Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamu'alaikum wr.wb.
Bagaimana kabar kalian semua? Semoga baik ya..
Ini adalah cerita lanjutan atau sequel dari KISAH CINTA ARUMI ya guys, jadi memang sudah cerita anak-anaknya.
Semoga bisa enjoy dengan ceritanya, walaupun masih amburadul tulisannya.
Happy reading....
ABYAN FAKHRI ABRAR dan ARUMI ZYAKANA RAMADHANI orang tua dari Zafeer baris abrar dan adiknya yang perempuan bernama Zafeera badzlin abrar.
WIDYA SARAVANI dan AINUN NAJIB orang tua dari Al fatih widyatama
ZAHRA AISYAH dan YUSUF ARBANI orang tua dari Azanna qirania
ALMIRA FARIZA ABRAR dan FARID AL GHAFFARI orang tua dari Faeyaza namira al Ghaffari.
AFFAN FARIQ ABRAR dan LAILA orang tua dari Afila
...******...
"Abang mau sekalian bawa adek, atau bibi aja yang antar sekalian kerja?" Tanya Anisa yang memang semalam menginap di rumah kakaknya karena Feera yang meminta nya.
"Gimana kalau bibi antar Feer ke rumah sakit, dari pada ke sekolah cuma ketemu anak sekolah." Zafeer menawarkan bibi nya mengantar ke rumah sakit, bukan apa memang bibi nya itu sudah kepala tiga, namun belum juga ada tanda-tanda mah menyempurnakan agamanya.
"Abang kan sudah kerja, kenapa perlu diantar bibi? Feera yang harus nya diantar." Zafeer menjadi lulusan dokter muda di rumah sakit Farid, suami dari ipar Arumi yaitu Almira.
"Bibi perlu keluar dari kenyamanan bibi sendiri." Zafeer hanya ingin bibinya itu lekas berkeluarga, tidak mungkin jika Anisa hidup sendiri terus menerus.
"Maksud kamu, apa?" Anisa sedikit tidak suka jika menyangkut masalah pribadi nya, ia masih belum memikirkan hal itu.
"Sesekali ke rumah sakit tidak masalah bi, senior Feer banyak yang mau kenalan sama bibi."
"Feer," Abyan memanggil Zafeer agar berhenti mengurusi urusan pribadi bibi nya.
Anisa nampak menghela nafas dan melihat ponselnya, ia menatap Zafeer sebentar lalu beralih pada kakak nya.
"Sepertinya, Anisa berangkat kerja sekarang kak, mas. Barusan ada kabar dari kantor ada kolega yang akan bertemu pagi juga jadi kita harus menyiapkan banyak berkas."
"Kamu kan belum makan dek." Arumi memang melihat adik angkatnya itu baru mau menyentuh makanan.
"Di kantor aja kak."
"Loh, bibi gak jadi antar Feera?"
"Besok lagi, bibi ada urusan penting. Assalamu'alaikum." Anisa cium tangan kakak nya dan mencium pipi Zafeera, lalu pergi menuju mobilnya.
Zafeer melihat umma dan appa nya dengan senyum tipis.
"Biar umma yang bicara nanti, ayah sama bunda juga tidak mau melihat Anisa seperti itu, mengingat dulu impian nya terus berubah-ubah." Arumi juga tidak mengerti dengan adiknya yang sudah kepala tiga namun sama sekali tidak ada memberitakan akan menikah.
"Biarkan saja Anisa sendiri yang menentukan pilihan, lebih baik kita do'akan yang terbaik."
"Tapi, Feer akan selalu membantu bibi untuk menemukan pria impian nya."
"Sebaiknya kamu tidak perlu mengurusi bibi mu, lihat saja tadi dia sampai tidak jadi makan." Abyan tidak ingin jika anak tertuanya itu mengurusi kehidupan bibinya.
"Sekarang semuanya sarapan, umma mau siap-siap juga ke rumah sakit."
"Kita sarapan dulu sama-sama, setelah itu kita berangkat juga sama-sama." Abyan menyuruh istrinya untuk makan ber sama-sama dengan mereka.
