NovelToon NovelToon

Istri Yang Tak Kau Anggap

bab 1

" Nayla udah jam berapa ini, kenapa belum ada makanan diatas meja?" Tanya Arga pada Nayla istrinya yang suka mengurung diri seharian di kamar.

" Nggak ada mas. Kamu bisa masak sendiri," sahutnya tak bersalah.

Semakin lama rasanya arga semakin muak dengan tingkah istrinya yang hanya mementingkan diri sendiri. Padahal ia tahu setiap hari suaminya harus pergi kerja dan ia hanya bersantai di rumah.

" Kenapa bisa nggak ada makanan? Dan apa fungsinya kamu sebagai istri jika masalah urusan perut pun harus aku sendiri yang turun tangan? Siapkan aku sarapan pagi! Aku harus berangkat kerja."

Hening.

Arga semakin geram pada istrinya yang bersikap seolah tidak ada orang di rumah itu. Dia malah berdiam diri di kamar menemani putri kesayangannya bermain. Hari-hari yang dilewatinya hanya ditemani oleh putri semata wayangnya.

BRAK!

Terdengar Arga menggebrak meja dengan keras sehingga membuat Nayla terkejut. Jangankan Nayla, bahkan anaknya yang tadinya asyik bermain tiba-tiba menangis karena terkejut. Sementara nayla sibuk menenangkan hati anaknya agar berhenti menangis.

" Hidupku kok apes banget bisa punya istri yang nggak berguna. Kenapa sih ngurus keperluan suami saja kamu tidak becus, hah?" Bentak Arga emosi.

Lagi-lagi Nayla bersikap tak acuh tanpa berniat untuk menanggapi ocehan Arga.

" Kamu dengerin mas lagi ngomong nggak sih?" Teriak Arga dan membuat tangis putrinya semakin menjadi.

Sementara Nayla bersikap seakan hanya ada ia dan anaknya saja saat itu.

" Dasar istri nggak becus! Kamu tahu aku harus kerja setiap hari mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk memenuhi kebutuhan kita. Seharusnya kamu bisa memahami bagaimana lelahnya menjadi aku. Tapi lihatlah dirimu apa kamu sudah melakukan tanggung jawabmu sebagai istri? Aku nggak pernah menuntut banyak darimu, bahkan kerjamu hanya bersantai dirumah pun aku nggak pernah mempermasalahkannya. Semakin aku mendiamkan kamu, lihatlah sekarang apa yang terjadi? Bahkan untuk masalah perut pun aku harus menyiapkannya sendiri," bentak Arga geram.

Nayla tetap bungkam hingga membuat Arga semakin geram.

" Ini lagi kok bisa-bisanya nangis siang malam. Kenapa sih aku harus punya keluarga yang aneh. Yang satunya cengeng, satunya lagi malah kayak patung. Lama-lama aku bisa gila tinggal di rumah ini," teriak Arga sambil mengacak rambutnya yang tadinya sudah rapi kini berubah jadi berantakan.

DIAM!

Nayla berteriak dengan keras membuat Arga melongo saking terkejutnya. Arga sangat tidak menyangka istrinya akan melakukan hal itu. Selama ini tak pernah terlihat Nayla berkata kasar pada orang lain. Baru kali ini Nayla melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh siapapun bahwa ia akan melakukannya.

Selama ini ia selalu terlihat sangat lembut, ramah dan bahkan tak pernah membantah ucapan suaminya yang tak lain adalah Arga.

" Berani-beraninya kamu membentak ku. Kamu pikir kamu siapa, hah? Dirumah ini nggak ada yang bisa berkata kasar selain aku sebagai seorang suami dan juga kepala rumah tangga di rumah ini," ucap Arga tanpa memikirkan perasaan putrinya. Ia bahkan tak berpikir keegoisannya bisa membuat mental gadis kecil itu rusak. Tak jarang Arga dan Nayla bertengkar karena sikapnya yang tak pernah peduli pada darah dagingnya sendiri.

PROK... PROK...

Nayla bertepuk tangan setelah mendengar ucapan suaminya. Ia bahkan lupa apa tujuannya untuk mempertahankan rumah tangganya bersama pria yang sudah susah payah mendapatkan restu kedua orang tuanya. Namun setelah mendapat restu dari kedua orang tua Nayla sikapnya yang asli baru terlihat.

