"Kirana, apa kamu bersedia jika papa menjodohkan kamu dengan putra keluarga Bagaskara?" tanya lelaki paruh baya itu kepada putrinya.
"Aku akan dijodohkan Pa?" tanya Kirana begitu mendengar perkataan Papanya.
"Ya siapa lagi yang mau Papa jodohkan, kamu putri Papa satu-satunya."
"Terserah Papa saja." Jawab Kirana sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
Pak Rendra menatap putrinya saat itu, dia bingung sebenarnya karena sikap kirana tidak seperti gadis lainnya yang akan menolak jika dijodohkan. Namun lain hal nya dengan Kirana. Dia seperti tak merasa keberatan sama sekali.
"Kamu benar setuju?"tanyanya lagi meyakinkan jawaban dari Kirana.
"iya." jawab Kirana tanpa beban.
"Kapan kita akan bertemu mereka?" tanya Kirana balik kepada Papanya.
"Secepatnya."
"Oke Pa."
Kirana melanjutkan sarapan paginya, dia memang selalu sarapan berdua dengan Papanya sejak mamanya meninggal 3 tahun yang lalu.
"Dia seorang dosen, disebuah universitas ternama."
"Bukan Masalah Pa, Kiran yakin pilihan Papa adalah yang terbaik." Bicara sambil tersenyum kearah Papanya.
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, keduanya pun berangkat bersama. Mobil berwarna hitam itu melaju menembus jalan raya.
"Bagaimana kuliah kamu?" Tanya Pak Rendra.
"Baik Pa, semuanya lancar."
Mobil yang dikendarai pak Rendra berhenti di depan sebuah kampus besar. Dan setelah mencium punggung tangan Papanya Kiran langsung turun dari mobil.
Kirana berdiri didepan gerbang sambil melambaikan tangan sampai mobil milik Papanya tak terlihat lagi.
Berjalan masuk kedalam kampus pagi itu.
"Kiran!" panggil Ayumi yang melihat kedatangan Kirana.
"Tumben udah datang?" tanya kirana begitu melihat Ayu.
"Kok tumben sih, kan aku memang selalu cepat." jawab Ayumi dengan wajah cemberut.
Kirana terkekeh melihat Ayumi, karena memang pada kenyataannya dialah yang selalu datang terlambat.
"Ayo masuk!" Menggandeng lengan Ayumi dan menariknya pelan untuk masuk ke kelas.
"Kiran, apa Lo tau kalau kampus kita akan kedatangan dosen baru?"
"Tidak." Jawab Kirana singkat.
"Katanya dosennya masih muda, tampan lagi."
"Lalu, apa itu masalah?" tanya Kirana cuek.
Ayumi bergumam sendiri sambil memukul pelan lengan Kirana, dia benar-benar heran dengan sahabatnya itu selalu tak perduli dengan sesuatu yang berhubungan dengan laki-laki.
" Lo normal enggak sih Ran?" Tanya Arumi.
"Sembarang kalau ngomong." Kirana berhenti dan menatap Ayumi dengan senyuman.
"Gue hanya ingin fokus pada kuliah saja."
"Jodoh itu kan sudah ada yang atur."
"Tinggal jalani saja."
"Ayo masuk!" kembali berjalan masuk keruang kelas dan diikuti oleh Ayumi.
Pagi itu Mata kuliah pertama ekonomi Bisnis, banyak mahasiswi yang terus menceritakan tentang dosen Muda yang akan menggantikan pak Sidik dosen sebelumnya yang telah pensiun.
Semua Antusias untuk bertemu dosen tersebut, apalagi ada kabar yang mengatakan kalau dosen tersebut masih muda dan tampan. Namun lain halnya dengan Kirana yang bersikap biasa saja.
"Kiran, tampan banget tau!" ucap Ayumi begitu seorang dosen muda memasuki ruang kelas. Namun Kirana masih fokus pada bukunya.
"Selamat Pagi Semuanya!'
"Pagi Pak!" jawab semuanya serempak.
Kirana menatap kedepan sekilas dan kembali fokus pada bukunya.
