Untuk lebih paham dengan cerita ini, di sarankan untuk membaca pernikahan kontrak terlebih dahulu ya ! 😊 😘 ❤
Langkah gontai Andra memasuki ruangan apartemennya yang sepi terasa begitu menyedihkan. Hatinya masih saja belum bisa berdamai dengan perasaannya yang masih saja sangat menginginkan seorang Ellena untuk menjadi bidadari dalam hidup Andra yang sunyi. Pria itu membuka pintu kamar, melepas kemeja abu yang ia pakai dan melangkah tanpa semangat menuju kamar mandi.
Masih berbalut celana jeans biru gelap yang ia pakai, Andra menyalakan pancuran air dan membiarkan dinginnya merasuk hingga ke tulang-tulang Andra. Pria itu menumpukan kedua tangannya pada tembok kamar mandi sembari menunduk dalam. Ringisan tangis yang tertahan sejak tadi perlahan terdengar dan dalam waktu sekejap memenuhi penjuru ruangan kamar mandi salah satu apartemen mewah di kota J itu.
"Kenapa harus sesakit ini rasanya ? Kenapa gue harus semenderita ini hanya karena mencintai seseorang ?" Ujarnya mengeluh pada nasib yang seolah mempermainkan dirinya.
Beberapa jam yang lalu, Andra ke rumah sepupunya Bima untuk menjenguk Ellena istri Bima yang sedang sakit. Awalnya, tentu saja Andra menolak. Namun, karena paksaan dari dua sahabat baiknya, Redi dan Arga, mau tidak mau Andra hanya bisa pasrah dan mengikuti keinginan keduanya.
Bukannya Andra menolak karena ia tidak mau melihat gadis mungil berwajah manis itu. Apalagi karena tidak peduli pada istri sepupunya sendiri. Andra hanya tidak ingin jika melihat Ellena lagi, usaha yang selama ini ia bangun untuk melupakan gadis itu malah akan sia-sia.
Ya, Andra mencintai Ellena, istri dari sepupunya sendiri. Mungkin terdengar sangat tidak bermoral, namun Andra bisa apa ? Ia sendiri tidak pernah berencana jatuh hati pada gadis manis itu. Namun, seiring berjalannya waktu, Andra tidak pernah sadar kapan cinta itu datang dan perlahan menghancurkan Andra tanpa belas kasihan.
Bayangan tentang bagaimana Bima bermesraan dengan Ellena masih terbayang di ingatan Andra dengan begitu rinci. Setiap detik dari momen menyakitkan baginya itu, terekam sempurna dalam memorinya. Mengirim sinyal kepedihan teramat dalam pada hati yang takkan pernah mendapatkan balasan cinta dari gadis manis yang sudah menawan Andra sejak pertama bertemu.
"Aku harus apa biar bisa lupain kamu, El ? Aku harus apa ? Tolong bilang ke aku ! Gimana caranya hilangin rasa sesak ini dari dada aku ?" Lanjut Andra lagi sambil memukul dadanya yang terasa sakit.
"Semakin aku coba, semakin kamu berkuasa dalam hati ini. Tolong ! Tolong bantu aku untuk melupakan kamu, El ! Tolong ajari aku bagaimana menghapus nama kamu yang terlanjur terukir di dalam hati ini."
Dua puluh menit berada di bawah guyuran air dingin di tengah malam, pria itu sudah berganti pakaian dan memakai jubah mandi. Ia bergerak ke dapur apartemennya dan membuat secangkir kopi lalu kembali ke dalam kamarnya. Pria itu duduk di sofa di sudut kamarnya sembari meminum kopi buatannya sendiri.
Ia kemudian meraih sebuah kalung dengan bandul berbentuk prisma, milik gadis cantik misterius yang baru saja ia tolong tadi. Andra tersenyum kecil sembari mengingat wajah pemilik kalung itu. Wajah cantik yang berbeda jauh dari Ellena-nya namun memiliki sifat kekanakan yang sama. Andra bertekad untuk menemui gadis itu lagi. Menjadikan gadis itu pelarian dari rasa sakitnya dan berencana membuat gadis itu sebagai pengalihan sementara.
"Kita pasti akan ketemu lagi, Shanum !" Andra tersenyum. Menggenggam erat kalung itu dan bergerak menyimpannya kembali di atas meja bundar di sebelahnya.
DRRT... DRRT...