" Kamu selalu menuntut banyak hal dariku. Apakah kamu merasa sudah melakukan tanggung jawabmu sepenuhnya sebagai seorang suami dan juga ayah? Apakah kamu pernah memberikan pelukan yang hangat saat anakmu sedang sakit? Jangankan untuk melihat keadaannya, kamu bahkan tak pernah meluangkan waktu bersama anakmu. Kamu hanya sibuk dengan gadget dan tidur dengan nyenyak. Sementara aku harus begadang semalaman dan seharusnya kamu juga paham posisiku. Kamu selalu saja ingin aku memahamimu tapi kamu bahkan tak pernah berusaha untuk memahamiku. Kuakui kamu memang lelah bekerja, lalu apa kamu pikir aku tak pernah merasa lelah mengurus semuanya sendirian?"

Arga terdiam mendengar ucapan istrinya. Semua ucapan Nayla seakan tidak ada artinya.

" Kenapa kamu diam, mas? Apa kamu bingung harus memberi jawaban apa? Tanpa menjawab pun aku tahu bahwa tebakanku memang benar dan aku atau anakmu tidak berharga di matamu. Kami kamu anggap sebagai masalah di hidupmu," ucap Nayla sambil mengusap kepala anaknya dengan lembut.

" Apa aku salah jika aku lebih mementingkan pekerjaan dari pada masalah pribadi? Kamu pasti tahu bagaimana pekerjaanku. Aku bekerja seharian untuk kalian."

Arga melihat istrinya mengusap mata berkali-kali. Bahkan penampilannya pun terlihat sangat tak terurus.

Sementara Arga selama ini hanya tahu beres. Setelah menikah, semua keperluannya dipenuhi oleh Nayla. Namun saat statusnya berubah menjadi seorang ayah, ia merasa istrinya tak lagi peduli padanya dan lebih mementingkan anaknya seperti sekarang.

" Apa kamu benar-benar nggak bisa menyiapkan sarapan sebelum aku berangkat kerja?"

Melihat anaknya sudah merasa lebih tenang. Nayla langsung bergegas menuju ke dapur melakukan tugasnya.

" Berikan aku uang untuk berbelanja," ucap Nayla saat melihat Arga duduk di meja makan.

" Seharusnya kamu bisa lebih hemat lagi. Sekarang baru tanggal berapa masa kamu udah minta lagi,sih?"

Setiap hari Arga akan berkomentar tentang semua yang dilakukan Nayla. Bahkan  ia selalu meluapkan amarahnya pada Nayla, walau hanya masalah yang sepele.

" Seharusnya kamu sendiri yang pergi berbelanja, mas. Dengan begitu kamu pasti tahu harga barang banyak yang naik. Apa kamu pikir uang yang kamu jatah lima belas ribu sehari itu cukup untuk semuanya? Apalagi kamu selalu meminta menu yang berbeda setiap harinya. Pagi ini saja kamu mencari keributan dengan alasan aku tidak menyiapkan sarapan untukmu. Tapi kenapa kamu tak menyantap makanan yang kemarin malam? Padahal makanan itu masih bagus dan layak untuk dimakan."

" Arga, Nayla, apa kalian ada dirumah?" Terdengar seseorang mengetuk pintu, dia adalah Bu Fatimah pemilik warung yang tak jauh dari rumah Arga.

" Iya bu, kebetulan kami ada di rumah. Memangnya ada perlu apa ya bu?" Jawab Arga menghampiri Bu Fatimah.

" Saya mau menagih hutang Ibu dan Adikmu beberapa hari yang lalu. Setiap Mereka datang ke warung Ibu, mereka mengatakan untuk menagihnya pada kamu dan Nayla," terang Bu Fatimah.

" Baik bu, saya akan membayar semua hutang Ibu."

Arga mengambil dompet dan menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah pada bu Fatimah.

" Lain kali langsung dibayar. Jadi Ibu nggak perlu repot-repot datang menagihnya pada kalian."