"Perkenalkan, saya Dean Bagaskara."
"Saya akan menjadi Dosen bisnis di semester ini.'
"Mau nanya dong pak!" Seru Ayumi yang duduk disamping Kirana.
"Silahkan!" Jawab Dean dengan senyum manisnya yang membuat semua mahasiswi diruang kelas tersebut heboh sendiri.
"Umurnya berapa sih pak?" tanya Ayumi.
"Saya berusia 24 tahun." jawab Dean kembali.
"Baik saya rasa perkenalan kita cukupkan sampai disini."
"Kita akan mulai perkuliahan kita pagi ini."
Semua pun fokus pada materi yang disampaikan, tapi tepatnya pada wajah tampan Dean.
Hampir dua jam mereka berada dikelas. Baru bisa istirahat. Ayumi dan juga Kirana berjalan keluar ruangan untuk menuju kantin.
Keduanya berjalan sambil bercanda, sampai tak menyadari kalau ada orang lain yang berjalan dihadapannya. Alhasil Kirana terjatuh kelantai.
"Kiran!" Ayumi kaget melihat sahabatnya terduduk dilantai.
Kirana terlihat meringis kesakitan sambil memegangi pinggangnya.
"Kalau jalan itu yang benar!" ucap Dean sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Kirana berdiri.
Namun bukannya menerima uluran tangan Dean, Kirana berdiri dengan berpegangan pada lengan Ayumi yang berdiri disampingnya. Menatap sejenak ke arah Dean dan berjalan menjauh.
"Bukannya minta maaf Malah pergi-pergi aja, dasar gadis sekarang tidak ada etikanya." ucap Dean pada dirinya sendiri.
"Lo kenapa menolak ditolong pak Dean, kalau gue pasti udah meleleh!" ucap Ayumi yang berjalan di samping Kirana.
"Emangnya lo es krim, meleleh!" jawab Kirana tanpa menanggapi tentang Dean.
Mereka mengambil tempat disudut kantin, karena memang Kirana lebih suka duduk jauh dari keramaian. Sebenarnya Kirana adalah gadis yang pintar, namun sejak mamanya meninggal, dia lebih senang menyendiri. Dan yang dekat dengannya hanya Ayumi saja.
Sebuah pesan masuk ke handphonenya Kirana, dia meraih handphone yang ada didalam tasnya.
"Papa!" ucapnya begitu melihat ada pesan yang dikirimkan oleh sang Papa.
Kirana membuka pesan tersebut, karena dia takut itu penting.
"Sayang, hari ini bisa cepat pulang?"
"Oke Pa!"
Setelah membalas pesan dari Papanya, Kirana meletakkan handphonenya diatas meja.
"Siapa?" tanya Ayumi.
"Papa."
"Gue diminta cepat pulang."
"Tumben."
Kirana memberikan tanggapan dengan menaikkan kedua bahunya.
Pesanan keduanya pun datang. Ayumi dan Kirana menghabiskan makanan yang sudah terhidang dimeja.
"Gue bayar dulu ya Yu," ucap Kirana.
"Oke, terimakasih!" jawab Ayumi dengan senyuman.
Namun hanya ditanggapi dengan senyuman pula oleh Kirana. berjalan menuju kasir untuk membayar pesanannya dan Ayumi.
Didepan kasir dia bertemu lagi dengan Dean yang juga sedang ingin membayar pesanannya
"Berapa buk?" tanya keduanya bersamaan.
"Ya ampun pak dosen bisa kompak begitu dengan neng Kiran!" ucap wanita paruh baya yang sedang duduk dimeja kasir.
"Jadi ini siapa yang mau bayar ?" tanya si ibuk sambil tersenyum.
"Saya buk!" jawab Dean.
Saat itu si ibuk kantin pun salah paham, berpikir kalau Dean juga yang akan membayarkan pesanan dari Kirana.
Dean pun membayarkan jumlah yang disebutkan ibu kantin. Dan pergi begitu saja meninggalkan Kirana yang masih berdiri didepan kasir.
"Berapa buk?"