"Feera harus cepat berangkat pa. Appa kan yang paling searah dengan Feera, biar kali ini kak Feer yang menemani umma." Menemani apa maksud Zafeera ini, umma dan abang nya itu satu tempat kerja atau satu rumah sakit, bukan lagi menemani tapi juga partner.
"Bagaimana jika abang kamu saja yang antar kamu, appa tetap dengan umma." Lirik nya pada Arumi, bisa-bisa nya dengan Zafeer saja Abyan tidak memberi izin.
Arumi hanya menghela nafas, tidak tau lagi ingin berkata apa pada suaminya. Padahal arah Zafeer ke sekolah itu beda arah, sedangkan ke kampus atau kantor lumayan dekat dan melewati sekolah.
"Kenapa appa tidak sekolah lagi kedokteran? Supaya cita-cita dekat dengan umma tidak hanya keinginan, tapi juga kewajiban."
"Sudah kewajiban semuanya, memiliki umma dan menafkahi nya sudah menjadi kewajiban appa."
Feera meminta bantuan Arumi agar dua orang itu berhenti memperebutkan kekuasaan menemani Arumi.
"Feera biar umma yang antar, umma juga memiliki kendaraan sendiri. Dari pada putri cantik umma terlambat karena perdebatan appa dan abang mending umma dan adek segera berangkat." Arumi beranjak dan menuju kamarnya untuk mengambil tas kerjanya. Feera juga menyalami kedua orang yang melihat kearah nya dan Arumi. Tentu saja Arumi mempunyai kendaraan sendiri pemberian orang tuanya dulu untuk kuliah.
"Feer juga mau berangkat ke rumah sakit, tapi mungkin pulangnya mau nginap di rumah nenek."
"Apa itu hanya alasan untuk kamu menginap di rumah nenek? Padahal kamu ingin membicarakan tentang bibi mu 'kan?" Abyan seperti sudah tau apa yang akan dilakukan anaknya di rumah mertuanya.
"Appa terlalu berprasangka pada Feer, padahal Feer hanya merindukan nenek dan kakek." Zafeer mirip seperti umma nya ketika bersama keluarga, namun jika di luar seperti appa nya.
"Cukup tau. Appa akan segera berangkat, soalnya harus ke rumah om Najib juga."
"Titipkan salam pada tante Widya, bilang suruh Fatih kerja yang bener."
Abyan menaikan satu alisnya, memangnya selama ini ponakannya bermalas-malasan pikirnya.
"Memangnya Fatih kenapa? Kamu juga sering bertemu kenapa tidak katakan saja, langsung?"
"Berbeda jika orang tuanya yang menyampaikan pa. Feer berangkat duluan, appa terlalu banyak bertanya jika Feer masih disini." Akhirnya sebelum appa nya menjawab, Zafeer sudah mencium tangannya dan pergi dengan mengucap salam.
"Dipikir-pikir ternyata saya sudah tua, anak sudah pada besar semua. Apa perlu menambah yang kecil satu lagi?"
Abyan menggelengkan kepalanya, "buang sajalah pikiran itu, yang ada jika saya usulkan semua penduduk di rumah ini puasa bicara pada saya." Abyan mungkin baru menyadari jika dirinya sudah berumur atau kasarnya memang tua, namun jika dirinya meminta lagi untuk kembali memiliki anak apa tidak dipelototi oleh kedua anaknya, atau malah istrinya yang langsung diam tidak ingin bicara padanya.
"Bagaimana di sekolah teman-teman kamu, sayang?" Tanya Arumi sambil mengendarai mobilnya mengantarkan Zafeera ke sekolah setelah melalui perdebatan di rumahnya.
"Seperti biasa yang selalu Feera ceritakan umma, teman-teman Feera sangat baik semuanya." Arumi melirik anaknya yang sambil bercerita.
"Apa anak umma ada memiliki perasaan pada teman lelaki di sekolah? Semacam crush?" Arumi bertanya hanya ingin mengetahui seberapa jauh anaknya itu bergaul di sekolah dengan teman lelakinya juga.
Zafeera melihat Arumi, ia tersenyum saat umma nya bertanya seperti itu.