Selain memenuhi kebutuhan anak dan istrinya, Arga juga berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan Ibu dan Adiknya. Setiap anak laki-laki akan tetap menjadi milik ibunya walau sudah memiliki keluarga dan setelah menikah seorang perempuan harus mengabdi pada suaminya, begitulah ucap Bu Ratih hingga membuat Arga lebih mengutamakan saudara dan ibunya dari pada istrinya sendiri.

Ayu saudara arga sudah bukan anak-anak lagi. Namun atas perintah Ibunya, Ayu tetap jadi tanggung jawab Arga sebagai saudara laki-laki yang dimilikinya dan berkewajiban untuk memenuhinya semua kebutuhannya.

Setiap kali Ibu dan saudara perempuan Arga datang berkunjung, Nayla selalu menunjukkan ketidaksukaannya pada dua orang yang sangat disayangi suaminya itu. Berharap suaminya bisa bersikap adil, namun Arga tak berdaya untuk membantah keinginan mereka.

bab 2

Seharian di sibukkan dengan berbagai tumpukan kertas rasanya sangat melelahkan. Tak hanya membuat kelelahan, bahkan otak pun tak mampu lagi untuk berpikir dengan jernih. Tak menunggu lebih lama lagi, Arga memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya di rumah.

Setelah sampai dirumah ia dikejutkan dengan sesuatu yang sangat jarang dilihatnya.

" Kok tumben-tumbenan mereka mau bertamu saat aku diluar rumah. Apa mereka  ada perlu ? Atau sebenarnya hubungan mereka sudah membaik? Padahal biasanya mereka datang saat ada keperluan yang mendesak.

Berbagai pertanyaan melintas dipikiran Arga. Tapi tak satu pun ada alasan yang kuat membuat Ibu dan Adiknya tiba-tiba berubah.

Dari dulu Adik dan Ibunya tidak menyetujui keputusan arga untuk menikahi Nayla yang notabenenya hanya wanita rumahan. Baginya wanita karir lebih berkelas dari pada ibu-ibu berdaster. Namun sekeras apa pun Bu Ratih menolaknya, Arga tetap pada pendiriannya untuk menikahi putri tunggal pemilik pesantren itu.

Selain punya paras yang cantik. Nayla juga tipe orang yang ramah dan lembut. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Arga bisa mendapatkan wanita yang jadi idaman para pria itu.

Tak jarang para pengusaha dan Ustadz berlomba-lomba untuk mengambil hati ayahnya agar mendapatkan restu untuk menjadikannya sebagai menantu. Tetapi yang berhasil menarik perhatian sang ayah, ibu dan Nayla adalah Arga.

" Apa hakmu untuk membantah keinginanku? Bukankah uang yang kau punya berasal dari hasil kerja keras anakku?" Terdengar teriakan seseorang dari dalam rumah.

" Udah berani melawan kamu sekarang, hah! Dirumah ini kamu bukan siapa-siapa. Kamu hanya wanita biasa yang diangkat derajatnya oleh kakakku. Kalau bukan karena kemurahan hati kakakku untuk menikahimu, pasti tak akan ada pria yang bersedia untuk menjadikanmu sebagai istri," teriak Ayu tak mau kalah dengan Ibunya.

" Bukan siapa-siapa katamu? Apa perlu aku mengingatkanmu bahwa aku adalah istri sah dari Mas Arga. Dan aku atau pun  anakku jauh lebih berhak dari siapa pun," sahut Nayla.

Tak ingin mendengar pertengkaran mereka lebih lama lagi. Arga segera bergegas menuju ke dalam rumah. Ia tak pernah membayangkan kejadian hari ini bisa terjadi. Walau selama ini antara Ibu dan Istrinya memiliki hubungan yang tidak baik. Tapi mereka tak pernah terlihat adu mulut di  depan Arga.

Beberapa orang ada yang memberi laporan pada Arga tentang kelakuan ibu dan adiknya. Tapi ia tak pernah menggubris perkataan mereka. Ia berpikir itu hanya akal-akalan mereka untuk membuat hubungan keluarganya retak. Apalagi istrinya tak pernah mengeluh tentang saudaranya itu. Sejauh ini perdebatan mereka hanya masalah uang yang jatahnya diberi lebih banyak pada  Bu Ratih oleh Arga dari pada istrinya.

