Suasana Ballroom sebuah hotel Bintang lima terlihat ramai dan riuh dengan suara lautan manusia, musik menggema mengalun mengiringi dua pasang anak manusia yang berdiri diatas pelaminan sambil tersenyum bahagia mengucapkan terima kasih atas doa dan kedatangan para tamu undangan di perhelatan mereka.
Bianca dan Skala, hidup mereka seolah membuat iri orang-orang yang tidak mengenalnya. Bian, anak ketiga, putri satu-satunya dari keluarga Nataniel, sementara Ska putra kesayangan dari klan Prawira, mereka digadang-gadang akan menjadi pasangan pebisnis muda dengan segudang prestasi nantinya.
Bianca, gadis cantik itu terkenal dengan senyuman yang mematikan untuk lawannya. Bian adalah seorang direktur di sebuah perusahaan fashion yang masih milik papanya, sama seperti Bian, Ska juga seorang direktur di perusahaan milik Prawira kakeknya, perusahaan Prawira bergerak di berbagai bidang yang berhubungan dengan kebutuhan pokok sehari-hari.
Dari bawah panggung Melanie dan Andra menatap klien mereka yang sedang berpura-pura bahagia sambil menenggak minuman dari gelas yang berada ditangan mereka.
"Sungguh aku heran, darimana mereka belajar akting," ucap Andra sambil mengedarkan pandangannya.
"Jangan bicarakan hal itu disini, jika sampai ada yang mendengar matilah kita," bisik Melanie.
Kedua pengacara itu terdiam sambil terus menatap Bianca dan Ska, mengingat kembali kejadian dua bulan lalu dimana mereka diajak berlibur oleh pasangan yang menyebut diri mereka sendiri genius itu ke Bali. Melanie yang marupakan sahabat sekaligus pengacara Bian melotot saat mendapati permintaan yang tak masuk akal dari klien nya, begitu juga Andra.
Ska melipat kedua tangannya didepan dada, sambil menatap Bian dengan pandangan menelisik, sementara gadis itu menatap tajam wajah laki-laki didepannya dari balik kacamata hitam yang dia kenakan.
"Mel, tolong tulis yang jelas jika dia melanggar kesepakatan, aku ingin ganti rugi berupa villa beserta pulau pribadi miliknya." Bianca meniup kutek yang bahkan sudah kering dikuku jarinya, seolah mengancam laki-laki didepannya.
Ska mendecih, melepaskan tautan tangannya dari depan dada, berpaling menatap Andra sang pengacara yang duduk disebelahnya "Tulis! Jika Bianca melanggar kesepakatan dia harus mundur dari dunia bisnis selamanya."
Bianca berdiri lalu menggebrak meja membuat Melanie dan Andra terjingkat, tapi tidak untuk Ska, dia tau benar gadis didepannya pasti akan marah dengan ucapannya, karena bagi Bianca bisnis adalah hidupnya, mundur dari dunia bisnis sama saja mati baginya.
Bian melepas kacamata hitam miliknya, menggunakan benda itu untuk menunjuk-nunjuk muka Ska yang ada didepannya.
"Heh...punuk onta, bukannya kemarin kamu bilang hanya akan meminta saham jika akhirnya aku yang berhasil duluan," ucap Bianca.
Mendengar kalimat gadis itu sontak Mel menunduk sambil menahan tawa, sedangkan Andra memalingkan muka menahan geli dengan cara menahan udara di rongga mulutnya.
Mata Ska melotot mendengar Bianca yang memanggilnya dengan sebutan punuk onta, mulut laki-laki itu komat-kamit bingung harus balas mengatai gadis didepannya dengan sebutan apa.
"Aku berubah pikiran, enak saja kamu minta pulau dan villa, apa tidak sekalian minta saja aku menjadi budakmu seumur hidup," sindir Ska.
Melihat klien mereka yang sedang emosi jiwa, dua pengacara berbeda jenis kelamin itu saling pandang, membuat gerakan dengan kepala agar salah satu diantara mereka mau terlebih dulu berbicara memisah pertengkaran dua orang yang sebentar lagi akan menikah itu.
