NovelToon NovelToon

Wanita Simpanan CEO

Bab Satu

"Aku akan membayar mu seratus juta jika memang kau terbukti masih perawan. Tapi ... jika ternyata kau sudah tak suci lagi, kau harus segera pergi tanpa menerima bayaran sepeserpun! Sebelum melakukan hubungan, aku mau kau tanda tangani dulu surat perjanjian itu," ucap Steven.

"Aku terima perjanjian ini,Pak," ucap Bella.

Bella lalu membaca isi surat perjanjian itu. Setelah membaca semuanya, dia langsung menanda tangani. Dia menarik napas dalam. Terpaksa menjual kesuciannya demi pengobatan sang ibunda.

Saat ini ibunya sedang di rawat karena mengalami komplikasi. Dia harus menyediakan uang yang tidak sedikit. Selama ini dia hanya bekerja di sebuah kafe. Gajinya hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Setelah menandatangani surat perjanjian itu, Bella lalu mendekati pria yang saat ini telah menunggunya di atas ranjang. Sebenarnya gadis itu sangat gemetar. Ini pertama kali dia melakukan hubungan badan. Takut akan mengecewakan dan tak mendapatkan uang untuk pengobatan sang ibu.

Bella duduk di samping Steven memandanginya dengan gugup. Dia tak tahu harus memulainya bagaimana.

"Kenapa hanya diam? Kau masih butuh uang?" tanya Steven dengan suara datarnya.

"Aku tak tau harus melakukan apa? Ini pertama bagiku," ucap Bella dengan menunduk.

Steven menggelengkan kepalanya. Seperti tak percaya dengan ucapan gadis itu. Apa mungkin di zaman sekarang masih ada wanita seusia Bella yang tak tahu bagaimana berhubungan.

"Kau lakukan saja apa yang ada dalam pikiranmu!" seru Steven. Dia ingin tahu inisiatif gadis itu dalam memulai hubungan badan.

Bella menarik napas dalam. Dia sebenernya tak tahu harus memulai dari mana. Akhirnya dia berinisiatif membuka bajunya. Bukankah itu harus dilakukan dalam berhubungan, pikir gadis belia itu.

Gadis itu lalu membuka satu persatu kain yang melekat ditubuhnya. Sebenarnya dia malu, tapi berusaha di tepis mengingat butuh uang segera agar operasi sang ibunda bisa dilaksanakan.

Kini yang tersisa hanya pakaian dalamnya saja. Steven memandangi tubuh Bella tanpa kedip. Tak menyangka jika gadis itu memiliki tubuh seksi. Tadi tertutup dengan pakaiannya yang kebesaran.

Bella lalu mendekati Steven. Dia membuka kancing baju pria itu satu persatu dengan tangan gemetar. Dalam hatinya terus mengucapkan maaf pada sang ibu karena harus menyerahkan kegadisannya pada pria yang bukan suaminya.

Steven yang sudah tak sabar mendorong tubuh Bella hingga gadis itu jatuh terlentang. Dia langsung menaiki tubuh wanita itu.

Dengan perlahan Steven mengecup bibir Bella. Ciuman yang awalnya biasa saja akhirnya sedikit menuntut.

Bella yang tak pernah melakukan itu menjadi gugup dan menahan napas saat Steven bermain di bibirnya. Melihat gadis itu yang mulai sesak, dia melepaskan pagutannya.

"Jangan di tahan napas mu! Mau mati?" tanya Steven dengan suara dingin.

"Maaf, Pak. Aku tak tau cara berciuman yang benar. Ini pertama kali bagiku," ucap Bella dengan suara gemetar.

Tangan Steven lalu menarik pengait bra Bella hingga terbuka dan dilepaskan dari tubuhnya, sekarang dadanya telah terekspos. Hanya tersisa pakaian dalam bagian bawahnya saja. Bella lalu menutup dadanya dengan kedua tangan. Namun, ditepis oleh pria itu.

"Kenapa di tutup? Kau mau membatalkan perjanjian?" tanya Steven.

"Nggak, Pak. Lakukan aja apa yang ingin Bapak lakukan denganku," jawab Bella.

Steven kembali mengecup bibir Bella, lalu turun ke leher. Dia meninggal jejak kepemilikan di leher wanitanya itu.

