"Ibu tidak mau tahu, secepatnya kamu harus bisa hamil anak Adrian, Rania." ucap Saras pada putrinya.
Rania menatap punggung wanita paruh baya yang dia panggil ibu itu. Ini sudah kali ke tiga, Saras membawa Rania untuk periksa tes kehamilan, hanya karena dia telat datang bulan. Sesuatu yang sia-sia saja dilakukan, karena hasilnya pasti akan negatif. Bagaimana Rania bisa hamil, sementara Adrian Pradipta, suaminya tidak pernah satu kali pun menyentuhnya.
Dengan langkah lunglai, Rania kembali ke parkiran di mana mobil miliknya terparkir. Mobil yang Rania dapatkan dari hasil jerih payah dia bekerja sebagai karyawan di sebuah prusahaan property.
Tidak ada satupun fasilitas yang Rania dapatkan sebagai istri dari Adrian. Selain tempat tinggal dan kebutuhan sehari-hari. Bukan masalah bagi Rania, itu justru baik menurutnya. Dia tidak ingin hidupnya bergantung pada Adrian. Karena cepat atau lambat, mereka pasti akan berpisah.
Tiba di kediaman milik Adrian, Rania kembali merasakan yang namanya kesepian. Rumah mewah yang Adrian jadikan sebagai hadiah pernikahan ini hanya ditempati Rania seorang diri. Adrian tidak pernah pulang. Dia berada di rumah itu hanya di pagi hari saja. Itupun hanya untuk membersihkan diri dan sarapan. Adrian akan kembali lagi ke esoakan harinya untuk sarapan dan membersihkan diri. Selalu begitu setiap harinya, selama dua tahun ini.
Rania tidak mau tahu di mana Adrian bermalam setiap harinya. Yang dia pahami, Adrian tidak ingin banyak berinteraksi dengan dirinya. Adrian bahkan tidak pernah membawanya ke acara-acara penting keluarga dan perusahaan untuk dikenalkan sebagai istri pria itu.
Rania cukup mengerti, Adrian dan keluarga Pradipta malu memiliki menantu seperti dirinya. Dari semua menantu Pradipta, hanya dirinya yang dari golongan orang biasa. Bukan sedih, Rania bahkan bersyukur tidak hadir dalam acara penting itu.
Awalnya memang cukup menyakitkan bagi Rania. Namun, lambat laun, seiring berjalannya waktu, Rania sudah terbiasa tidak dianggap. Hidupnya saat ini hanyalah tentang dirinya. Bagaimana dia harus mewaraskan akal pikirannya agar tidak depresi dan berakhir di rumah sakit jiwa.
Tring. Satu pesan masuk dari Adrian. Pria itu tidak pulang lagi malam ini. Bukan sedih, Rania justru tersenyum. Untuk apa Adrian mengirim kabar padanya? Bukankah hal ini sudah berlangsung sejak awal mereka menikah?
'Ya,' balas Rania pesan Adrian. Jika tidak dibalas, pria itu akan terus mengirim pesan yang sama kepadanya. Aneh bukan?
Biarpun setiap malam tidak pernah pulang, Andrian tetap akan sarapan di rumah. Jadi, Rania tetap masak membuatkan sarapan untuk suaminya. Dua tahun pernikahan mereka, inilah rutinitas yang Rania lakukan sebagai seorang istri. Selebihnya, dia bebas melakukan apapun. Asalkan tidak membawa nama Pradipta dibelakang namanya. Cukup menjadi Rania saja.
Tepat pukul enam pagi Adrian pulang. Pria itu langsung duduk di meja makan yang sudah terisi hidangan sarapan pagi. Rania segera mengambilkan sarapan untuk suaminya. Jangan berharap kata, 'terima kasih' keluar dari mulut Adrian, atas perlakuan baik Rania. Pria itu tidak akan melakukannya. Dan Rania sudah terbiasa dengan itu.
Seperti biasa, setelah mengambilkan makanan untuk Adrian, Rania akan pergi meninggalkan pria itu sendiri. Adrian tidak suka jika Rania menemaninya sarapan. Entah apa yang ada dalam pikiran Adrian. Apa Rania sebegitu tidak layaknya untuk di cintai? Padahal dulu....
