebaiknya kamu beristirahat di rumah saja. Supaya luka jahitanmu benar-benar sembuh," saran Sarah. Tetapi Raka menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Sarah. Aku harus menafkahimu dan juga Rama. Aku tidak ingin memanjakan sakitku ini," tolak Raka.

"Tidak mengapa, Raka. Biarkan aku yang berjualan agar bisa mencukupi kebutuhan kita sehari-hari, sementara kamu belum sembuh benar," ujar Sarah.

"Tidak, Sarah. Sebagai lelaki pantang bagiku untuk mengandalkan istrinya yang mencari nafkah," kata Raka.

"Kamu itu tulang rusukku bukan tulang punggung, Sarah," Perkataan Raka membuat Sarah terperanjat mendengarnya.

Dia tak sangka jika perkataan itu bisa keluar dari mulut Raka. Bahkan Sarah berpikir jika sebenarnya Raka sudah mulai mencintainya.

Selain dia ingin selalu berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga kecilnya itu.

'Apakah Raka sangat mencintaiku, sehingga dia selalu merasa tidak tega terhadapku?' gumam Sarah dalam hatinya.

Tetapi Sarah berpikir dia nampaknya belum bisa untuk membalas perasaan Raka.

Walaupun Raka kini adalah suaminya, tetapi hati Sarah belum terbuka oleh Raka untuk bisa mencintainya.

'Maafkan aku, Raka. Aku belum bisa membalas cintamu, jika kamu sebenarnya sudah mulai memberikan kasih sayang dan cintamu kepadaku,' ucap Sarah dalam hatinya.

Raka merasa aneh ketika melihat Sarah yang terlihat agak resah.

"Ada apa, Sarah? Apakah kamu merasa tersinggung dengan ucapanku tadi?" tanya Raka. Sarah menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Tidak, Raka. Sama sekali aku tidak tersinggung. Bahkan aku merasa kagum dengan pemikiranmu," jawab Sarah.

"Oh ya? Kenapa begitu?" tanya Raka lagi.

"Sebab jarang sekali ada pria yang berpikiran seperti ini. Banyak pria yang mengandalkan istrinya yang malah mencari nafkah karena mencari pekerjaan saat ini sangat susah," papar Sarah Raka kemudian tersenyum.

"Aku berprinsip bahwa seorang laki-laki adalah mencari nafkah untuk keluarganya, dan hakikat seorang istri adalah mendidik anak-anaknya agar menjadi pribadi yang lebih baik," ujar Raka.

"Jangan sampai peran itu malah tertukar, sehingga akan membuat kacau rumah tangga nantinya," sambung Raka.

"Bila rumah tangga berantakan, maka anaklah yang akan menjadi korbannya nanti. Aku tidak ingin jika Rama sampai mengalaminya," tutur Raka.

Sarah menganggukkan kepalanya. Dia sangat setuju dengan dengan pendapat Raka saat itu.

Tetapi Sarah masih mencemaskan kondisi Raka apabila dia memaksakan kehendak untuk langsung membuat roti dan menjualnya. Sebab kondisi Raka masih belum pulih benar.

"Begini saja, Raka. Sebaiknya untuk sementara waktu kamu membuat roti di rumah. Dan aku yang menjualkannya," saran Sarah.

"Hal ini agar kamu bisa menghemat tenagamu untuk beristirahat sampai kamu sembuh," jelas Sarah. Raka kemudian terdiam.

"Pikirkanlah kesehatanmu, Raka! Jangan sampai luka jahitanmu itu malah berdampak buruk bagi kesehatanmu, sehingga kamu malah nantinya tidak bisa mencari nafkah," nasihat Sarah. Raka memikirkan saran dari sang istri.

"Baiklah kalau begitu, Sarah. Aku ikut saranmu saja. Tetapi kuharap hal ini tidak berlangsung terlalu lama," ujar Raka.

"Karena aku tidak ingin merepotkanmu. Kamu sudah sangat sibuk mengurus semuanya," imbuh Raka. Sarah mengembangkan senyumnya.

"Sama sekali tidak merepotkan, Raka. Bahkan aku sangat senang bisa menjualkan roti untukmu agar usahamu juga berjalan lagi," timpal Sarah. Raka semakin kagum dengan pemikiran sang istri.

'Apakah sebenarnya Sarah yang sangat peduli kepadaku sudah mulai mencintaiku?' tanya Hati Raka.

Pada keesokan harinya, Raka sudah bersiap untuk pulang ke rumah. Rama juga saat itu terlihat sangat riang karena ayah sambungnya akan pulang dari rumah sakit.

"Hore, aku bisa bermain lagi dengan Papa di rumah, dan aku bisa membantu Papa menjualkan roti!" seru Rama.

Raka dan Sarah hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh anak itu.

Kemudian mereka pun keluar dari kamar rawat inap tersebut untuk menuju keluar dari kawasan rumah sakit.

