...♠︎♤Ada Cinta Di Tanah Mataram♤♠︎...
Di suatu malam, angin berhembus begitu lembut namun dapat menusuk hingga ke sela pori-pori mahluk hidup yang ada. Tumbuhan bergerak laras bagai menyambut malam ini, begitu juga dengan hewan-hewan yang ada_mereka bersaut-sautan seolah saling menyuarakan kebahagiaan mereka.
Alam yang begitu terlihat bahagia itu sepertinya tidak disadari oleh mahluk yang berakal di bumi, manusia. Hanya manusia terpilih saja yang dapat mengerti situasi pada malam hari ini.
Bagai suatu keberkahan, bulan purnama itu dengan perlahan meredupkan cahayanya seolah di telan oleh mahluk tak kasat mata seperti pada mitos-mitos yang beredar di masyarakat tertentu. Wanita serta anak-anak di larang untuk keluar dari rumahnya pada malam itu.
Di antara kegelapan yang begitu mencekam itu terdapat berkat yang di turunkan oleh Dewi Bulan kepada jiwa suci yang beliau pilih langsung.
Perlahan kegelapan itu menciptakan cahaya merah yang menyilaukan mata bagi yang melihatnya. Cahaya merah pekat itu begitu indah dan begitu menakutkan di waktu bersamaan. Malam ini tepat 195 tahun sekali malam gerhana bulan merah total, seperti yang sebelumnya_anak perempuan terpilih berjiwa suci itu di lahirkan di muka bumi ini.
Anak perempuan itu di beri sebuah keberkahan sekaligus kutukan yang mana sisi positifnya anak itu memiliki aura yang sangat memikat bagi orang yang melihatnya_khususnya lawan jenis, sisi negatifnya karena aura yang ia miliki itu marabahaya pasti akan silih berganti datang kepadanya.
Ini merupakan upaya Dewi Bulan untuk memberi kekuatan kepada jiwa suci itu agar dapat menyatukan kedua Dinasti yang sudah lama terpecah.
Disebuah ruangan yang diliputi cahaya jingga kemerahan disebabkan oleh obor-obor serta lilin yang menyala itu, terdapat seorang wanita yang sedang memperjuangkan hidupnya serta bayinya.
Peluh membasahi tubuhnya, begitu pula dengan cengkraman erat pada tubuh suaminya yang begitu kencang. Tabib yang ada terus menuntun nya agar tenang sambil terus mengejan. Suara tangisan bayi itu mulai terdengar bersamaan dengan derai air mata pasangan suami istri itu.
Dengan lembut pria itu mengecup kening wanitanya begitu lama dengan penuh perhatian.
"Terimakasih nimas, terimakasih sudah berjuang, terimakasih sudah melahirkan anak kita dengan selamat" di kecupnya wajah sang istri berulang ulang sambil terus mengucap syukur. Wanita itu tersenyum lembut dengan mata yang sayu, karena rasa sakit dan kelelahan nya perlahan manik mata itu terlelap.
"Kasihku apa yang terjadi?" pria itu panik segera di tenangkan oleh tabib lain yang ada.
"Yang Mulia Gusti Prabu, hamba mohon untuk Gusti Prabu tetap tenang, Kanjeng Ratu hanya kelelahan.Hamba akan memberi ramuan agar tenaganya segera pulih, izinkan Kanjeng Ratu untuk beristirahat Gusti"
Pria itu bernapas lega lalu mengecup lagi kening istrinya, ia melirik pada bayi yang sedang di bersihkan itu dengan perasaan haru.
"Selamat Yang Mulia Gusti Prabu, Ndoro Putri kecil ini begitu cantik" perlahan tabib itu menyerahkan bayi merah itu kepada Ayahanda nya, yang di sambut kaku oleh Raja Samaratungga.
"Cantiknya Ayahanda dan Ibunda" ia tidak dapat menyembunyikan raut bahagianya. "Bagaimana ini? Saya takut menyakiti putri saya?" bayi itu begitu mungil dalam gendongan nya, ia takut tangan kekarnya dapat melukai putrinya sendiri.
Tabib serta Abdi Dalem yang ada di ruangan itu tersenyum bahagia juga.
"Tentu tidak Yang Mulia, Ndoro Putri terlihat begitu tenang dalam gendongan anda Gusti"
Raja Samaratungga menanggapinya dengan tersenyum, ia lalu duduk perlahan di samping istrinya.
"Lihatlah Nimas, putri kita sangat cantik seperti Ibundanya. Cepatlah sehat, kita harus mengurusnya bersama-sama" bisiknya lirih sambil meletakan putri kecilnya di samping Ibundanya yang sedang terpejam.
...♠︎♠︎◇♠︎♠︎...
Alhamdulillah, akhirnya cerita ESEMU (Special Destiny) berhasil aku publikasikan setelah beberapa minggu butuh pertimbangan karena nama-nama tokoh ini menyangkut cerita sejarah Nusantara. Hanya saja, alur dari cerita ini murni dari imajinasi yang aku rangkai menjadi bentuk kalimat dalam paragraf yang ada.