"Duduklah! Aku ingin bicara." ucap Adrian.
Rania sedikit terkejut, tapi dia dengan cepat menguasai diri dari keterkejutannya. Tanpa diminta dua kali, Rania menarik kursi yang berada tepat di hadapan Adrian lalu menjatuhkan tubuhnya di sana.
"Alexa sudah kembali." ucap Adrian.
Rania berusaha tersenyum lalu mengangguk. Dia tahu maksud Adrian, bahwa dia harus siap menyerahkan Adrian pada Alexa, gadis yang selama ini menjadi kekasih suaminya itu. Satu-satunya orang yang di cintai Adrian. Itu yang Adrian katakan di malam pertama mereka.
"Kita tidak akan bercerai." ucap Adrian lagi.
Rania menatap Adrian dengan tatapan tidak percaya. Untuk apa pria itu mempertahankan rumah tangga yang seperti hubungan bisnis saja. Tidak ada interaksi lebih selain pembicaraan tentang kesepakatan apa yang akan dan tidak akan mereka lakukan.
"Bukankah kamu berjanji akan melepaskan aku setelah Alexa kembali?" ucap Rania memberanikan diri membantah keputusan Adrian yang selalu saja tanpa musyawarah terlebih dulu.
Adrian tidak membalas ucapan Rania. Seperti tidak punya masalah apa-apa, dia justru melanjutkan sarapannya tanpa memperdulikan Rania yang saat ini merasa kesal dan marah dengan apa yang Adrian putuskan.
"Lepaskan aku!" ucap Rania mencoba bernegosiasi kali ini.
"Jika tidak, kamu tidak bisa menikah dengan Alexa." ucap Rania lagi dengan tegas kali ini. Cukup sudah dia diam dan menuruti semua keputusan yang Adrian ambil secara sepihak.
Tanpa ada Alexa dalam rumah tangga mereka, kehidupan Rania sudah tersiksa seperti ini. Ditambah kehadiran Alexa, yang ada dia akan menjadi bulan-bulanan gadis itu.
"Sejak kapan kamu bisa mengatur keputusanku?" ucap Adrian tidak terima Rania menolak keputusannya dan berani memberikan ancaman padanya.
"Mulai saat ini. Aku tidak akan diam lagi, Adrian!" jawab Rania.
"Kamu tidak bisa menolaknya Rania, kamu pasti tahu akibatnya jika menentang keinginanku," balas Adrian.
"Aku akan menanggung akibatnya." Jawab Rania.
"Aku tidak peduli dengan apa yang akan kamu lakukan terhadapku. Menyiksa ku? Atau ingin menghabisi nyawaku? Lakukan saja, aku juga tidak peduli."
"RANIA!" ucap Adrian membentak Rania yang kali ini seperti orang asing di mata Adrian. Tidak ada lagi Rania yang hanya mengagguk saja. Tidak ada lagi Rania yang hanya mengikuti perintahnya saja.
"Egois! Kamu pria yang tidak punya hati nurani dan egois!" ucap Rania, lalu pergi meniggalkan Adrian yang menatapnya penuh tanya.
"Ada apa dengan Rania? Mengapa dia berubah?" tanya Adrian pada dirinya sendiri.
Ayo lah Adrian, apa kamu pikir orang yang tersakiti akan diam selamanya? Rania sudah pada puncak kesabarannya. Selama ini Rania diam, karena menghormati Tuan Widodo Pradipta. Pria tua yang sangat Rania hormati.
Rania masuk ke kamar yang selama dua tahun ini dia tempati. Menarik nafas panjang, lalu Rania keluarkan perlahan. Setelah beberapa kali melakukannya, kini Rania sudah bisa lebih tenang. Entah keberanian dari mana sehingga dia bisa membantah ucapan Adrian. Mungkin karena Adrian menyebut nama Alexa? Nama yang selama dua tahun ini menjadi hantu yang menakutkan untuk Rania.
"Jadi dia sudah kembali. Baiklah, waktuku sudah habis menjaga kamu Adrian. Jadi kita akhiri saja sampai disini." ucap Rania bicara pada dirinya sendiri melalui pantulan kaca.
Setelah cukup lama berpikir, Rania mengemasi barang-barang miliknya yang tidak terlalu banyak itu. Semua yang dia miliki saat ini, masih sama saat pertama kali dia menginjakkan kakinya di rumah ini.
