"Samuel idiot... Samuel idiot... Hahaha ada idiot di sini."
Begitulah setiap hari anak-anak mengatai Samuel. Namun Samuel yang terkadang tidak terima di katakan idiot hanya bisa diam dan menangis. Ia tidak pandai melawan layaknya orang dewasa.
Seorang wanita bercadar yang kebetulan lewat di sana melihat pemandangan yang sangat tidak ia suka. Ia menghampiri anak-anak yang tengah mengejek lelaki tampan itu dan segera menghampirinya.
"Hey! kalian tidak boleh mengejek orang lain seperti itu. Sana minta maaf."
Anak-anak itu terkejut karena di tegur oleh seorang wanita yang menurut mereka pakaiannya sangat aneh. Karena mereka memang jarang melihat penampilan seorang wanita tertutup seperti itu. Ya, dia Hanum, gadis desa yang datang ke kota untuk kuliah sembari bekerja. Sebenarnya ia di sana juga ingin mendatangi salah satu rumah warga yang sedang mencari guru les.
"Aneh sekali penampilan kakak itu."
"Ih takut, ayo kita pulang, mana tahu dia penculik anak. Biarkan saja si idiot itu di bawa oleh wanita aneh itu."
Anak-anak itu kabur berlari terbirit-birit. Hanum bukannya tidak mendengar perkataan anak-anak itu tentang dirinya dan juga pemuda yang ada di hadapannya. Namun ia tidak ingin terlalu meladeni anak-anak nakal itu. Pandangannya teralihkan ke arah sang pemuda yang tengah ketakutan melihat dirinya.
"Assalamualaikum,"
"Wa'akaikumsalam." walaupun takut, pemuda itu tetap menjawab salam.
"Jangan takut, aku tidak jahat. Perkenalkan nama aku Hanum. Nama kamu siapa? Dan Kamu kenapa menangis? Apa mereka mengganggu kamu?"
Hanum bisa melihat jika pemuda itu pemuda spesial. Ia sama sekali tidak menghardik si pemuda. Ia bahkan berkata lembut agar pemuda itu tidak takut kepada dirinya.
Pemuda yang bernama Samuel itu memberanikan diri melihat ke arah Hanum. Hanum tersenyum di balik cadarnya. Tidak ingin munafik, Hanum mengakui jika pemuda ini sangat tampan di balik ke kekurangannya. Namun dengan cepat Hanum mengalihkan pandangannya.
"A-aku Samuel, mama selalu memanggil aku Muel. Kenapa penampilan kamu seperti ninja?"
Alih-alih marah, Hanum tersenyum kembali di balik cadarnya. Sepertinya pemuda ini memang tidak mengerti dan harus di beritahu dengan cara yang lembut.
"Ini namanya cadar, aku menggunakan cadar karena memang nyaman saja. Dan untuk menghindari tatapan orang-orang yang bernafsu jika melihat wajahku. Kata ibu, aku harus selalu menggunakan cadar ini, dan hanya mahram ku saja yang boleh melihat wajahku."
Entah paham atau tidak, Samuel mengangguk-anggukkan kepalanya. Hanum lagi-lagi tersenyum dan terpesona melihat wajah tampan pemuda itu.
"Astaghfirullah, sadar Hanum." Hanum langsung mengalihkan pembicaraan. Ia penasaran kenapa pemuda itu ada sendirian di sini.
"Kalau boleh tahu, Kamu kenapa sendirian di sini? Dan kenapa kamu diam saja saat anak-anak nakal tadi menghina kamu?"
"Muel, panggil Muel." Pemuda itu lebih suka di panggil Muel. Hanum terkekeh melihat cara Samuel menjawab. Sepertinya pemuda itu lebih dewasa umurnya dari dirinya. Namun sepertinya pemikirannya tidak sedewasa umurnya.
"Hihi, ia baiklah Muel. Ayo jawab, Muel kenapa sendirian di sini?"
