NovelToon NovelToon

Same But Different

001 : Akhir Cuti Sekolah

Malam hari di sebuah kamar mewah dengan nuansa merah muda, terdapat seorang gadis yang tengah sibuk menyiapkan peralatan sekolah miliknya. Tangan halus nan mungil dari seorang gadis cantik dengan rambut tergerai itu memasukkan satu per satu benda ke dalam tas merahnya. Setelah semua benda masuk, ia mengecek sekali lagi supaya tidak ada benda yang ketinggalan.

"Buku tulis ada, buku pelajaran matematika, biologi, sejarah, dan seni sudah ada. Lalu, kotak pensil isinya sudah lengkap semua. Lotion, cermin, minyak wangi, liptint juga sudah. Apa lagi ya? Hmm..." dengan jari telunjuk yang mengetuk ringan sudut bibir kanan, ia kembali mengingat hal yang mungkin saja terlewat.

"Sepertinya sudah semua. Oke kalau semua sudah siap besok tinggal berangkat ke sekolah!" ia bergegas meletakkan tas merahnya di atas meja belajar.

Selepas itu ia menuju ke depan cermin dan mengamati dengan seksama bayangan yang nampak di cermin itu. "Trisya Oliviana." ia menyebut namanya dengan lirih. "Kira-kira seperti apa diriku ini? Aku sama sekali tidak ingat."

Trisya Oliviana atau biasa dipanggil dengan sebutan Isya adalah putri tunggal dari Zain Oliviandra dan Alissa Mahya. Pasangan suami-istri tersebut mengadopsi Isya sejak usia 7 tahun dikarenakan mereka belum juga memiliki keturunan setelah bertahun-tahun menikah. Beberapa Minggu lalu ia mengikuti studi wisata ke Bandung bersama dengan teman sekolahnya. Namun sayang, Isya mengalami insiden kecelakaan yang menyebabkan dirinya terkena amnesia. Tentu saja karena amnesia itu semua ingatan masa lalunya jadi hilang tak bersisa.

Sudah dua minggu ini Isya cuti sekolah dalam rangka pemulihan kondisinya. Seluruh badan terasa sudah baikan hanya saja sampai sekarang ingatannya masih belum kembali juga. Mungkin perlu waktu lama untuk memulihkan semua ingatan itu. Semua memori sudah hilang, jadi tidak ada pilihan lain ia harus memulai segalanya dari awal.

Saat asyik bercermin, Bu Alissa masuk ke kamar Isya membawakan susu dan roti kering kesukaannya. "Putri ibu belum tidur rupanya."

Isya menoleh ke arah sumber suara dan nampak senang melihat kedatangan ibunya, "Belum bu." Isya langsung tertarik dengan isi nampan yang dibawa Bu Alissa, "Wah... Apa itu bu?"

"Oh ini ibu bawakan roti kering kesukaanmu! Makanlah bersama dengan susu pasti jauh lebih nikmat." nampan beserta isinya beliau letakkan di atas meja belajar. Isya langsung mencoba roti kering berbentuk bebek dengan dicelupkan ke dalam susu terlebih dahulu, "Nyam nyam... Wah enak sekali!"

"Kamu suka?" tanya Bu Alissa sembari mengelus rambut putrinya.

"Tentu saja aku suka! Apalagi ini buatan ibu sendiri."

"Makan yang banyak kalau begitu!" Bu Alissa sangat senang melihat Isya makan dengan lahap kue kering buatan tangannya. "Habis ini langsung tidur gih, jangan belajar sampai larut malam!"

"Iya bu. Lagipula sudah ngantuk nih. Habis makan semua ini aku akan langsung tidur!"

"Nah anak pandai harus nurut sama ibu! Biasanya kan kamu bandel sekali dibilangi ibu. Setiap kali ibu bilang jangan belajar terlalu keras sampai larut malam! Eh malah tetap saja belajar sampai-sampai camilan yang ibu bawakan lupa dimakan."

"Masa sih bu?" Isya tidak percaya mendengar hal itu. Rasa-rasanya semangat belajar dalam dirinya tidak begitu tinggi apalagi belajar sampai larut malam seperti apa yang diceritakan ibunya.

"Iya. Padahal di sekolah kan sudah belajar sampai sore. Menurut ibu kalau di rumah kerjakan saja tugas yang ada setelah itu istirahat yang cukup. Kesehatan itu juga penting loh. Lagipula kalau keseringan begadang juga nggak baik buat kesehatan."