Rania keluar dari kamarnya. Turun ke lantai bawah melewati Adrian yang Rania lihat sudah menghabiskan sarapannya. Pria itu selalu saja seperti itu. Selalu menganggap tidak pernah ada masalah diantara mereka.
"Mau kemana kamu, Rania?" tanya Adrian.
"Kirim pesan saja jika kamu ingin memberikan surat cerai untukku. Aku sudah menanda tangani surat pernyataan setuju cerai yang sudah kamu siapkan dua tahun yang lalu." Bukan menjawab pertanyaan Adrian, Rania justru menyerahkan surat persetujuan untuk cerai, pada Adrian.
Di malam pertama pernikahan mereka, bukan pelukan hangat atau kecupan sayang yang Rania dapatkan. Melainkan penjelasan Adrian tentang siapa Alexa dan surat persetujuan cerai yang Adrian berikan pada Rania.
Seperti biasa, Adrian tidak bicara satu katapun. Pria itu hanya menatap punggung Rania yang semakin menjauh. Adrian yakin, Rania tidak bisa hidup jauh darinya. Gadis itu tidak punya tempat berlindung selain dirinya. Rania juga tidak memiliki cukup banyak uang untuk bertahan diluar sana. Rania juga tidak mungkin kembali ke kediaman orang tuanya.
Adrian tidak tahu, Rania masih memiliki penghasilan biarpun dia terlihat hanya di rumah saja. Dalam kesepianya, Rania belajar menjadi penulis novel. Tidak disangka, Rania mendapatkan penghasilan dari profesinya sebagai penulis novel.
Bukan hanya penghasilan sebagai penulis saja yang Rania dapatkan. Rania juga menjual gambar desain rumah dan juga desain interior hasil karyanya. Selama bekerja di perusahaan property, banyak klien yang menyukai hasil desain dan rancangan yang Rania buat. Sehingga, meskipun Rania tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut, mereka tetap mencari Rania untuk bergabung di project mereka.
Meninggalkan kediaman Adrian, kini Rania tiba di sebuah rumah minimalis. rumah yang dia bangun selama bekerja di perusahaan Property. Memanfaatkan sisa-sisa bahan proyek pembangunan, Rania akhirnya merampungkan pembangunan rumahnya yang low budget itu tapi tampak berkelas.
Tidak ada yang tahu tentang rumah yang Rania dirikan ini, termasuk keluarga Rania sendiri. Sengaja Rania sembunyikan tempat ini, agar dia tenang dalam persembunyiannya. Rania benar-benar sudah mempersiapkan diri untuk berpisah dengan Adrian.
...☆☆☆...
Selepas kepergian Rania, Adrian menatap lembaran kertas yang dua tahun lalu dia berikan pada Rania. Ingatan Adrian pun kembali ke masa dua tahun yang lalu.
Adrian baru saja pulang dari luar negeri setelah menyelesaikan pendidikannya. Dia tidak sendiri, ada Alexa yang ikut bersamanya. Niat Adrian akan memperkenalkan Alexa pada keluarganya. Gadis yang menjadi kekasihnya selama dua tahun terakhir.
Namun tiba-tiba saja, kakeknya menjodohkan dirinya dengan Rania. Yang tak lain adalah putri dari orang kepercayaan tuan Widodo.
Perjodohan yang dilakukan kakeknya secara sepihak itu, membuat Adrian marah dan kecewa. Kakeknya sudah merusak semua rencana yang Adrian susun bersama Alexa, gadis yang Adrian cintai.
Adrian tidak punya kuasa untuk menolak. Ancaman yang diberikan tuan Widodo tidak bisa dianggap main-main. Adrian harus menikahi Rania sebagai syarat agar dia dipilih sebagai ceo, menggantikan pamannya.
Menjadi Ceo adalah hal yang sangat Adrian inginkan sejak dulu. Mengingat dia akan menjadi seorang ceo, serta izin dari Alexa, Adrian memutuskan untuk menerima perjodohan antara dia dengan Rania.
Alexa sendiri mengizinkan Adrian menikah dengan Rania, bukan karena Alexa legowo melepas Adrian. Melainkan disaat yang bersamaan, Alexa menerima kontrak sebagai model di Paris.