"Loh kan sudah dibayar sama pak dosen tadi neng."
Kirana menepuk jidatnya pelan. Mendengar jawaban dari si ibu kantin tersebut.
"Jadi semuanya pesananku berapa buk?"
Si ibu melihat lagi pesanan Kirana , dan menyebutkan jumlahnya.
" 78000 ribu neng."
"Terimakasih ya buk."
Kirana pun berlalu meninggalkan kantin dan terlihat Ayumi sedang menunggunya didepan.
"Lama bener Ran?"
Bukannya menjawab pertanyaan Ayumi, Kirana menarik pelan tangan ayu sambil berjalan.
"Kok muka Lo kusut sih Ran?"
"Emangnya gue setrikaan?" jawabnya asal.
Mereka kembali ke kelas untuk mengikuti kuliah, dan sekitar pukul 13.20 siang itu kuliah pun selesai.
"Ran, kita nongkrong yuk!" ajak Ayumi.
"Gue diminta Papa untuk cepat pulang."
"Tumben bokap Lo minta Lo cepat pulang. biasanya juga sore baru nyampek rumah."
"Gue juga enggak tau Yu."
"Ya sudah aku duluan ya."
"Enggak mau gue antar?"
"Gue udah pesan taksi, bye Ayumi!"
Kirana berjalan setengah berlari menuju ke taksi online yang sudah menunggunya didepan kampus. Taksi itu pun membawanya untuk pulang kerumah.
"Jalan pak!" pinta Kirana begitu duduk di kursi penumpang.
Taksi mulai meninggalkan kampus megah itu menuju kerumah keluarga Kirana. Sepanjang perjalanan Kirana pun kepikiran dengan perkataan Papanya tadi pagi. Apa benar dia akan dijodohkan?
Taksi sudah berhenti sempurna didepan pintu gerbang rumah Kirana.
"Terimakasih ya pak!" Berucap sembari memberikan uang untuk ongkos taksinya.
Kirana berjalan perlahan menuju ke dalam rumah, Halaman rumah yang biasanya sepi hari ini terlihat beberapa mobil berjejer rapi disana.
"Siapa Yanga datang?" tanya Kirana pada hatinya saat itu.
Namun dia tak ingin memusingkan hal itu, berjalan masuk kedalam rumah. Dan benar saja disana ada keluarga tante dari pihak Mama dan Papanya.
Mereka langsung menyongsong kedatangan Kirana dengan senyum manis.
"Sayang udah sampai rupanya?" tanya Tante Mia sekedar basa-basi, yang hanya disambut senyuman dari Kirana.
"Dimana Papa Tante?" tanyanya.
"Ada dikamarnya."
"Lebih baik kamu bersihkan diri dulu, biar kita makan bersama!"
Kirana kembali hanya mengangguk saja, pergi ke kamarnya meninggalkan keramaian diruang tamu. Entah ada hal apa yang membawa mereka datang kerumahnya. Karena Kirana tau betul mereka jarang menjenguknya sejak sang Mama meninggal.
Kirana masuk kekamar dan segera mandi, dia tak ingin orang-orang yang berada dibawah menunggunya lama. Walaupun dia kurang akrab dengan keluarga Mama dan Papanya namun dia masih menghormati mereka sebagai orang yang lebih tua.
Tak berapa lama dia kembali turun kelantai bawah, dan diruang tamu dia melihat Papanya dengan keluarga lainnya.
"Pa!" sapa Kirana.
Kirana berjalan dan duduk di samping Papanya.
"Pa, memangnya mau ada acara apa sih, kok dirumah rame gini?" tanya Kirana kepada Papanya setengah berbisik.
Papa menatap ke arah Gadis cantik dengan rambut digerai disampingnya.
"Kamu lupa, apa yang Papa bicarakan pagi tadi?" tanya Papa balik.
Kirana terdiam sesaat, dia mengingat-ingat apa yang dikatakan Papanya tadi pagi.setelah beberapa saat dia baru teringat pembicaraannya dengan sang Papa.
"Jadi Papa serius?" Tanya Kirana sambil menatap Papanya saat itu.