"Kalau aku sih sependapat dengan ibu. Belajar terlalu lama malah membuat kepalaku semakin pusing." jawab Isya jujur.

"Nah, apalagi kondisimu belum pulih sepenuhnya jadi belajar secukupnya saja jangan lupa istirahat!"

"Siap bu!" tidak terasa kue kering di piring sudah habis dilahap Isya. "Hehe... Kuenya sudah habis nih. Enak banget sih kalau ibu yang buat."

"Sekalian itu susunya dihabiskan, nanti ibu bawa keluar piring dan gelasnya!" Isya segera menuruti perintah ibunya dan seketika susu itu habis setelah beberapa tegukan.

Glek glek glek

"Ahh... Aduh sebelum tidur aku malah makan banyak nanti berat badanku bertambah gimana nih?"

"Bertambah sedikit nggak masalah. Lagipula lihat tuh badanmu terlalu kurus begitu!" ucap Bu Alissa sembari menunjuk tubuh Isya.

"Kalau perempuan memang lebih menawan jika terlihat langsing bu."

"Iya iya ibu tahu. Ya sudah istirahat! Ibu pergi dulu. selamat malam putri tercintanya ibu, muach!" Bu Alissa memberi kecupan manis di kening Isya. "Selamat malam juga bu!"

Setelah Bu Alissa meninggalkan kamar, Isya bergegas pergi ke ranjang empuknya guna menenggelamkan diri di alam mimpi. Tidak butuh waktu lama akhirnya Isya tertidur dengan lelap. Ia butuh energi banyak yang terkumpul saat istirahat untuk menghadapi hari esok yang baru.

***

Keesokan paginya pada pukul 7 kurang 15 menit, Isya sampai di sekolah dengan diantar oleh Pak Zain, ayahnya. Setelah mobil berhenti tepat di depan gerbang Isya segera turun. "Terima kasih ayah!"

"Perlukah ayah antar sampai ke kelasmu?" tanya Pak Zain khawatir jika putrinya kesulitan saat mencari kelasnya. Namun Isya merasa dia bisa mengatasi hal ini sendiri, "Tidak perlu ayah! Aku akan cari kelasku sendiri. Jika nanti aku lupa aku bisa bertanya dengan temanku."

"Baiklah kalau begitu. Ayah pergi dulu ya!"

"Iya ayah," Isya tersenyum sembari melambai mengiringi mobil Pak Zain yang kian menjauh dari gerbang sekolah. Sekarang waktunya untuk mencari kelas di mana tempat dia untuk belajar. "Ayo Isya kamu pasti bisa menemukan kelasmu!" Isya menyemangati dirinya sendiri.

Perlahan Isya memasuki area Adinata High School. Ia dibuat takjub dengan arsitektur sekolah yang begitu megah bergaya klasik. Dinding tembok sekolah bernuansa cream yang dipadukan dengan kayu. "Wah, ternyata bagus sekali sekolahku!"

Saat Isya memasuki area sekolah, banyak pasang mata yang mengarah padanya. "Wah lihat itu! Isya kembali ke sekolah!" Sepertinya kedatangan Isya menjadi sebuah pemandangan unik di mata para siswa Adinata.

"Benar itu Isya, iyakah?!"

"Dia sudah kembali?"

"Apa dia sudah pulih? Dengar-dengar dia terkena amnesia akibat kecelakaan itu."

"Wah lihat primadona kita sudah kembali rupanya!"

"Cepat sekali dia kembali? Katanya dia ambil cuti sebulan?"

"Entahlah. Mau kembali atau tidak itu urusan dia!"

Satu per satu siswa mulai berkomentar tentang kembalinya Isya dengan pendapat mereka masing-masing. Hingga saat Isya memasuki lorong kelas, mereka masih berbisik-bisik di sekitarnya. Hal itulah yang membuat Isya merasa tidak nyaman.

Di lantai satu, Isya lihat kebanyakan ruang kelas 1, mungkin saja ruang kelas 2 ada di lantai berikutnya. Isya menuju tangga ke lantai dua. Saat sampai di pertengahan tangga ia berpapasan dengan seorang siswi yang tiba-tiba menghadang jalannya. "Hai, Trisya Oliviana!"

Isya sempat tertunduk karena terkejut. Perlahan ia mendongak untuk melihat siswi yang memanggil namanya.

002 : Hari Pertama Masuk

"Kau sudah kembali? Masih ingat dengan aku kan?"