Setelah merasa pemanasan yang dia lakukan cukup, Steven menanggalkan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Bella. Tak lupa Steven juga membuka seluruh kain yang melekat di tubuhnya. Akhirnya kedua manusia itu dalam keadaan polos.

Steven berusaha memasuki inti tubuh wanita itu, beberapa kali mencoba dia belum bisa menembusnya. Sementara itu Bella merasa perih, padahal junior pria itu belum memasuki tubuhnya.

"Aku harap kamu menahan rasa sakit yang mungkin dirasakan. Aku akan memaksa masuk," ucap Steven.

Seperti katanya, dia dengan penuh paksaan mencoba menembus pertahanan gadis itu. Saat junior laki-laki itu bisa masuk, Bella merasakan sakit dan pedih bersamaan.

Bella menggigit bibirnya hingga berdarah karena menahan sakit. Berbeda dengannya, Steven merasakan sensasi yang berbeda. Baru dia tau rasanya perawan.

Setelah beberapa saat, akhirnya Steven menumpahkan sesuatu dzat murni ke dalam rahim sang wanita sebagai pelepasan. Menuju puncak paling nikmat yang belum pernah pria itu rasakan dan bayangkan sebelumnya. Karena ini yang pertama kali dia merasakan membobol pertahanan seorang gadis.

**

Pagi harinya Steven terbangun dan melihat di sampingnya masih tertidur pulas seorang wanita yang semalam membuat gairahnya bergelora. Tak peduli ringisan kesakitan dari wanita itu, dia mengulangi lagi menjelang pagi pergulatan mereka.

"Kau adalah milikku mulai hari ini! Tak akan ada yang boleh menyentuhmu kecuali aku!" ucap Steven dalam hatinya.

Steven lalu mengusap wajah Bella. Tersenyum simpul mengingat perjuangannya menembus serta membobol milik wanita itu.

Sentuhan tangan Steven membuat Bella terbangun. Dia langsung duduk, tapi perih di bagian inti tubuhnya membuat wanita itu kembali meringis.

"Tidur dan beristirahatlah! Biar bibi yang bawakan sarapan untukmu!" ucap Steven.

Steven bangun dari ranjang dengan tubuh yang masih polos. Melihat itu Bella jadi teringat kembali, jika dia telah menyerahkan sesuatu yang paling berharga yang dia miliki. Tapi dia tak menyesal karena semua demi pengobatan sang ibu.

"Aku harus ke rumah sakit. Sesuai janji, Bapak harus memberiku uang seratus juta itu. Aku ingin ibuku segera di operasi," ucap Bella.

"Semuanya telah di urus asistenku. Kamu istirahat saja dulu. Siang bisa ke rumah sakit. Apa kamu ingin orang tau jika tadi malam kamu habis menyerahkan kesucianmu. Berjalan saja mungkin kau akan merasakan kesakitan dan itu akan membuat perhatian orang!" ucap Steven dengan penuh penekanan.

Bella menarik napas dalam. Teringat saat dia ingin membersihkan tubuhnya, berjalan menuju kamar mandi saja dilakukan dengan susah payah karena sakit yang dia rasakan.

Steven ada benarnya jika sebaiknya dia beristirahat hingga siang, agar rasa perih yang dia rasakan sedikit berkurang, pikir Bella.

"Bagaimana aku bisa percaya jika asisten Bapak telah mengurus operasi ibuku?" tanya Bella.

Steven mendekati wanita itu. Kembali naik ke ranjang. Bella jadi sedikit gemetar, takut pria itu mengulangi pergulatan mereka, karena dia masih polos tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya.

"Aku bukan pria yang suka mengingkari janji! Aku justru akan membayar lebih karena kamu terbukti benar masih perawan. Apa kamu pikir dengan uang seratus juta itu cukup buat biaya operasi ibumu? Aku justru telah membayar hampir dua kali lipatnya. Siang ini ibumu sudah bisa menjalankan operasi. Kamu bisa melihat buktinya nanti. Asistenku akan mengirimkan video buktinya. Aku hanya ingin kamu mendengar ucapanku. Hari ini kamu tetap di kamar. Jangan kemana-mana. Besok kamu bisa datang ke rumah sakit saat ibumu sadar!" ucap Steven dengan penuh penekanan.