"Hah, sorry dorimori strawberry , bikin kamu jadi budakku seumur hidup? artinya sampai mati aku harus liat muka kamu gitu? demi Spongebob dan seluruh rakyat Bikini Bottom aku mah ogah." Bianca memalingkan wajahnya kesal.
Ska hampir berdiri dari kursinya. Namun, Andra akhirnya menengahi perdebatan mereka. "Kesepakatan ini tidak akan selesai kalau kalian seperti ini terus."
Bianca menoleh ke arah Melanie yang memandangnya sambil menganggukkan kepala, pengacaranya itu menarik ujung dress bunga-bunga yang Bian kenakan, meminta gadis itu untuk kembali duduk dikursinya.
"Bagaimana jika kita samakan saja nilai kompensasinya jika salah satu dari kalian melanggar kesepakatan?" saran Andra sambil menatap Melanie kemudian Ska dan Bianca secara bergantian.
"Setuju," jawab dua manusia arogan itu serempak.
Dua lembar kertas berisi kesepakatan akhirnya selesai mereka buat, keduanya lantas menandatangani perjanjian yang masih menggunakan tulisan tangan pengacara mereka, salah satu isi kesepakatan itu di antaranya Ska dan Bian setuju untuk menikah, tapi pernikahan itu akan berakhir jika tujuan keduanya telah tercapai yaitu Ska menjadi pewaris Prawira group dan Bian mendapatkan Niel Fashion.
"Dengar Ska! Ini bukan kontrak pernikahan, tapi ini kontrak hidup dan mati kita," ucap Bianca penuh penekanan.
"Aku tau, dan kalau aku sampai menjadi gelandangan karena tidak mendapatkan apa-apa dari kakekku, aku akan pastikan kamu juga bernasip sama," balas Ska dengan pandangan tajam ke arah Bianca.
"Aku akan merapikan dokumen ini, setelahnya kita bisa bertemu dan kalian bisa tanda tangani lagi," terang Andra.
Bianca menatap ke arah Melanie mempercayakan semuanya ke pengacaranya itu. Bian lantas berdiri, Ska juga beranjak dari kursinya di saat yang hampir bersamaan dengan gadis didepannya. Sejenak mata mereka beradu pandang sebelum keduanya menuju pintu keluar ruangan di villa milik Ska yang mereka pakai untuk berunding tadi.
Saat didepan pintu keduanya terlihat berusaha saling mendahului untuk keluar dari sana, saling sikut satu sama lain seperti anak kecil yang berebut posisi pertama, Andra dan Melanie hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kliennya sambil merapikan beberapa kertas di atas meja.
***
Acara resepsi pernikahan Bian dan Ska telah usai, keluarga besar mereka juga sudah pergi dari sana, dengan langkah gontai karena lelah mereka berjalan menuju lift untuk masuk ke kamar yang sudah disiapkan untuk mereka masih di hotel yang sama.
Bian menyandarkan tubuhnya ke dinding lift merasakan pegal dibetis kakinya, sementara Ska memilih berdiri didepan tombol lift sambil memijat pundaknya sendiri.
"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana capeknya papaku jika setiap kali menikah harus mengadakan pesta seperti ini," gumam Bianca.
Skala yang berdiri membelakangi Bian nampak menyunggingkan senyum tanpa membalas omongan gadis yang sudah sah menjadi istrinya itu, Ia tau bahwa papa mertuanya memang punya tiga istri, istri pertamanya memberikan dua anak laki-laki, istri keduanya adalah wanita yang melahirkan Bianca, dan istri ketiganya adalah wanita yang umurnya hanya lebih tua tiga tahun dari Bianca dan tidak memiliki anak.
Sayangnya ibunda Bianca meninggal empat tahun yang lalu dengan alasan yang tidak masuk akal. Namun, bisa di bilang hidup Bianca jauh lebih baik dari pada Ska yang menyedihkan. Ia dibesarkan dan tumbuh hanya bersama sang kakek karena sejak berumur delapan tahun Skala sudah menjadi yatim piatu.