Isya tetap diam tidak menjawab karena dia tidak tahu nama siswi tersebut. Nampaknya siswi itu kesal karena tidak mendapat respon jawaban dari lawan bicaranya. "Kau tidak mengenaliku?" Isya menjawab jujur dengan nada pelan, "Ya."

Siswi yang menghadang jalan Isya dan mengajaknya berbicara itu adalah Luna Adisia. Dia adalah cucu kesayangan direktur Adinata High School. Karena merasa sebagai cucu seorang direktur dia sudah terbiasa berbuat onar di sekolah dan sulit sekali untuk ditegur. Bahkan pihak guru pun tidak berani mengusik tingkah Luna.

"Rupanya rumor tentang kamu terkena amnesia itu benar adanya. Tapi kenapa sikapmu juga terasa aneh? Hmm..." perlahan Luna mulai mendekati Isya.

Isya yang merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Perlahan kakinya melangkah mundur menuruni tangga, namun Luna semakin mendekat sembari menatap tajam ke arah mata Isya. "A-ada apa?" Isya mulai ketakutan.

"Di mana tatapan sinis yang biasa kau miliki? Kenapa rasanya Isya yang ada di hadapanku ini begitu lemah? Ada apa denganmu? Hanya melihat sekilas saja aku sudah tahu!"

Isya benar-benar tidak tahu apa maksud perkataan Jina, "Apa maksudmu?" kondisi di sekitar kian ramai dengan beberapa siswa yang mulai berkerumun melihat kejadian itu.

"Perlukah kulakukan suatu hal agar kamu ingat?" tanpa aba-aba Luna mengangkat tangan kanannya seolah hendak menampar Isya. Seketika Isya kaget hingga pergelangan kakinya terpeleset dari anak tangga. Kondisi tubuh yang tidak seimbang membuat gaya gravitasi kian kuat menarik tubuh Isya untuk jatuh.

"Apakah aku benar akan jatuh? Bagaimana jika amnesiaku semakin parah karena kepala belakangku terbentur lantai? Atau mungkin aku akan mati jika benturannya terlalu keras?" beberapa pikiran buruk mulai bermunculan di kepala Isya sembari proses dirinya hampir jatuh tetap berlangsung. Namun, dengan sigap ada seseorang dari belakang yang menangkap tubuh Isya hingga keduanya jatuh bersama.

Gubraakk...

Perlahan Isya membuka mata. Saat itu juga sepasang mata miliknya bertemu dengan sepasang mata seorang siswa yang menyelamatkan kepalanya dari benturan langsung dengan lantai. Waktu seolah berhenti sejenak di antara keduanya. Mereka saling memandang dalam durasi waktu yang tidak sekejap. Tiba-tiba jantung Isya berdetak kencang tak karuan. Pemandangan itu pun membuat seluruh siswa yang menyaksikan bersorak heboh bahkan ada yang mengambil gambar atau video, "Whooaahh..."

Cekrek cekrek cekrek

Isya pun tersadarkan oleh teriakan pada siswa di sekelilingnya. Ia segera bangkit dan mengusap debu yang menempel di seragamnya. Siswa itu pun juga ikut bangkit dan berdiri di samping Isya, "Kamu tidak apa-apa?"

Kondisi sekitar yang masih heboh membuat Isya menjadi canggung. Ia pun juga tidak sempat merespon pertanyaan siswa yang telah menolongnya tadi.

"Wah wah wah... Bahkan di hari pertamamu masuk kamu sudah membuat sensasi!" ucap Luna sembari bertepuk tangan karena puas dengan apa yang baru saja terjadi.

Rasanya Isya ingin melarikan diri dari tempat itu, namun dia tidak tahu harus pergi ke mana. Di saat itu pula nampak siswa yang berkerumun tadi mulai menyingkir seolah membuka jalan bagi seseorang untuk lewat. Ternyata orang yang hendak lewat itu adalah Haikal Seava, pacar Isya.

Dengan gaya yang keren dan cool, Haikal melewati kerumunan siswa. Tanpa basa-basi basi, ia langsung menggenggam tangan Isya dan membawanya menjauh dari kerumunan di sekitar tangga, "Ayo!"

Isya menurut begitu saja ketika Haikal membawanya pergi. Untung saja Haikal datang, karena meninggalkan tempat itu sudah memberi rasa tenang tersendiri dalam dirinya.