"Tadi Muel ke sini sama bang Tama. Bang Tama yang membawa Muel ke sini. Lalu kata bang Tama suruh tunggu sebentar di sini, katanya dia haus mau beli minum dan es krim untuk Muel. Tapi sudah lama Muel tunggu, bang Tama tidak kembali. Muel takut sendirian, apalagi anak-anak tadi jahat bilang Muel idiot, bahkan mereka melempar Muel pakai batu kecil. Tapi-tapi untung ada kakak malaikat yang baik hati datang menolong Muel."
Ternyata Samuel jika sudah berbicara sangat cerewet. Hanum berfikir jika Samuel sengaja di tinggal sendirian di sana. Entahlah, perasaannya mengatakan seperti itu. Namun ia tidak ingin berasumsi sendiri. Lebih baik ia mengantarkan Samuel pulang. Mungkin saja Samuel sudah di cari orang-orang di rumahnya.
......................
Di rumah mewah bercat putih itu, seorang wanita paruh baya tengah khawatir karena tidak melihat putranya di kamar. Bahkan ia sudah mencari di segala sudut rumah. Namun tetap saja putranya tidak ada.
"Ya Allah nak, dimana kamu sayang. Bik bagaimana, ada ketemu Muel?"
"Maaf nyah, den Samuel tidak ketemu, pak Yanto juga sudah membantu untuk mencari den Samuel. Bagaimana ini Nyah. Bibik takut den Samuel pergi jauh dan tersesat. Tapi biasanya kan den Samuel tahu jalan jika pergi kemana saja."
Wanita paruh baya itu ternyata ibu Samuel. Memang Samuel selalu tahu jalan pulang. Namun kali ini ia belum juga kembali. Karena ingatan Samuel itu sangat kuat, walaupun ia autism. Ia adalah pemuda yang cerdas sebenarnya.
Tak lama seorang pemuda pulang mengenakan kendaraan roda duanya. Ia memasuki rumah itu dengan wajah sumringah. Ia yang senang karena berhasil membawa Samuel jauh dari rumah dan pasti tidak akan pulang karena pasti tersesat, menghampiri sang ibu dengan wajah tidak merasa bersalah sama sekali.
"Assalamualaikum ma."
"Wa'akaikumsalam, Tama kamu dari mana? Muel hilang nak, ayo cari adik kamu. Mama khawatir sama adik kamu."
"Hah, Muel hilang Ma? Kok bisa!"
Dengan memasang wajah keterkejutannya, ia membuat ibunya yakin jika dia bukanlah dalang dari kehilangan sang adik.
Ya, pemuda yang di panggil Tama itu adalah Abang dari Samuel. Namun mereka bukanlah lahir dari rahim yang sama. Pratama yang di panggil Tama itu putra pertama dari istri pertama sang ayah. Sedangkan Samuel putra ke dua dari istri ke dua, yakni Ibunda Samuel yang di panggil Mama oleh Tama.
Ia merasa cemburu dengan Samuel yang lebih di perhatikan oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan jika ia tidak pulangpun, ia tidak akan di cari seperti Samuel saat ini. Bukan maksud ke dua orang tua mereka membeda-bedakan mereka, namun kekurangan Samuel yang membuat ke dua orang tua mereka harus lebih memberikan perhatian lebih kepada Samuel. Namun walaupun begitu Tama tetap menyayangi mama sambungnya. Karena ibu kandungnya pergi meninggalkan ia dan ayahnya saat usianya menginjak enam tahun.
Sebenarnya Tama tidak begitu membenci Samuel, hanya saja ia hanya ingin memberikan pelajaran kepada sang adik untuk tidak terlalu caper kepada ke dua orang tua mereka. Ia yakin jika Samuel pasti pulang dengan sendirinya. Ia tidak berpikir jika adiknya benar-benar akan menunggu dirinya.
Di tengah-tengah kepanikan mereka, ternyata Samuel pulang juga di antarkan oleh Hanum. Ya, setelah membujuk Samuel untuk pulang, akhirnya Samuel mau menuruti perkataan Hanum. Entah bagaimana caranya Hanum membujuk Samuel dan membuat pemuda itu percaya kepada dirinya. Karena Samuel tipe yang tidak mudah percaya dengan orang yang baru ia kenal.