**

Selamat Pagi semuanya. Mama datang dengan karya terbaru lagi. Mama mohon dukungannya. Seperti biasa jangan lupa baca tiap update dan berikan like setiap habis baca. Terima kasih. Lope-lope sekebon jeruk untuk semuanya. 😍😍😍😍

Bab Dua

Bella berjalan dengan sedikit aneh dan sesekali meringis. Tadi malam dia kembali harus melayani pria itu walau rasa perih karena percintaan pertama kali masih dia rasakan.

Sampai di depan ruang ICU tempat sang ibunda di rawat, Bella langsung masuk. Dia melihat ibunya masih belum sadar. Walau dokter mengatakan jika masa kritisnya telah terlewati.

Bella duduk di bangku samping ranjang ibunya. Dia meraih tangan kurus wanita yang telah melahirkan dirinya itu.

"Bu, ini Bella. Aku harap ibu segera sadar. Aku telah melakukan segala cara agar ibu bisa dioperasi. Aku minta maaf karena harus melakukan ini. Tapi semua aku lakukan demi ibu. Maafkan aku yang tak bisa menjaga kesucian ini hanya untuk sang suami," ujar Bella.

Setengah jam dia di dalam ruang ICU. Mengobrol dengan ibunya. Walau tak membuka mata, Bella berharap ibunya mendengar semua yang dia katakan.

"Bu, aku menunggu di luar. Aku tak bisa menemani ibu di dalam sini. Aku harap Ibu segera sadar dan kita bisa pulang ke rumah. Aku ingin ibu mencoba masakanku lagi. Aku akan masak makanan yang ibu suka," ucap Bella dengan penuh pengharapan.

Air mata yang dari tadi dia tahan akhirnya tumpah juga. Dia tak memiliki siapa-siapa lagi, hanya ibunya. Bella sangat takut kehilangannya.

Bella mengecup tangan wanita itu. Sudah tiga bulan ibunya mengeluh sakit. Namun, uangnya hanya cukup membawa ke puskesmas atau klinik terdekat. Hingga akhirnya sang ibunda pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Barulah dia tahu jika ibunya telah mengalami komplikasi.

"Bu, aku pamit. Tapi Ibu jangan takut. Aku akan terus menjagamu. Semangat Lah, Bu. Aku selalu menunggu saat Ibu membuka mata," ujar Bella lagi.

Kembali air mata tumpah membasahi pipinya. Dia lalu mengusapnya dengan tangan.

"Tuhan tolong berikan Ibuku kesehatan agar aku bisa terus membuatnya bahagia. Lekas sembuh, Ibu. Ibuku tercinta, jangan biarkan tubuhmu ini terus merasakan sakit. Ayo yakinkan diri ibu kalau ibu pasti bisa sembuh. Aku akan mendoakan mu, Ibu, agar semua ini bisa segera dilalui."

Setelah waktu besuk habis, Bella keluar dari kamar ICU itu. Dia pergi ke administrasi untuk memastikan jika Steven telah membayar biaya operasi ibunya.

Sampai di kasir, Bella lalu menanyakan tentang pembayaran ibunya. Petugas mengatakan jika pembayaran hingga hari ini telah di bayar lunas.

Bella lalu bertanya mengenai total pembayaran. Mendengar jumlah yang dikatakan petugas itu, dia merasa sangat terkejut.

Hingga hari ini, pembayaran telah mencapai dua ratus juta ribu. Rasanya dia tak percaya dengan semua itu.

Bella kembali ke ruang tunggu bagi pasien yang berada di ICU. Dia lalu membuka ponselnya. Ada pesan masuk dari Steven yang memintanya segera kembali ke apartemennya setelah menjenguk sang ibunda.

Bella lalu mencoba menghubungi nomor itu, tapi sudah tak aktif. Dia menarik napas dalam. Ingin mengabaikan pesan itu. Dia kembali terdiam sambil memikirkan nasib sang ibunda.

Beberapa saat kemudian, Bella dikejutkan dengan kedatangan asisten Steven. Dia mengatakan ingin menjemput wanita itu.

"Aku ingin menunggu ibuku malam ini," jawab Bella pada sang asisten.

"Itu tak mungkin, Mbak. Karena aku di minta menjemput kamu. Itu perintah Tuan Steven," balas asisten itu.

"Bagaimana dengan ibuku jika dokter membutuhkan sesuatu," ucap Bella masih mencoba bertahan.