Perlahan kerumunan siswa bubar karena sudah tidak ada lagi kejadian menarik untuk dilihat, jadi lebih baik kembali ke kelas masing-masing. Toh sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

Haikal membawa Isya sampai di depan kelasnya. "Nah itu kelasmu!" Haikal segera melepas genggaman tangannya karena dirasa misinya untuk mengantar Isya ke tempat tujuan telah selesai. "Terima kasih!" Isya merasa sangat lega bisa sampai di kelas, meski sempat mengalami kejadian yang memalukan lebih dulu.

Kurang sepuluh menit lagi waktunya masuk, Haikal harus pergi ke kelasnya. "Ya sudah aku pergi dulu ya!"

Isya merespon dengan anggukan. Setelah Haikal pergi kini giliran Quin dan Naila yang datang menghampiri, "Isya..." mereka berdua berlari dengan penuh kegirangan melihat kehadiran sahabatnya. Ya, Quin dan Naika adalah teman sekelas Isya.

"Isya kamu lama banget sih liburnya? Aku sampai kangen tahu, huhu..." Naila memeluk Isya dengan erat. "Iya nih kalau nggak ada kamu rasanya nggak seru tahu!" sambung Quin. "Iya iya, yang penting sekarang kan aku sudah kembali ke sekolah."

"Bagaimana ingatanmu? Apa sudah Kembali?" tanya Naila penasaran. Isya menggeleng tanpa bersuara. "Tak apalah, mungkin pemulihan ingatanmu membutuhkan waktu. Santai saja! Yang penting kita bertiga bisa kembali bersama, yeye..." ucap Quin.

Isya, Quin, dan Naila adalah sahabat baik sejak kelas 1 SMA. Ke mana-mana mereka bertiga pasti selalu bersama. Sekarang saat kelas 2 pun mereka masih bisa berkumpul di kelas yang sama sehingga tidak ada hal yang memisahkan ketiganya.

"Astaga naga Isya... aku tadi lihat loh kejadian di tangga tadi!" ucap Naila.

Seketika Isya mengalihkan pandangan karena malu mengingat kejadian itu. "Kejadian apa?" tanya Quin penasaran. Sepertinya dia tidak mengetahui hal itu.

"Ih masa kamu nggak tahu sih? Emang tadi kamu lewat mana?"

"Aku tadi lewat belakang sekolah karena harus mampir dulu ke kantin." jawab Quin.

"Hadeh... Rugi deh kamu nggak lihat momen epiknya Isya!"

"Emang ada apa sih?" Quin semakin dibuat penasaran.

"Begini loh tadi itu..." ucapan Naila sengaja dipotong Isya yang tidak ingin membahas lagi kejadian saat di tangga. "Sudah sudah jangan diceritain! Aku jadi malu nih!"

"Ih kenapa sih? Padahal aku mau tahu!" Quin mulai kesal karena rasa kepo yang kian menggebu-gebu harus dipending lebih dulu.

"Kamu nggak perlu tahu deh! Lagipula kejadian itu juga bukan apa-apa!" Isya bersikeras supaya temannya tidak mengungkit lagi tentang itu.

"Aku jadi semakin penasaran deh!" ucap Quin.

"Ya sudah nanti kamu lihat aja di postingan para siswa! Pasti ada tuh hal yang lagi viral di lingkungan Adinata!" jelas Naila.

"Naila apaan sih? Masa hal begitu saja jadi viral?" Isya coba membuang jauh-jauh pikiran mengenai topik pembicaraan hangat di kalangan siswa Adinata.

"Ih bisa saja! Jaman sekarang hal biasa pun bisa jadi wah hanya karena sebuah postingan."

"Ck... Ya sudah yuk masuk ke kelas. Kasih tahu gih mejaku di mana?" ajak Isya.

"Nggak usah bingung mejamu ada tepat di belakangku!" jawab Quin.

Mereka bertiga masuk ke dalam kelas dan pergi ke tempat masing-masing. Isya menuju meja sesuai petunjuk Quin yang tepat dibelakangnya. Sementara Naila ada di sebelah kirinya.

Seperti biasa sebelum jam pelajaran dimulai sebagian besar siswa di kelas masih asyik melakukan kegiatan sesuai keinginan masing-masing. Ada yang berdandan, mengerjakan PR, piket kelas, bermain pesawat kertas, karaoke bersama di sudut ruangan, main game bareng, mendengarkan musik, bergosip atau lain sebagainya.