"Assalamualaikum mama,"
"Wa'akaikumsalam, Alhamdulillah kamu pulang nak. Kamu kemana saja sayang?" Tama mendengus kesal karena sang adik pulang dengan cepat. Padahal ia ingin menikmati waktu di rumah tanpa kecerewetan sang adik.
Pandangan mereka pun teralihkan dengan kehadiran Hanum yang pulang bersama Samuel.
......................
...To Be Continued...
Assalamualaikum sahabat Salju, othor hadir lagi dengan karya terbaru. Semoga karya kali ini bisa mengisi waktu luang sahabat Salju semua. Jangan lupa subscribe, like dan komennya ya, terimakasih 🤍
"Kamu siapa? kenapa bisa bersama anak saya?" Belum sempat Hanum menjawab, Samuel sudah lebih dulu menjawab pertanyaan sang mama. Jika bersama mamanya Samuel memang sangat cerewet sekali.
Hanum hanya tersenyum di balik cadarnya menatap keluarga dari pemuda yang ia tolong.
"Mama, kenalkan ini kakak malaikat baik hati. Tadi itu Muel kan ma di ganggu anak-anak nakal, terus... terus untung ada kakak malaikat baik hati yang nolongin Muel. Siapa ya tadi namanya. Haa kakak Anum, namanya cantik kan ma. Muel senang sama kakak Anum."
Semua yang ada di sana speechless mendengar penuturan Samuel yang berbicara sangat banyak dan menjelaskan tentang siapa Hanum dengan semangat berapi-api. Tama yang ada di sana hanya bisa melototkan matanya. Karena mereka memang tahu Samuel sangat susah menerima orang baru hadir di dekatnya. Namun kenapa dengan wanita yang bernama Hanum ini Samuel terlihat sangat dekat.
"Muel berlebihan Bu. Saya hanya lewat dan kebetulan melihat anak-anak kecil mengganggu Muel. Saya lihat Muel ini salah satu ciptaan Allah yang di ciptakan berbeda dengan makhluk lainnya. Eh, mohon maaf sebelumnya Bu, saya tidak bermaksud, maksud saya..." Hanum langsung menundukkan kepalanya, saat ia rasa bahwa ia salah dalam berbicara. Ia takut wanita paruh baya yang di panggil mama oleh Samuel akan tersinggung dengan ucapannya.
Sonya mendekat dan memeluk Hanum dengan hangat. Ia senang karena anaknya bertemu dengan wanita baik hati seperti Hanum. Jika orang lain yang ada di posisi Hanum, belum tentu mereka akan melakukan hal yang sama seperti apa yang Hanum lakukan.
Samuel tepuk tangan dengan girang melihat mamanya berpelukan dengan Hanum yang telah ia anggap kakak malaikat baik hati. Tama hanya memutar bola matanya malas melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Sejujurnya Tama kesal dengan Hanum, karena Hanum Samuel pulang dengan cepat. Padahal kan ia ingin bersantai menikmati waktu istirahatnya di rumah tanpa gangguan adiknya itu.
"Terimakasih nak Hanum. Terimakasih sudah mengantarkan anak ibu pulang. Kamu tidak salah, Samuel memang anak yang spesial. Entah bagaimana jadinya jika anak ibu hilang, papanya pasti akan marah besar kepada ibu." Hanum dapat merasakan ketulusan dari wanita yang ada di hadapannya. Sonya tersenyum lembut menatap wajah Hanum yang tertutup cadar. Ia pun membawa Hanum masuk dan tidak mengizinkan Hanum pulang sebelum ia menjamu wanita yang telah menolong putranya.