"Anda jangan takut, Mbak. Akan ada seseorang yang menjaga di sini. Lagi pula Tuan Steven telah meminta kepala rumah sakit untuk mengabari apa pun mengenai perkembangan kesehatan ibunya, Mbak. Jadi percayakan saja semua pada Tuan Steven," jawab Asisten itu.

"Tapi ...."

"Ingat, Mbak. Ibu Anda masih banyak membutuhkan uang untuk kesembuhannya. Lagi pula hari ini saja Anda sudah berhutang seratus juta dengan Tuan Steven. Pembayaran untuk Ibu Anda telah mencapai dua ratus juta!"

Dengan terpaksa Bella berdiri. Dia menyempatkan diri mengintip keadaan ibunya. Masih tetap sama, tak sadarkan diri.

Bella berjalan mengikuti asisten Steven. Mereka langsung menuju ke apartemen dari rumah sakit. Setelah mengantar Bella hingga ke pintu, pria itu segera pergi.

Pintu apartemen terbuka. Menampakan Steven yang bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek. Bella masuk dengan perasaan campur aduk. Merasa dirinya menjadi wanita panggilan.

Steven langsung masuk kamar dan diikuti Bella. Pria itu duduk di tepi ranjang menanti dirinya masuk.

"Maaf, Pak. Aku mau mandi dulu," ucap Bella.

"Sepuluh menit. Aku tunggu!" ucap Steven dengan penuh penekanan.

"Baik, Pak!" seru Bella.

Bella lalu masuk ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya. Setelah itu dia keluar hanya dengan menggunakan piyama handuk. Steven telah menunggu di ranjang dengan tubuh yang polos.

Bella menarik napas. Dia lalu membuka piyamanya. Sehingga saat ini dia juga dalam keadaan polos. Wanita itu langsung naik ke ranjang. Steven menunjuk tubuhnya meminta Bella menaikinya.

Entah siapa yang memulai terlebih dahulu. Kini dua tubuh itu telah menyatu dalam kehangatan. Berbagi apa yang seharusnya dilakukan oleh pasangan suami istri.

Mengalir Lah banyak rasa kala tatap mereka ditengah pergulatan mereka. Setelah beberapa saat, Steven akhirnya menumpahkan sesuatu dzat murni ke dalam rahim wanita itu sebagai pelepasan. Menuju puncak paling nikmat yang setiap pria rasakan saat pelepasan.

Setelah beberapa saat, Steven berdiri. Dia tanpa canggung melakukan itu walau tubuhnya polos. Pria itu mengambil sesuatu dan melempar ke tubuh Bella.

"Baca surat perjanjian itu!" perintah Steven. Setelah itu dia masuk ke kamar mandi.

Bella membaca setiap kata demi kata dengan pelan, takut ada yang terlewatkan. Tertulis dengan jelas jika dia harus bersedia melayani Steven kapan saja sebagai pengganti uang yang digunakan untuk membayar biaya pengobatan ibunya. Jika dia menolak berarti harus melunaskan semuanya secara langsung detik itu juga. Wanita itu menarik napas dalam setelah membaca keseluruhan isinya.

Dengan kata lain, dia adalah wanita simpanan atau wanita penghibur untuk pria itu. Steven keluar kamar mandi. Dia minta Bella segera menandatangani surat itu. Tak ada pilihan lain, wanita itu akhirnya menandatangani.

Setelah menyerahkan surat itu kembali ke tangan Steven, dia masuk ke kamar mandi. Tangis Bella pecah di dalam kamar itu.

"Ibu, maafkan anakmu. Aku terpaksa melakukan semua ini. Apa pun akan aku lakukan demi kesembuhan kamu, Bu. Aku harap kamu mengerti dengan keputusan aku ini," ucap Bella dalam hatinya.

Cukup lama Bella berada di kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya dengan teliti. Merasa dirinya sangat kotor.

Setelah memakai baju yang Steven berikan, dia keluar dari kamar mandi. Pria itu tampak menunggunya.

"Kau harus segera ke rumah sakit. Han telah menunggu di luar. Ibumu sangat kritis!" ucap Steven.

Bab Tiga

Bella merasa tubuhnya sangat lemah mendengar ucapan pria itu. Dia hampir saja terjatuh jika tidak berpegang ke dinding.

"Apa ibuku sangat kritis?" Bella bertanya untuk meyakinkan pendengarannya.

"Apa kau tadi tak mendengar ucapanku!?"