"Appa selalu berpesan, jika berteman itu tidak boleh memilih. Jadi pada siapapun kita tidak masalah berteman. Namun harus di batasi apalagi dengan yang lawan jenis. Pesan itu selalu Feera tanam dan ingat umma, bahkan abang juga tidak kalah dengan appa menasehati tentang apapun untuk lebih tau bahwa yang baik dan tidak baik."
Mendengar penyataan dari anaknya, Arumi bisa menyimpulkan bahwa di keluarga kecilnya itu begitu damai saling mengingatkan dan begitu menyayangi Zafeera dan dirinya. Mereka saling menyayangi satu sama lain, walaupun mungkin sangat jarang karena kesibukan sehari-hari.
Selalu dukung othor bebu sayang, baca juga cerita bebu yang lain...
Love you...
IG : @istimariellaahmad98
See you...
Zafeer berada di rumah nenek nya, ia disana berbincang bersama kakek yang sudah tak lagi muda itu.
"Tumben sekali cucu nenek mau nginep? Biasanya harus ada syukuran atau acara besar." Faza sekarang adalah seorang nenek-nenek, tentu saja sudah sepuh cucunya saja sudah dokter walaupun sangat muda.
Awas saja kau thor, aku dibuat tua cepat. Faza.
Hehe
"Benar, bahkan kakek jarang melihat wajahnya dirumah ini setelah acara itu selesai." Zafeer benar-benar dibuat tak bisa berkata mendengar ucapan kakek nya memang kenyataan jika dirinya jarang sekali datang.
"Kalian terlalu memujiku." Jawabnya santai sambil tersenyum tak jelas.
"Memuji apa maksudnya, kita ini ingin kamu mengerti jika kita adalah kakek dan nenekmu, jika kita sudah tidak ada bagaimana kamu bisa melihat kita berbincang bersama seperti ini." Faza sudah sedikit kesal menghadapi cucunya yang sedikit kaku, andai saja ia masih muda tentu saja akan ia ajarkan bagaimana menjadi pria yang tidak perlu kaku seperti itu.
Lagi-lagi othor membahas masa muda.
"Jam berapa bibi akan pulang?" Tanya nya membuat Faza menoleh ke kakek Salman.
"Ada apa menanyakan bibi kamu pulang jam berapa?"
"Feer hanya ingin berbicara dan meminta maaf pada bibi." Lalu Zafeer menceritakan apa yang terjadi pagi tadi saat bibinya menginao di rumah nya.
"Nenek tidak tau harus bagaimana, dia hanya memikirkan pekerjaan nya tanpa memikirkan kehidupan pribadi nya."
"Apa perlu kita jebak saja anak itu? Lagipula supaya dirinya cepat menikah. Umurnya juga sudah 32 tahun, siapa nanti yang mau dengan perawan tua." Faza berpikir jika anaknya itu harus dijebak agar mau untuk menikah.
"Nenek kalau bicara jangan sembarangan, putri kita itu sangat berharga bagaimana bisa kamu berpikir akan menjebaknya, dia akan merasa terhina jika seperti itu."
"Ah iya, maafkan nenek." Faza merasa bersalah dengan ucapan nya mendengar penuturan dari suaminya yang mana akan membuat Anisa merasa terhina.
"Feer ada banyak kenalan di rumah sakit, bukankah kata umma saat masih kecil bibi menginginkan lelaki seperti appa, atau seperti paman Farid? Banyak dari luar negeri di rumah sakit nek, bisa yang berbulu atapun yang polos."
"Nenek tidak mau memaksa bibi mu, biarkan dia sendiri yang menentukan pilihan nya."
"Tidak. Feer akan buat rencana, tapi kakek dan nenek harus bekerja sama dengan Feer." Pinta nya pada kakek dan neneknya sambil tersenyum, ia ada rencana bagus untuk bibinya agar segera menikah. Tentu itu hal yang sangat baik, ia tidak akan membuat rencana yang tidak baik untuk bibinya sendiri.
Mereka duduk di ruang TV yang itu tidak jauh dari kamar Anisa, mereka sengaja menunggu disana agar langsung bisa mengajak anaknya berceita.