Lift yang membawa mereka seolah lama sekali sampai ke lantai di mana kamar mereka berada. Bianca berkali-kali memijat betis kakinya dari balik gaun yang ia kenakan, lalu memilih melepas heel yang berada di kakinya.
Pintu lift terbuka, mereka masuk ke kamar pengantin yang terlihat dihiasi bunga-bunga, aroma lavender menyeruak dari dalam sana menusuk indera penciuman mereka, Bianca melihat kelopak mawar segar berbentuk lambang cinta diatas ranjang ada satu bucket bunga diatasnya. Benar-benar romantis cocok sekali suasananya untuk menghabiskan malam pertama berdua, tapi tunggu dulu mereka adalah Bianca dan Skala, pasangan yang menikah hanya karena harta.
"Heh... penguin Madagascar." Panggil Ska ke Bianca. Gadis itu melebarkan matanya berpaling dari lambang hati di ranjang untuk menatap Ska, mulut Bian sudah hampir meluncurkan peluru tajam, bersiap menghujani Ska dengan kosa kata kebun binatang yang tersimpan dalam memori hitam di folder otaknya.
"Ini lingerie siapa?" tunjuk Ska ke sebuah baju tidur tipis yang menurut orang awam seperti baju kekurangan bahan.
Bianca menatap lingerie berwarna merah menyala yang berada diatas sofa lalu mengedikkan pundaknya. Gadis itu memilih berlalu meninggalkan suaminya, membuka koper miliknya mengambil baju ganti lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ska menggertakkan gigi melihat tingkah Bianca, tangannya meraih kartu ucapan berwarna putih diatas lingerie itu kemudian membacanya.
"Sial!" umpat Ska saat melihat siapa nama pengirim lingerie itu.
_
_
_
_
_
_
Jangan lupa LIKE dan KOMEN sebelum lanjut ke next bab ya 🙏
THANK A TON
Empat bulan yang lalu
Di bawah gerimis yang datang dimusim yang tak seharusnya, Skala memijat keningnya sambil mencoba terus fokus mengendarai mobilnya, laki-laki berumur dua puluh delapan tahun itu hendak pergi ke sebuah restoran untuk menemui seorang gadis atas permintaan kakeknya.
Ini bukan kali pertama sang kakek memaksanya melakukan kencan buta dengan gadis yang tidak dia kenal. Ska, begitu panggilan akrabnya, terlihat turun dari mobil sedikit berlari menuju pintu restoran agar tidak banyak terkena tetesan air yang turun dari langit.
Ia menepuk-nepuk rambutnya yang basah terkena rintikan air hujan, bibirnya menyunggingkan senyum kepada pelayan restoran yang membukakan pintu untuknya. Sang pelayan lantas mengantar Ska menuju meja yang telah dipesan oleh sang kakek sebelumnya.
Dari jauh Ska melihat seorang gadis berambut lurus sepundak dengan crop blazer berwarna merah tengah duduk menikmati secangkir minuman sambil menatap keluar jendela, sang pelayan menarik kursi untuk Ska duduk, membuat gadis itu meletakkan teh yang sedang dia nikmati, ia menyandarkan punggung kemudian memandang kearah Ska.
Biasanya gadis yang ditemui Ska akan terlihat malu-malu atau berdiri saat melihat dirinya datang, tapi sekarang gadis ke enam pilihan sang kakek terlihat meletakkan tangannya diatas meja lalu bertopang dagu memandang remeh kearahnya.
"Skala Prawira, cucu kesayangan pemilik Prawira group , Direktur utama PG vactory, lulusan master universitas Harvard, lima kali masuk sebagai nominasi pengusaha muda dan berpengaruh dalam majalah bisnis negara kita, tapi sayang tidak pernah menjadi pemenang," ucap Bianca menirukan ucapan sang kakak tertua. Namun, jelas kalimat terakhir merupakan penambahan dari pikirannya sendiri.
