NovelToon NovelToon

Perfect Husband

PH | 1

Hani mendecak kagum saat kakinya menginjakkan kaki di kota Paris itu. Meskipun ini adalah liburan keduanya di Paris, tapi tetap saja dia sangat menyukai pemandangan kota itu.

Dia menarik kopernya memasuki hotel lalu bergegas mandi untuk melepas penat. Dia ingin berkeliling setelah ini untuk mencari makanan.

Setelah setahun lebih tidak liburan ke luar negeri, Hani mengambil libur dari pekerjaan karena selama setahun ini dia merasa pekerjaannya sangat melelahkan tapi tetap menyenangkan.

Hani Dharmasari adalah seorang dokter umum di rumah sakit yang cukup terkenal di Indonesia. Karena alasan terlalu sibuk, dia belum juga menikah di usianya yang sudah 27 tahun. Boro-boro menikah, pacar saja dia tidak punya. Bukannya tidak ada yang mendekatinya, hanya saja pekerjaannya menuntutnya agar tidak memiliki pasangan karena itu akan memecah konsentrasinya.

Alasan lain dia pergi berlibur kali ini karena kedua orangtuanya terus memaksanya menikah padahal dia merasa terlalu muda untuk menikah. Okay, mungkin kalian berpikir 27 tahun adalah usia yang tidak muda lagi, tapi bagi seorang Hani itu masih sangat muda.

Setelah selesai bersiap-siap, Hani bergegas pergi mencari tempat makan dan menemukan sebuah restoran yang cukup menarik perhatiannya. Untungnya restoran itu tidak perlu memesan tempat dulu.

Hani mengambil meja yang berada di dekat jendela kaca agar bisa melihat pemandangan Paris saat malam hari. Dia menikmati pemandangan itu, hingga seorang pelayan datang dan menanyakan pesanannya. Beberapa saat berpikir, Hani selesai memesan dan tinggal menunggu.

Saat ia memerhatikan ke seluruh meja, ia baru sadar hanya dirinya yang duduk sendiri. Sisanya bersama keluarga atau pasangan. Tetapi Hani tidak menghiraukannya karena dia memang sedang berlibur sendiri dan membutuhkan 'me time'.

Tiba-tiba seorang pria memeluknya dari samping. Itu spontan membuat Hani menjerit kaget. Dia mencium bau alkohol dari pria itu, ia lalu mendorong pria itu hingga pria itu terjatuh di lantai.

"Apa yang kau lakukan?" teriak Hani berdiri dari duduknya.

Semua tatapan orang-orang tertuju padanya dan menatapnya heran.

Pria itu kembali bangkit lalu duduk di salah satu kursi di meja Hani. "Oh Sayang, kau sangat cantik," gumam pria itu.

Karena pria itu bisa berbahasa Indonesia, Hani bisa menyimpulkan pria itu adalah orang Indonesia. "Hallo Bapak. Anda siapa? Saya tidak mengenal Anda," ucap Hani sopan.

"Apa maksudmu tidak mengenalku. Kau adalah calon istriku kan?" celoteh pria itu. Jelas terlihat pria itu sangat mabuk.

"Bapak, Anda mabuk. Tolong jangan mengganggu saya," ucap Hani berusaha mengusir pria itu.

Sang pelayan akhirnya tiba dengan membawa makanan pesanan Hani. Karena merasa terganggu, Hani meminta agar mengusir pria itu. Pelayan itu lalu menanyai pria itu dengan bahasa Inggris.

"Hello Sir, do you know her?" tanya pelayan itu. Karena jika memang pria itu menjawab tidak maka dia bisa membawanya ke petugas keamanan karena dianggap mengganggu kenyamanan pelanggan

"Yes, she will be my wife," jawab pria itu membuat Hani tercengang.

Pelayan itu menggeleng kecil karena mengira Hani lah yang berbohong lalu pergi. Hani menatap pria itu marah, "Siapa kau?"

"Kau akan menjadi istriku karena kau cantik Sayang," gumamnya sampai akhirnya dia tertidur di meja Hani.

"Oh my God, liburan macam apa ini??"

•••

PH | 2

Hani menghela napas panjang seraya menatap tajam pria tanpa identitas sedang tidak sadarkan diri di hadapannya. Kini mereka sudah ada di luar restoran karena diusir oleh manajer restoran dengan alasan mengganggu kenyamanan di dalam restoran.

