NovelToon NovelToon

Lentera Di Kegelapan

kegelapan di balik senyum

Kartala Zahira Zocelyn duduk sendirian di kamarnya, menatap keluar dari jendela dengan tatapan kosong. Di luar sana, senja mulai memudar, meninggalkan langit senja yang merah keemasan. Namun, warna indah itu tidak mampu menembus kegelapan yang menghantui di dalam hatinya.

...visual kartala...

Kamarnya remang-remang, diterangi hanya oleh cahaya samar-samar lampu malam. Udara terasa tegang, seperti ada beban yang berat melayang di udara. Kartala meremas bantal erat-erat, mencoba menahan getaran yang mengguncang tubuhnya.

Luka-luka di tubuhnya mungkin tersembunyi di bawah pakaian, tetapi rasa sakitnya terasa begitu nyata.

Hari ini adalah hari yang sama seperti biasanya. Ayahnya, Arya Zulfikar Zocelyn, kembali mabuk dan marah-marah di rumah.

Suara-suara keras dan teriakan menjadi latar belakang yang biasa bagi Kartala. Hanum Zahra, ibu yang dulunya lembut, kini juga ikut terjerat dalam lingkaran kegelapan itu. Mereka berdua sering kali menjadi penyebab kepedihan dalam hidup Kartala.

...Arya Zulfikar Zocelyn...

Tidak jauh dari Kartala, sebuah foto keluarga tergantung di dinding. Foto itu diambil beberapa tahun lalu, saat keluarganya masih terlihat bahagia.

Senyum lebar di wajah Ayahnya, kehangatan di mata Ibunya, dan tawa Kartala dan kakaknya, Aisha. Kini, foto itu terasa seperti artefak dari masa lalu yang jauh.

Suara langkah berat terdengar di luar pintu kamarnya, menghentikan lamunan Kartala.

Dia tahu itu adalah langkah Ayahnya. Hati Kartala berdegup kencang, menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Setiap kali suara langkah itu mendekat, jantungnya berdebar kencang.

Pintu terbuka dengan kasar, dan sosok Arya Zulfikar Zocelyn muncul di ambang pintu.

Dia adalah pria bertubuh besar dengan tatapan tajam yang penuh kemarahan. "Kartala, keluar!" desisnya dengan suara mengancam.

Kartala menelan ludah, berdiri perlahan-lahan. Dia mengikuti perintah Ayahnya, meskipun kaki-kakinya gemetar.

Dia keluar dari kamarnya, menemui ketegangan yang selalu hadir di udara setiap kali Ayahnya mabuk.

"Apa yang kau lakukan?" bentak Arya, suaranya menggelegar di ruangan kecil itu.

Kartala menundukkan kepala, tidak berani menatap Ayahnya langsung. "Tala tidak melakukan apa-apa, Ayah."

"Apa? Tidak melakukan apa-apa?" pekik Arya, langkahnya mendekati Kartala dengan cepat.

"Kau pikir aku bodoh? Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan di belakangku?"

Kartala terdiam, mencoba menahan air mata yang ingin menetes. Dia sudah terbiasa dengan kata-kata kasar dan tuduhan-tuduhan yang dilemparkan Ayahnya padanya.

"Ayah, maafkan tala, tala—" Kartala berusaha berbicara, tetapi suaranya terputus saat tangannya menyentuh pipinya yang masih terasa nyeri dari pukulan Ayahnya beberapa saat yang lalu.

"Aku sudah bosan dengan permintaan maaf palsumu!" Arya berteriak. "Kau tidak layak menjadi bagian dari keluarga ini!"

Kartala merasa seperti dunia ini runtuh di atasnya. Dia merasakan pukulan keras di hatinya, bukan hanya dari Ayahnya, tetapi dari semua yang telah ia alami selama ini. Tetapi di balik rasa sakit itu, ada api keberanian yang membara di dalam dirinya.

Kartala menatap Ayahnya dengan tajam. "Mungkin keluarga ini memang tidak layak bagiku," desisnya dengan suara bergetar, tetapi penuh dengan keberanian yang baru saja ditemukannya.