Ska menghela napas kasar, sepertinya dia tersinggung dengan ucapan gadis didepannya barusan, belum sampai laki-laki itu membalas omongan Bian, gadis itu sudah mulai mengoceh lagi.
"Member VVIP Garald Klub, hobi bermain tenis, alergi buah pisang, tidak suka hewan berbulu, dua kali dalam seminggu pergi ke gym di PG Plaza, dan setiap satu bulan sekali berkumpul dengan rekan sesama pebisnis untuk arisan, Shit! are you serious dude? arisan?" cibir Bianca.
"Udah selesai ngomongnya nona Bianca Natania?" jawab Skala "Apa anda menyewa seorang detektif untuk menggali kehidupan pribadi saya?" lanjut Ska.
Bianca tersenyum sinis, menyandarkan punggungnya dikursi, menatap tajam ke arah laki-laki yang memiliki gaya rambut short neat itu.
"Sepertinya kamu juga tidak menginginkan kencan buta ini, bagaimana kalau kita buat semuanya menjadi lebih mudah? aku akan bilang pada kakekku kalau kamu bukan tipe gadis idamanku, dan kamu bisa bilang ke kakakmu kalau aku terlalu tinggi untukmu," Skala menekankan kalimat terakhir sambil mencondongkan badannya ke arah Bianca.
"Hah...terlalu tinggi? bahkan kamu tidak ada seujung kuku laki-laki yang mengejar-ngejar diriku," ketus Bian.
"Apa maksudmu Eric dari Prada Group? sayang sekali ibunya tidak menyukaimu." Ska tersenyum menghina sambil menenggak segelas air yang berada di dekatnya, ia melihat wajah Bian berubah, menandakan kalau ucapannya memukul telak gadis itu.
"Aku selalu mencari informasi tentang gadis yang kakek pilih sebelum pergi menemui mereka, tapi aku cukup terkesan karena sejauh ini hanya dirimu yang secara terang-terangan menjelaskan bahwa kamu juga mencari informasi tentang aku," beber Ska.
Bianca mulai terlihat kepanasan, dirinya kesal mendengar ucapan Ska tentang ibunda Eric yang tidak menyukai dirinya, memang ucapan laki-laki itu tidak salah sedikitpun, Emily ibunda Eric memang tidak menyukai Bianca, alasannya hanya karena mereka pernah bertemu disalah satu toko berlian saling memperebutkan sebuah kalung limited edition disana, Bianca tidak mau mengalah dengan wanita paruh baya itu, mereka terlibat pertengkaran bahkan pihak toko sampai memilih menutup rolling door toko agar tidak ada yang melihat dua wanita member VIP berbeda usia itu saling cakar dan jambak.
"Lalu bagaimana denganmu? aku tau Felisya Almaira putri menteri perdagangan kita yang seorang pemain harpa itu menjalin hubungan denganmu selama tiga tahun, tapi sayang gadis itu malah menikah dengan Gutama Prawira, sepupumu, apa ada yang salah dengan dirimu Ska?"bisik Bianca dengan nada menghina.
Ucapan Bianca menampar harga diri Ska, dari perubahan raut wajahnya jelas laki-laki itu masih tidak menerima kenyataan bahwa pujaan hatinya ternyata telah menikah dengan sepupunya dua bulan yang lalu.
"Benar-benar gadis menjengkelkan," gumam Ska dalam hati.
Mereka hanya saling menghina dan mengejek satu sama lain tanpa menikmati makanan yang sudah terhidang, keduanya pulang dengan perasaan kesal, bahkan saat melewati pintu Bian dan Ska terlibat adegan saling tendang.
***
Prawira yang melihat cucunya datang dari kencan buta langsung menanyakan pendapat Ska tentang adik perempuan dari Billy Nataniel, kakak tertua Bian. Skala hanya menjawab pertanyaan sang kakek dengan gelengan kepala lalu menaiki anak tangga menuju ke kamarnya, saat berada diatas Ska berpapasan dengan Felisya, gadis itu hanya terdiam membiarkan mantan kekasihnya dengan tatapan dingin berlalu masuk ke dalam kamarnya tanpa menyapa. Jelas sangat menyakitkan untuk Ska harus melihat gadis yang masih dicintainya itu berada satu rumah dengannya.