Ponsel Andra bergetar. Membuat pria tampan dengan manik cokelat yang sedang melamun itu langsung tertarik kembali ke dunia nyata. Alisnya terangkat saat menemukan nama Arga tertera di layar. Tanpa ragu, Andra menggeser ikon hijau pada layar benda pipih itu dan menempelkannya ke telinga kanannya.
"Hmmm." Jawab Andra malas.
”Lo di mana, Ndra ?" Tanya Arga dengan suara yang agak keras. Mungkin dia sedang berada di klub malam Redi sehingga Andra dapat dengan jelas mendengar dentuman musik DJ yang cukup memekakkan telinga.
"Di apartemen. Kenapa ?"
"Lo ke sini sekarang ! Kita tunggu ! Gue sama Redi lagi party asyik nih !"
"Nggak, ah ! Malas ! Gue mau tidur."
"Ayolah, bro ! Lo harus dateng. Party ini sengaja kita bikin buat lo."
"Buat gue ? Apa urusannya ?" Tanya Andra heran.
"Kita tahu kalo lo lagi patah hati. Makanya, sekarang lo ke sini dan party-party bareng kita."
"Nggak, ah."
"Andra ! C'mon dude ! Gue sama Redi udah siapin ini semua buat lo tau ! Hargain dikit napa ?"
Andra menghela napas panjang. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi selain menurut. "Oke, tunggu gue. 40 menit lagi gue udah di sana."
"Yes ! Gitu dong !" Suara senang Arga dari seberang sana bisa dengan jelas Andra dengar.
Memang, sejak dirinya patah hati karena Ellena, dua sahabat baiknya itu memang selalu tanpa henti memberi semangat untuk Andra agar pria itu bisa move on. Melakukan segala upaya, termasuk memperkenalkan Andra dengan banyak wanita cantik yang sayangnya tidak satu pun bisa membuat Andra beralih dari Ellena seorang.
Sekeras apapun usaha Andra untuk bisa melupakan gadis itu, tidak pernah membuahkan hasil. Andra selalu berputar-putar dan selalu kembali pada titik yang sama, yaitu Ellena, Ellena dan Ellena. Sebenarnya, apa yang gadis itu miliki sehingga Andra hanya bisa memandang padanya dan tak bisa berpaling sama sekali ? Sementara banyak wanita lain yang jauh lebih cantik dari Ellena namun sama sekali tak bisa menyentuh hati dingin Andra bahkan seinci pun.
Tak ingin larut dalam lamunan pedih mengenang perempuan yang sudah di miliki sepupunya itu, Andra segera bergegas berganti pakaian dan kembali mengambil kunci mobil di atas nakas lalu bergerak keluar apartemen dan menuju lift. Tiba di basement apartemen, Andra berjalan menuju mobilnya dan melajukan kuda besi itu membelah jalanan malam kota J yang masih saja ramai meski sudah lewat tengah malam.
"Yey ! Yang di tunggu akhirnya datang juga." Sambut Redi antusias sembari melepas rangkulannya pada seorang wanita yang baru Andra temui malam ini.
Memang, sahabat satunya itu terkenal sebagai playboy cap kadal yang hampir setiap malam selalu berganti teman wanita. Namun hebatnya, meski terkenal f*ck boy level akut, Redi belum pernah meniduri satu pun dari semua wanita yang pernah ia ajak berkencan. Luar biasa, bukan ?
"Jadi ini party yang kalian maksud buat nge-hibur gue ?" Tanya Andra sembari memandang pada sofa bundar yang di penuhi banyak wanita cantik.
"Loh, kenapa ? Lo nggak suka ? Mereka cantik-cantik loh, Ndra ! Anak-anak pengusaha kaya semua lagi. Lo harus banyak kenal cewek-cewek biar lo bisa cepat move on." Jawab Redi santai dengan tangan yang merangkul bahu Andra.
"Ck, gue gak perlu yang beginian, Red ! Di banding buat gue, kayaknya lo yang lebih butuh mereka." Gurau Andra dengan lirikan sinisnya.
"Jangan bilang gitulah, bro ! Gue tahu gue cakep. Tapi, khusus malam ini gue nggak akan gangguin lo buat PDKT sama salah satu dari cewek-cewek ini."
"Yakin nih ?" Tanya Andra menyeringai.
"Oooo.. Jelas !" Jawab Redi dengan senyum cerianya.
Bersambung...