Bella menarik napas dalam. Dia mencoba menguatkan hatinya. Berjalan menuju pintu keluar. Tanpa kata dia meninggalkan Steven seorang diri.

Sampai di halaman parkir apartemen, Han telah menunggu di dekat mobil. Dia langsung masuk dan meminta asisten pribadinya Steven itu untuk segera menjalankan mobilnya menuju rumah sakit.

Sepanjang perjalanan pikiran Bella selalu tertuju pada ibunya, dan tak berhenti berdoa untuk kesembuhannya.

"Ibu, jangan pergi. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Bertahanlah, aku akan usahakan apa pun untuk pengobatan mu sekalipun aku harus bersujud dan menjadi budak seseorang," ucap Bella.

Setengah jam perjalanan sampailah mereka di rumah sakit. Bella langsung keluar dari mobil dan berlari menuju ruang ICU tempat di mana sang ibu berada.

Saat sampai di depan ruangan dia melihat ada tiga dokter sedang menangani sang ibu. Bella ingin masuk tapi tak diizinkan karena sedang dalam penanganan dokter.

Lima belas berlalu. Dokter masih di dalam ruangan ibunya. Hingga pintu itu terbuka. Seorang dokter keluar dari ruang ICU. Bella langsung berdiri dan menghampirinya.

"Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?" tanya Bella.

"Apakah Anda keluarga pasien?" Dokter itu balik bertanya.

"Saya anaknya, Dok. Bagaimana keadaan ibu saya?" Kembali Bella bertanya.

Dokter tampak menarik napas. Dia memandangi Bella dengan tatapan sendu. Wanita itu merasa makin gugup. Dia takut mendengar sesuatu hal yang buruk mengenai ibunya.

"Maafkan kami, Mbak. Kami telah berusaha maksimal, tapi semua ketetapan ada ditangan Tuhan. Ibu Anda tidak dapat kami selamatkan," ucap Dokter dengan suara pelan.

"Maksud Dokter?" tanya Bella.

"Ibu Anda telah tiada. Sekali lagi maafkan kami," jawab Dokter itu lagi.

Dunia rasanya hancur mendengar penuturan dokter itu. Tubuh Bella terasa lemah, hampir saja dia jatuh jika tidak di sambut asistennya Steven yang bernama Han.

"Sekali lagi maaf. Jika kami harus mengabarkan berita duka ini. Anda bisa melihatnya sekarang. Jangan lupa pergi ke kasir untuk mengurus administrasi agar jenazah bisa di bawa pulang secepatnya," ucap Dokter itu lagi.

"Baik, Dok," jawab Bella dengan suara pelan.

"Kalau begitu saya pamit. Masih ada pasien yang harus saya tangani. Semoga tabah menghadapi cobaan ini," ucap Dokter sebelum meninggalkan Bella.

Dokter itu lalu meninggalkan Bella yang masih terlihat syok. Dia masih terdiam terpaku. Tak tahu harus melakukan apa. Tubuhnya terasa melayang tanpa ada pijakan.

Terbayang bagaimana hari-harinya nanti tanpa seorang ibu. Selama ini mereka hanya hidup berdua tanpa ada sanak saudara.

"Mbak masuklah, biar aku yang mengurus administrasinya!" seru Han.

Pria itu lalu pergi meninggalkan Bella yang masih terdiam. Dadanya terasa sangat sesak. Tenggorokan ada yang mengganjal sehingga dia hanya bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Setelah bisa menguasai hatinya, Bella lalu masuk ke ruang ICU tempat tubuh ibunya yang telah terbaring kaku.

Tubuh ibunya telah ditutupi selimut hingga seluruh tubuhnya. Dia lalu membukanya. Melihat wajah yang dulu selalu tersenyum menyambut setiap dia pulang kerja.

"Bu, ini mimpikan? Ibu tidak mungkin meninggalkan aku. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Bangunlah, Bu. Aku akan lakukan apa saja yang Ibu inginkan, tapi Ibu harus bangun," ucap Bella dengan derai air mata.

Bella mengguncang pelan tubuh ibunya. Dia berpikir dengan begitu sang ibu akan segera sadar. Melihat ibunya tidak bereaksi apa-apa, tubuh Bella luruh ke lantai.

Dia tak percaya jika sang ibu akhirnya meninggalkan dirinya. Bella telah berusaha agar sang ibu bisa di operasi.