Prawira memiliki dua orang anak laki-laki, yang pertama Mahen ayah Ska kemudian Maher ayah Tama, sepupu yang sekarang menjadi suami Felisya. Rumah Prawira yang seperti istana itu ditinggali keluarga intinya, harusnya Tama pindah dari sana setelah menikah, tapi sang mama Viona melarang anak semata wayangnya itu untuk jauh-jauh dari dirinya, dan Tama bukanlah anak kandung Maher.
Viona dulunya bukanlah wanita baik-baik, wanita itu menikah dengan putra kedua Prawira dalam keadaan hamil, namun Maher sudah mengganggap Tama seperti anak kandungnya sendiri karena dia tidak bisa memiliki anak. Mereka menyembunyikan rahasia itu rapat-rapat, namun jelas rahasia itu tidak mungkin tidak Prawira ketahui, sejak Tama berumur tiga tahun sikap Prawira berubah ke cucunya.
***
Di saat yang hampir bersamaan Bian masuk kedalam rumah setelah menyerahkan kunci mobilnya kepada sang pelayan, melihat kakaknya yang tengah duduk diruang tengah Bian memilih berlalu begitu saja, Billy sedikit kesal dengan sikap adiknya, menikahkan Bian sesegera mungkin adalah tujuannya agar salah satu saingannya untuk mendapat harta sang ayah semakin berkurang.
Billy pikir jika Bian menikah dan sibuk mengurusi rumah tangga maka gadis itu akan tidak banyak ikut campur dengan urusan perusahaan sang papa, sementara adik laki-lakinya Brian adalah saingan yang tidak perlu dia pikirkan, karena laki-laki yang umurnya terpaut satu tahun dengan Bianca itu mengidap autisme. Jika Billy sangat Bianca benci, tidak dengan Brian, gadis itu menyayangi sang kakak dengan sepenuh hati, karena saat ibunya masih hidup, Kiran sang ibu selalu berpesan kepadanya untuk selalu menjaga Brian.
Billy memutar otaknya lagi, mencari ide bagaimana caranya agar Bianca mau menikah dengan Skala, meskipun sedikit jahat, laki-laki itu tetap menginginkan adik tirinya untuk menikah dengan laki-laki kaya, setidaknya jika suami Bianca kaya maka gadis itu tidak akan memperdulikan harta warisan sang papa.
Billy meraih ponselnya, ia menelpon Prawira. Mereka saling mengenal karena berada dalam satu klub golf yang sama. Billy berbohong bahwa adiknya berkata menyukai Skala setelah kencan buta tadi, mereka lalu sepakat untuk mengadakan makan malam bersama untuk membahas lebih serius hubungan dua keluarga.
Nataniel sang papa memang sama sekali tidak peduli dengan kehidupan pribadi anaknya, ia lebih senang mengurusi perusahaan dan wanita-wanitanya, laki-laki itu menyetujui saja ucapan Billy yang ingin menjodohkan Bianca.
Makan malam keluarga mereka berlangsung satu bulan setelahnya, tentu saja hal itu dikarenakan jadwal orang-orang dari dua keluarga itu yang begitu padat merayap bak antrian kendaraan yang terjebak macet di jalanan ibukota.
Dua buah mobil berhenti didepan rumah mewah milik Prawira, satu persatu pelayan rumah itu membukakan pintu mobil yang mana berisi anggota keluarga Nataniel. Mobil pertama berisi Billy, sang istri Diana dan anak gadis mereka yang berumur empat belas tahun bernama Nuna, dari mobil kedua keluar Nataniel dan istri pertamanya Salma, sementara Bianca memilih membawa mobil sendiri tanpa sopir kesana.
