Awan menyingsing berdendang di langit senja yang muram. Desir angin menusuk hangat dingin di malam yang membeku. Debur ombak memecah keheningan malam. Seorang gadis berusia 18 tahun tergeletak di lantai sebuah ruangan kosong tepi pantai. Wajahnya membengkak bekas dipukuli, tangan dan kakinya penuh dengan luka darah yang mengering.
Dinginnya angin malam menusuk sampai ke tulang membuat Chika membuka matanya. Chika memegang kepalanya yang terasa berat. Chika merintih menahan sakit. Chika sungguh tidak mengerti, apa kesalahan yang dia perbuat sehingga disiksa seperti ini.
Chika mengingat kembali kejadian hari ini. Chika bekerja di sebuah restoran ayam goreng. Chika bertugas mengantarkan pesanan ke sebuah perusahaan. Chika disuruh mengantarnya ke lantai 5. Chika tidak sengaja menabrak seorang pria berpakaian jas rapi memakai kaca mata dan minuman yang dipesan tumpah mengenai jas mahalnya.
Chika dalam kegugupan dan ketakutan memohon, meminta maaf kepada pria itu. Pria itu mengamati Chika dari kaki sampai ujung kepala. Pria itu masuk ke dalam lift. Chika menemui orang yang memesan ayam goreng dan meminta maaf karena minuman yang dipesan tumpah. Beruntung orang yang memesan tidak mempermasalahkannya.
Chika dengan perasaan bersalah meninggalkan kantor itu dengan motor matiknya. Dan di tengah perjalanan, motor yang dikendarai Chika diserempet sebuah mobil yang melaju kencang. Tubuh Chika terseret beberapa meter dari jalan raya. Kebetulan jalan pada saat itu sepi karena masih jam kerja tidak ada yang melihat kejadian itu.
Orang yang ada di dalam mobil keluar. Bukannya menolong Chika yang terkapar dengan celana yang sobek tercium aspal, tangan dan kaki berdarah, Pria berbadan kekar itu malah memegang kerah baju Chika dan menghujaninya dengan pukulan membabi buta. Chika tidak berdaya, tubuhnya lemas, tenaganya hampir habis. Untuk bernapas pun terasa lelah. Chika saat ini merasakan sakit yang teramat sangat di bagian perutnya. Pandangan mata Chika menghitam.
Dan di sinilah Chika sekarang. Di sebuah kamar kosong, Chika merasakan semua badannya sakit. Chika memaksakan diri untuk berdiri, Chika mengintip dari balik jendela ternyata dia berada di pinggir pantai. Chika perlahan membuka pintu ruangan itu yang tidak terkunci.
Chika dengan langkah pelan dan terseok-seok sambil berpegangan pada dinding berusaha keluar dari rumah itu. Chika melihat pintu tidak jauh dari tempatnya berdiri. Chika susah payah menggerakkan badannya menuju pintu keluar.
Tiba-tiba ruangan yang gelap berubah menjadi terang. Chika menghentikan langkahnya. Chika melihat seorang pria berpakaian serba hitam memakai topi dan menggunakan masker duduk santai di sudut ruangan dengan pandangan yang sangat tajam dan penuh kebencian.
Chika mengumpulkan keberanian untuk bertanya, "Maaf si ... siapa Anda? Dan mengapa saya bisa berada di sini?" tubuh Chika gemetar.
"Apa kamu mengenal Wanita yang ada di foto itu?" Pria itu menunjuk foto wanita cantik yang terpajang indah di tembok rumah itu.
Chika memperhatikan foto itu dan menggelengkan kepala.
"Pasti kamu mengenal Pria yang ada di sampingnya?"
Chika kembali memperhatikan foto di atas sana dan Chika menggelengkan kepalanya.
"Jangan bohong! Kamu merusak kebahagiaan mereka! Kamu orang ketiga di pernikahan mereka!" Pria itu bangkit dari duduknya dan mencengkram leher Chika.