Sekitar jam 5 sore Anisa sudah sampai di rumah, sedangkan Feer sendiri kembali lebih awal dari rumah sakit karena tidak ada pasien yang darurat juga waktunya lebih senggang. Anisa melihat mobil di pekarangan rumahnya itu seperti kenal, benar saja itu adalah mobil ponakan tertuanya.
"Tumben dia mau kerumah." Ucapnya setelah menutup pintu mobil dan berjalan untuk masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum, ayah bunda." Anisa masuk dengan tas kantor nya, gadis dengan gamis dan juga kerudung panjangnya itu terlihat lesu namun wajahnya memang cantik alami.
"Wa'alaikumsalam." Sahutnya melihat Anisa berjalan ke arah mereka.
Menciun tangan kedua orang tuanya sambil melirik ponakan nya itu, apa yang dilakukan nya di rumah orang tuanya pikir Anisa.
"Halo bibi." Zafeer menyapa bibi nya sambil tersenyum.
Anisa menoleh sekilas, "iya. Ayah, bunda, Anisa masuk ke kamar dulu mau mandi."
Setelah melihat orang tuanya mengangguk, Anisa masuk ke dalam kamarnya melirik curiga pada Zafeer.
"Kenapa nenek sama kakek membiarkan bibi masuk, bagaimana kalau gak keluar lagi karena ada Feer."
"Tidak akan, dia akan tetap keluar menemui kita. Kita tau kamu sangat menyayangi bibi mu, tapi tetap harus terlihat tenang." Nenek Faza mengingatkan Zafeer agar tetap tenang, jika tidak Anisa akan curiga dengannya.
"Baiklah, Feer hanya takut nenek lupa." Kakek Salman hanya terkekeh melihat cucu nya yang begitu ingin bibi nya segera menikah.
Maghrib tiba mereka semua shalat di mushala di rumah, Zafeer yang menjadi imam kali ini walaupun biasanya kakek.
"Anisa, setelah makan malam bunda dan ayah mau ngomong sesuatu sama kamu." Ucap bunda Faza serius menatap putrinya setelah selesai shalat.
"Mau ngomong apa bun?"
"Nanti saja."
Anisa mengangguk dan membantu bunda nya melipat mukenah yang di pakai.
Setelah makan malam mereka ke ruang keluarga untuk membicarakan sesuatu itu dengan cepat, Bunda Faza dan ayah Salman sudah sangat sepuh, jadi harus banyak istirahat.
"Kenapa kamu masih disini Feer? Memangnya umma kamu gak nyari?" Anisa tidak ingin Zafeer mendengar jika ayah dan bunda nya akan berbicara masalah pasangan.
"Bibi tenang aja, Feer udah izin sama umma dan appa mau nginep di rumah kakek dan nenek." Anisa hanya menghela nafasnya, tentu saja ponakan nya itu tetap akan mendengar apa yang akan dibicarakan oleh orang tuanya.
"Feer juga mau minta maaf masalah tadi pagi."
"Sudahlah bibi tidak masalah, tadi bibi tidak marah hanya ada panggilan mendadak dari kantor."
"Bunda dan ayah mau bicara apa, sama Anisa?" Tanya nya lembut.
"Nak, tolong kamu jangan marah sama bunda dan ayah ya, semua yang akan bunda dan ayah katakan untuk kebaikan kamu nantinya."
Anisa berpikir apa yang akan dibicarakan oleh orang tuanya ini, mengapa meminta dirinya tidak boleh marah.
"Apa Anisa pernah marah dengan bunda dan ayah? Tidak mungkin itu terjadi bun, kalian yang merawat Anisa dari kecil, mana mungkin Anisa membalas perlakuan kalian dengan tidak baik." Anisa sama sekali tidak pernah manja yang berlebihan sejak dulu, ia sangat ingat jika dirinya adalah anak yang di adopsi saat Arumi membawanya dulu setelah ibu kandung nya meninggal.
"Tidak sama sekali nak, tapi bunda hanya takut kamu akan marah."
Ayah Salman memang jarang untuk menyela, biar saja istrinya itu yang mengatakan semuanya.
"Bunda ingin menjodohkan kamu."
Jderr...
Anisa menatap bunda dan ayahnya secara bergantian.