"Ayolah, kapan acara ini selesai?" gumam Bian dalam hati, padahal belum ada lima belas menit dia berada disana. Sambil mengaduk-aduk makanan dipiringnya Bian menatap ke arah Ska yang ada didepannya, kemudian melirik Felisya yang duduk disebelah Tama yang berada disamping Ska.
"Bagaimana mungkin berkencan dengan Ska tapi menikah dengan sepupunya? wah apa ini yang namanya penikungan berencana?" Bian menatap kembali Ska yang ada didepannya sambil tersenyum menahan tawa.
Prawira melihat Bian yang dari tadi seolah mencuri pandang ke arah Ska sambil tersenyum membuat laki-laki tua itu berpikir bahwa gadis itu benar-benar menyukai cucunya.
Selesai makan malam semua orang bercengkerama di bagian belakang rumah Prawira, taman yang berdekatan dengan kolam renang rumah itu disulap menjadi sebuah arena pesta yang elegant, Felisya terlihat memainkan sebuah lagu dengan harpa. Bian menatap gadis yang menurutnya benar-benar anggun dan bertalenta itu, dalam hatinya sejenak Bianca membandingkan dirinya sendiri dengan Feli.
Ska mendekat ke arah Bian yang berdiri didekat kolam renang, menatap arah pandang Bian, kemudian memilih berpaling saat tau gadis itu sedang melihat ke arah mantan kekasihnya.
"Kenapa kamu mau datang ke makan malam ini, apa artinya kamu setuju dengan perjodohan konyol ini?" tanya Ska.
"Apa kamu tidak sakit hati bertemu dengan gadis yang masih kamu cintai setiap hari?" Bian mengalihkan pembicaraan seolah sama sekali tidak mendengar pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Ska.
Laki-laki itu hanya tersenyum dengan sudut bibirnya, senyuman penuh ironi yang ditangkap oleh mata Bian. Ska terdiam seolah memandangi tembok yang berada di seberang kolam, ia mengingat saat Feli tiba-tiba meminta putus kepadanya.
"Ska, maafkan aku sepertinya kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini, aku merasa kita tidak cocok," ucap Feli beberapa bulan yang lalu.
Ska mendecih, membuat Bian heran memandang ke laki-laki di dekatnya dengan cara memiringkan separuh badannya ke arah Ska berniat untuk mengejek, sayangnya laki-laki itu kaget dan tanpa sengaja menyentakkan pundaknya mendorong bahu Bian yang berdiri tak seimbang, gadis itu hampir terjatuh ke kolam renang, beruntung satu tangannya menarik bagian depan kemeja Ska. Dengan sigap laki-laki itu memeluk pinggang Bian.
Seluruh orang yang berada disana mengira Bian dan Ska sedang bermesraan didepan mereka, apalagi untuk sejenak kedua orang itu saling pandang bak adegan film bergenre romance.
Prawira tertawa dan bertanya pada Nataniel, apakah bersedia jika cucunya segera memperistri sang anak gadis, Nataniel ikut tertawa dan berkata tentu saja.
***
Selesai acara Ska berada diruang kerja sang kakek, mendengarkan permintaan pria itu untuk menerima Bianca sebagai calon istrinya, laki-laki itu seolah muak dengan ucapan Prawira, dari tadi Ska hanya memalingkan wajahnya setengah hati mendengarkan kata-kata kakeknya.
"Aku tidak akan menyerahkan Prawira group ke tanganmu jika kamu menolak permintaan kakek," ancam Prawira.
Ucapan sang kakek berhasil membuat Ska memalingkan wajah dan menatap ke arah laki-laki itu.
"Bukankah kamu tau dengan jelas bagaimana om mu Maher? Jangan pikir kakek tidak tau, menantunya itu adalah mantan kekasihmu, lihat! dengan mudah dia menjadikan anaknya memiliki yang seharusnya menjadi milikmu," ucap Prawira.
"Apa maksud kakek?" mata Ska membulat, tidak mengerti maksud dari ucapan kakeknya.