" Bu ada apa, ini?" Tanya Arga. Ia segera mendekati istrinya yang sedang menangis sesenggukan.

" Nak, kamu sudah pulang? Kenapa nggak memberitahu pada kami, kalau kamu akan pulang lebih awal? Andai saja kamu memberitahu Ibu, pasti Ibu dan Adikmu akan memasak makanan kesukaanmu," tutur Bu Ratih bersikap manis.

" Aku bertanya, kenapa ada keributan di rumah ini? Kenapa istriku bisa menangis seperti itu?" Tanya Arga sambil melihat ke arah Nayla.

" Sayang, apa kamu nggak apa-apa? Siapa yang membuatmu menangis?" Tanya Arga pada Nayla.

" Nggak apa-apa, mas. Kenapa kamu terkejut seperti itu? Apa yang kamu lihat hari ini udah sering terjadi dan ini bukan pertama kalinya," jawab Nayla sambil melirik mertua dan saudara iparnya.

Sebenarnya apa yang terjadi? Bukan pertama kalinya dan sering terjadi? Apa selama ini hanya aku yang tak mengetahuinya?

" Maksud kamu apa? Apa kamu ingin menyalahkanku dan putriku? Apa kamu ingin merusak hubungan antara aku dengan anakku?" Tutur Bu Ratih menyela ucapan Nayla.

" Kenapa ibu membuat istriku menangis?" Tanya Arga untuk kesekian kalinya.

" Nggak ada yang membuat istrimu menangis. Dianya saja emang cengeng, dikit-dikit nangis. Kayak anak kecil aja. Seharusnya malu sama umur," jawab Bu Ratih sinis.

Arga melirik ke arah Nayla berharap jawaban yang terjadi pada saat ini. Tapi Nayla sama sekali tak menggubrisnya dan membuat Arga semakin penasaran.

Tak sengaja Arga melihat ke arah yang tak jauh dari posisinya saat ini.

"Tunggu, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ada uang yang berserakan dilantai? Apa kalian sudah tak menghargai hasil kerja kerasku?" Tanya Arga minta penjelasan

Mata Bu Ratih dan AYU tertuju pada uang yang dimaksud Arga.

" Ini nggak seperti yang kamu  pikirkan. Mana mungkin kami nggak menghargai hasil kerja kerasmu, mas. Kita bersaudara, jadi sudah seharusnya kamu tahu gimana Aku dan Ibu."

Arga ragu dengan pikirannya sendiri. Ia merasa ucapan adiknya ada benarnya. Mereka terlahir dari rahim yang sama dan sudah saling mengenal satu sama lain.

" Bisa jelaskan tentang uang-uang ini?" Tanya Arga pada Ibunya dan Adiknya.

" I-iya itu uang Ibu yang direbut sama mbak Nayla, mas. Untungnya kamu cepat pulang, jadi uang itu nggak sempat berpindah ke tangan mbak Nayla."

" Kenapa bisa gitu? Kalian kan, sudah ada jatah masing-masing. Kenapa masih pada rebutan?"

" Udahlah, mas. Semua udah terjadi, jadi nggak perlu diperpanjang lagi," ucap Ayu sambil memungut uang berserakan dilantai.

" Adikmu benar, Arga. Lebih baik kami pulang saja. Kamu juga pasti lelah seharian bekerja. Lebih baik langsung istirahat saja," ucap Bu Ratih.

Setelah kepergian Ibu dan Adik iparnya, Nayla langsung bergegas menemani putrinya bermain. Tanpa peduli dengan kehadiran Arga.

Sementara Arga hanya mengikuti dari belakang karena merasa keberadaannya benar-benar tak dihargai sebagai seorang suami. Tak ada sambutan hangat dari istrinya. Biasanya Nayla selalu terlihat semangat menanti kepulangan Arga. Namun semua berubah dengan perlahan-lahan saat Nayla mengetahui keuangan suaminya dikendalikan oleh mertuanya.

" Apa malam ini kita nggak ada makanan lagi?"

" Ada," jawab Nayla singkat.

" Terus kenapa diatas meja nggak ada apa-apa? Di lemari pun terlihat kosong. Bahkan kulkas terlihat sama seperti saat masih baru, semuanya kosong," ucap Arga sambil memeriksa semua tempat yang biasa mereka gunakan untuk menyimpan bahan makanan.