Alexa menyusun rencana. Dia dan Adrian akan menikah setelah Alexa menyelesaikan kontraknya sebagai model. Selama Alexa terikat kontrak, Adrian akan menjalani pernikahan kontrak dengan Rania. Mereka terpaksa melakukan hal itu, karena pernikahan itu menjadi syarat agar Adrian bisa menjadi ceo.
Adrian pun setuju dengan rencana Alexa. Dia akan menikah dengan Rania secara kontrak. Tapi Adrian akan memberitahu Rania setelah mereka resmi menikah. Semua itu Adrian lakukan agar Rania tidak menolak perjodohan mereka sebelum menikah.
Adrian benar-benar menjalankan rencananya bersama Alexa. Dia menjelaskan pada Rania, pernikahan seperti apa yang akan mereka jalani selama menikah. Menyerahkan surat kontrak dan surat persetujuan cerai untuk Rania tandatangani.
"Tapi ingat Adrian, kamu boleh menikahi Rania, tapi aku tidak mengizinkan kamu tidur dengannya." ucap Alexa mengingatkan. Peringatan Alexa itulah salah satu hal yang membuat Adrian tidak pernah pulang ke rumah yang dia berikan pada Rania.
Adrian menarik napas panjang mengingat itu semua. Tidak hanya sampai di situ saja, pada malam pertama dia dan Rania resmi sebagai suami istri. Malam itu, Adrian menjelaskan sosok Alexa pada Rania. Tanpa memikirkan perasaan Rania, Adrian mempertegas bahwa wanita yang dicintainya adalah Alexa. Itu berarti tidak ada kesempatan untuk Rania mendapatkan cintanya.
Adrian juga menjelaskan setiap poin-poin yang tertulis di surat perjanjian yang dia buat bersama Alexa. Yang Adrian tidak tahu, jika Rania mengingat semuanya hingga detik ini.
Memang tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Rania malam itu. Gadis yang berstatus istri Adrian itu hanya mengangguk setuju saja. Diamnya Rania bukan berarti dia tidak menyusun rencana untuk mempersiapkan semuanya.
Melihat Rania tidak membantah apa yang dia sampaikan, Adrian pun yakin, rencananya bersama Alexa akan berjalan baik. Karena Rania selalu menjadi gadis penurut, sampai hari ini.
Adrian memegang dadanya. Mengapa sekarang dia merasa sakit sendiri mengingat kejadian malam itu?
Ada apa sebenarnya dengan Adrian? Harusnya dia senang Rania menandatangani surat cerai tersebut. Mengapa sekarang dia tidak ingin menceraikan Rania?
Adrian kembali membaca isi lembaran kertas yang sudah ditandatangani Rania. Belum sampai selesai, Adrian sudah meremas lembaran kertas tersebut.
Seharusnya dia senang bisa berpisah dengan Rania dan melanjutkan rencananya menikah degan Alexa. Entah apa yang terjadi, Adrian justru merobek lembaran kertas tersebut. Lalu membiarkannya berserakan di lantai.
Adrian berharap Rania akan melihatnya saat gadis itu pulang dan membersihkan tempat ini. Dengan begitu, Rania akan tahu bahwa mereka tidak akan bercerai.
Yakin sekali Adrian kalau Rania pasti akan kembali lagi ke rumah yang selama dua tahun ini mereka tempati berdua. Berdua? Adrian sepertinya amnesia, lupa jika dia berada di rumah itu hanya di pagi hari saja.
Jangan berharap banyak Adrian! Kamu tidak tahu, jika saat ini Rania sedang merayakan kebebasannya. Sambil menghirup udara segar di pagi hari, Rania tersenyum bahagia.
"Aku bebas." ucap Rania.
Keesokan harinya, seperti hari sebelumnya, Adrian akan pulang untuk sarapan. Namun pagi ini berbeda, tidak ada hidangan di meja makan seperti biasa. Yang ada hanyalah piring kotor dan sisa sarapan Adrian kemarin pagi yang belum dibersihkan. Serta serpihan kertas yang kemarin Adrian robek.