Arya menatap Kartala dengan amarah yang meluap-luap, tetapi kemudian dia menghela nafas panjang. "Dasar anak durhaka!" ucapnya dingin sebelum melangkah pergi, meninggalkan Kartala sendirian dalam kegelapan.

Dalam sunyi yang menyelimuti ruangan itu, Kartala merasa sesak. Namun, di dalam hatinya, dia merasa api perlawanannya semakin membara. Dia tahu bahwa dia harus menemukan jalan keluar dari kegelapan ini, meskipun itu berarti harus melawan arus yang kuat.

...****************...

Malam itu, Kartala duduk di sudut kamar, meringkuk di bawah selimut tipis. Dia teringat kembali pada masa kecilnya, saat Ayahnya masih seorang pria penuh kasih sayang, dan ibunya masih tersenyum lembut. Namun, kenangan itu terasa seperti mimpi yang sulit digapai.

Kehidupan keluarganya berubah drastis setelah bisnis Ayahnya mulai mengalami kesulitan. Ayahnya yang dulu penuh kasih sayang kini berubah menjadi sosok yang dingin dan kejam, tenggelam dalam minuman keras dan kemarahan.

Hanum Zahra, ibunya, tidak lagi melindungi Kartala seperti dulu. Dia ikut terseret dalam pusaran kekerasan dan amarah, seringkali melampiaskan frustasinya pada Kartala.

...Hanum Zahra...

Kartala hanya bisa bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada keluarganya? Bagaimana bisa kasih sayang yang dulu mereka miliki berubah menjadi kebencian yang begitu mendalam?

Di kampus, keadaan tidak lebih baik. Kartala sering menjadi sasaran ejekan dan bully teman-temannya. Birendra Bhanu Yasha, seorang anak laki-laki dari keluarga kaya yang berpengaruh, adalah pemimpin geng yang sering mengganggu Kartala.

Dia dan teman-temannya menjadikan Kartala sebagai mainan mereka, mengejek dan mempermalukannya di depan umum. Bhanu adalah sosok yang dingin dan kejam, selalu mencari cara untuk membuat hidup Kartala lebih sulit.

Kartala hanya bisa bertahan, mencoba bertahan dalam dunia yang tampaknya selalu berusaha menghancurkannya.

Dia mencari pelarian dalam buku-buku dan imajinasinya, membangun dunia kecil di dalam pikirannya di mana dia bisa merasa aman dan dicintai. Namun, kenyataan selalu menyeretnya kembali ke dalam kegelapan yang nyata.

Sebuah ketukan lembut di pintu kamarnya mengejutkan Kartala dari lamunannya. Pintu terbuka perlahan, dan Aisha, kakaknya, masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. Aisha adalah satu-satunya orang yang selalu mendukung Kartala, meskipun dia sering dimanja oleh orang tua mereka.

"Kartala, are you oky?" tanya Aisha dengan suara lembut, matanya penuh belas kasihan.

Kartala mencoba tersenyum, meskipun hatinya terasa hancur. "Aku baik-baik saja, Kak," jawabnya pelan.

Aisha duduk di sebelah Kartala, merangkulnya dengan penuh kasih sayang. "Aku tahu ini sulit, tapi kamu harus tetap kuat. Kita akan melewati ini bersama."

Kartala merasakan air mata menggenang di matanya, tetapi dia menahan diri untuk tidak menangis. Kehangatan pelukan Aisha memberikan sedikit kelegaan di tengah kegelapan yang menyelimutinya.

"Kak, kenapa semua ini harus terjadi pada kita?" tanya Kartala dengan suara bergetar.

Aisha menghela napas panjang, mengusap punggung Kartala dengan lembut. "Aku tidak tahu, Tala. Tapi aku yakin kita bisa melewati ini. Kamu adalah orang yang kuat, dan aku akan selalu ada di sini untukmu."

Dalam pelukan Aisha, selain sebagai kakak ia juga selalu bisa jadi tempat Kartala untuk bercerita.

Dia tahu bahwa meskipun hidupnya berbeda dengan orang lain, dia masih memiliki seseorang yang mencintainya tanpa syarat.

Malam itu, Kartala tertidur dengan perasaan yang lebih tenang, ditemani oleh Aisha di sampingnya.