" Kita hanya punya nasi, kecap dan dua butir telur, mas," jawab Nayla santai.

" Kenapa bisa gitu? Tadi pagi aku sudah memberimu uang untuk keperluan dapur dan aku juga melihatmu belanja di warung langganan kita. Nggak mungkin kamu menjualnya lagi saat aku berangkat kerja, kan? Apalagi menghabiskan semuanya dalam sehari rasanya sangat mustahil."

Nayla menarik salah satu kursi dan duduk tepat di depan Arga. Ia menarik nafas dalam-dalam sembari menatap tajam pada Arga.

" Bukannya ini yang kamu inginkan? Aku membiarkan ibu melakukan apa yang dia mau. Bukannya kamu yang mau aku selalu tunduk pada semua aturan kamu dan juga Ibu?

" Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?"

" Apa kamu lupa setiap kali aku membantah mu, apa yang kamu katakan? Kamu selalu mengatakan bahwa aku adalah istri yang tak tahu diri, nggak berguna. Berkali-kali kamu menghinaku dengan kesalahan yang kulakukan, sekali pun aku nggak pernah berpikir untuk membalasnya. Aku selalu berusaha untuk memperbaiki kesalahanku walau belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Kamu menuntutku untuk melakukan kewajibanku, tapi kita nggak ada bedanya. Kita sama-sama punya kesalahan,  tapi anehnya kamu nggak pernah mengakuinya. Kamu menganggap semua yang terjadi adalah kesalahanku. Apa kamu pernah memikirkan perasaanku? Apa kamu pernah berpikir apa yang dilakukan Adikmu dan Ibu saat kamu nggak ada?"

Arga hanya mematung mendengar penuturan Nayla. Ia bukan tak ingin mempercayai semua ucapan istrinya. Namun ia sulit untuk mengakui semua kekacauan yang terjadi disebabkan oleh ibu dan adiknya. Sangat mustahil rasanya jika orang yang sangat disayanginya adalah pemicu retaknya hubungan antara ia dan Nayla, begitulah pikir Arga.

bab 3

" Kamu jangan menuduh gitu dong. Nggak seharusnya kamu melakukan itu hanya untuk menutupi kesalahanmu. Aku tahu dari dulu kalian suka berantem. Tapi nggak harus cari kesalahan masing-masing juga, kan? Mendingan juga menyadari kesalahan diri sendiri," ucap Arga membuat Nayla tersenyum sinis.

" Emang capek banget ngomong sama orang yang ngerasa dirinya selalu bener. Ngomong tuh suka nggak sadar diri. Kayak dia bisa sadar sama kesalahannya aja."

Mendengar ucapan istrinya membuat Arga semakin kesal.

Sementara Nayla langsung bergegas menuju ke dapur untuk menyiapkan makanan seadanya untuk mengisi perut.

Tak sampai semenit Nayla meletakkan masakannya diatas meja, terdengar seseorang menekan bel pintu utama.

Ting tong... Ting tong... Ting tong...

" Apa kamu yang memesan makanan ini, mas? Kamu selalu protes dengan pengeluaran kita yang bertambah. Tapi kenapa kamu malah menghambur-hamburkan uang kamu, mas? Apa kamu nggak pernah berpikir kalau seandainya kita membeli bahan makanan dengan harga yang sama seperti makanan ini kita bisa berhemat selama beberapa hari?" Tanya Nayla sembari meletakkan pesanan Arga di atas meja.

" Pelankan suaramu," jawab Arga datar.

" Kamu ingin aku berhemat, tapi kenapa kamu nggak pernah mau berhemat?" Tanya Nayla.

" Aku nggak pernah boros. Aku hanya membeli makanan dari salah satu aplikasi. Tapi lihatlah dirimu, aku bahkan nggak pernah melihatmu memoles wajahmu selama kita menikah. Seharusnya jatah bulananmu banyak yang tersisa, tapi sayangnya tebakanku salah besar. Kamu bahkan selalu kekurangan uang. Aku heran entah pergi kemana uang yang selama ini ku beri setiap bulan," sahut Arga tak bersalah.