"Jadi kamu pikir Papa bercanda? Tentu saja Papa serius nak."
Papa menatap Kirana sambil tersenyum, dan mengelus pucuk kepala putrinya itu.
"Sebentar lagi mereka akan datang kesini."
"Papa tidak akan memaksa, jika kamu merasa tidak cocok."
"Tapi kalau kamu juga setuju dengan pilihan Papa, tentu saja Papa ikut senang nak."
"Keluarga Bagaskara itu adalah keluarga baik-baik nak."
Kirana tak memberikan jawaban apapun, dia hanya diam terpaku disamping Papanya. Kalau harus jujur dia belum ingin menikah secepat ini. Akan tetapi kalau dia menolak mungkin Papa akan sangat kecewa dengan dirinya.
Dia tak ingin Papa merasakan kecewa jika dia menolak perjodohan ini. harapan Kirana satu-satunya adalah lelaki yang dijodohkan dengannya yang akan menolak perjodohan mereka.
"Mas, tamunya sudah datang," suara Tante Mia membuyarkan lamunan Kirana.
"Ayo nak, kita sambut tamunya," ajak Papa.
Kirana menurut saja, berjalan disamping Papanya saat itu. Dan menyambut keluarga lelaki yang akan dijodohkan dengannya.
"MasyaAllah, ini calon menantu kami?" tanya seorang wanita yang baru saja datang. Bahkan tak segan-segan dia langsung memeluk Kirana.
Kirana pun tak menolak sama sekali, dia Yang tiga tahun ini kehilangan sosok ibunya merasakan begitu nyaman dipeluk oleh wanita dihadapannya.
"Mari kita masuk!" ajak Papa pada tamu yang baru saja datang.
Semuanya sudah duduk di sofa ruang tamu, Kirana mengedarkan pandangannya. Namun dia tak melihat lelaki lain selain pak Bagaskara.
"Calon suami kamu belum datang, masih diperjalanan." ucap wanita bernama Sinta yang tadi memeluknya.
Ternyata dari tadi dia memperhatikan gerak-gerik Kirana yang mencari keberadaan lelaki yang akan dijodohkan dengan nya.
"Kita tunggu sebentar lagi ya!"
"Tidak apa-apa Bu Sinta." jawab papanya Kirana.
Tak berapa lama terdengar suara derap langkah yang mendekat kearah mereka. Kirana yang tadi masih terlihat santai jantungnya mulai tak baik-baik saja.
Dia bahkan tak berani memalingkan wajahnya untuk melihat lelaki mana yang akan dijodohkan dengan dirinya.
"Akhirnya kalian sampai juga!" ucap Bu Sinta.
Kirana pun mencoba memberanikan diri untuk melihat siapa yang datang, karena dari ucapan Bu Sinta lebih dari satu orang yang datang.
Perlahan Kirana memutar tubuhnya menatap tamu yang baru saja datang. Dan betapa kagetnya Kirana begitu melihat yang datang adalah Dosennya Dean.
Begitu juga Dean terlihat kaget melihat Kirana juga berada disana. Namun sesaat Dean sudah bisa mengkondisikan rasa terkejutnya.
"Sayang, kenalkan ini Kirana calon menantu Mama."ucap Bu Sinta.
Saat itu Kirana masih tetap tenang, karena ada dua lelaki dihadapannya. Dia berharap bukan Dean yang akan dijodohkan dengan dirinya.
"Kiran, ini di putra Tante."
"Yang ini Dean, putra pertama kami."
"Ini Satria putra kedua kami."
Wanita paruh baya itu berdiri ditengah kedua putranya, namun Kirana hanya menanggapinya dengan sedikit senyuman.
"Karena semua sudah datang, bagaimana kalau kita menikmati hidangan yang sudah disiapkan dulu. Nanti kita akan bicarakan lagi semuanya." ucap Papa.
Semuanya pun setuju dan menuju kemeja makan. Susana hening hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar. Tapi andai saja semua bisa mendengar saat itu selain dentingan sendok ada detakan jantung Kirana yang tidak bisa diajak untuk berdamai.