Sedangkan Tama langsung masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju area kolam renang. Ia melampiaskan kekesalannya dengan berenang. Ya, begitulah Tama. Jika sesuatu yang ia inginkan tidak terpenuhi, maka ia akan melampiaskan dengan berenang sampai ia puas. Namun baru saja ia melepas baju kaosnya dan bersiap untuk berenang, Samuel datang menghampiri dirinya.
"Abang Tama, Abang Tama tadi kemana? Muel sudah lama menunggu Abang. Kata kakak Anum Muel sengaja di tinggal, tapi-tapi Muel percaya sama Abang, Abang kan sayang Muel. Abang tidak mungkin meninggalkan Muel. Kakak Anum hanya salah paham kan bang." Ia bergelayut manja di lengan Tama, membuat Tama jengah dengan sikap adiknya yang selalu ingin menempel dengan dirinya. Padahal masih ada abang Samuel satu lagi di rumah itu. Abang yang lahir dari rahim yang sama dengan dirinya, tapi kenapa Samuel lebih dekat dengan dirinya.
Tanpa menjawab pertanyaan Samuel, Tama melepas pelukan Samuel dan langsung nyebur ke kolam renang. Samuel hanya memberengut dan tidak marah sama sekali dengan abangnya itu. Ia memutar tubuhnya dan kembali berjalan menuju ruang keluarga. Di sana ada sang mama dan Hanum yang sedang berbincang. Seperti biasa ia langsung menempel dan memeluk mamanya dengan manja. Hanum dapat melihat jika Samuel sangat dekat dengan mamanya, hal yang tidak pernah Hanum rasakan sebelumnya.
"Kenapa sayang? Muel lain kali jangan begitu ya. Jangan keluar rumah tanpa mama atau yang lain. Untung Muel bertemu Hanum, jika tidak bagaimana, hem?" Samuel sama sekali tidak menjawab, ia hanya nyengir kuda melihat tatapan mamanya. Ia juga tidak mengatakan jika Tama meninggalkan dirinya di taman itu.
Sonya mengelus kepala putranya, mencium keningnya dengan sayang. Hal yang sudah biasa ia lakukan.
"Mohon maaf sebelumnya Bu, Saya harus pergi. Soalnya saya ke daerah sini memang mencari rumah seseorang."
"Kalau boleh ibu tahu, nak Hanum mau ke rumah siapa? Mana tahu ibu tahu." Ya, Hanum ingin ke rumah seseorang yang sedang mencari guru les. Kebetulan rumahnya tak jauh dari rumah Samuel, sepertinya.
"Saya lupa alamat lengkapnya Bu, tapi saya mencari rumah ibu Sonya. Saya ingin menjadi guru les putranya. Kata beliau, beliau sedang mencari guru les untuk putranya. Apa ibu tahu di mana rumah ibu Sonya?"
Sonya kaget mendengar penjelasan Hanum. Namanya juga Sonya dan memang sedang mencari guru les untuk Samuel. Ya, Samuel heboh ingin sekolah, tetapi dengan ke adaan Samuel yang sudah dewasa, tidak mungkin ia masuk ke sekolah negeri seperti anak-anak lainnya. Dan lebih mengejutkan lagi, ternyata guru les yang ia cari ternyata gadis yang telah menolong anaknya.
Sonya tersenyum menatap Hanum. "MasyaaAllah, jodoh tidak kemana nak Hanum." Hanum bingung mendengar perkataan Sonya. Sonya yang tahu jika Hanum bingung pun segera menjelaskan kepada Hanum.
"Nak, nama ibu Sonya. Ibulah yang sedang mencari guru les untuk putra ibu. Dan putra yang ibu maksud itu Muel. Makanya ibu bilang jodoh tidak kemana. ternyata yang menolong Muel adalah calon guru lesnya Muel. Ibu senang kalau begitu, apalagi melihat Muel terlihat nyaman dan senang dekat dengan nak Hanum."
Hanum tidak menyangka sama sekali. Sungguh kebetulan yang sangat kebetulan. Ia bingung sendiri menyikapi situasi yang terjadi. Ia pikir calon muridnya anak berusia tujuh atau delapan tahun, tapi ternyata lebih tua dari dirinya.