“Kamu ingat gak, Tal. Waktu kecil kita sering banget tidur bareng kaya gini”, ucap Aisha.

Kartala mengangguk, membayangkan masa-masa kecil membuat mereka tertawa geli.

“Dulu Kakak jail”

“Iya aku dorong kamu jatuh masuk selokan”

Mereka tertawa bersama hingga larut malam.

terjebak dalam kegelapan

Hari itu di kampus seperti biasa. Kartala melangkah dengan langkah yang cepat dan gelisah. Matanya terus bergerak, mencoba menghindari tatapan tajam dan pandangan merendahkan dari mahasiswa lainnya.

Bhanu dan gengnya sudah menunggunya di koridor, tempat favorit mereka untuk menindas.

...Visual Birendra “Biru” Bhanu Yasha...

"Kartala! Sini lo!" seru Bhanu, memanggil dengan nada yang tidak bisa ditolak.

Kartala merasa tubuhnya gemetar, tapi dia tahu tidak ada gunanya melawan. Dia menghampiri mereka dengan kepala tertunduk, berharap hari ini mereka akan sedikit lebih lunak.

"Ada apa, Bhanu?" tanya Kartala pelan.

Bhanu tersenyum miring. "Gue denger lo ngaduin gue ke dosen. Lo pikir bisa lolos dari gue?"

Kartala terkejut. Dia tidak pernah mengadu pada siapa pun, apalagi dosen. Dia bahkan terlalu takut untuk berbicara tentang apa yang terjadi padanya.

"Bukan aku, Bhanu. Aku nggak pernah ngadu," jawab Kartala dengan suara bergetar.

"Yah, tapi tetep aja lo bikin gue kesel," Bhanu menatap Kartala dengan pandangan dingin. "Jadi, lo mesti bayar. Sekarang."

Kartala bingung, tapi dia tahu tidak ada gunanya berdebat. Bhanu dan gengnya selalu menemukan alasan untuk menyiksanya.

"Lo dengerin ya, mulai sekarang lo yang bersihin tempat nongkrong kita setiap hari. Kalau nggak, siap-siap aja," ancam Raka, salah satu anggota geng Bhanu yang terkenal paling kasar.

Kartala hanya bisa mengangguk, menerima nasibnya. Dia merasa terjebak dalam kegelapan, tidak ada jalan keluar.

Setiap hari di kampus adalah mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Tapi dalam hatinya, mulai muncul tekad yang perlahan menguat. Dia harus keluar dari situasi ini. Harus ada jalan.

Setelah kelas selesai, Kartala langsung menuju tempat yang dimaksud Bhanu. Tempat itu adalah sebuah ruangan kosong di belakang kampus, yang biasanya digunakan Bhanu dan gengnya untuk nongkrong. Kartala mulai membersihkan dengan tangan gemetar.

Setiap sudut disapu dan dilap, meskipun air matanya hampir tumpah. Tapi dia menahan, bertekad tidak akan menunjukkan kelemahannya.

Ketika hari mulai gelap, Kartala selesai dengan tugasnya. Dia menghela napas panjang, merasa lelah secara fisik dan emosional. Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Bhanu dan beberapa anggota gengnya masuk ke ruangan.

"Gue cek kerjaan lo," kata Bhanu tanpa ekspresi. Dia memeriksa ruangan dengan cermat, dan kemudian menatap Kartala.

"Lumayan lah. Tapi jangan seneng dulu. Besok ada tugas lain buat lo."

Kartala hanya bisa mengangguk. Dia tahu tidak ada gunanya melawan. Tapi dalam hatinya, dia berjanji tidak akan menyerah. Dia akan menemukan cara untuk keluar dari kegelapan ini.

Malam itu, saat pulang ke rumah, Kartala mencoba menenangkan diri. Dia menulis di buku hariannya, mencurahkan segala kesedihan dan penderitaan yang dia rasakan.

Menulis adalah satu-satunya cara dia bisa melarikan diri dari kenyataan pahit yang dia hadapi setiap hari.