Meninggalkan meja makan, Adrian masuk ke kamar Rania untuk membersihkan diri dan berganti pakaian sebelum dia kembali ke perusahaan. Lagi-lagi ada yang tidak biasa. Adrian tidak menemukan tumpukan pakaian yang akan dia kenakan pagi ini. Biasanya Rania yang menyiapkan semuanya di atas tempat tidur, dan Adrian tinggal memakainya saja.
"Kamu benar-benar pergi?" tanya Adrian. Entah pada siapa dia bicara. Saat ini Adrian berdiri di hadapan lemari milik Rania yang sudah kosong.
Adrian baru menyadari, dari sekian banyak pintu lemari yang ada di walk-in closet, Rania hanya memakai satu pintu saja. Sisanya pakaian dan semua kebutuhan milik Adrian. Adrian memang sangat keterlaluan samapai tidak memperhatikan itu semua. Bukankah dalam perjanjian, Adrian tetap memenuhi kewajibannya sebagai suami. Memenuhi semua kebutuhan Rania, temasuk pakaian.
Kenyataanya, selama dua tahun ini, tidak pernah satu kali pun Adrian membelikan pakaian untuk Rania. Wajar saja jika pakaian yang dikenakan Rania terlihat hanya itu itu saja.
Adrian terdiam. Rania tidak pernah meminta apalagi menuntut untuk dibelikan. Sesuatu yang sangat berbeda dengan Alexa. Biar terpisah jarak dan waktu, Adrian tetap memenuhi setiap keinginan kekasihnya itu.
Kembali pada Rania, wanita itu tengah menikmati udara pagi dengan senyum lebar. Dua tahun menikah dengan Adrian membuat Rania merasakan cinta bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Tapi pagi ini dia ingin melepaskan rasa sakit itu.
Rania memang sudah menyukai Adrian sejak mereka masih kecil. Dulu Adrian sosok anak laki-laki yang baik, dia menyayangi Rania, sama seperti sayangnya Adrian pada Maharani, adik bungsunya.
Usia mereka yang tidak terlalu jauh berbeda, membuat Adrian dan Rania sering menghabiskan waktu bersama. Hal itulah yang membuat Rania diam-diam memiliki rasa lebih dari sekedar teman pada pria yang selalu ada untuknya itu.
Entah karena apa, Adrian berlahan lahan mulai menjaga jarak dengan Rania. Dan hubungan pertemanan mereka benar-benar terputus begitu Adrian pergi keluar negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Sejak hari itu, Rania tidak pernah lagi mendengar kabar berita tentang Adrian sama sekali.
Hingga suatu hari ayah Rahadi mengajak Rania menghadiri undangan makan malam tuan Widodo. Malam itu, setelah tujuh tahun lamanya mereka berpisah, Rania dipertemukan kembali dengan Adrian. Namun sayang, Adrian yang Rania kenal sudah menjadi Adrian yang berbeda.
"Rania, kamu masih ingat Adrian, kan?" tanya tuan Widodo malam itu. Dan Rania menyesal karena dia langsung mengangguk.
"Adrian, kamu juga masih ingat dengan Rania, kan?" tanya tuan Widodo kini beralih pada Adrian.
"Lupa." Jawab Adrian santai
Rania merasa dipermalukan dengan jawaban Adrian. Semudah itukah Adrian melupakan pertemanan mereka?
"Bukan masalah kalau kamu lupa. Setelah menikah nanti, kalian bisa saling mengenal lagi." ujar pak Widodo pada cucu laki-lakinya itu.
"Menikah?" beo Adrian.
"Siapa yang akan menikah?" tanya Adrian.
"Tentu saja kalian berdua." sahut pak Widodo, "Tidak mungkin kakek atau om Rahadi, kan?" sambungnya sambil terkekeh, tanpa memperhatikan bagaimana wajah kesal Adrian dan wajah terkejut Rania.
Adrian tidak menolak perjodohan mereka, tapi Adrian membuat Rania tersakiti di malam pertama mereka sebagai pasangan suami istri. Harusnya Adrian jujur saja sejak awal jika dia tidak menerima perjodohan mereka, karena sudah memiliki kekasih. Rania pasti akan mengerti dan tidak akan merasakan sakitnya dibenci oleh orang yang dia cintai.