"Kiran!" panggil Tante Mia yang saat itu melihat Kirana melamun.
Kirana mengalihkan pandangan kearah wanita cantik dihadapannya. Tante Mia itu adalah adik Mamanya yang paling kecil.
"Kenapa tidak makan?"
"Iya Tante" jawab Kirana memaksakan senyumnya.
Setelah hampir setengah jam semua berada di meja makan, mereka semua kembali ke ruang tamu.
Dean sesekali mencuri pandang menatap ke arah Kirana yang terlihat melamun.
"Kirana, kamu pasti tau alasan keluarga kami datang kesini."
"Dan semua itu sudah kami rencanakan bersama Papa kamu sebelumnya."
Kirana tersenyum kearah Tante Sinta orang tua Dean dan satria. Senyum getir yang ia rasakan. Tadinya dia berpikir kalau Papanya sedang bercanda terkait perjodohan. Karena saat ini dia sedang kuliah.
"Apa kamu setuju menerima pinangan kami untuk Putra pertama kami Dean?" kali ini pak Bagaskara yang berbicara.
Kirana menatap kearah Papanya saat itu, dia bisa melihat binar harapan Dimata tuanya. Ingin rasanya Kirana menolak semuanya, namun lidahnya seakan kelu begitu menatap harapan di wajah Papanya.
"Semuanya terserah keluarga Tante dan Om Bagas saja." jawab Kirana sopan.
"Bagiamana dengan kamu Dean?"
Lelaki yang bernama Dean dan juga merupakan dosen dari Kirana itu menatap sesaat ke arah Kirana yang terlihat menundukkan pandangannya.
"Aku Percaya pilihan kalian yang terbaik."
Jawaban Dean saat itu seakan meruntuhkan dunianya Kirana, dia berharap Dean menolak perjodohan ini, dan Kirana juga sempat berharap kalau yang dijodohkan dengannya adalah satria. Bukan karena Cinta tapi setidaknya dia bukan dosen di kampusnya.
"Kalau begitu kami anggap kalian berdua setuju, bagiamana pak Rendra?" tanya pak Bagaskara.
"Iya saya sependapat dengan bapak."
"Dan sesuai dengan pembicaraan sebelumnya, kami ingin pernikahan mereka diselenggarakan bulan depan."
"Bulan depan?" tanya keduanya bersamaan.
Akankah semuanya berjalan sesuai rencana, ataukah perjodohan itu batal karena keduanya belum siap untuk menikah?
"Apa tidak terlalu terburu-buru Pa?" tanya Kirana.
"Iya, apalagi Kirana masih kuliah, apa tidak sebaiknya dia menyelesaikan kuliahnya dulu?" kali ini Dean yang bicara.
"Kuliah kan bukan masalah Dean, Kirana tetap masih bisa kuliah kan?" jawab Tante Santi Mamanya Dean.
"Tapi tunggu dulu, perasaan kami belum bilang kalau Kirana masih kuliah."
"Iya Ma, Kirana itu mahasiswi ku dikampus yang sekarang."
"Bagus dong, kamu bisa sekalian jalan kan?"
Dean terlihat menarik nafas panjang, ternyata Mamanya benar-benar sudah suka dengan Kirana. Dan begitu juga dengan Kirana tidak tau harus beralasan apa.
"Kalian berdua fokus saja pada kegiatan masing-masing. Nanti biar Mama yang urus semua persiapannya."
"Bagiamana, apa masih ada masalah?"
"Tidak Ma," jawab Dean.
Kirana bisa lihat kalau jawaban itu terpaksa. Akan tetapi dia tau pasti Dean itu tidak ingin mengecewakan orang tua nya.
Keputusan kedua keluarga pun tak lagi dapat di ubah. Keduanya terpaksa menerima.
Setelah pembicaraan persiapan pernikahan selesai, keluarga Dean pun izin pulang sore itu.
Begitu juga dengan Kirana, dia izin kekamarnya. Jujur hatinya tidak yakin untuk melakukan pernikahan.