Dalam tulisannya, Kartala menemukan kekuatan. Dia menulis tentang harapan, tentang masa depan yang lebih baik, meskipun saat ini terasa mustahil. Dia percaya, suatu saat, dia akan keluar dari kegelapan yang menjeratnya.

Hari-hari berikutnya, Kartala terus menjalankan tugas-tugas yang diberikan Bhanu. Meskipun berat, dia menemukan kekuatan dalam dirinya yang tidak pernah dia sadari.

Dia mulai belajar untuk tidak takut, untuk melawan meskipun hanya dalam hatinya. Setiap malam, dia menulis dan menulis, menemukan kedamaian dalam kata-kata yang dia tulis.

Suatu hari, ketika Kartala sedang membersihkan ruangan, seorang mahasiswa baru masuk. Wajahnya terlihat penasaran dan sedikit bingung.

"Hai, lo yang namanya Kartala, kan?" tanyanya ramah.

Kartala terkejut. "Iya, gue Kartala. Lo siapa?"

"Nama gue Reza, Reza Karim. Gue baru di sini. Gue liat lo sering sendirian, jadi gue pikir kita bisa jadi teman".

...Visual Reza Karim...

Kartala tersenyum kecil. Ini pertama kalinya seseorang mendekatinya dengan niat baik. "Makasih, Reza. Gue seneng punya teman baru."

Reza tersenyum hangat. "Gue juga. Kalau lo butuh bantuan, jangan sungkan ngomong sama gue, ya."

Kartala merasa sedikit lega. Mungkin, dengan bantuan Reza, dia bisa menghadapi Bhanu dan gengnya. Dia mulai merasakan ada harapan, meskipun kecil, di ujung kegelapan yang dia alami.

Hari-hari berlalu, dan Kartala semakin dekat dengan Reza. Reza selalu ada untuk mendengarkan dan memberikan dukungan. Dia juga memperkenalkan Kartala kepada Sarah, teman sekampus yang baik dan selalu siap membantu.

...Visual Sarah Lubis...

Dengan dukungan dari Reza dan Sarah, Kartala mulai merasakan kekuatan baru dalam dirinya. Dia tidak lagi merasa sendirian. Dia tahu, dengan teman-teman yang peduli, dia bisa menghadapi apa pun yang datang.

Bhanu dan gengnya terus mengganggu, tapi Kartala sekarang lebih kuat. Dia tidak lagi takut, dan dia tahu bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kegelapan yang menjeratnya.

Kartala bertekad, suatu hari, dia akan bebas dari semua ini. Dan dengan teman-temannya di sisinya, dia percaya hari itu akan datang lebih cepat dari yang dia bayangkan.

Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka. Hanum, ibunya, masuk dengan wajah marah. "Kartala! Apa yang kamu lakukan? Kenapa nggak bantuin di dapur?" bentaknya.

Kartala terkejut dan segera bangkit. "Maaf, Ibu. Tala cuma—"

Hanum tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan. "Kamu selalu nyari alasan! Kenapa kamu nggak bisa kayak kakakmu? Aisha selalu bantu tanpa harus diminta!" katanya sambil menarik lengan Kartala dengan kasar.

Kartala menahan rasa sakit di lengannya dan mengikuti ibunya ke dapur. Aisha sedang sibuk mempersiapkan makan malam.

Dia menatap Kartala dengan mata penuh belas kasihan tetapi tidak mengatakan apa-apa. Kartala tahu bahwa Aisha juga merasa terjebak, meskipun dia tidak mengalami kekerasan fisik seperti Kartala.

Saat makan malam, suasana di meja makan sangat tegang. Ayahnya duduk di ujung meja dengan wajah suram. Tidak ada yang berani berbicara, takut memicu kemarahannya.

Kartala hanya menundukkan kepala, mencoba menyelesaikan makanannya secepat mungkin.

"Bagaimana kuliahmu, Aisha?" tanya Arya dengan suara dingin, tetapi sedikit lebih lembut daripada saat berbicara dengan Kartala.

Aisha tersenyum kecil. "Baik, Ayah. Aku dapat nilai bagus di ujian kali ini."

Arya mengangguk, tampak puas. "Bagus, teruslah berprestasi. Kau adalah harapan keluarga ini."