Hal itu terjadi karena pria tanpa identitas itu terus bersikeras mengatakan dia adalah calon istrinya, padahal Hani sama sekali tidak mengenal pria itu. Dia menatap pria itu seksama, dari penampilan, Hani bisa menilai jika pria itu adalah orang yang cukup berada karena dilihat dari pakaian yang digunakan rata-rata adalah barang branded. Tapi terlepas siapapun pria itu, dia hanya orang gila yang membuat hari pertamanya di Paris sangat menyebalkan.

Hani sudah mencoba mencari identitas seperti kartu identitas ataupun mungkin ponselnya, namun pria itu tidak memiliki itu di pakaiannya. Merasa frustasi, Hani sudah kehabisan akal.

Karena jam sudah menunjuk pukul 1 pagi waktu setempat, Hani memilih kembali ke hotel dan pergi beristirahat. Namun melihat pria yang kini terduduk di kursi taman dengan keadaan tidak sadarkan diri itu membuatnya tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia gila jika membawa pria tidak jelas itu ke hotel tetapi dia juga merasa dirinya jahat jika meninggalkan pria itu dalam keadaan pingsan sendirian di taman kota itu.

Setelah berpikir cukup lama, Hani akhirnya memanggil taksi dan membawa pria itu. Dia sudah sangat capek sekarang dan jika perlu, besok dia akan membawa pria itu ke kantor polisi untuk memastikan pria itu bukan penjahat yang kabur dari penjara. Mungkin itu berlebihan, hanya saja itu mungkin kenyataan.

Sesampainya di hotel, Hani menghempaskan pria itu ke atas ranjangnya lalu pergi mandi. Tubuhnya sangat capek karena harus merangkul pria dengan ukuran tubuh lebih besar dan tentunya lebih berat untuk tubuhnya yang tergolong mungil itu.

Tak lama setelah mandi, Hani memesan makanan dari hotel untuk dimakan di kamar karena makanannya di restoran tidak jadi dinikmatinya perihal kedatangan pria tanpa identitas yang kini merengkuh di ranjangnya.

Kini kamar hotelnya penuh dengan bau alkohol karena pria itu memang mabuk. Karena tidak tahan, Hani membuka pintu di balkon agar udara masuk. Sesekali Hani menghembuskan napas berat, karena liburan yang sudah direncanakannya berantakan begitu saja.

Ponsel Hani berbunyi dan sang pemilik segera menerima panggilan dari adik laki-lakinya—Jhoni.

"Hallo? Kenapa? Minta duit?" cerocos Hani.

Jhoni yang mendengar disana menggeleng kecil, "Heheh enggak kok Kak, lo sensi amat sih. Gimana liburan lo?"

"Buruk banget! Udah nggak usah dibahas, kuliah lo gimana?" Tanya Hani mengalihkan pembicaraan, dia malas membahas tentang liburannya kali ini.

"Baik dong, Jhoni Haruwijaya gitu lho. Btw, gue mau bilang kalau lusa gue ke Paris. Ntar kita jalan-jalan bareng ya Kak?" jelas Jhoni sembari terkekeh.

"Ngapain lo kesini? Ganggu tau," tolak Hani.

"Nggak mau tau, intinya gue ada kegiatan kampus ke Paris lusa. See you sistah." Jhoni memutuskan panggilannya.

Hani menghela napas sembari tersenyum kecil. Tak lama Jhoni kembali mengirim chat meminta alamat hotelnya, dengan senang hati Hani membalasnya. Kebetulan dia sudah merindukan adiknya yang kini sedang mengenyam pendidikan di London itu.

Setelah makanannya datang, Hani segera menyantapnya. Setelah itu dia bergegas menyiapkan tempat tidurnya di sofa karena ranjangnya sudah diisi dengan pria tidak dikenal itu. Besok dia akan membawa pria itu ke kantor polisi, pasti.

***

Sekitar pukul 6 pagi, Hani mendengar suara berisik di kamarnya. Karena merasa terganggu, dia akhirnya terbangun.

Matanya membulat kala melihat pria aneh itu kini berdiri di sebelahnya dalam keadaan telanjang dada dan menatapnya heran. Spontan Hani menjerit histeris karena kaget.

"Apa yang kau lakukan??" teriak Hani menarik selimut menutupi tubuhnya.

Pria itu menggaruk kepalanya, "Kau siapa? Kenapa aku disini?" tanyanya.

Hani memutar bola matanya malas, seharusnya pertanyaan itu ditujukan pada pria itu sendiri. "Kemarin kau mabuk dan membuat keributan denganku. Lalu apa yang kau lakukan sekarang? Mana bajumu?"

"Aku baru aja muntah di bajuku. Apa kau tidak punya baju yang bisa dipinjamkan padaku?" Pria itu menatapnya datar.