Kirana duduk di depan meja rias yang ada dikamarnya. Menatap dirinya dalam bayangan cermin.
"Apa harus ya gue nikah secepat ini?" Ucap Kirana. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Ternyata setiap perjalanan kehidupan itu tidak bisa ditebak. Dan tidak bisa sesuai harapan.
Malam itu Kirana menghabiskan waktunya dikamar saja, dia bingung besok bagaimana kalau dia bertemu Dean, apa dia harus bersikap tidak kenal?
**
Keesokan pagi Kiran sudah bangun dan bersiap-siap untuk ke kampus seperti biasanya.
"Kiran kamu sudah siap?" tanya Papa begitu melihat Kirana datang.
"Iya Pa, hari ini Kiran ada kuliah pagi juga."
"Ya sudah sarapan dulu, nanti biar barengan dengan Papa."
"Iya Pa."
Kirana mengambil piring dan mengisinya dengan sarapan pagi yang sudah disiapkan Bik Siti. Dan kemudian seperti biasa berangkat ke kampus diantar oleh Papanya.
Kirana berjalan memasuki halaman kampus. Banyak mahasiswa lain berlalu-lalang disana.
"Kiran!" sebuah suara menghentikan langkahnya saat itu.
Akan tetapi itu bukan suara Ayumi yang selalu memanggil nya begitu tiba dikampus. Kirana membalikkan tubuhnya kearah sayangnya suara. Dan saat itu dia melihat Dean yang baru saja sampai diparkiran kampus.
Dean Berjalan mendekat ke arahnya setelah memarkirkan mobil.
"Kamu baru sampai?" tanya Dean basa-basi.
"Iya Pak." jawab Kirana layaknya mahasiswi dan dosennya.
"Kamu bawa mobil?" tanya Dean lagi.
"Enggak, tadi diantar Papa." jawabnya singkat.
"Ya sudah, nanti pulangnya saya antar."
"Tidak usah pak, saya juga biasanya naik taksi."
"Saya ingin bicara sama kamu." jawab Dean.
"Sampai bertemu dikelas." Ucap Dean dan berlalu meninggalkan Kirana yang masih terpaku ditempatnya.
"Kiran!" tepukan di bahunya mengagetkan Kirana.
"Ayumi!"
"Lo ngelamun kan apa sih Ran?"
"Enggak ada, Gue lagi nungguin Lo aja."
"Masak sih Ran, gue lihat Lo ngelamun. Untungnya dihalaman kampus enggak dijalanan."
"Emangnya Lo pikir gue udah gila ngelamun dijalanan?"
"Gue bercanda," jawab Ayumi sambil terkekeh."
Mereka berdua berjalan menuju ruang kelas sambil bergandengan tangan. Pagi itu Dean pun masuk sesuai jadwal yang telah ditetapkan kampus.
Kiran yang melihat Dean masuk pun menyimpan buku yang sedang dibacanya, bukan karena dia ingin terlihat baik. Akan tetapi dia tak ingin kalau sampai ditegur oleh Dean dikelas. Seperti hari kemarin para mahasiswi mulai heboh dan mencari perhatian Dean.
"Aku bersedia tau kalau dijadikan calon istri," ucap Ayumi di telinga Kirana."
"Apaan sih Yu?"
"Gue kan cuma ngarep aja Ran, kan tidak ada salahnya."
"Lo fokus sama perkuliahan aja, jangan bawel." Kirana mencubit pelan bahu sahabatnya itu.
Dean yang selesai memberikan materi, langsung memberikan tugas kepada seluruh mahasiswa. Dan pada saat itu tanpa sengaja mata mereka bertemu.
Namun Kirana langsung menundukkan pandangannya. Dia tak ingin menatap mata elang milik lelaki dihadapannya.
Setelah Dean keluar, Kiran dan Ayumi berniat untuk langsung pulang. Karena tidak ada mata kuliah yang harus diikuti lagi.
"Kita langsung pulang?" tanya Ayumi pada Kirana.
"hmmm," jawabnya.
"Kok udah dua hari ini Lo kayak menyembunyikan sesuatu dari Gue?" tanya Ayumi sambil menghentikan langkah keduanya.