Walaupun Samuel tidak bisa di katakan sama layaknya orang dewasa, tapi tetap saja ia dan Samuel bukan mahram. Ia tidak ingin berinteraksi berlebihan dengan Samuel. Apalagi ia lihat Samuel suka menempel dengan orang yang membuat ia nyaman.
Hanum tampak terdiam dan bingung bagaimana cara menolak permintaan Sonya. "Bagaimana nak Hanum? Kamu mau kan menjadi guru les Muel? Muel senang tidak jika Hanum jadi guru les Muel?" ternyata yang di ajak berbicara sudah terlelap dengan nyenyak. Pantas saja tidak ada suaranya lagi.
"Begini Bu, saya bukannya mau menolak menjadi guru les Muel. Saya pikir calon murid saya anak berusia tujuh tahun, makanya saya bersedia. Tapi kan Muel ini lelaki dewasa. Dan dalam Islam tidak di perbolehkan seorang wanita dan lelaki yang bukan mahramnya terlalu dekat."
Sonya paham inti dari perkataan Hanum. Sebenarnya ia juga tidak ingin memaksa, namun untuk mencari guru les pengganti akan sangat sulit. pernah beberapa kali guru les sebelumnya hanya bertahan tiga atau empat hari saja, paling lama seminggu. Mereka tidak betah karena Samuel suka tantrum.
"Begini saja, Ibu naikkan gaji nak Hanum dua kali lipat. Dan selama belajar nak Hanum akan di temani oleh asisten rumah tangga ibu, atau jika ibu tidak sibuk, ibu bisa menemani nak Hanum. Jadi kalian tidak hanya berdua, bagaimana? Coba di pikirkan terlebih dahulu. Jangan langsung menolak ibu nak. Ibu beri waktu nak Hanum berpikir dua hari, setelah itu segera kabari ibu, ibu tunggu."
Hanum tak dapat lagi berkata. Tawaran Sonya memang sangat menggiurkan. Apalagi ia memang membutuhkan uang yang lumayan besar untuk membayar uang semester yang sudah hampir tiba. Selepas pembicaraan dua wanita itu, Hanum pun pamit dan meninggalkan rumah mewah tersebut.
......................
...To Be Continued ...
Saat tiba di kosan, Hanum bukannya langsung istirahat. Ia melaksanakan empat rakaat yang sudah tertinggal. Mengambil wudhu dan segera menunaikan ibadahnya sebagai ketaatannya kepada Tuhannya. Hanum shalat dengan khusyuk, dan melantunkan zikir begitu lama. Memohon doa kepada Yang Maha Menciptakan langit dan segala isinya, hingga membuat ia menangis tersedu-sedu di atas sajadahnya.
Padahal tadi ia terlihat baik-baik saja, namun kali ini ia benar-benar tergugu saat menghadap kepada-Nya. Entah apa yang membuat Hanum sampai menangis seperti itu di dalam shalatnya.
"Ya Allah zat yang maha menyembuhkan. Berikanlah kesembuhan untuk ayah hamba yang sedang sakit. Angkatlah penyakitnya, kembalikanlah kesehatannya seperti sediakala. Hamba rela menggantikan penyakit ayah hamba Ya Allah, dari pada harus melihat orang tua hamba satu-satunya terus sakit-sakitan di usianya yang tidak lagi muda. Aamiin Ya Rabbal 'Alamin."
Ternyata sang ayah yang tengah sakit di kampung halamanlah yang membuat ia sampai menangis seperti itu. Di ujung doanya, ia mendengar handphone miliknya kembali berdering. Hanum segera menyudahi doanya karena sudah berkali-kali telfon itu berbunyi sejak ia mulai shalat. Ternyata tetangganya di kampung yang menghubungi. Beliau mengatakan jika abangnya yang suka mabuk-mabukkan itu kembali membuat keributan saat ayahnya tengah tertidur. Padahal ayahnya tengah sakit, tapi sang putra malah meminta surat tanah milik keluarga untuk ia jual. Mendengar hal itu membuat hati Hanum semakin teriris.