Ingin rasanya Nayla membalas perbuatan suaminya itu, tapi ia tak berdaya untuk melakukannya. Ia tak ingin tindakannya akan berakibat fatal pada mental putri kecilnya.

" Entah kemana katamu? Apa nggak salah dengar sama ucapan kamu barusan, mas? Apa kamu lupa makanan yang kamu makan setiap hari berasal dari mana? Apa kamu pikir semua kebutuhan kita bisa dibayar pakai daun atau janji-janji manis seperti janjimu pada orang tuaku?"

" Kita membahas yang lain, jadi jangan mencari kesalahanku atau membawa-bawa orang tua. Biar bagaimana pun mereka tetap mertuaku. Orang tuamu adalah orang tuaku juga."

" Lupakan masalah orang tuaku. Apa kamu ada jawaban dari apa yang kutanyakan sebelumnya?"

" Udah deh, jangan diperpanjang lagi. Jatah bulanan kamu akan ku tambah jadi lima ratus ribu. Dengan catatan kamu harus bisa berhemat dan memasakkan menu yang berbeda setiap hari. Katanya orang berpendidikan, tapi kok ngatur masalah keuangan saja kamu nggak bisa?"

" Mendingan kamu jangan kebanyakan gaya deh. Ucapanmu seperti sudah memberiku uang yang sangat banyak. Asal kamu tahu saja bahwa uang yang kamu beri setiap bulan itu nggak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ada kemungkinan uang itu cukup untuk keperluan dapur, tapi kamu suka minta dimasakkan makanan yang harganya setara sama makanan yang di restoran. Belum lagi kalau ibu dengan adikmu mengambil semua stok makanan yang ada," jawab Nayla.

" Jangan pernah membawa masalah dengan melibatkan orang lain. Sekarang kamu berani menyebut nama IBU dan Adikku, tadi mana berani kamu membantah. Jika sikapmu begini terus, pantas saja Ibu nggak pernah menunjukkan rasa simpati padamu," ucap Arga santai tanpa memikirkan perasaan istrinya yang terluka akibat ucapannya sendiri.

Tak peduli dengan tanggapan Nayla. Sementara Arga hanya fokus menghabiskan makanannya tanpa peduli pada keluarganya yang lain yang sedang menahan lapar.  Tak hanya makanan yang dibelinya sendiri, bahkan jatah makan untuk anak dan istrinya pun sudah ludes tak tersisa.

Arga membiarkan piring kotor yang baru saja dipakainya di atas meja tanpa berniat untuk membersihkannya. Ia kemudian mengambil beberapa berkas yang ia bawa sebelumnya dari kantor.

" Mas, apa kamu nggak rindu dengan rumah tangga kita tenang seperti dulu?" Tanya Nayla tiba-tiba duduk di sebelah Arga.

" Tentu saja aku merindukannya. Aku nggak pernah suka sama sikapmu yang bar-bar seperti sekarang," jawab Arga .

" Kalau gitu, apa kamu mau menuruti permintaanku?" Tanya Nayla.

Sementara Arga hanya menanggapinya dengan malas.

"Dari pada kita asing seperti ini tinggal di rumah yang sama. Kalau kamu memang sudah nggak punya niat untuk memperbaikinya, kenapa kita harus melanjutkan hubungan kita yang sudah terlanjur berantakan seperti ini?"

Membuat kata-kata Nayla membuat Arga tercengang.

" Kamu berani mengancamku? Di mataku sebenarnya kamu adalah wanita yang sempurna. Tapi sejak adanya kehadiran putri kita, sikapmu perlahan-lahan berubah mengabaikanku sebagai seorang suami. Belum lagi tentang semua ucapanmu yang selalu mengatakan kejahatan Ibu dan Adikku semakin membuatku merasa muak. Padahal Ibu dan Adikku nggak seperti yang kamu ucapkan selama ini."

" aku nggak pernah berniat mengancam kamu, mas. Tapi itulah sikapmu yang paling ku sesali. Kamu dibutakan oleh rasa sayangmu pada Ibu dan Adikmu. Kamu sampai nggak bisa menilai mana yang salah dan mana yang benar.

" Sebenarnya kemana arah pembicaraan kita?"