"Saya tidak mengenal mereka, Anda salah orang!" Chika mencoba melepaskan cengkraman yang ada di lehernya.
"Dasar pelakor!" Pria itu melepaskan cengkeramannya dan mendorong tubuh Chika.
"Aaaaghh," Chika terhempas ke lantai.
"Calista, gara-gara kamu. kakakku koma di rumah sakit. Dia berusaha bunuh diri. Karena kamu! Semua ini karena kamu menggoda Suaminya!" Pria itu melempar botol dan tepat mengenai kepala Chika.
"Saya bukan Calista. Na ... nama saya Chika," kepala Chika mengeluarkan darah segar. Chika kembali tidak sadarkan diri.
"Bos dia mati," Anak buah pria itu berjongkok memeriksa Chika yang tidak sadarkan diri.
"Cek identitasnya!" Pria itu kembali duduk di sudut ruangan.
Anak buahnya yang lain mengambil tas Chika yang sejak tadi dia amankan. Dibukanya dompet Chika yang hanya berisi uang 20 ribu dan mengambil kartu identitasnya dan diserahkan kepada Bosnya.
"Chika Aqila?" Pria itu mengambil kartu identitas lain yang ada di kantongnya.
"Calista Amani. Kamu, coba cari informasi tentang gadis itu! Dan kamu coba cek apa dia masih hidup?"
"Dia masih hidup Bos. Saya akan segera membawanya ke rumah sakit,"
Tubuh Chika diangkat dan dimasukkan ke dalam mobil. Mobil berwarna kuning melaju kencang meninggalkan rumah pinggir pantai. Sementara itu Pria bermasker terus mengamati foto yang ada di tangannya.
"Aku tidak mungkin salah. Dia Calista Amani. Orang yang menghancurkan pernikahan Kak Alya. Aku tidak mungkin salah."
"Bos, ini informasi gadis itu."
Pria itu membaca di dalam hati. Nama Chika Aqila, umur 18 tahun. Tinggal bersama ibu tirinya, ayahnya sudah lama meninggal dunia. Baru saja lulus SMA dan tidak melanjutkan kuliah karena ekonominya. Bekerja di restoran ayam.
"Apa dia baru pindah ke kota ini?" tanya pria bermasker.
"Menurut informasi, dia sejak lahir sudah tinggal di kota ini."
"Dan apakah kamu sudah mendapatkan informasi tentang Calista?" Pria bermasker mengacak-acak rambutnya.
"Calista hilang seperti ditelan bumi Bos," jawabnya.
Ponsel Chika berbunyi, dari layar tertera 'Mama'. Pria bermasker mengabaikan panggilan dari mama Chika. Kemudian ponsel Chika kembali berbunyi kali ini dari restoran ayam goreng. Pria itu mengangkat panggilan.
"Halo Chika? Kemana az kamu? Kamu bolos di jam kerja,"
"Maaf, gadis yang punya ponsel ini mengalami kecelakaan di jalan raya. Saat ini sedang dibawa ke rumah sakit," kata Pria bermasker.
"Chika kecelakaan? Rumah sakit mana?" suara itu terdengar mengkhawatirkan keadaan Chika.
"Saya akan mengirimkan lokasi rumah sakitnya," Pria bermasker menutup panggilan telepon dan menyuruh anak buahnya mengirimkan lokasi rumah sakit kepada orang yang menelepon Chika.
"Sudah Bos, saya mengirimkan lokasi rumah sakit. Gadis itu di ruangan UGD. Bagaimana Bos, apakah gadis itu kita tinggalkan begitu saja di rumah sakit?" tanya Anak buahnya.
"Jangan lepaskan dia. Biarkan dia di rumah sakit. Aku akan terus menyelidikinya. Siapa tahu dia merubah namanya dengan identitas baru. Aku sangat yakin, dia itu pelakor yang telah membuat rumah tangga Kak Alya berantakan. Bagaimana keadaan Kak Alya?"