"Selamat pagi Non Ara, mau mengunjungi pak Rahadi?" sapa seorang pria paruh baya mengejutkan Rania. Dia adalah penjaga di tempat yang Rania kunjungi pagi ini.
"Selamat pagi Paman. Ara rindu ayah." balas Rania.
"Silakan Non." ucap pria paruh baya itu sambil menggerakan tangganya tanda mempersilakan Rania lewat. Lalu dia ikut bersama Rania yang ingin mengunjungi ayahnya.
"Tidak perlu diantar Paman, Ara sendiri saja. Terima kasih." balas Rania.
Pria paruh baya itu mengangguk. Sebelum berbalik dia mengucapkan sesuatu, "Non, akhir-akhir ini ada seorang pria muda yang sering datang mengunjungi ayah Non Ara." ucapnya.
"Pria muda?" beo Rania bingung.
Siapa pria muda yang dimaksud paman penjaga makam ini? Tidak mungkin Adrian. Pria itu membenci ayahnya. Mengira ayah Rania adalah orang yang mempengaruhi kakeknya untuk menikahkan mereka.
Begitu Rania tiba di tempat peristirahatan terakhir sang ayah, dia bisa melihat seikat bunga mawar putih yang mulai layu. Bunga kesukaan ayahnya itu berada tepat di depan batu nisan. Detik itu juga Rania menyakini, pria muda yang dimaksud paman penjaga pasti sangat mengenal ayahnya. Yang Rania tanyakan, siapa? Rania harus mencari tahunya.
"Ayah, Rania minta maaf karena baru datang hari ini mengunjungi ayah. Rania juga minta maaf pada Ayah. Maafkan Rania tidak bisa menjaga Adrian lagi seperti permintaan Ayah. Maafkan Rania, Ayah. Kemarin Rania putuskan untuk meninggalkan Adrian." ucap Rania sambil menatap pada nama yang tertera di batu nisan. Rahadi Baskoro.
"Rania Dewi Baskoro!"
...☆☆☆...
Indra penciuman Rania terganggu dengan bau masakan. Sesuatu yang sudah lama sekali tidak Rania rasakan. Tangannya meraba nakas untuk meraih jam weker yang Rania siapkan, agar dia tidak terlambat bangun untuk menyiapkan sarapan Ardian.
Namun Rania tidak menemukan benda yang dia cari. Tidak ingin terlambat menyiapkan sarapan untuk Adrian, Rania segera membuka mata. Dan Rania baru menyadari bahwa dia tidak berada di kediamannya bersama Adrian.
Rania menarik napas lega, rutinitas selama dua tahun terakhir ini rupanya masih menghantuinya, "Kenapa aku bisa lupa?" ucapnya sambil menepuk kening.
Lalu senyum mengembang dari bibir Rania. Bau masakan yang mengganggu indra penciumannya adalah bau masakan mbok Asih. Tidak ada orang lain yang tinggal di rumah ini selain dia dan mbok Asih. Wanita tua yang merawat Rania sejak bayi. Selama ini, Rania mempercayakan mbok Asih yang menempati dan merawat rumahnya.
Rania bergegas membersihkan diri sebelum dia turun untuk sarapan. Hari ini dia sudah menyusun banyak kegiatan, salah satunya mengunjungi ayahnya. Rania akan berbagi kisah dukanya dan keputusannya meninggalkan Adrian, pada ayahnya.
"Hari yang baru untuk awal yang baru." ucap Rania sambil menatap dirinya dari pantulan cermin.
Rania sudah kembali menjadi Rania yang baru. Pagi ini kembali mengenakan pakaian formal. Setelah mengunjungi ayahnya, Rania ada jadwal untuk bertemu klien yang akan menggunakan jasanya sebagai arsitek inferior.
Berada di meja makan, Rania menatap hidangan yang tersedia. Jika biasanya setiap pagi dia yang menyiapkan sarapan untuk Ardian. Maka mulai hari ini, ada mbok Asih yang menyiapkan sarapan untuk Rania.
"Mbok, setelah ini Ara mau mengunjungi ayah." ucap Rania pada mbok Asih yang ikut menemaninya sarapan.
"Iya Non, sudah lama Non Ara tidak mengunjungi bapak." balas mbok Asih.
"Ara ingin minta maaf pada ayah, Mbok." ucap Rania sedih.