Di dalam putaran lingkaran meja bundar di hadapannya, Andra hanya bisa mendengus sebal. Pasalnya, baru setengah jam yang lalu Redi berjanji bahwa ia akan membiarkan Andra untuk dekat dengan salah satu gadis-gadis cantik itu. Namun, pada kenyataannya, justru Redi malah merangkul kelima gadis itu dan tak menyisakan satu pun untuknya.
Dasar Sahabat menyebalkan ! Ini yang namanya menghibur aku ?
Andra mengumpat kesal dalam hati. Ingin rasanya ia segera berlari keluar dari sana dan kembali ke apartemen untuk bergelung bersama guling di ranjang kesayangannya. Namun, apa daya. Arga yang juga tidak kebagian gadis manapun selalu bergelayut manja seperti perempuan genit. Jika ada orang lain selain mereka yang lewat, maka sudah di pastikan bahwa orang-orang itu akan berpikiran jika keduanya adalah penyuka sesama jenis.
"Gimana, Ndra ? Happy ? Dapat gebetan, nggak ?" Redi bertanya dengan diri yang sudah setengah oleng. Terlalu banyak meminum alkohol nyaris membuat dia hilang kesadaran.
"Gimana mau dapat gebetan ? Orang semuanya lo yang embat." Tukas Andra dengan sangat kesal.
Pesta seperti ini sama sekali tidak menghibur Andra. Justru ia merasa semakin terasing di tengah banyaknya manusia yang mengelilinginya. Rasanya sepi, meski terdengar bising.
"Ya, lo inisiatif dikit dong ! Samperin kek, ceweknya."
"Samperin ? Idih, malas banget !" Andra mengangkat bahunya acuh. "Pulang sama siapa lo ?" Tanya Andra kemudian yang sedikit prihatin melihat keadaan Redi. Sahabat karibnya itu sudah menjatuhkan diri ke atas sofa dengan mata terpejam. Mungkin dia sedang ada masalah dengan keluarganya sehingga bisa hilang kendali seperti sekarang. Karena, Redi dan mabuk adalah dua kata yang sangat jarang bisa di satukan.
"Sendiri." Gumam Redi.
"Ya udah. Gue anter !"
"Hmm."
"Lo juga, Ga !" Tepuk Andra pada Arga yang mabuknya jauh lebih parah di banding Redi.
Niat awal ingin di hibur untuk melupakan seorang gadis manis yang tak mungkin lagi ia raih, justru Andra malah berakhir dengan mengurus dua bayi besar yang sangat merepotkan. Untungnya, bodyguard Redi selalu siap siaga di dalam klub malam itu, sehingga Andra tidak perlu repot-repot sendirian menggotong dua sahabat menyebalkannya itu menuju ke mobil.
Andra berdecak kesal dalam hati. Semenyebalkan apapun Redi dan Arga, dia sama sekali tidak bisa membenci kedua pria itu. Rasa khawatir tetap menghantui Andra jika mereka sedang dalam keadaan seperti ini.
*
*
*
Shanum membaringkan tubuh lelahnya pada kasur baru di hotel yang baru yang sekitar sepuluh menit lalu ia dapatkan setelah dirinya di antarkan oleh pria asing menyebalkan, yang sayangnya cukup begitu tampan. Dirinya memejamkan mata melepas kepenatan yang sudah sejak tadi meracuni isi kepalanya.
Berlari terus seperti ini bukanlah solusi yang tepat untuk ia tempuh saat ini. Shanum sadar, bahwa cepat atau lambat Leo tetap akan mendapatkan dirinya dan membawa Shanum ke hadapan Tuan Syakkir, sang ayah kandung yang masih sangat ia benci.
Sekelabat ingatan masa lalu ketika melihat sang ibu, Hannah yang meregang nyawa di hadapan Shanum masih begitu membekas dan menyisakan luka. Di tambah lagi, dengan kenyataan yang baru ia ketahui setelah kepergian sang ibu bahwa ayahnya ternyata memiliki istri lain selama ini. Semuanya terlalu sulit untuk Shanum cerna pada kala itu. Bahkan, sampai sekarang pun Shanum masih sangat sering bermimpi tentang kenangan buruk itu dalam tidurnya.
"Hahhh... Mommy, apa yang harus Shanum lakukan ?" Desah Shanum putus asa. Setetes cairan bening lolos dari pelupuk mata dan membasahi sprei berwarna putih di bawahnya.