"Lo ada masalah?" tanya Ayumi penasaran.
Kirana sesaat terdiam, dia bingung apakah harus menceritakan semuanya kepada Ayumi, ataukah harus menyimpan semuanya sendiri?
"Kok Lo diam? Lagi mikirin apa?" tanya Ayumi penuh selidik.
Kirana menarik pelan tangan sahabatnya itu menuju ke bangku taman yang ada dikampus.
"Lo mau kemana?" tanya Ayumi.
"Lo ikut gue, gue mau cerita sama Lo yu."
Keduanya pun sudah duduk di salah satu bangku taman siang itu. Namun Kirana masih bingung mau mulai cerita dari Mana. Dia tidak tau bagiamana ekspresi Ayumi kalau tau dia akan menikah dengan Dean.
"Katanya mau cerita, kok malah ngelamun lagi Ran?"
"Jujur gue bingung Yu mau mulai cerita dari mana."
"Kiran, setiap Masalah itu akan menjadi ringan, kalau kita berbagi dengan orang lain. Percaya sama gue."
"Gue dijodohin Yu," ucap Kirana tiba-tiba.
"Apa Ran, dijodohin?"
"Kok bisa? Siapa lelaki yang mau dijadikan suami Lo?"
"Semuanya rencana Papa gue, sebenarnya jujur gue juga bingung kenapa Papa itu pengen gue cepat-cepat nikah."
"Dan yang parahnya , gue akan nikah bulan depan yu," Kiran bangun dari duduknya berjalan dua langkah menjauh dari tempat dimana Ayumi duduk.
Ayumi masih diam, dia juga ikut terkejut dengan keputusan Papanya Kirana. Karena saat ini posisi Kirana sedang kuliah. Dan setau dirinya Kirana juga memiliki prestasi yang baik.
"Kenapa Lo enggak nolak, kalau Lo ngerasa enggak siap Ran?"
"Entah kenapa Gue melihat harapan Papa dari matanya. Gue enggak tega Yu untuk mengecewakan Papa."
Ayumi ikut berdiri dan berjalan mendekat kearah Kirana, merangkul bahunya saat itu.
"Lo harus kuat ya Ran, mungkin ini pilihan terbaik untuk Lo."
"Tapi Lo belum cerita sama gue, siapa lelaki itu?"
"Dia," Kirana menggantung perkataan nya.
"Dia siapa?" tanya Ayumi penasaran.
"Dia Pak Dean."
"Apa, Pak Dean?"
"Iya Yu, gue juga baru ketemu kemarin siang."
"Kalau begitu Lo terima aja, gue setuju kok Ran." jawab Ayumi begitu bersemangat.
"Apapun sih Yu, gue cerita untuk nyari solusi tau."
"Ya itu gue kasih solusinya, Lo udah benar kok Ran. Nerima pak Dean sebagai suami Lo."
"Coba Lo pikir-pikir pak Dean itu pintar, mapan, ganteng lagi."
"Kalau begitu Lo aja yang gantiin gue "
"Gue sih mau aja Ran, tapi pak Dean pasti ogah sama gue."
Kirana menepuk pelan keningnya, ternyata Ayumi malah membenarkan keputusannya menerima pak Dean.
"Tapi Ran, tadi gue lihat Lo sikapnya biasa aja. seperti tak kenal dengan pak Dean."
"Jadi menurut Lo, gue harus gimana?"
"Heboh gitu, nunjukin sama semua orang kalau gue akan menikah dengan Dosen kita itu?"
"Iya dong, harusnya Lo bangga tau. punya calon suami Dosen."
"Terserah Lo deh Yu, pusing gue."
Ayumi kembali terkekeh menanggapi perkataan Kirana. Tapi jujur dalam hati dia ikut bahagia sahabatnya akan menikah.
Walaupun dia juga prihatin dengan perjodohan Kirana yang begitu mendadak. Padahal Kirana bukanlah keluarga yang tidak Mampu. Ayumi hanya berharap sahabatnya bisa bahagia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!