"Bun, An-
"Nak, kamu tau bunda dan ayah hanya tinggal menunggu waktunya tiba."
"Bunda jangan bicara seperti itu, Anisa ingin kalian tetap sehat. Anisa dengan siapa jika kalian meninggalkan Anisa." Tentu saja tidak Terima jika orang tuanya berbicara seperti itu, mereka adalah orang yang selalu bersama nya.
"Maka dari itu, apa kamu mau jika bunda dan ayah menjodohkan kamu?"
"Tapi orang itu tidak tau Anisa seperti apa, begitu juga sebaliknya. Bagaimana jika dia tidak bisa menerima Anisa dengan baik apalagi tau jika Anisa bukan anak kandung kalian. Anisa anak orang miskin bun."
"Sayang, kenapa kamu berbicara seperti itu. Jika dia benar menginginkan kamu dan kalian berjodoh, tidak ada namanya melihat dari kalangan mana pun. Kamu tetap lah putri bunda dan ayah."
"Tapi beri Anisa waktu satu tahun, atau setengah tahun. Paling tidak memantaskan diri sebelum orang itu tau tentang Anisa."
"Kamu sempurna nak, apa yang kamu takutkan? Bukankah kau menginginkan lelaki yang seperti Farid, suami dari ning Almira."
Anisa menggelengkan kepalanya cepat, ia seperti merasa takut dan mengingat sesuatu.
"Kalau bunda ingin menjodohkan seseorang dengan Anisa, Anisa mohon jangan orang asing atau keturunan orang luar bun, A-anisa takut." Anisa menunduk seperti merasa gemetar saat tangan itu masih menyentuh tangan bunda Faza.
Mereka saling pandang, Zafeer juga langsung duduk dengan tegap mendengar ucapan bibi nya.
"Apa ada sesuatu yang membuat bibi tidak menginginkan jodoh orang luar?" Tidak ada jawaban dari Anisa, ia hanya menunduk dengan tangan yang masih menggenggam kuat tangan bunda nya.
Bagaimana bisa ia seperti ketakutan, padahal saat kecil ia begitu menginginkan orang yang seperti Farid.
Zafeer ingin mencari tau terlebih dahulu apa yang dialami bibi nya, tentu dirinya juga akan bercerita pada umma nya.
Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...
Baca juga cerita bebu yang lain.
@IG : istimariellaahmad98
See you...
Arumi ingin menemui Zafeer yang sudah kembali kerumah nya, ia membawa sesuatu di tangan nya sambil mengetuk pintu kamar.
"Nak, boleh umma masuk?" Tanya nya dari luar.
Zafeer membuka pintu kamarnya, mengapa umma nya malah bertanya tinggal masuk saja pikirnya. Terlihat Zafeer menggunakan jubah tersenyum ke arah umma nya.
"Kenapa tidak langsung masuk saja umma."
"Umma hanya takut mengganggu, jadi umma mengetuk pintu dulu."
Zafeer mengangguk dan mempersilahkan umma nya masuk.
Arumi menatap kamar Zafeer sangat rapi dan buku-buku juga tersusun di tempatnya sesuai dengan tinggi tebalnya.
"Apa umma butuh sesuatu?"
Arumi menggelengkan kepalanya, "umma hanya ingin memberikan barang."
Zafeer melihat Arumi menyodorkan barang tersebut, sajadah berwarna merah. Zafeer memperhatikan sajadah tersebut dan ada inisial nama di sisi sajadah tidak terlalu kecil dan itu sangat jelas karena ukiran sajadah.
"Sajadah?" Tanya Zafeer membuat Arumi mengangguk.
Zafeer mengernyit bingung dengan sajadah yang baru saja umma nya berikan, dari siapa sajadah tersebut.
"Ini adalah pemberian seseorang untuk mu, umma hanya ingin kau simpan jangan membuangnya." Pesan Arumi agar Zafeer menyimpannya jika tidak ingin menggunakan nya.
"Feer kira ini inisial nama umma, lalu siapa?" Tanya Zafeer penasaran dengan yang memberikan sajadah merah itu.
"Jika sudah tepat waktunya kau akan tau, seseorang yang mengagumimu." Ucapnya sambil tersenyum, membuat Zafeer hanya mengangguk melihat senyum umma nya yang begitu teduh.