Tak lama kemudian, ponsel gadis cantik itu terdengar berbunyi. Tertera nama uncle Zora di layar benda pipih itu. Segera, Shanum bangkit dan menghapus air mata yang keluar. Jangan sampai adik almarhumah ibunya tahu bahwa dirinya belum sampai di rumah Tuan Syakkir hingga hari ini.
"Ya, Uncle ?"
"Ck, sudah ku bilang jangan panggil Uncle ,Sha ! Aku masih muda tahu !" Dengus pria berumur 34 tahun dari seberang sana. Dirinya memang paling membenci jika Shanum memanggil dia dengan sebutan uncle. Alasannya sederhana, karena dia belum menikah dan karena wajahnya yang tampan dan awet muda.
"Baiklah, kak Zora ! Ada apa ?" Akhirnya gadis cantik itu mengalah. Shanum tersenyum.
"Kamu sudah bertemu daddymu, sweetheart ?"
Senyum Shanum yang tadi mengembang langsung surut seketika. Dirinya memejamkan mata karena jujur ia sebenarnya tidak ingin membohongi Zora. Hanya saja dia juga tak bisa mengatakan kebenaran karena takut Zora akan khawatir dan nekat menyusul dia ke Indonesia.
"Su-sudah, Kak Zora !" Jawab Shanum terbata. Di dalam relung hatinya yang terdalam gadis cantik itu sudah bergumam kata maaf entah yang ke berapa puluh kali yang ia tujukan untuk Zora.
"Are you sure ?"
"Of course ! I'm sure !" Jawab Shanum dengan suara yang di buat-buat ceria.
"Kalau begitu, dimana daddymu ? Aku ingin bicara."
Pertanyaan Zora sontak membuat Shanum kelabakan. Mungkin Zora memang memiliki firasat bahwa saat ini Shanum sedang membuat masalah. Namun, di sisi lain mana mungkin Zora dan Tuan Syakkir bisa bicara sementara Shanum saja belum menemui ayahnya sama sekali.
"Daddy belum pulang, Kak ! Nanti saja kalau dia sudah datang, ya ! Kalau begitu sudah dulu, Shanum mau tidur. Bye !"
Shanum menghembuskan napas lega sambil memeluk erat ponselnya. Semoga saja Zora tidak menaruh curiga, atau bisa di pastikan Shanum akan berada dalam masalah besar jika Zora tahu bahwa dia belum ke rumah ayahnya.
"Maafkan Shanum, Uncle Zora !" Lirih Shanum yang saat ini sedang membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur lagi.
Matanya berusaha ia pejamkan meskipun terasa begitu sulit karena beban pikiran yang masih bertumpuk banyak. Bagaimana caranya dia bisa mencari Ellena dan Ellio, sahabat dan cinta pertamanya jika dirinya selalu di buru oleh Leo layaknya tahanan yang kabur ?
Shanum menghentakkan kakinya berulang kali di atas ranjang. Ia berteriak melampiaskan rasa stresnya karena ulah Leo. Tangannya bergerak memegang kalung prisma pemberian sang ibu yang sudah ia anggap sebagai jimat.
"Loh, kalung aku mana ?" Pekik Shanum yang baru sadar bahwa kalungnya sudah tidak ada lagi terpasang pada lehernya.
Segera gadis cantik berwajah blasteran itu melompat turun dari tempat tidur dan mencari di setiap sudut kamar. Hampir semua tempat tak luput dari pemeriksaan, namun hasilnya tetap saja nihil. Benda berharga bagi Shanum itu tidak ada di mana-mana.
Dua jam mencari hingga ke depan hotel, Shanum akhirnya menyerah dan tertunduk lemas di sudut kamar. Dia memeluk kedua lututnya sambil menangis terisak penuh rasa bersalah pada Hannah, karena tidak mampu menjaga benda terakhir peninggalan sang ibu dengan baik.
"Mommy, maafkan Shanum ! Shanum ceroboh."
Bersambung...
Hari demi hari berlalu tanpa terasa. Bagi seorang pria yang masih menyimpan nama gadis manis yang kini telah berstatus istri sepupunya kini, Andra hanya merasa bahwa tak ada perubahan besar dalam hidupnya. Otaknya masih mematri dengan kuat senyum Ellena di dalam sana yang membuat Andra terkadang tiba-tiba saja teringat gadis itu. Hatinya masih mengukir tajam nama Ellena sehingga terkadang luka karena harus melihat Ellena dan Bima bersama masih terus menganga.