Han masuk ke ruangan dan mengatakan pada Bella jika jenasah ibunya sudah bisa di bawa pulang. Dia lalu meminta pihak rumah sakit untuk melakukan pemulangan jenazah ibunya segera.

***

Sore harinya, pemakaman ibunya langsung dilaksanakan. Bella duduk sendirian di sisi kuburan ibunya yang baru saja dimakamkan. Wajahnya dipenuhi oleh ekspresi kesedihan dan tangisnya tak henti-hentinya mengalir. Bella melihat sekitarnya, dan hanya bisa melihat beberapa tetangga yang hadir karena mereka adalah satu-satunya yang mau datang menyaksikan pemakaman ibunya.

Bella mengingat kata-kata ibunya, "Nak, di dunia ini semua di ukur dengan uang. Walau orang mengatakan jika uang bukanlah jaminan kebahagiaan, tapi tanpa uang sudah pasti orang jarang bahagia. Tapi kamu jangan sedih, walau pun kita miskin, tapi kamu jangan pernah mau diinjak harga dirimu. Teruslah berjuang, sampai orang yang dulu meremehkan kamu, akhirnya berubah menghargai!"

Bella akan ingat terus kata ibunya, dia janji akan terus berjuang. Tak akan membiarkan orang menghinanya.

Dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa kehangatan ibunya, terutama karena mereka hanya berdua selama hidup mereka yang penuh kesulitan. Bella mengusap air matanya, lalu berbicara pelan ke kuburan ibunya.

"Ibu, maafkan aku karena hanya bisa memberimu pemakaman sederhana. Aku berharap ini cukup untukmu meski tak banyak yang datang. Aku tahu, kamu menemukan kesulitan dan kegembiraan saat kamu hidup. Aku ingin menjadi kuat seperti yang kamu selalu ajarkan padaku."

Tiba-tiba, Bella mendengar suara langkah kaki mendekat di belakangnya. Dia menoleh dan melihat Teti, tetangga sebelahnya, yang membawakan buket bunga putih. Satu-satunya orang yang mau berteman dengannya. "Ini untukmu dan untuk ibumu, Bella," kata Teti dengan penuh simpati.

Bella tersenyum menghampiri Teti dan menerima buket bunga itu. "Terima kasih, Teti. Kamu selalu sangat baik padaku dan ibuku," ucap Bella.

Teti mengangguk dan duduk di sebelah Bella. "Bella, kamu tahu, hidup ini memang keras dan kita tak bisa mengendalikannya. Tapi, kamu harus kuat. Aku tahu, ibumu adalah wanita yang tangguh dan peduli pada kamu. Jangan sedih jika hanya beberapa tetangga yang datang. Kamu harus tetap kuat, seperti Bella yang aku kenal."

Bella mendengarkan kata-kata Teti dengan perhatian. Dia menyadari bahwa meskipun hanya beberapa tetangga yang hadir, mereka adalah orang-orang yang benar-benar peduli dalam hidupnya. Bella merasa lebih lega karena mendapat dukungan dan belasungkawa dari mereka.

"Sekali lagi, terima kasih, Teti," ucap Bella.

Satu persatu para pelayat mulai meninggalkan pemakaman, termasuk Teti. Tapi, Bella masih saja betah duduk di samping kuburan ibunya. Saat magrib dan malam mulai menjelang, barulah Bella beranjak pergi. Dia mencium nisan sang ibunda.

"Ibu, aku melepasmu dengan ribuan tetesan air mataku. Aku merelakan mu dengan hati yang ikhlas. Tidak ada rasa yang lebih sakit yang aku rasakan dari kehilangan seorang ibu. Pada bunga yang ku tabur, ada rindu yang terkubur. Pada air yang ku siram, ada memori usang yang terekam. Pada ibu yang telah tiada terlebih dahulu, bisakah kau hadir menenangkan riuh rindu pada buih masa lalu? Datanglah nanti se kejab dalam tidur di mimpiku. Tiada cinta setulus cintamu, Ibu. Tiada pelukan sehangat pelukanmu, Ibu. Aku titipkan doa pada Allah, bahwa aku merindukanmu. Sekarang hanya sepucuk doa yang aku punya. Semoga kau tenang di alam sana. Sampai jumpa di surga, Ibu."

Tanpa Bella sadar dari tadi seorang pria memperhatikan dirinya. Walau dia tak mendekati pemakaman karena tak mau menjadi pusat perhatian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!