Semua hal itu dapat mereka lakukan ketika waktu belajar belum dimulai. Yah, pada intinya mereka juga perlu hiburan tersendiri sebelum melakukan kegiatan yang serius. Atau mungkin saja hiburan itu sering kebablasan sampai di waktu serius untuk memperhatikan penjelasan dari guru mereka malah asyik dengan dunianya masing-masing. Sering kali dipandang dari sisi negatif namun faktanya setiap siswa juga perlu waktu untuk merilekskan diri. Namun kuncinya harus tetap ingat waktu dan kontrol diri yang baik.

003 : Siswa Baru

Waktu istirahat telah tiba. Tentu saja tempat favorit kebanyakan siswa adalah kantin sekolah. Isya dan kedua temannya pun menghabiskan waktu istirahat mereka untuk makan siang di sana.

"Menu makan siang hari ini semuanya aku suka! Ada tumis daging sapi dengan ekstra saus mayo dan ternyata juga ada yogurt. Kalau makanannya seperti ini rasanya mau nambah lagi nih!" Naila nampak begitu senang dengan menu makan siang yang berbeda dari biasanya.

"Habiskan saja dulu yang ada di piringmu!" ucap Isya. Setelah menasehati Naila, ia menoleh ke arah Quin yang ada tepat di sampingnya. Dari tadi gadis itu nampak fokus memperhatikan apa yang ada di layar ponsel dan belum sesendok pun mencoba jatah makan siang miliknya. "Kamu tidak makan?" tanya Isya.

"Wah, Isya… kejadian di tangga tadi pagi beneran viral loh. Lihat nih kamu yang jadi tokoh utama untuk diselamatkan seorang pangeran!" Quin memperlihatkan kembali video kejadian di tangga dari salah satu postingan siswa Adinata.

"Ih apaan sih Quin?! Yang jelas itu malu-maluin tahu! Sudah matiin saja deh videonya!" Isya jadi nampak risih.

"Keren tahu seperti adegan yang ada di drama Korea, hehe..." Quin tiada henti membicarakannya.

"Glek... Iya tuh kan bener jadi viral!" Naila baru bisa berbicara setelah makanan yang tertampung penuh di mulutnya tertelan menuju kerongkongan lebih dulu.

"Sudahlah terserah kalian aku mau makan!" Isya bersikap seolah dia ngambek dan langsung memakan jatah makan siangnya dengan lahap.

"Oh ya, ngomong-ngomong siapa siswa yang menyelamatkanmu tadi?" tanya Quin kepada Isya. "Mana aku tahu? Aku kan terkena amnesia jadi nggak ingat siapa-siapa." jawab Isya ketus.

"Iya juga sih, siapa ya siswa itu? Aku juga belum pernah melihatnya." sambung Naila.

"Masa kalian berdua juga nggak tahu sih?" sekarang Isya jadi meragukan pendapat kedua temannya.

"Kemungkinan besar kalau kami tidak tahu itu karena dia adalah siswa yang biasa-biasa saja atau kalau tidak ya siswa baru." jelas Quin.

"Tapi masa sih dia siswa biasa saja? Tampangnya saja setara dengan para idol!" jawab Naa menyanggah anggapan Quin.

"Apa pentingnya dengan tampang seseorang?" mendadak Isya jadi penasaran apa jawabannya.

"Tentu saja semakin menarik penampilan seseorang maka semakin mudah orang lain untuk mengenali orang itu!" Quin begitu percaya diri dan selalu ceplas-ceplos saat membicarakan tentang penampilan.

"Yang benar saja?" raut wajah Isya berubah seolah menyepelekan hal tersebut dan kembali menyantap makanan yang tersisa.

Tak berselang lama, Haikal datang ke meja di mana tempat ketiga gadis itu makan lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Isya. "Wah wah pada bahas apa ini? Nampaknya seru sekali."

Quin dan Naila hendak menjawab namun ucapan mereka sudah dipotong Isya lebih dulu, "Bukan apa-apa!"

Mendengar hal itu Haikal mengangguk paham dan langsung menyantap makanannya. "Bagaimana kegiatanmu di kelas? Apakah tadi baik-baik saja?" tanya Haikal pada kekasihnya.

"Sampai tadi berjalan lancar sih, hanya saja banyak materi yang aku lupa." jawab Isya.

"Santai saja lama-lama pasti kamu akan ingat semuanya!"