Pagi ini, seperti biasa Andra berjalan santai menyusuri lorong apartemen miliknya dan menuju lift. Sambil menunggu lift terbuka, pria itu bersiul ria sambil memainkan kunci mobil di tangan kirinya.Dan ketika lift sudah terbuka, pria itu tersenyum dan melangkah masuk ke dalam sambil menyapa Mr. Joko, pria paruh baya yang bekerja di gedung apartemen itu.
"Good Morning, Mr. Joko ! How are you ?" Andra mengerling, menggoda pria dengan kumis khas 'wak doyok' itu.
Yang di sapa hanya melengos kesal dan enggan menjawab sapaan Andra. Di liriknya penghuni apartemen lain yang tertawa di belakangnya lalu menyikut perut Andra seraya berbisik pelan pada pria tampan itu.
"Sudah bapak bilang jangan panggil, Mister ! Mas Andra ini kalau di bilangin malah ngeyel." Mr. Joko melirik penghuni apartemen di belakangnya yang di ikuti oleh Andra yang juga penasaran.
"Tuh, lihat ! Penghuni yang lain malah jadi ketawa. Saya kan malu, mas !" Lanjutnya lagi.
Andra tertawa kecil sambil menyenggol bahu Mr. Joko. "Mereka ketawa karena setuju kalau pak Joko memang lebih cocok di panggil mister."
"Cocok darimana ? Dari hongkong ?" Gerutu pria paruh baya itu kesal.
Tak lama berselang, pintu lift kembali terbuka. Andra keluar dari sana dan melambai pada Mr. Joko di ikuti oleh penghuni apartemen lainnya yang juga memiliki tujuan yang sama dengan Andra.
"Thank you, Mr. Joko ! See you !" Andra segera berlari sambil tertawa dan meninggalkan Mr. Joko yang mengomel sendiri di dalam lift akibat ulahnya. Pria paruh baya itu memang selalu kesal karena ulah Andra yang seenaknya menyematkan kata 'mister' dalam namanya yang sama sekali tidak cocok dengan wajah medoknya.
Memasuki mobil pribadi miliknya, Andra segera melajukan mobil itu membelah jalanan padat ibu kota dan menuju ke kantor. Ia harus tetap bekerja meski sebenarnya Andra sangat malas karena pekerjaan bertumpuk yang Bima tinggalkan untuknya.
"Selamat pagi, pak Andra !" Ghea, sekretaris pribadi Andra menyambut sang atasan sambil tersenyum.
"Pagi !" Jawab Andra sekenanya.
Sudah bukan rahasia umum jika sekretaris Andra itu memiliki rasa terhadap atasannya. Sejak memulai kerja 1 tahun yang lalu, Ghea memang selalu berusaha mendekati Andra dengan modus pekerjaan. Meskipun, pria tampan sepupu pemilik Dirgantara Group itu terlihat tidak pernah menggubris. Bukan karena Andra tidak tahu bahwa Ghea memiliki rasa terhadapnya, hanya saja Ghea bukanlah tipe wanita idaman Andra.
"Ini kopi untuk bapak !" Ghea meletakkan secangkir kopi tepat di samping Andra yang tengah sibuk memeriksa beberapa dokumen penting.
Bima sedang tidak bisa ke kantor karena harus mengurus Ellena yang di rawat di rumah sakit. Alhasil, hampir semua pekerjaan Bima di limpahkan pada Andra yang sukses membuat pria itu berpikir bahwa mungkin saja Bima sengaja melakukannya karena dendam pada Andra. Bisa saja, kan ?
"Terima kasih !" Jawab Andra tanpa melirik lawan bicaranya sama sekali.
"Anda sedang apa, pak ?" Tanya Ghea sambil merapatkan tubuhnya pada Andra yang sedang duduk di kursi kerjanya. Tubuh perempuan itu sengaja ia condongkan ke depan demi menarik perhatian Andra.
Andra menghela napas panjang sambil memijit pelipisnya. Kelakuan Ghea yang seperti ini benar-benar membuat Andra frustasi. Andra paling tidak menyukai perempuan agresif dan suka menggoda seperti Ghea. Dia lebih menyukai tipe wanita yang suka tersenyum, ramah, dan bersahaja macam Ellena.
"Tolong kamu keluar saja, Ghea ! Pekerjaan saya masih banyak saat ini." Perintah Andra dengan menahan kesal setengah mati. Tugas dari Bima saja sudah cukup membuat pria bermata cokelat itu pusing, di tambah lagi dengan kehadiran Ghea yang bukannya membantu tetapi malah mengganggu.