Tetapi saat mereka melewati lorong dekat ruangan dokter kandungan ketiganya merasa kaget ketika melihat Dewa bersama Mita.

Dewa juga terperanjat ketika melihat Sarah bersama dengan Raka dan Rama. Dewa lalu terbangun dan menghampiri mereka bertiga.

"Hai, Sarah!" sapa Dewa sambil tersenyum penuh makna. Sarah sebenarnya malas untuk balas menyapa

Dewa. Namun Dewa terlanjur menghadang jalannya saat itu.

"Hai juga," balas Sarah dengan nada sedikit ketus. dewa kemudian memperhatikan ketiganya termasuk Raka Dewa, lalu mengalihkan perhatiannya kepada Sarah.

"Jadi ini suami barumu Sarah?" tanya Dewa.

3

Tatapan Dewa sepertinya nampak merendahkan Raka. Tetapi Raka tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Dewa saat itu.

Karena bagi Raka, Dewa bukanlah siapa-siapa baginya. Toh Raka juga tidak memiliki masalah apapun dengan Dewa.

Sarah hanya menganggukkan kepalanya saat dewa menanyakan tentang Raka. Dewa kemudian terkekeh seolah mengolok kehidupan Sarah sekarang.

"Kukira kamu akan menikah direktur, pengusaha, atau paling tidak sekelas manajer. Tetapi kamu memilih pria biasa ini untuk menjadi pendamping hidupmu," ledek Dewa.

Sarah sebenarnya merasa tersinggung dengan ucapan Dewa saat itu. Tetapi dia berusaha untuk mengendalikan emosinya.

"Tetapi aku tidak menyangka setelah berpisah denganku kamu secepat ini menikah lagi, Sarah," kata Dewa.

“Rupanya kamu juga tidak tahan hidup sendirian," Dewa terus saja meledek Sarah. Sehingga membuat Sarah menjadi naik pitam dibuatnya.

"Tutup mulutmu, Mas Dewa! Kehidupanku bukanlah urusanmu," balas Sarah.

Dewa terkekeh lagi seolah berhasil memancing amarah Sarah.

"Kasihan sekali hidupmu, Sarah. Setelah berpisah denganku kamu malah mempunyai suami yang tak berguna juga anak yang menambah beban hidupmu, hahaha," ejek Dewa lagi.

Sarah sebenarnya ingin menampar Dewa. Tetapi dia juga tak mau jika sampai aksi mereka diketahui banyak orang sehingga menjadi pusat perhatian.

Sarah kemudian menajamkan matanya seolah ingin menghabisi Dewa.

"Seharusnya kamu sadar diri dengan apa yang kamu lakukan padaku, Mas Dewa," balas Sarah.

"Kamu sudah membuat menderita dengan segala perangaimu. Lalu kamu mengambil alih semua harta bendaku," tuding Sarah. Dewa terperanjat mendengarnya.

Kemudian Sarah mengalihkan pandangannya kepada Mita.

"Seharusnya kamu jangan mau diperdaya olehnya. Selama menikah dengan Mas Dewa, aku diperlakukan kasar. Jangan sampai kamu menjadi korban berikutnya!" Sarah malah memberikan peringatan kepada Mita.

Dewa dan Mita terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah. Bahkan mata Dewa kini membelalak tajam.

"Tutup mulutmu, Sarah! Dasar wanita lancang!" sahut Dewa. Tangannya terangkat tinggi untuk menampar Sarah.

Ketika tangan Dewa melayang, Raka dengan sigap menangkap dan mencengkram tangam Dewa dengan sorot yang tak kalah tajam.

"Jangan pernah sakiti wanita, apalagi istriku!" sahut Raka.

"Kamu tahu, pria yang suka memukul atau berlaku kasar pada wanita itu manusia hina," sambung Raka.

Raka merasa tidak terima saat Dewa ingin memukul Sarah. Bahkan Sarah juga kaget dan tidak menduga jika Dewa akan berlaku kasar lagi pada dirinya.

Beruntung ada Raka yang sigap membela sang istri. Saat itu Raka juga menahan amarah karena tingkah Dewa yang keterlaluan.

"Jika sampai kamu melakukan hal ini lagi pada wanita, terutama istriku. Aku akan menghabisimu," ancam Raka.

"Tidak peduli aku masuk ke jeruji penjara. Sebab aku tak akan membiarkan siapapun menyakiti istri dan anakku," lanjut dia.

"Orang berwatak sepertimu juga menurutku tak pantas hidup di dunia ini. Merusak kedamaian," sambung Raka.

Sontak Dewa kini semakin murka dengan apa yang dikatakan oleh Raka.

"Berani kamu ya mengancamku, dasar pria miskin!" bentak Dewa.

Dia merasa tersinggung berat mendengar apa yang dikatakan oleh Raka.

Sementara itu, Rama juga ikut merasa geram dengan sikap Dewa yang ingin berlaku kasar kepada ibunya.