...Visual Aisha Zahira Zocelyn...

Kartala merasakan tusukan rasa sakit di hatinya. Dia selalu merasa diabaikan dan tidak dihargai. Ayahnya hanya peduli pada Aisha, yang selalu dianggap sebagai anak yang sempurna.

Kartala tahu bahwa dia tidak pernah bisa memenuhi harapan orang tuanya, tidak peduli seberapa keras dia mencoba.

Setelah makan malam, Kartala kembali ke kamarnya. Dia duduk di sudut ruangan dan sedikit melamun, banyak hal yang dia pikirkan namun tak ada satu pun yang mampu diwujudkannya.

...****************...

Hari berikutnya, di kampus, Kartala mencoba menghindari Bhanu dan gengnya. Dia tahu bahwa mereka akan terus mengganggunya, tetapi dia tidak ingin memberikan mereka alasan untuk menyakitinya lagi. Dia berjalan cepat menuju perpustakaan, tempat yang selalu memberinya rasa aman.

Di perpustakaan, Kartala duduk di sudut yang sepi, membuka buku dan tenggelam dalam bacaan. Dia merasakan ketenangan yang langka, jauh dari semua kebisingan dan kekerasan di sekitarnya.

titik balik

Pagi itu, Kartala merasa ada sesuatu yang berbeda. Meskipun masih ada ketakutan dan kecemasan yang menghantuinya, tapi ada percikan harapan yang mulai tumbuh di hatinya. Reza dan Sarah telah memberikan kekuatan baru yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Di kampus, Kartala bertemu dengan Reza dan Sarah di kafe kecil tempat mereka sering berkumpul. Hari ini mereka membicarakan rencana untuk menghadapi Bhanu dan gengnya.

"Tal, lo nggak bisa terus-terusan diintimidasi sama Bhanu. Kita harus cari cara buat ngelawan," kata Reza dengan tegas.

"Tapi gimana caranya? Mereka terlalu kuat. Gue nggak punya bukti buat laporin mereka," jawab Kartala ragu.

"Kalau gitu, kita kumpulin bukti. Gue punya teman di jurusan Teknologi Informasi. Kita bisa pakai kamera tersembunyi buat rekam apa yang mereka lakuin ke lo," saran Sarah.

Kartala terdiam sejenak, memikirkan ide tersebut. "Itu bisa berhasil. Tapi gue takut mereka bakal tahu dan malah makin parah."

"Tenang aja, Tal. Kita bakal bantuin lo. Kita nggak bakal biarin lo sendirian," kata Reza sambil tersenyum hangat menyemangati.

Dengan rencana baru di tangan, Kartala merasa sedikit lega. Dia tahu, jalan menuju kebebasan masih panjang, tapi sekarang dia punya teman yang siap mendukungnya. Mereka mulai merencanakan langkah-langkah mereka dengan hati-hati.

...***...

Hari berikutnya, mereka mulai menjalankan rencana. Teman Sarah dari jurusan TI, Rico, setuju untuk membantu. Dia memasang kamera tersembunyi di tempat-tempat strategis di sekitar kampus, terutama di tempat Bhanu dan gengnya sering berkumpul.

Kartala melanjutkan aktivitasnya seperti biasa, berpura-pura tidak tahu apa-apa. Setiap kali Bhanu dan gengnya mendekat, kamera-kamera itu merekam setiap tindakan mereka.

Saat Kartala sedang membersihkan ruangan, Bhanu dan gengnya datang lagi. Kali ini, mereka lebih kasar dari biasanya. Bhanu mendorong Kartala hingga terjatuh, sementara Raka dan anggota geng lainnya mengejeknya.

"Kartala, lo bener-bener nggak guna. Gue heran gimana lo bisa bertahan di kampus ini," ejek Bhanu sambil menendang tas Kartala.

Kartala hanya bisa diam, menahan air mata. Tapi di dalam hatinya, dia tahu semua ini direkam. Semua penderitaannya akhirnya akan terlihat oleh orang lain.

Namun, Bhanu ternyata mengetahui rencana mereka. Dia memperhatikan gerak-gerik Kartala, Reza, dan Sarah.