"Anda tidak ingin di temani saya, pak Andra ?" Ghea tersenyum kecil sambil memainkan dasi yang Andra pakai.
Tak tahan lagi, Andra menarik paksa dasinya dan berdiri marah. " Jika masih mau bekerja dengan saya, sebaiknya jaga etikamu, Ghea !" Geram pria itu seraya berlalu.
Ghea yang mendengar amarah berisi ancaman yang Andra layangkan hanya bisa berdiri tegang. Ia tak pernah menyangka, bahwa Andra yang kalem dan selama ini memaklumi segala hal yang ia lakukan bisa semarah tadi. Terlebih lagi, pria itu bahkan meninggalkan Ghea dan memilih pergi dari ruangannya sendiri.
Andra tiba di lantai bawah dan menelepon seseorang untuk membawakan mobilnya ke depan kantor. Sekitar 5 menit kemudian, orang yang ia suruh datang dan langsung memberikan kunci mobil pada Andra. Dengan emosi yang masih meledak karena ulah Ghea, Andra melajukan mobilnya tak tentu arah dan pada akhirnya berhenti di sebuah taman yang cukup sepi.
Pria tampan bermata cokelat itu mengambil duduk di sebuah bangku taman sambil memperhatikan beberapa anak yang bermain di depannya.
Andra menghela napas berat. Ia tahu bahwa sikapnya keterlaluan karena sudah memarahi Ghea seperti tadi dan juga malah pergi dari kantor. Ia baru sadar bahwa bisa saja dirinya kena omel berat oleh Bima jika tahu dia tidak menyelesaikan pekerjaan yang sudah di amanatkan untuknya. Tapi masa bodoh ! Untuk kali ini saja, Andra ingin menjadi pembangkang dan melakukan semua hal semaunya. Siapa tahu saja dia bisa bertemu dengan jodohnya di taman ini.
Tanpa sengaja, matanya melirik ke arah samping dan menemukan seorang gadis yang beberapa waktu lalu sempat ia tolong. Shanum. Gadis itu sedang tertegun dengan tatapan lekat memandangi anak-anak yang sedang bermain di depan mereka. Entah sejak kapan gadis itu di sana dan Andra sama sekali tidak menyadarinya.
Saat kedua pasang mata mereka bertemu, mereka sama-sama tersenyum. Pertemuan keempat ini membawa mereka ke sebuah takdir yang tak akan pernah mereka duga. Sebuah takdir yang bahkan akan jauh lebih rumit dan lebih sulit bagi keduanya ketika tahu tentang kisah masa lalu masing-masing.
"Aku masih kesel tau sama kamu, Ndra !" Gerutu Shanum sambil menyikut lengan Andra.
"Loh, kenapa ?" Tanya Andra heran dengan alis terangkat.
"Kenapa kamu nggak tolongin aku pas di kantor daddy ? Kamu tega banget lihatin aku di seret-seret sama Leo."
"Ya, mau gimana lagi ? Aku kan bukan siapa-siapa kamu. Aku nggak berhak ikut campur dalam urusan keluarga kamu sama sekali."
Shanum tersenyum dan menatap Andra dengan lekat. Entah kenapa, melihat senyum Andra membuat Shanum mengingat seseorang yang pernah mampir di hidupnya. Seorang pria dengan senyum lepas penuh makna, persis milik Andra. Ellio. Cinta pertama Shanum yang sampai saat ini belum bisa dia lupakan.
"Sha, kenapa ?" Andra yang sejak tadi melihat Shanum melamun sambil menatapnya bertanya heran.
"Nggak, apa-apa." Geleng gadis itu yang berusaha sebisa mungkin menguasai perasaannya. Ia hampir saja meneteskan air mata di depan Andra karena teringat Ellio.
"Yakin ?" Tanya Andra memastikan.
"Yakinlah !" Shanum tertawa kecil sambil menatap Andra. Membuat pria itu akhirnya percaya bahwa dirinya baik-baik saja walaupun sebenarnya tidak.
Usai bertukar nomor telepon dengan gadis cantik itu, Andra menatap punggung Shanum yang perlahan menjauh darinya. Gadis itu memilih pulang duluan dan meninggalkan Andra yang masih betah duduk di tempatnya. Tapi tak apa, setidaknya Andra sudah tahu nomor gadis itu dan memiliki alasan untuk bertemu Shanum kembali yaitu, kalung milik Shanum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!