Ia kembali teringat tawaran Sonya. Sepertinya tidak ada pilihan selain menerima tawaran Sonya untuk menjadi guru les Samuel. Toh tidak hanya mereka berdua saja nantinya di ruangan itu saat proses belajar berlangsung. Ia tahu sang Abang akan selalu mengganggu ayahnya di rumah itu sampai apa yang ia inginkan di dapatkannya. Ya, setiap bulan Hanum selalu mengirimkan uang untuk pengobatan sang ayah, dan abangnya yang memaksa untuk minta di kirimkan. Katanya obat-obatan yang di butuhkan ayah mereka lumayan mahal. Jika tidak, abangnya akan terus mengganggu ayahnya dan membiarkan ayahnya mengurus dirinya sendiri.
Belum sampai dua hari ia memikirkan tawaran itu. Hanum segera menghubungi nomor Sonya. Sonya yang memang sudah mengharapkan Hanum untuk menjadi guru les Samuel tentu saja senang mendengar kabar baik itu. Bahkan besok Hanum sudah mulai menjadi guru les Samuel.
......................
Ke esokannya Hanum bersiap berangkat ke kampusnya. Ia tidak boleh melalaikan kuliahnya di balik semua masalah yang ada. Ia harus berhasil saat kembali ke kampungnya. Ia berjanji kepada dirinya sendiri, jika Ia tidak akan mengecewakan sang ayah.
Seperti biasa Hanum menjalankan proses perkuliahan sampai siang. Mengingat jadwal mengajar les di rumah Sonya pukul tiga, masih ada waktu Hanum untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu. Kurang lebih lima belas menit Hanum melaksanakan shalat empat raka'at itu, dan segera keluar dari masjid. Ia berjalan menuju gerbang kampus sembari menunggu ojek. Namun belum juga tukang ojek yang ia pesan tiba, seseorang dosen yang hendak pulang menghentikan laju kendaraannya dan membuka kaca jendelanya untuk menyapa Hanum
"Assalamualaikum Hanum, kamu mau ke mana?" Hanum yang tengah menunduk segera mendongakkan kepala saat mendengar namanya di sebut. Ternyata dosennya sendiri. Hanum bingung kenapa belakangan ini sang dosen suka sekali mengajak dirinya berbicara.
"Wa'akaikumsalam pak, saya sedang menunggu ojek pak. Ada yang bisa saya bantu?" Walaupun agak canggung dan malu, Hanum tetap bersikap ramah dan sopan terhadap dosennya itu. Sang dosen tampak tersenyum, Hanum yang selalu menjaga pandangannya segera menundukkan kepalanya kembali.
"Mau kemana? mau saya antar? Mana tahu kita searah." Hanum kaget, karena dosennya itu tiba-tiba menawarkan diri untuk mengantarkan ia pulang. Namum tentu saja Hanum tidak mengiyakan tawaran sang dosen. Ia tidak ingin nantinya timbul fitnah karena ia semobil dengan dosennya sendiri. Dengan sopan Hanum menolak tawaran dosennya itu. Beruntung saat itu ojol pesanan Hanum pun tiba.
"Terimakasih pak atas tawarannya, kebetulan ojol pesanan saya sudah tiba. Mari pak, Assalamualaikum."
"Wa'akaikumsalam," dosen laki-laki itu tampak kecewa. Ia pun melajukan kendaraannya mendahului ojol yang sudah di naiki oleh Hanum.
"Kemana neng?"
"Ke jalan x ya pak."
Kang ojol mengantarkan Hanum ke alamat yang di minta. Beruntung alamat rumah Sonya tidak terlalu jauh, kurang lebih tiga puluh menit Hanum tiba di rumah mewah dengan pagar tinggi yang menjulang dengan cat berwarna putih. Ia pun segera membayar ongkos ojolnya dan menekan bel rumah itu. Tak lama satpam membukakan gerbang. Sang satpam yang sudah di amanahkan jika wanita bercadar yang bernama Hanum segera di suruh masuk dan langsung menuju ruang belajar Samuel.