Keberadaan Quin dan Naila nampak seperti dua ekor nyamuk di antara Isya dan Haikal. Mereka berdua pun fokus untuk menghabiskan makanannya tanpa mengusik pembicaraan sepasang kekasih itu. Sembari makan mereka pun juga mengamati situasi di sebelah yang nampak canggung dan tidak saling akrab untuk bicara satu sama lain. "Ada apa dengan mereka?" tanya Naila. "Entahlah... Sudah lanjut makan saja!"

Dari depan nampak seorang siswa melangkah menuju ke arah Isya. Saat dilihat dengan seksama rupanya siswa itu adalah orang yang menolongnya waktu jatuh dari anak tangga tadi pagi. Saat ini pandangan Isya sedang terpaku pada sosok laki-laki tampan yang hendak melewatinya.

Ketika tubuh siswa itu berada tepat di samping Isya, seketika jantungnya kembali berdetak kencang. Ia sungguh tidak mengerti dengan kondisi yang sedang dialami. Jantung berdetak kencang tanpa tahu penyebab pasti dan lama-kelamaan kian terasa sakit.

"Awh..." Isya merintih kesakitan sembari memegang dada bagian kiri.

"Ada apa?" Haikal pun dibuat terkejut dengan kondisi Isya yang mendadak berubah seperti sedang kesakitan. Namun, Isya tetap menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. "Aku tidak apa-apa!"

Quin bangkit dari duduk lalu memegang pundak Isya, "Hei Isya… kamu kenapa?" Quin juga penasaran serta sedikit khawatir dengan kondisi sahabatnya itu.

Rasa sakit di dada sebelah kiri Isya semakin menjadi-jadi bahkan sekarang ingin bernapas pun terasa begitu sesak. "Aku pergi ke toilet dulu!" Isya bergegas meninggalkan temannya.

"Ada apa dengannya?" Quin nampak bingung karena tidak mengetahui penyebab dari sikap Isya barusan. "Apa mungkin dia sedang sakit?" Naila pun ikut menebak-nebak.

Dari belakang, siswa tadi nampaknya juga terpaku memperhatikan Isya. Sepertinya dia mengenali gadis itu. Hanya saja masih ada keraguan besar yang belum tentu terbukti kebenarannya, sehingga lebih baik diam untuk sementara daripada salah orang.

***

Sesampainya di toilet, Isya segera mencuci muka guna menyegarkan diri. Perlahan ia mulai mengatur napas agar oksigen dapat masuk menuju paru-paru dengan leluasa. Sebelumnya dia merasa sangat sesak namun sekarang sudah agak baikan. "Huft... Huh, ada apa dengan diriku?" Isya pun tidak bisa memahami dirinya sendiri.

Isya kembali mengingat kejadian aneh hari ini, di mana jantungnya selalu berdebar kencang saat bertemu dengan siswa baru itu. "Sebenarnya dia itu siapa? Apakah aku pernah mengenalnya?" Isya mencoba mengingat kembali hal yang mustahil untuk diingat sekarang ini.

Di balik rasa penasaran juga muncul rasa aneh yang terus mengganggu. Dalam pencarian ingatan yang tak kunjung menemukan jawaban, tiba-tiba rasa sakit di dadanya kembali muncul dan kini terasa semakin sesak dari sebelumnya. Sampai-sampai untuk berdiri pun Isya sudah tidak mampu dan perlahan tubuhnya merendah hingga sampai posisi duduk di lantai. "Akh, aduh... Kenapa ini?"

Detak jantung yang awalnya cepat menjadi kian lambat setelah mencapai puncak detakan terbesarnya. Pandangan Isya mulai kabur dan tingkat kesadarannya semakin menurun hingga akhirnya dia pingsan di lantai toilet.

Selesai menyantap makan siang, Haikal menunggu Isya dari kejauhan karena tidak bisa masuk ke toilet wanita. Kebetulan saat itu Quin muncul, kemudian dia menanyakan tentang Isya. "Quin!" Haikal memanggil nama gadis yang tengah lewat di depannya. "Ada apa?" langkah kaki Quin terhenti sejenak untuk merespon panggilan Haikal.

"Apa kamu sudah melihat Isya keluar dari toilet?" tanya Haikal.

"Belum. Kebetulan aku mau ke toilet nanti sekalian aku periksa apa dia masih ada di sana." jawab Quin.

"Tolong ya!"

"Oke!" Quin melanjutkan langkah untuk pergi ke dalam toilet.

Sesampainya di toilet ia langsung berteriak kencang setelah mengetahui tubuh Isya tergeletak tak sadarkan diri di lantai toilet yang sangat dingin. "Kyaaa… Isya!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!