Hani mendecak kesal, "Aku hanya punya baju yang tidak sesuai denganmu," jawabnya ketus.

Pria itu menatap ke seluruh sisi kamar lalu melirik koper Hani. Dia bergegas membongkar koper itu dan melempar pakaian Hani begitu saja ke lantai.

"Apa yang kau lakukan orang gila??" jerit Hani mendorong pria itu menjauh dari kopernya. "Kau gila!"

Pria itu tersenyum kecil, "Aku butuh baju karena aku takut, jika aku terus bertelanjang dada seperti ini, kau akan menyerangku," kekeh pria itu.

Hani menatap tubuh pria itu. Memang dia akui tubuh pria itu sangat atletis dan ditambah lagi wajah pria itu cukup tampan. Tapi ini bukan saat untuk mengagumi pria itu, "Jijik."

"Jijik, tapi mau," goda pria itu.

"Amit-amit. Udah nggak jelas siapa, sok keren pula," ucap Hani.

Pria itu mengulurkan tangannya pada Hani, "Aku Alex. Maaf menyusahkanmu dengan kebiasaan mabukku. Btw, kau tidak melakukan sesuatu padaku kemarin bukan?"

"Dasar gila. Sekarang aku akan membawamu ke kantor polisi untuk melaporkanmu atas ketidaknyamanan yang kau buat," cerocos Hani marah.

"Terserah. Tapi siapa namamu?" tanya Alex.

Hani menatap Alex tajam, tangannya kembali merapikan pakaiannya di koper, "Buat apa?"

"Buat kenalan. Manatau setelah kenalan tumbuh benih-benih cinta," kekeh Alex membuat Hani merinding.

"Udah tua sok cinta-cintaan," ketus Hani.

Alex terdiam lalu berkata, "Aku baru 30 tahun, oke. Itu masih muda. Aku masih single dan aku jamin kau juga masih single."

"Sok tau," ketus Hani. Dia marah karena pria itu benar.

"Aku yakin karena kau tidak mungkin membawaku ke kamar hotel seperti ini jika kau punya kekasih. Kau pasti takut kekasihmu tahu, bukan?" Alex terkekeh kecil.

Hani menatap Alex tajam, "Iya, aku single, puas?" teriaknya marah.

"Berarti kita jodoh, sama-sama single, terus ketemu di kota cinta ini. Sepertinya aku akan menyukaimu," ujar Alex percaya diri.

"Okay, kau memang gila. Mati kau!!"

***

PH | 3

"Maaf atas kesalahan sebelumnya." -Author

Hani menatap Alex tajam. Pria itu dengan santainya berbaring di ranjangnya sembari bersiul pelan. Hani tidak habis pikir bagaimana bisa orang itu sebegitu santainya padahal bersama orang yang sama sekali tidak di kenalnya.

Beberapa saat kemudian Hani mendengar seseorang mengetuk pintu kamar sehingga ia bergegas membukakannya karena mungkin saja itu seseorang yang mengantar sarapan untuknya.

Namun detik itu juga Hani kaget melihat siapa yang kini berdiri dihadapannya dengan wajah tersenyum merekah.

"Bonjour Kak, I'm here," pekik Jhoni seraya menerobos masuk ke kamar Kakaknya itu dengan santainya, "Gue bawa makanan kesukaan lo, Kak," ucapnya menunjuk paper bag di tangannya.

Sepersekian detik kemudian, Jhoni terdiam begitu melihat keberadaan seorang pria yang  tidak dikenalinya sedang berbaring di atas ranjang dengan keadaan bertelanjang dada. Melihat hal itu membuat Jhoni spontan menatap Hani dengan wajah penuh tanda tanya, "Dia siapa, Kak?" tanyanya seraya menunjuk Alex yang hanya mengangkat tangan kanannya seolah berkata 'hallo'.

Jantung Hani berdetak kencang, dia lupa dengan keberadaan Alex di kamarnya. Terlebih lagi pria itu sedang bertelanjang dada sehingga itu pasti membuat Jhoni — adiknya akan berpikiran yang aneh terhadapnya.

"Eh, dia bukan siapa-siapa, Dek. Gue nggak kenal dia," sangkal Hani sembari mendekati adiknya yang terlihat syok itu.

Jhoni melirik Hani dengan mata sipit, lalu mengangguk kecil, "Jadi lo punya pacar juga, Kak? Oh my God, gue terharu Kak, dan lagi pacar lo ganteng banget," celetuknya heboh, "Lo sengaja bilang liburan sendiri biar bisa liburan bareng pacar lo ya Kak? Lo udah nakal ya Kak," kekeh Jhoi seraya menyenggol Hani kemudian tertawa keras.