Prawira lalu bercerita bahwa Maher melakukan perjanjian dengan ayah Felisya untuk melancarkan bisnisnya, laki-laki itu menjanjikan bahwa dia akan membagi tiga puluh persen saham Prawira group jika ayahanda Feli membantu melancarkan urusannya sampai perusahaan itu jatuh ke tangannya, dan perjanjian itu mereka ikat dengan cara menikahkan anak-anak mereka.
Ska keluar dari ruang kerja kakeknya dengan sesak di dada, membayangkan gadis yang dicintainya dijadikan alat orang tuanya sendiri untuk mendapat kesenangan dunia, ia melangkah menuruni anak tangga sambil berjanji didalam hatinya tidak akan membiarkan sang paman mendapat apa yang diinginkan.
Sementara Bianca memilih pergi ke Garald klub setelah jamuan makan malam itu, dari awal mendapat informasi bahwa Ska adalah member VVIP disana, gadis itu merasa penasaran seperti apa klub malam yang sering Ska datangi.
"Maaf Nona, anda hanya bisa duduk di lantai satu atau dua, karena outdoor dan indoor rooftop hanya untuk VIP dan VVIP, "ucap pelayan di meja resepsionis klub malam itu.
Bianca mendecih, meletakkan clutch mahalnya diatas meja dengan sedikit kasar, membuat dua petugas keamanan klub yang memakai setelan serba hitam mendekat ke arahnya.
"Nona, saya minta jangan membuat keributan disini," ucap salah satu petugas dengan sopan.
Bian tidak memperdulikan omongan petugas keamanan itu, ia menatap ke arah resepsionis dengan pandangan tidak suka kemudian dengan sombong bertanya "Berapa minimal order agar mendapat member VVIP disini?"
"Seratus juta," jawab si resepsionis.
Bianca mengeluarkan black card miliknnya "Aku traktir semua orang yang ada disini, berikan kartu VVIP atas namaku sekarang," ucapnya.
Si resepsionis terkejut mendengar ucapan Bianca, tangannya sigap mengambil kartu dari tangan gadis itu lalu mulai melakukan apa yang Bian perintahkan.
Gadis itu mendapat apa yang dia inginkan, berjalan dengan angkuh ke mejanya, disana ia terkejut mendapati beberapa orang yang ia kenal, salah satunya adalah laki-laki yang selama ini mengejarnya, Eric.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Eric sambil meletakkan gelas di meja lalu duduk di samping Bian.
Gadis itu malas menjawab pertanyaan Eric, ia lebih memilih menenggak minuman yang baru saja diantarkan pelayan untuknya, jemari Bian terlihat memainkan bibir gelas berisi minuman yang tidak langsung habis ditenggaknya barusan.
"Apa kita benar-benar selesai?" tanya Eric.
"Kita bahkan belum memulai sama sekali, bagaimana mungkin kita selesai?" jawab Bian tanpa menatap lawan bicaranya.
"Kamu berubah sejak mamamu meninggal."
Ucapan Eric membuat Bian meremas gelasnya, gadis itu memandang dengan tatapan tidak suka ke arah laki-laki yang pernah menyatakan cinta kepadanya. Bianca menyibakkan rambutnya kesalah satu sisi, bibirnya tersenyum mencoba menyembunyikan rasa sakit di hatinya mendengar ucapan Eric tadi. Namun, laki-laki itu sadar bahwa Bian menjadi emosi karena ucapannya.
"Maaf, bukan maksudku____"
Bibir Eric terbungkam, sebuah ciuman mendarat di bibirnya dari Bianca, Laki-laki berumur 28 tahun itu terkejut lalu tersenyum mendapat perlakuan seperti itu dari gadis yang dia suka. Bian tidak hanya mencium sekilas bibir Eric, gadis itu menyesap bahkan menggigit.
Tanpa Bian sadari Ska baru saja masuk ke area VVIP klub itu, Skala mendecih sambil memalingkan muka, merasa malu menatap gadis yang beberapa jam lalu duduk satu meja makan dengannya sedang berciuman dengan pria lain disana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!