"Bu Alya masih sama masih koma. Bu Alya kehilangan semangat hidupnya. Dan suaminya juga menghilang."
"Calista Amani. Tidak perduli kamu merubah identitasmu dengan berbagai nama, wajahmu sudah aku ingat. Aku pasti tidak salah, dia pasti pelakor itu. Kak Alya, aku akan membalaskan dendammu. Dia tidak akan tenang. Aku akan menghancurkan hidupnya."
BBZZZZZ! BBZZZZZ!
Pria bermasker mengangkat panggilan masuk dari salah seorang anak buahnya yang berada di lain kota.
"Bos, ada yang melihat keberadaan Suami Bu Alya. Saya akan mengirimkan lokasinya,"
"Apa dia bersama Calista Amani?" tanya Pria bermasker.
"Bukan Bos, dia bersama wanita lain."
"Ikuti mereka!" perintah Pria bermasker.
"Azmi bersama dengan Wanita lain? Jadi apa hubungannya dengan Calista Amani? Mengapa foto dan identitas Calista Amani ada di dalam tas Kak Alya? Kak Alya, apakah aku melakukan sebuah kesalahan? Aaaaaggghhhhh!" Pria bermasker memukul dinding tembok dengan kepalan tangannya.
Dinding tembok rumah itu meninggalkan noda merah kepalan tangan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di rumah sakit, setelah mendapatkan perawatan Chika mulai tersadar. Chika membuka matanya. Chika melihat infus yang terpasang di tangan kanannya dan perban yang melingkar di kepalanya. Tanpa memperdulikan rasa sakit di sekujur badan, Chika bangun dari tempat tidurnya.
"Nona sudah sadar?"
"Si ... siapa Anda?" Chika menyembunyikan wajahnya dari dalam selimut.
"Saya orang yang menemukan Anda di jalan. Nama Saya Roy."
"Jangan dekat-dekat, jangan dekat-dekat," Chika ketakutan.
"Permisi, benar di sini pasien yang bernama Chika?" tanya seseorang.
"Pak Emil," panggil Chika dari balik selimut.
"Chika, apa yang terjadi?" Emil melihat ke arah Roy.
"Permisi, kenalin nama saya Roy. Saya yang menemukan Nona Chika. Dan saya yang membawa dia kemari. Saya menemukannya di pinggir jalan." Roy mengulurkan tangannya.
"Saya Emil, Bos tempat Chika bekerja," Emil membalas uluran tangan Roy.
"Permisi, maaf saya mau periksa keadaan Nona Chika," Dokter Wanita mendekati Chika.
"Bagaimana Dok?" tanya Emil.
"Lukanya sangat parah. Sepertinya Nona Chika baru saja mengalami kekerasan. Dan Nona Chika mengalami trauma."
"Dok, bolehkah saya beristirahat di rumah? Saya takut tinggal di sini. Dan saya juga tidak sanggup membayar biaya rumah sakit," kata Chika.
"Nona Chika, jangan khawatir semua biaya rumah sakit biar saya saya yang tanggung," ucap Roy.
"Maaf, saya tidak kenal siapa Anda," Chika kembali menyembunyikan wajahnya di balik selimut.
"Nona Chika, saat ini tangan dan kaki Anda terluka. Untuk sementara Anda masih belum bisa pulang. Setelah luka-lukanya sembuh Anda diperbolehkan pulang,"
"Tapi Dok ...."
"Nona Chika, saya janji tidak akan datang lagi kemari jika membuat Anda takut. Jangan khawatir biaya rumah sakit biar saya yang bayar," ucap Roy.
"Apa hubungan Anda dengan Chika?" Emil menaruh curiga.
"Saya hanya membantu Nona Chika, setelah saya mencari identitas dirinya." Roy menyerahkan dompet Chika kepada Emil.
Setelah melihat isi dompet Chika, Emil akhirnya mengerti alasan Roy membantu biaya pengobatan Chika.