Jhoni dengan santainya mendekati Alex, "Hai Abang ipar, gue Jhoni, Adik Kak Hani. Salam kenal," Jhoni menjulurkan tangannya yang langsung disambut Alex, "Gue Alex, salam kenal Adek ipar."

"Maksud lo apa?" teriak Hani menatap Alex tajam. Hani melirik mereka Alex dan Jhoni heran, apa maksud Alex hanya diam dan tidak membantunya mengelak agar adiknya itu tidak berprasangka aneh terhadap mereka.

Jhoni tertawa lantang, "Nggak usah akting Kak, gue tau Bang Alex ini pacar lo. Gue bakal tutup mulut nggak bilang sama Papa Mama kok, janji."

"Jhoni, gue nggak kenal dia serius Dek, dan dia bukan pacar gue," sangkal Hani namun Jhoni malah tidak percaya lalu berbisik sesuatu pada Alex hingga pria itu tertawa lantang.

"Kalian bisik-bisik apa?" teriak Hani mulai emosi. "Jangan-jangan lo berdua ngerjain gue ya? Nge-prank gue?"

Jhoni menggeleng kecil, "Eh, nggak usah malu Kak, gue ngerti kok. Btw, kemaren kalian ngapain sampai Abang telanjang dan, oh, sorry, gue ngerti kok," Jhoni terkekeh aneh dan Hani tahu jika adiknya itu sedang memikirkan sesuatu yang aneh.

"Gue stress, pergi lo berdua!" Hani menarik Jhoni lalu mendorongnya keluar dari kamarnya. Dia lalu menatap Alex, "Lo pergi sana!"

"Mager ah, aku nggak tau mau kemana," tukas Alex santai, "Apa kau punya makanan? Aku lapar," ucapnya lagi seraya mengelus perut kotak-kotaknya.

"Kau harus ke kantor polisi. Dasar orang nggak jelas, aneh!" Hani menarik Alex agar bangkit dari tidurnya lalu mendorongnya ke luar kamar.

"Lo pergi sekarang!" ucap Hani cerewet. Ia lalu melihat Jhoni yang belum juga pergi, "Dan lo tunggu di sini Dek, gue mau ngomong."

Sesaat kemudian pintu tertutup. Jhoni melepas jaketnya lalu memberinya pada Alex yang masih bertelanjang dada, "Ini Bang, dingin. Sorry Kak Hani gue emang suka sensian.

Alex mengangguk kecil, "Jadi namanya Hani," gumamnya kecil dengan senyum manis tercetak di bibirnya.

***

"Hani, aku lapar," gerutu Alex berjalan mengikuti Hani yang bahkan tidak menghiraukannya.

Jhoni menatap Hani dan Alex bergantian lalu mendekati Kakaknya kemudian berbisik, "Kalo gue ganggu, gue pergi aja deh, Kak."

Hani mendecak kesal, "Enggak, emang dia siapa gue."

"Sayang, aku lapar," oceh Alex lagi yang kini membuat Hani menoleh menatapnya.

"Kau bilang apa? Sayang?"

Alex mengangguk, "Hani itu kan artinya sayang," jawabnya polos.

Kehabisan akal, Hani hanya mengacak rambutnya. "Itu honey. Aku Hani. H-A-N-I," tukasnya seraya mengeja namanya huruf demi huruf.

"Terserah. Aku lapar, ayo makan," keluh Alex dengan wajah seperti anak-anak yang kelaparan.

"Ya, kalo lapar, beli makan sendiri sana."

"Aku nggak punya uang, dompetku ada pada bawahanku," celoteh Alex.

"Bawahan?" Hani mengerutkan keningnya. "Jangan-jangan lo preman ya?" tanyanya dengan tatapan ngeri.

Alex mendecak, "Iya, aku bakal mencurimu setelah ini jika kau tidak memberiku makan."

"Ah, terserah, emang di Paris ada preman yang miskin sepertimu?!" Hani kembali berjalan lurus dengan senyum penuh kemenangan.

"Sayang, sayang," ucap Alex kecil lalu merangkul Jhoni, "Kakak lo lucu ya."

***

Pria bertubuh tegak itu berbicara serius dengan perempuan cantik yang kini sudah duduk dengan angkuhnya di sofa itu.

"Di mana Alex? Jangan bilang kau kehilangannya lagi?!" teriak perempuan itu marah.

Pria itu hanya diam sesaat lalu menjawab, "Maaf Nona Chelsa. Aku akan menemukannya."

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!