----------------

Waktu itu Bhanu tidak sengaja berpapasan dengan Rico di antara pintu markas. Bhanu sangat marah jika ada orang yang bukan anggota gengnya masuk ke dalam markas.

Digenggam nya kerah baju Rico hingga sang empu kehabisan nafas "Heh anjing, ngapain lo ada di markas gue hah?" Tanya bhanu dengan tegas.

Rico yang takut dirinya dipukuli habis-habisan oleh Bhanu dan yang lainnya memilih untuk menceritakan semua rencana-rencana yang sudah disusun rapi oleh Sarah, Reza, dan Kartala.

----------------

Dia melihat Rico memasang kamera-kamera tersembunyi. Dengan segera, Bhanu merencanakan sesuatu untuk membalikkan keadaan.

...****************...

Beberapa minggu kemudian, mereka berhasil mengumpulkan cukup banyak rekaman. Sarah dan Reza mengedit rekaman tersebut menjadi satu video yang menunjukkan kekejaman Bhanu dan gengnya. Mereka tahu ini saat yang tepat untuk bertindak.

Mereka membawa video tersebut ke pihak kampus dan mengajukan laporan resmi. Kepala kampus, Pak Arif, terkejut melihat bukti yang mereka bawa, tetapi Pak Arif tidak bisa sembarangan untuk membuatkan keputusan.

Dia perlu menganalisa apakah video tersebut benar adanya. Setelah di rasa benar dia memutuskan untuk segera mengambil tindakan.

...****************...

Keesokan harinya, Bhanu dan gengnya dipanggil ke ruang kepala kampus. Kartala, Reza, dan Sarah juga hadir. Wajah Bhanu terlihat marah tapi tenang, sementara Raka terlihat percaya diri.

"Apa maksudnya ini?" tanya Bhanu dengan nada tinggi.

Pak Arif memutar video yang menunjukkan semua tindakan kekerasan yang dilakukan Bhanu dan gengnya terhadap Kartala. Wajah Bhanu berubah merah seperti sedang terbakar oleh bara api yang panas sementara anggota geng lainnya terlihat panik.

Namun, Raka tiba-tiba mengeluarkan flashdisk dari sakunya. "Pak Arif, sebelum Anda membuat keputusan, tolong lihat ini."

Raka memasukkan flashdisk tersebut ke komputer dan memutar video yang ada di dalamnya. Video tersebut adalah rekaman yang sama, tapi sudah dimanipulasi.

Dalam video versi Raka, terlihat seolah-olah Kartala yang memprovokasi Bhanu dan gengnya terlebih dahulu.

...Visual Raka Dirgantara...

...****************...

Kartala terkejut melihat video tersebut. "Itu tidak benar! Mereka memanipulasi videonya!"

Pak Arif terlihat bingung. "Bagaimana saya bisa tahu mana yang benar?"

Bhanu tersenyum licik. "Pak, jelas-jelas kami difitnah. Kartala hanya ingin membalas dendam karena dia merasa iri kepada kami pak, dia iri karena tidak mempunyai teman."

“Pak, jelas-jelas rekaman kita yang asli”, protes Sarah.

“Sudah, lebih baik keluar terlebih dahulu dari ruangan saya. Biar saya yang menilai sendiri nantinya”, ujar Pak Arif.

Kartala merasa putus asa. Dia tahu kebenaran, tapi sekarang semuanya terlihat lebih rumit. Bukti yang mereka kumpulkan sudah dirusak, dan Bhanu serta gengnya tetap bebas dari hukuman.

...****************...

Malam itu, Kartala, Reza, dan Sarah berkumpul di rumah Reza. Mereka merasa frustrasi dan bingung.

"Kita harus cari cara lain. Kita nggak boleh menyerah," kata Reza.

"Tapi gimana caranya? Mereka udah tahu rencana kita," kata Kartala putus asa.

Sarah berpikir sejenak. "Mungkin kita perlu bukti yang lebih kuat, yang nggak bisa dimanipulasi. Kita perlu saksi."

Kartala mengangguk. "Iya, kita perlu seseorang yang bisa bantu kita."

Satu ide muncul di kepala mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!