"Chika lebih baik kamu istirahat saja di sini sampai luka kamu sembuh," Emil mencoba membujuk Chika.
"Pak Emil, saya tidak bisa membalas kebaikannya. Lagi pula saya tidak mengenalnya. Dan Pak Emil, motor restoran hilang," Chika menangis.
"Masalah motor, nanti kita pikirkan. Yang penting kamu sehat dulu,"
"Dokter, saya mohon. Izinkan saya istirahat di rumah." Chika bersikeras.
Setelah melihat Chika yang tetap ingin keluar dari rumah sakit, akhirnya dengan terpaksa Dokter mengizinkannya. Dokter menuliskan resep untuk Chika. Dengan sigap Roy menebus resep dari Dokter. Chika juga harus menggunakan kursi roda untuk sementara. Bu Dokter dengan ikhlas hati meminjamkan kursi roda untuk Chika dan Chika kapan saja bisa mengembalikannya ke rumah sakit.
"Sekali lagi terima kasih banyak atas kebaikan Anda. Boleh saya minta nomor rekening Anda. Saya akan mencicilnya," Chika mengatupkan kedua tangannya.
"Baiklah, ini," Roy menyerahkan semua kwitansi pembayaran rumah sakit, nomor ponsel dan juga nomor rekeningnya.
"Terima kasih banyak Pak Roy." Chika menundukkan sedikit badannya.
"Aku tidak yakin dia itu pelakor," Roy masuk ke dalam mobilnya. Roy berniat mengikuti diam-diam Chika sampai rumahnya.
Emil memesan taxi online untuk Chika. Emil dengan hati-hati membantu Chika masuk ke dalam taxi. Emil menutup pintu taxi untuk Chika dan tiba-tiba saja taxi itu membawa lari Chika.
"Chikaaaaaaa!" Emil berlari mengejar taxi tapi apa daya tak terkejar.
Taxi itu melaju di jalan raya. Roy terus membuntuti. Taxi berhenti di sebuah gudang terbengkalai tidak begitu jauh dari jalan raya. Sopir taxi menarik paksa Chika keluar dari mobil.
"Tolong jangan sakiti saya. Apa salah saya?" Chika berontak tangannya berpegangan pada pintu taxi.
"Sini kamu!" Sopir taxi menyeret Chika.
Chika berteriak meminta tolong, dia juga terus berontak. Sopir taxi emosi dia membekap mulut Chika dan terus menyeretnya ke dalam gudang. Roy menghubungi Bosnya dan meminta bantuan. Roy mengintip dari celah belakang gudang.
Di dalam gudang Chika menangis kesakitan, kakinya kembali mengeluarkan darah. Belum juga lukanya sembuh sekarang luka baru bertambah. Seorang Wanita cantik berdiri di hadapan Chika dan menendang perut Chika.
"Aaagghhh!"
"Halo Pelakor, segini kamu rasa sakit? Ini tidak sebanding dengan sakit hatiku!" Wanita itu menjambak rambut Chika.
"Aaaagghhh! Anda salah orang," Chika menahan tangan Wanita itu. Rasa sakit dan perih menjalar di kepala, kepalanya terasa pening. Mata Chika terlihat sayu dan lelah.
"Tidak mungkin aku salah orang, kamu Calista yang menggerogoti dompet suamiku sampai bangkrut!" Wanita itu melayangkan dua pukulan ke wajah Chika.
PLAK!
PLAK!
"Saya bukan Calista, saya bukan Calista," Chika tidak sanggup lagi menahan sakit di wajah dan di sekujur tubuhnya.
"Mana ada maling yang ngaku! Balikin semua uang yang kamu ambil dari Suamiku! Balikin!" Wanita itu terus saja memukul, menendang Chika. Hatinya sudah membeku, matanya dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian.