"Assalamualaikum pak, saya Hanum. Saya guru les Muel. Semalam saya sudah menghubungi Bu Sonya, dan beliau langsung menyuruh saya ke sini sekitar pukul tiga."
"Wa'akaikumsalam, iya saya ingat. Mbak ini yang mengantarkan den Muel pulang kan ya. Mari mbak Hanum masuk, sudah di tunggu di dalam. Nanti ada bibik yang akan mengantarkan mbak Hanum bertemu den Muel. Kebetulan ibuk belum pulang, mungkin sebentar lagi."
Hanum berjalan ke halaman rumah itu. Halaman yang begitu luas dan di penuhi taman yang di tumbuhi bunga-bunga cantik. Siapapun yang melihatnya pasti akan betah berlama-lama di sana. Saat tiba di depan pintu, Hanum sudah di sambut oleh bibik yang kemarin bersama Bu Sonya. Ia mengantarkan Hanum menuju ruang belajar Samuel dan menemani Hanum di sana, sesuai mandat sang majikan.
Tentu saja Muel kegirangan saat kembali bertemu dengan Hanum. Ia yang memang merasa nyaman dengan kehadiran Hanum langsung saja memeluk Hanum. Hanum yang kaget hanya bisa mematung hingga ia tersadar jika ia dan Samuel bukanlah mahram.
"Astaghfirullah Meul. Mule bisa tolong lepaskan Hanum dulu. Muel tidak boleh main peluk Hanum seperti ini." Hanum yang tahu akan ke kekurangan Samuel pun berbicara dengan lembut. Ia masih bisa mengontrol dirinya. Samuel pun melepaskan pelukannya terhadap Hanum. Ia menundukkan kepalanya dan matanya mulai berkaca-kaca. Melihat hal tersebut membuat Hanum panik seketika.
"Eh, Muel kenapa?"
"Kakak cantik tidak suka Muel ya?" Hanum meremas tangannya sendiri. Bagaimana cara menjelaskan kepada lelaki yang ada di hadapannya ini. Namun ia akan tetap berusaha membuat Samuel paham, jika Samuel tidak boleh memeluk sembarangan orang.
"Eh, tidak begitu Muel. Dengarkan Hanum ya. Muel itu lelaki, sedangkan Hanum itu perempuan. Lelaki dewasa dan perempuan dewasa tidak boleh bersentuhan sama sekali jika bukan mahramnya. Maksud Hanum, Muel dan Hanum itu tidak ada hubungan darah, sehingga kita tidak boleh bersentuhan. Muel paham kan maksud Hanum? Jangan tersinggung." Hanum sudah mengatakannya dengan baik. Sang bibik hanya memperhatikan, sepertinya Hanum bisa mengatasi Samuel yang suka tantrum dan sulit untuk di kasih tahu. Ia tersenyum menatap cara Hanum menjelaskan kepada anak majikannya itu.
"Jadi-jadi maksudnya Muel dan Hanum tidak boleh bersentuhan karena kita bukan saudara? Seperti Muel dengan bang Tama dan bang Sat?" Hanum hanya menganggukkan kepalanya, paling tidak Samuel tidak akan memeluknya lagi seperti tadi.
"Pintar... Oh iya, mama Muel udah bilang belum, jika Hanum akan menjadi guru les Muel." Samuel menganggukkan kepalanya dengan semangat, ia melompat kegirangan, membuat Hanum hanya bisa geleng-geleng kepala. Walaupun ia sudah dewasa, ia terlihat seperti anak kecil yang tidak berdosa.
Akhirnya untuk pertama kalinya Hanum menjadi guru les Samuel dan mengajarkan Samuel pelajaran anak-anak sekolah dasar pada umumnya. Ia terlihat senang dan antusias karena bisa belajar seperti anak-anak lainnya. Begitu pikir Samuel.
......................
...To Be Continued ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!