"Om ini hatinya seperti setan, kenapa Om malah ingin memukul Mamaku?" seru Rama.

Dewa makin marah ketika mendengar penuturan Rama. Bahkan Sarah dan Raka pun ikut kaget ketika mendengar Rama akan bicara demikian.

"Jangan bicara seperti itu, Rama," tegur Sarah. Dia kemudian menggendong Rama sekaligus melindungi putranya agar terhindar dari amarah Dewa.

"Kalian ini keluarga sampah, dari yang kecil sampai yang dewasa semuanya berkata lancang seperti sampah," amuk Dewa.

"Termasuk mulut anak kecil ini, ingin kurobek mulutnya dan kutarik lidahnya sampai dia tak bisa bicara lagi," tuding Dewa kepada Rama.

Raka dan Sarah terperanjat mendengar perkataan Dewa.

Plak!

Raka kemudian menampar pipi kiri Dewa. Dia tak peduli jika harus berkelahi dengan Dewa.

Raka begitu merasa marah dengan ocehan Dewa yang menyakiti anak dan istrinya.

"Sebelum kamu melakukannya, akan kutarik dan kupotong lidahmu supaya kamu tak lagi mengoceh seperti radio rusak," amuk Raka. Matanya kini berkilat menunjukkan amarah yang bergejolak.

Sarah kaget ketika Raka begitu murkan dengan sikap Raka. Dia begitu merasa khawatir jika akan terjadi perkelahian antara Dewa dan Raka.

Apalagi saat itu Raka baru saja sembuh, tentu Sarah tak ingin terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada sang suami.

"Sudahlah, Raka! Jangan pedulikan dia, lebih baik kita pulang daripada jadi pusat perhatian banyak orang," kata Sarah yang berusaha meredam emosi Raka.

Raka mengucapkan istigfar sebanyak mungkin untuk meredakan amarahnya. Dia setuju pergi menjauh dari Dewa dan pasangannya.

Namun Dewa merasa tak terima dengn perlakuan Raka yang mempermalukan dirinya.

"Hei, kamu mau ke mana? Kalau kamu berani hadapi aku secara jantan!" tantang Dewa.

"Sudah, Raka! Jangan pedulikan dia, Mas Dewa nampaknya sudah tak waras," kata Sarah sambil merangkul lengan Raka untuk segera pergi.

Dewa masih saja mengoceh ketika Sarah, Rama, dan Raka sudah pergi dari hadapannya.

"Sudah, Mas Dewa! Jangan permalukan dirimu sendiri! Kamu jadi pusat perhatian sekarang!" tegur Mita.

"Diam kamu! Seharusnya tadi kamu membelaku, jangan diam saja seperti patung!" bentak Dewa yang membuat Mita tersentak mendengarnya.

Dewa meluahkan amarahnya kepada Mita. Mata wanita itu langsung berkaca-kaca.

"Mas Dewa tega membentakku? Aku ini sedang hamil, Mas," tangis Mita. Dewa terdiam, giginya masih gemerutuk dengan amarah yang masih menggelagak di dalam dadanya.

Sementara itu, Sarah merasa lega ketika mereka sudah keluar dari rumah sakit itu dan tidak ada lagi adu mulut antara Raka dan Dewa. Sehingga nantinya bisa terjadi perkelahian.

Mereka bertiga kemudian segera menaiki angkutan umum untuk membawa ketiganya pulang ke rumah.

Namun Raka saat itu banyak diam karena dia masih menahan kesal dengan sikap Dewa terhadap anak dan istrinya.

Sarah pun memahami dengan apa yang dirasakan oleh Raka.

Sudahlah, Raka! Jangan pikirkan soal kejadian tadi, lupakanlah seolah kita tidak bertemu dengan Mas Dewa," nasihat Sarah, yang berusaha menenangkan emosi sang suami.

Raka berusaha untuk tersenyum kepada Sarah, walaupun di hatinya masih ada perasaan marah yang bergelora.

"Kalau Papa bertemu dengan Om Galak itu lagi, hajar saja sampai dia babak belur agar Om Galak itu merasa jera! Karena sudah berlaku kasar kepada Mama," Rama malah memancing kembali emosi Raka.

Sontak celotehan anaknya membuat Sarah terkejut mendengarnya.

"Jangan bicara seperti itu, Sayang! Kalau tadi terjadi peralihan antara papamu dan Om itu pasti papamu akan kesakitan lagi," tegur Sarah.

"Swbab luka jahitan Papamu masih belum sembuh," imbuh Sarah. Rama terdiam mendengarnya.

Raka malah merasa Rama saat ini sudah sangat membenci Dewa, yang tak lain adalah ayah kandungnya.

'Astaga, seharusnya Rama tidak membenci ayah kandungnya sampai seperti ini, Raka kini malah mencemaskan hubungan darah antara Rama dan Dewa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!