Chika tidak berdaya, tenaganya benar-benar sudah habis. Chika tidak merasakan lagi sakit akibat tendangan dan pukulan wanita itu. Chika hanya pasrah jika ini adalah akhir dari perjalanan hidupnya. Apa dosa yang telah dia perbuat. Satu hari ini dia mendengar sebutan 'pelakor' untuk dirinya.
Chika di dalam hati berkata, Tuhan, mengapa hidup sangat kejam padaku. Aku tidak pernah melakukan hal-hal yang dituduhkan mereka kepadaku. Jika ini adalah hari terakhir ku, tolong jaga Mama. Dan pertemukan aku dengan Papa.
BRUUKKK!
Wanita itu memukul kepala Chika dengan sebuah balok. Kepala Chika mengeluarkan darah segar. Chika ambruk. Wanita itu menendang tubuh Chika. Tidak ada lagi pergerakan dari Chika. Wanita itu melihat banyak luka di tubuh Chika.
"Apa yang sebelumnya terjadi pada gadis ini?" tanya Wanita itu.
"Dia baru saja keluar dari rumah sakit Bos," jawab Sopir taxi.
"Hmmm, buang dia di tempat yang jauh dari keramaian. Ingat jangan tinggalkan jejak!" Wanita itu membuang balok yang ada di tangannya dan meninggalkan Chika yang tergeletak penuh dengan darah di lantai gudang.
Pengawal Wanita itu membukakan pintu gudang. Langkah mereka terhenti karena mereka sudah dihadang petugas kepolisian. Wanita itu mundur beberapa langkah ke belakang. Dan dia memberikan kode kepada pengawalnya. Terjadilah perlawanan antara pengawal Wanita itu dengan petugas kepolisian.
Wanita itu berlari ke arah belakang gudang. Salah seorang pengawalnya membuka pintu belakang gudang memberi jalan untuk Bosnya melarikan diri.
"Mau lari kemana? Tempat ini sudah dikepung." Roy dan teman-temannya menghadang wanita itu dan dua orang pengawalnya.
"Siapa kalian? Mengapa kalian ada di tempat ini? Apa urusan kalian?" tanya Wanita itu.
"Kami melihat penculikan dan penyiksaan di tempat ini. Kami tidak bisa tinggal diam. Kami harus menangkap pelaku kejahatan," jawab Roy.
"Dia penjahat sesungguhnya, gadis itu pelakor! Dia sudah menghancurkan rumah tanggaku dan membikin bangkrut Suamiku!"
"Siapa yang Anda maksud?" tanya Roy.
"Calista Amani," jawab Wanita itu.
"Angkat tangan! Maaf Nyonya, Anda kami tahan. ikut kami ke kantor Polisi," salah seorang petugas Kepolisian menodongkan pistolnya ke arah wanita itu dan kedua pengawalnya.
DOR!
DOR!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
DOR!
DOR!
Salah seorang pengawal mencoba menembak petugas polisi, tapi kalah cepat gerakannya terbaca dengan jelas dan petugas polisi menyarangkan peluru ke tangannya.
"Aaaaghh," pistol pengawal itu terlepas.
"Ampun Pak," Wanita itu mengangkat kedua tangannya.
Wanita itu dan kedua pengawalnya dimasukkan ke dalam mobil patroli begitu juga beberapa pengawal yang masih berada di dalam gudang. Mereka semua berhasil dilumpuhkan oleh petugas kepolisian walaupun dengan sedikit perlawanan.
Sebuah mobil ambulans berhenti di area gudang. Mereka berlari masuk ke dalam gudang membawa brankar pasien. Mereka mengangkat tubuh Chika ke atas brankar dan memasukkan Chika ke dalam mobil ambulans.
"Apa yang terjadi?" Roy ikut masuk ke dalam mobil ambulans.
"Apa Anda keluarganya?" tanya perawat.
"Saya kenalannya," jawab Roy.