" Sudah lama aku merindukan suasana keluarga kita seperti dulu, mas. Sudah lama sekali kita menjadi orang asing seperti sekarang. Dulu, kita saling terbuka. Bahkan hal sekecil apa pun kita wajib untuk nggak merahasiakan apa pun pada pasangan. Sejak lahirnya seorang anak di hidup kita, karirmu semakin membaik dan membuatku merasa kehilanganmu di rumah ini. Selama ini banyak orang yang menghinaku karena aku hanya wanita biasa-biasa. Saat itu kamu selalu melindungiku dan membuatku berharap bahwa kamu pasti melakukan hal yang sama. Seiring berjalannya waktu, apa kamu tahu apa yang terjadi?" Ucap Nayla berkaca-kaca.

" Tebakanku ternyata salah besar. Semakin lama sikap kedua wanita kesayanganmu itu semakin semena-mena. Sayangnya, setiap kali aku ingin memberi tahu kelakuan mereka, aku nggak pernah punya bukti yang kuat. Hari ini semuanya baru bisa kamu buktikan dengan mata kepala kamu sendiri. Tadinya aku berpikir kamu pasti akan percaya sama ucapanku selama ini. Lagi-lagi aku melakukan kesalahan yang sama dengan berharap padamu. Semua yang kamu berikan selama ini sebagai jatah bulanan selalu direbut oleh Ayu dan Ibu. Tanpa ada yang tahu, selama ini kita makan dengan uang tabunganku yang tak seberapa," ucap Nayla sesenggukan.

Arga mencoba melihat kebohongan pada wajah Nayla. Tapi tampaknya semua yang diucapkan oleh Nayla adalah kejujuran.

" Apa kamu masih meragukan semua ucapanku, mas?"

" Bukan begitu, tapi semuanya terasa sulit untuk dipercaya."

" Aku tahu setiap anak akan selamanya menjadi milik orang tuanya. Tapi kamu harus tahu mengambil sikap dengan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Aku nggak pernah mempermasalahkan kamu membagi sebagian gaji kamu pada Ibu dan Ayu. Itu bukan berarti kamu membiarkan keluargamu menderita demi kebahagiaan mereka berdua.

" Tapi mereka Ibu dan adikku. Kalau bukan aku sebagai anak dan seorang kakak, siapa lagi yang akan membahagiakan mereka?"

Mendengar jawaban Arga membuat Nayla tersenyum kecut.

" Kamu benar. Mereka memang Ibu dan saudara satu-satunya yang kamu miliki, tapi Ayu sudah bukan anak kecil lagi. Kalau hanya sekedar memberi ya nggak apa-apa, mas. Apa kamu sadar berapa banyak yang kamu beri?"

" Kamu memberi mereka hampir semua gaji kamu. Tetap saja mereka nggak pernah merasa cukup. Selagi ada yang bisa mereka ambil dari rumah ini, mereka pasti akan mencari cara untuk memilikinya," terang Nayla.

" Lalu aku harus apa, Nayla?"

" Biarkan aku yang memegang semua gajimu setiap bulan. Kalau kamu merasa keberatan dengan permintaanku, kamu bisa memberiku jatah bulanan seperti yang diterima Ibu setiap bulannya."

Permintaan Nayla kali ini tak terpikirkan oleh Arga. Entah yang menyebabkan Nayla berubah. Dulu, berapa pun Arga memberinya uang sebagai pegangan, ia tak pernah mempermasalahkannya. Ingin menerima tawaran yang diberikan Nayla membuat Arga tak tega pada Ibu dan Ayu. Jika menolak, ia juga tak ingin ancaman Nayla benar-benar terjadi.

" Kenapa diam, mas? Apa kamu keberatan?"

" Nggak mungkin aku memberikannya semua padamu. Biar bagaimana pun aku juga harus punya pegangan untuk berjaga-jaga. Gimana kalau uang tetap aku yang memegangnya dan jatah bulananmu aku tambah menjadi lima ratus ribu?" Tanya Arga membuat penawaran.

" Aku nggak mau, mas. Kalau kamu nggak mau menerima tawaranku, lebih baik aku bekerja dan kamu bisa mencari orang untuk bersih-bersih rumah dan masak."

Apa Nayla serius dengan ucapannya? Terus siapa yang akan membayar asisten rumah tangga di rumah ini?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!