"Lanjutkan kegiatan mu, umma akan keluar." Zafeer mengangguk, ia hanya ingin tau siapa orang yang mengagumi dirinya hingga memberikan sajadah untuk ia gunakan saat shalat.
Tidak mungkin jika di gunakan untuk terbang seperti aladin menjemput putri Yasmin.
"Siapa yang memberikan sajadah ini? Mengapa sampai umma menerima nya begitu saja?"
Zafeer menggelengkan kepalanya, umma nya tadi juga mengatakan jika tidak mau memakainya simpan saja. Zafeer berdiri membuka lemari pakaian nya yang bergantung, ia menyimpan nya disana. Tidak mau berpikir panjang hanya masalah siapa yang mengagumi dirinya hingga memberikan sajadah.
Saat makan malam tiba, Zafeer keluar sudah mengganti pakaian nya dengan kaos dan celana rumahan.
"Feer kemarin saat menginap di rumah kakek dan nenek, menunggu sampai bibi pulang untuk minta maaf. Lalu setelah makan malam kakek dan nenek meminta bibi agar segera menikah." Zafeer menceritakan semuanya tentang Anisa yang terlihat takut jika di jodohkan dengan orang bernegara asing.
"Apa sebelum nya Anisa pernah bercerita tentang kisah percintaan nya?" Tanya Abyan membuat Arumi menggelengkan kepalanya, ia tidak pernah merasa jika adiknya bercerita tentang percintaan nya.
"Saat sudah sekolah menengah atas saja dia masih saja suka dengan seseorang yang seperti mas Farid, tapi setelah dia kuliah umma tidak lagi mendengar nya."
"Apa saat dia berkuliah, diam-diam dia berhubungan dengan orang asing? Atau pacaran." Abyan ingin Arumi mengingat lagi apa adik iparnya pernah bercerita atau tidak.
"Yang jadi masalah itu bukan hanya orang asing, bibi sepertinya sangat takut memulai membuka hati untuk seseorang." Mereka beralih menatap Zafeera, benar yang dikatakan gadis itu tidak salah sama sekali. Bahkan mereka juga tidak pernah tau Anisa pernah suka pada seseorang atau tidak, karena saking tertutup nya.
"Berarti jika bibi pernah memiliki hubungan dengan seseorang, Feer yakin jika orang tersebut membuat bibi trauma berat. Makanya sampai sekarang bibi memilih untuk tetap sendiri." Arumi dan Abyan juga berpikir sama seperti yang Zafeer katakan.
"Lalu bagaimana cara agar kita bisa menghilangkan trauma nya?" Arumi merasa khawatir jika adiknya benar-benar mengalami trauma di saat remaja.
"Umma tenanglah, bibi juga belum terbukti mengalami trauma. Lagi pula bibi sudah menyetujui apa yang diminta kakek dan nenek, tinggal feer aja yang bekerja." Zafeer tersenyum. Arumi memicingkan matanya, apa yang sudah di rencanakan oleh Zafeer hingga semua yang menjadi ketakutan nya terjamin akan aman.
"Abang jangan terlalu percaya diri, bisa aja bibi menyetujui itu karena tidak ingin kakek dan nenek kecewa. Bagaimana jika bibi sudah bertemu dengan orang yang di jodohkan lalu mengajak menikah kontrak." Zafeer mendorong pelipis adiknya itu dengan telunjuk nya, bisa-bisa nya sampai berpikir nikah kontrak.
"Astaghfirullah, gak mungkin juga sampai berpikir kesana, memangnya umma dan appa dulu seperti itu?" Tanya Zafeer langsung menatap kedua orang tuanya. Ia tidak yakin dengan yang adiknya katakan.
"Tidak. Appa adalah orang yang menolak keras perjodohan kami tapi tidak sampai berpikir sejauh itu, kita juga tidur di kamar yang sama, dan lihatlah sekarang." Arumi melirik suaminya yang hanya acuh pura-pura tidak mendengar ucapan nya.
"Umma juga menolak hubungan ini, karena dikira dulu yang lamar pacarnya." Abyan melirik Arumi mengatakan dengan nada malas karena mengingat Arumi memang dekat dengan Yusuf.