"Pasien terluka sangat parah, semoga saja ada keajaiban," perawat dan temannya memasangkan oksigen dan infus ke tangan Chika
WIU! WIU! WIU!
Suara sirine ambulans dan mobil patroli polisi meraung-raung bersahutan di jalan raya. Semua pengendara jalan satu persatu membuka jalan untuk mereka. Tibalah mobil ambulans di rumah sakit yang sebelumnya Chika dirawat. Chika kembali dimasukkan ke ruangan UGD.
"Lho, ini kan Chika?" Ibu Dokter baik hati yang ternyata bernama Dokter Gita menghampiri Roy.
"Maaf Dok, setelah keluar dari rumah sakit Chika diculik sopir taxi dan beginilah keadaannya. Untung saya mengikutinya dan dengan cepat melaporkan ke polisi." Jawab Roy.
"Saya perlu persetujuan dari pihak keluarga untuk melakukan operasi. Luka dikepalanya sangat parah dan saya lihat ada kayu yang menancap di atas kepalanya. Saya takut akan terjadi pendarahan."
"Maaf Dok, bisakah Dokter menghubungi orang tuanya? Sebelumnya saya menyimpan kontak orang tua Chika," Roy memberikan ponselnya kepada Dokter Gita.
Dokter Gita menghubungi kontak orang tua Chika. Dokter Gita memberitahu keadaan Chika. Dan Dokter Gita meminta persetujuan keluarga untuk menandatangani pernyataan persetujuan operasi. Karena keadaan Chika darurat, Dokter Gita meminta bantuan Roy untuk mewakili mama Chika. Roy dan mama Chika berbicara lewat telepon dan akhirnya Roy yang menandatangani surat pernyataan itu.
Dokter Gita segera menyiapkan operasi untuk Chika. Dan tepat di saat itu Bos Roy menemuinya di depan ruang UGD. Roy menceritakan semuanya.
"Apa kamu bilang? Seorang Wanita mengaku korban Calista Amani?"
"Iya Bos Keenan. Dia bilang seluruh harta Suaminya digerogoti Calista Amani sampai bangkrut." Jawab Roy.
"Permisi Sus, saya mencari pasien yang bernama Chika," seorang Ibu dengan wajah pucat dan gemetar berdiri di depan ruang UGD.
"Apa Ibu Mamanya Chika?" tanya Roy.
"Iya saya Mamanya Chika,"
"Nah itu Chika Bu," tunjuk Roy.
Chika keluar dari ruangan UGD masih di atas brankar dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mama Chika syok melihat kondisi Chika yang terluka parah tangan, kaki lebam bekas pukulan. Dan kepalanya penuh dengan darah.
"Chika, apa yang terjadi!" Ibu menangis.
"Permisi pasien akan segera masuk ke ruang operasi," para Perawat membawa Chika ke ruangan operasi.
Di depan ruangan operasi Ibu, Roy dan Keenan duduk di kursi yang sudah disediakan. Ibu Soraya bercerita kepada mereka hari ini ada beberapa orang yang datang ke rumahnya mencari Calista Amani. Ibu sudah beberapa kali mengatakan Ibu tidak mengenal Calista Amani dan di rumah tidak ada yang bernama Calista Amani.
Mereka tidak percaya dan dengan paksa masuk ke dalam rumah. Mereka melihat foto Ibu dan Chika yang terpajang di dinding rumah. Mereka menunjuk foto Chika. Ibu bilang itu anaknya yang bernama Chika. Mereka tetap beranggapan Chika adalah Calista Amani. Ibu yang penasaran bertanya siapa Calista Amani. Mereka bilang dia Pelakor.
Keenan dan Roy saling berpandangan. Sebelumnya Keenan adalah orang yang di lihat Chika di perusahaan tempatnya mengantarkan pesanan ayam goreng. Keenan bekerja di kantor milik keluarganya. Sewaktu Chika menumpahkan air di jasnya, Keenan langsung mengenalinya sebagai Calista Amani. Orang yang selama ini dicarinya.