"Jangan sedih Non. Non Ara sudah berusaha memenuhi permintaan bapak. Den Adrian nya saja yang bodoh. Di kasih istri yang baik dan cantik seperti Non Ara, malah di sia-siakan." Ucap mbok Asih yang ikut kesal dengan kelakuan Adrian.
Kemarin, saat melihat anak asuhnya pulang sambil membawa koper, tanpa banyak bertanya mbok Asih sudah tahu apa yang terjadi pada putri majikannya ini. Tidak ada hal yang Rania tutup tutupi dari mbok Asih. Karena itulah, mbok Asih bisa langsung tahu apa yang terjadi.
Rania hanya tersenyum menaggapi kekesalan wanita yang sudah dia anggap seperti ibunya. Jika dia menyahuti ucapan mbok Asih, maka pembahasan mereka akan panjang kali lebar sehinga menjadi luas. Bisa-bisa Rania tidak jadi mengunjungi ayahnya dan gagal bertemu klien.
"Mbok, Ara pergi dulu." ucap Ara sambil mengecup pipi mbok Asih. Sedekat itu hubungan Rania dan pengasuhnya.
"Hati-hati Non! Jangan lupa bunganya dibawa!" sahut mbok Asih. Rania mengangguk lalu berlalu dari hadapan wanita tua yang baik hati itu. Tanpa mbok Asih, Rania mungkin tidak akan sekuat ini menghadapi Adrian.
Rania duduk di hadapan makam sang ayah, dia mengirimkan doa untuk pria yang selalu memberikan cintanya tanpa pamrih. Sayang, kecelakaan satu tahun yang lalu merenggut nyawa sang ayah, membuat Rania sangat kehilangan. Rania merasa sangat terpuruk saat itu. Kepergian ayahnya sangat tiba-tiba. Rania sangat kehilangan dan itu menjadikan dia tidak memiliki orang tua lagi.
Untungnya Rania masih memiliki mbok Asih yang tulus menyayanginya seperti anak sendiri. Selain itu ada Saras yang Rania panggil ibu. Sayangnya Rania tidak begitu dekat dengan ibu sambungnya itu.
Hubungan Rania dan ibu Saras seperti roller coaster, naik turun dan penuh drama. Ibu Saras terlalu banyak mengatur hidup Rania, meskipun niat wanita paruh baya itu baik. Akan tetapi, ibu Saras sering tidak memahami situasi dan kondisi yang tengah Rania hadapi. Salah satunya meminta Rania segera hamil anak dari Adrian.
Rania tengah khusuk berdoa untuk sang ayah, kala sesesorang memanggilnya dengan lantang.
"Rania Dewi Baskoro!" panggil orang tersebut.
Rania menoleh pada sumber suara yang memanggil namanya dengan lengkap, "Kakak!" seru Rania begitu melihat orang yang memanggilnya adalah Aryan, kakak sepupunya.
"Apa kabar Ara?" sapa Aryan sambil mengusap pucuk kepala Rania.
"Seperti yang Kakak lihat, Ara baik-baik saja." Rania berputar di hadapan Aryan, menunjukkan bahwa dirinya baik dan sehat.
Untuk fisik, Rania memang baik-baik saja. Dia memiliki berat dan tinggi badan yang ideal. Memiliki tinggi seratus enam puluh tiga. Untuk ukuran wanita, Rania sudah terbilang tinggi. Tapi tidak dengan hatinya. Rania masih berjuang untuk menyembuhkan lukanya.
Aryan tersenyum, meski sudah menikah, tingkah Rania masih saja kekanak kanakan bila bersamanya. Tapi itulah Rania yang Aryan kenal, gadis pintar yang selalu ceria.
"Kakak senang melihat kamu baik-baik saja." ucap Aryan.
Rania tersenyum. Hingga saat ini, dia masih menutupi bagaimana kehidupannya yang sebenarnya bersama Adrian. Rania tidak ingin orang-orang yang menyayanginya cemas dan membenci Adrian.
"Kakak kah yang sering mengunjungi ayah?" tanya Rania. Aryan mengangguk.
"Entahlah, akhir-akhir ini Kakak sering merindukan paman." balas Aryan. Bahkan beberapa kali ayah Rania itu hadir ke dalam mimpinya. Seolah ingin memberitahu sesuatu pada Aryan, tapi sepupu Rania itu tidak bisa memahaminya.