"Teman saja, appa terlalu menilai seseorang dari sekali lihat tanpa ingin tau faktanya." Memang faktanya Arumi tidak pernah berpacaran sama seperti Abyan, ia hanya dekat dulu.
"Sekedar cerita lama juga, umma kalian ini dulu pulang kuliah malah minggat ke rumah nenek dan kakek tanpa izin. Karena dengar appa cerita sama om Najib kalau appa tidak cinta." Abyan antusias menceritakan tentang Arumi yang pulang saat zaman kuliah dulu, padahal saat itu ucapan nya belum selesai dan Arumi sudah menyimpulkan sendiri.
"Banyak yang sudah umma ceritakan pada kalian, dulu sebelum kita dekat sebagai suami istri, appa orang yang sangat cuek bermuka datar, umma takut jika menatap nya."
"Berarti sekarang appa mendapatkan karma nya umma." Arumi dan Abyan menatap anak bungsu nya bingung dengan karma.
"Karma apa maksud kamu, nak?" Arumi penasaran apa yang di katakan Zafeera.
"Karma sering membuat umma takut dan sedih, sekarang appa malah seperti tidak bisa jauh dari umma." Ucapan Zafeera tentu saja dibenarkan oleh Arumi dan Zafeer, walaupun appa nya mencebikkan bibirnya tak suka ucapan anaknya.
"Ingat ya, Feera besok harus nginap di ndalem. Disana juga ada kak Afila sama suaminya, jadi tidak perlu ada alasan lagi." Afila adalah anak dari Affan dan Laila, anak tertua dari abah dan ummi di pesantren. Anak Affan satu-satunya itu memilih menikah setelah lulus kuliah bersama teman dekatnya.
"Libur dulu boleh gak? Feera mau weekend bareng kalian." Lirihnya sambil menunduk. Jarang mereka weekend bareng karena Zafeera juga harus belajar di pondok pesantren setiap minggunya.
"Kita yang akan mengantar ke ndalem, kamu pasti tau juga kita semua sudah punya kesibukan masing-masing. Umma dan abang sering dapat panggilan mendadak dari rumah sakit, apalagi umma juga ngurus butik. Appa juga masih ngajar kadang ada jadwal ngisi acara bareng om Najib, di tambah juga harus nge rancangan desain rumah."
Mereka sebenarnya semua super sibuk dengan banyak kerjaan, namun itu sangat menyenangkan juga bagi Arumi, ternyata hobi nya dulu saat mengisi waktu luang sambil mencoret rancangan busana di kertas membuahkan hasil.
"Baiklah, besok mau ke ndalem. Feera pengen seperti tante Widya, mau hukum-hukuman gitu."
Zafeer terkekeh dengan ucapan adiknya, "kamu udah besar, pastinya tau kalau tante Widya bukan main hukum-hukuman tapi sebagai seorang lawyer."
"Sudah-sudah, kalian sedang membicarakan teman umma. Jika ingin mencapai suatu cita-cita maka belajarlah dengan baik, tidak ada yang bisa menghalangi itu meskipun kita sudah menikah sekalipun." Karena Arumi sendiri sudah mengalaminya, walaupun dirinya menikah tengah berkuliah dan mengambil jurusan kedokteran.
"Tapi memang nya kamu kuat? Tante Widya kalau bawa buku pasal-pasal gitu umma yang bingung, apalagi yang harus menghafal."
"Sudah sayang, kita istirahat semuanya besok kita ke pesantren." Abah Ferdinan dan ummi Dalilah sudah tidak ada, jadi yang mengurus pesantren sekarang adalah Affan dan Laila, sedangkan anaknya juga sudah menikah dan tinggal di sana.
Zafeer dan Zafeera hanya mengangguk saat orang tuanya akan istirahat, mereka juga akan sibuk dengan pikiran masing-masing. Zafeer dengan bibi nya, ia akan memberikan senior di rumah sakit, sedangkan Zafeera di pesantren dan harus belajar.
Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...
Baca juga cerita bebu yang lain.
IG : @istimariellaahmad98
See you...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!