Keenan beranggapan Calista Amani adalah orang ketiga yang menghancurkan rumah tangga Kak Alya Kakak kandungnya. Karena sebelum koma, Kak Alya pernah curhat ke Keenan bahwa suaminya selingkuh dan tidak lagi mencintainya. Dan sewaktu Kak Alya ditemukan koma di rumah sakit, di dalam tasnya ada identitas Calista Amani beserta fotonya.
Tidak ada bukti yang cukup kuat untuk membuktikan Calista Amani adalah pelakor. Tapi Keenan lah yang beranggapan demikian dan selama ini Keenan menyebar orang-orang kepercayaannya untuk mencari keberadaan Calista Amani.
Setelah mendengar cerita Roy dan Ibu Soraya, Keenan kembali beranggapan bahwa Chika adalah Calista. Keenan akhirnya ingin menyelidiki Chika dan tidak ingin melepaskan Chika. Keenan penasaran dengan Chika. Jika benar dia adalah Calista, dia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tapi jika dia bukan Calista, Keenan masih belum memikirkan tindakan selanjutnya. Pasti Keenan akan sangat menyesali perbuatannya karena dialah orang yang telah menyerempet motor Chika dan memukulinya dengan sadis di jalan raya.
Keenan mendapatkan panggilan dari seseorang. Keenan meninggalkan rumah sakit untuk menemui orang yang telah meneleponnya. Keenan tiba di kantor polisi. Dari kantor polisi Keenan mendapatkan informasi dan sidik jari bahwa Chika bukan Calista Amani yang selama ini dicari Keenan. Kemungkinan orang yang berbeda dengan wajah yang sama. Dan petugas polisi juga akan membantu Keenan mencari Calista Amani.
Petugas polisi juga telah mengorek informasi dari wanita yang suaminya korban Calista. Menurut informasi, wanita itu sempat melihat suaminya selingkuh bersama wanita tapi sampai sekarang dia tidak bisa memastikan apakah wanita yang bersama suaminya saat itu adalah Calista. Wanita itu menemukan foto Calista di dalam mobilnya di belakang foto itu bertuliskan 'Calista Amani'.
Petugas kepolisian menunjukkan foto Calista kepada Keenan. Dan foto itu juga yang ditemukan Keenan di dalam tas Kak Alya tapi dengan identitas diri Callista. Keenan menunjukkan identitas diri Calista lewat ponselnya. Setelah petugas polisi mencek identitas Calista, petugas itu mendapat informasi Calista juga menghilang di kota asalnya.
Keenan diam di dalam mobilnya. Jika benar Chika bukan Calista, Keenan sudah melakukan Kejahatan. Dan juga Keenan harus bertindak hati-hati kali ini. Keenan juga harus menyelidiki Calista, dia tidak ingin kesalahan yang kedua kali terulang lagi.
"Kak Alya, apa yang sebenarnya terjadi? Kamu harus sadar Kak. Aku sudah melukai seseorang. Siapa Calista Amani? Mengapa semua orang mencarinya? Apakah benar dia itu pelakor? Kak Alya," Keenan mengacak-acak rambutnya dan memukul setir mobilnya.
- Di kota lain, di sebuah rumah sakit -
"Bagaimana keadaannya Dok?" tanya seorang Pria menatap sedih gadis yang belum sadarkan diri di atas hospital bed dengan berbagai alat medis di tubuhnya.
"Dia sangat lemah, benturan di kepalanya bisa menyebabkan dia amnesia. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkannya," kata Dokter. Dokter kemudian meninggalkan pria itu di ruangan VIP.
"Calista apa yang sebenarnya terjadi? Sekarang semua orang sedang mencarimu. Aku tidak percaya kamu seorang Pelakor. Tapi aku tidak akan tinggal diam. Aku akan melindungimu,"
Calista yang terbaring lemah mendengar suara dari pria itu. Calista meneteskan air mata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!