"Sudah berapa lama Kakak kembali?" tanya Rania mengalihkan pembicaraan. Aryan sangat dekat dengan ayahnya. Ayah Rahadi juga sangat menyayangi Aryan. Mungkin karena ibu Aryan adalah saudara satu-satunya ayah Rahadi.
"Kenapa tidak menghubungi Ara? Apa Kakak tidak merindukan adikmu ini?" tanya Rania lagi.
Aryan terkekeh, "Tentu saja rindu. Apa Adrian tidak memberi tahu kamu?" jawab Aryan lalu balik bertanya.
Aryan pikir Rania pasti sudah tahu tentang kepulangannya dari luar negeri dari Adrian. Tidak mungkin Adrian yang tinggal satu rumah dengan Rania tidak memberitahu adiknya ini.
"Adrian?" beo Rania, lalu menggeleng.
"Kakak bertemu dia di perusahaan." Jelas Aryan ucapanya.
Rania hanya tersenyum menanggapi penjelasan Aryan. Jangan berharap lebih pada Adrian. Berbicara yang penting saja bisa di hitung, apalagi hanya sekedar memberi informasi tentang kepulangan Aryan.
"Apa Adrian memperlakukan kamu dengan buruk?" tanya Aryan menyelidik.
Aryan sering mendengar cerita dari ibunya, bagaimana keluarga Pradipta memperlakukan Rania. Terkecuali, tuan Widodo dan ayahnya. Hal yang sama yang dulu ibunya dapatkan dari keluarga tersebut. Yang berbeda, ibunya menikah dengan ayahnya bukan karena perjodohan. Ayah Aryan, tuan Haikal Pradipta memang mencintai ibu Aryan.
Rania tersenyum menjawab pertanyaan Aryan. Dia tidak tahu apakah harus menceritakan masalahnya pada Aryan atau tidak? Aryan bukan hanya kakak sepupunya. Tapi dia juga kakak sepupu Adrian. Rania tidak ingin, hubungan baik Aryan dengan Adrian menjadi buruk karena dirinya.
"Ayo Kak, mampir ke tempat Ara." ucap Rania kembali mengalihkan pembicaraan.
"Terlalu jauh dari sini Araaa. Kakak masih ada pekerjaan. Lain kali saja. Kakak akan datang bersama kakak iparmu." balas Aryan. Rania mengangguk.
Aryan tidak tahu jika tempat yang Rania maksud adalah kediaman Rania sendiri, bukan rumah yang dia tempati bersama Adrian. Dan sebuah kebetulan, jarak antara tempat pemakaman ini tidak terlalu jauh dari rumah Rania. Tidak harus menggunakan kendraan karena bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
"Ara masih ingin di sini Kak. Kalau Kakak ada pekerjaan, Kakak duluan saja. Terima kasih sudah mengunjungi ayah." ucap Rania setelah mereka mengirim doa bersama untuk ayah Rania.
Aryan tersenyum sambil mengusap pipi Rania, "Sampai ketemu lagi." ucapnya lalu, mengecup kening Rania.
"Sampai ketemu lagi Kak. Sampaikan salam Ara untuk kak Cinta." balas Rania.
Di kediaman Adrian dan Rania, Adrian tampak terburu-buru pergi ke perusahaan. Ada pertemuan penting hari ini dengan para pemegang saham. Tuan Widodo juga hadir, Adrian tidak boleh sampai terlambat.
Ceo perusahaan Pradipta itu merutuki kebodohannya sendiri yang lupa ada pertemuan penting pagi ini. Dia terlalu lama berada di kamar yang dia tempati bersama Rania.
Perut Adrian juga terasa perih. Baru hari ini dia melewatkan sarapan selama menikah dengan Rania. Adrian baru merasakan betapa pentingnya peran Rania selama ini dalam hidupnya. Baru satu hari saja Rania tidak ada, hidupnya sudah sekacau ini.
"Ada apa Bos?" tanya Dito, asisten Adrian, begitu melihat bos yang juga teman baiknya itu melamun selama perjalanan ke perusahaan.
"Rania pergi dari rumah." ucap Adrian.
...☆☆☆...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!