Sekali lagi harap bijak karena alur cerita ini merupakan FIKSI dengan sedikit bumbu sejarah pada jaman Mataram Kuno.
Mohon dukungan nya jikalau berkenan, semoga alkisah ini dapat saya tulis sedemikian rupa sampai menuju ending nya.
Salam hangat, Eisa Luthfi♠︎
...♠︎♤Ada Cinta Di Tanah Mataram♤♠︎...
Udara sejuk menyapu paras ayu seorang Putri yang bernama Pramodawardhani, ia mengeratkan selendang merahnya yang tersampir pada bahunya.
Seperti saat ini, ia tersenyum menatap halaman sekitar Dalem Kaputren yang terlihat basah karena semalam habis di guyur hujan. Tetapi jika ada yang lebih teliti, gadis itu tersenyum sendu sirat akan kekhawatiran yang mendalam. Nyatanya menjadi putri pertama seorang Maharaja di sebuah Dinasti Syailendra yang kehadirannya begitu di perlukan di kerajaan cukup membuatnya tercekik.Ia mendapat limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya, namun tetap saja rangkaian peraturan ke-Keratonan itu membuat jiwa nya yang bebas merasa terhimpit.
Gadis itu memiliki ide yang cemerlang, ia beranjak mengenakan selendang untuk menutupi kepalanya untuk berjaga-jaga kalau langit masih menurunkan hujan gerimisnya.
"Pengapunten Ndoro Putri, kalau Ndoro mengizinkan menjawab, Ndoro Putri mau bepergian kemana Ndoro?"
Pramodawardhani menghembuskan napasnya kesal, sudah berulang kali ia bilang kepada Abdi Dalem_pelayan tangan kanan nya_itu untuk tidak begitu formal jika sedang berdua seperti ini. Wanita itu 5 tahun lebih tua darinya, tentu saja ia merasa tidak enak.
"Saya sudah bilang bukan, jika jangan terlalu kaku seperti ini... Saya ingin berkunjung ke tempat Adimas" Pramodawardhani melanjutkan langkah keluar dari pendopo kamarnya, di luar sudah banyak dayang yang menunggu tidak lupa mengucapkan salam.
"Kalian semua tetap disini, saya akan bersama Ni Arjani. Kalau ada yang mencari katakan saja saya sedang berkunjung di pendopo barat Adimas, mengerti?"
"Mengerti Ndoro Putri"
Gadis itu melanjutkan langkahnya dengan cepat diikuti oleh Ni Arjani di belakangnya.
"Ndoro yakin tidak mengirim surat terlebih dahulu?" bisik wanita itu agar tidak di dengar oleh Abdi Dalem lainnya.
"Saya yakin"
Ucapan dari Ndoronya itu membuat wanita itu berpasrah saja. Ia selalu merasa takjub dengan Ndoronya ini, gadis cantik ini bisa begitu keras kepala dan begitu lembut disaat yang bersamaan. Ia sangat yakin jika Ndoronya di masa depan nanti tidak akan terpengaruh kalau misalkan ada orang yang memiliki niat jahat kepada Ndoronya. Karena Ndoronya itu tidak mudah menyerah bahkan memiliki aura yang sangat mendominasi lawannya.
"Nyuwun pengapunten Ndoro Putri, Pangeran sedang berlatih memanah di belakang. Jadi beliau tidak sedang ada di kamarnya Ndoro" ucap seorang Abdi Dalem barat itu sambil menunduk hormat.
"Baiklah, saya yang akan kesana" tanpa mendengar balasan bawahan nya itu, gadis itu terus berjalan menuju belakang Dalem barat yang sangat luas seperti sebuah lapangan.
"Adimas"
Remaja yang sedang menarik busurnya itu urung mendengar suara lembut yang sangat ia kenali, reflek ia berbalik lalu menunduk hormat kepada Putri Pramodawardhani di hadapan nya.
Pramodawardhani tersenyum lalu mengulurkan tangan adiknya yang di sambut hangat.
"Ndoro Putri kenapa tidak memanggil hamba untuk berkunjung? Mari duduk terlebih dahulu, Ndoro Putri tidak ada yang terluka 'kan?"
Gadis itu tersenyum geli mendengar penuturan adiknya, ia merangkul lelaki yang 3 tahun lebih muda darinya itu. Membuat empunya merasa tidak enak, dan memohon untuk di lepaskan.
"Adimas, sudah berapa kali Yunda mu ini beritahu? Kenapa memanggil Yunda dengan sebutan Ndoro Putri disini? Yunda tidak suka!" gadis itu bersedekap dada juga memalingkan wajahnya, ia berniat mengerjai adiknya.
"Maafkan Adimas Y-yunda, hanya saja Adimas...hanya mengikuti tata krama Keraton"
"Sejak kapan kamu patuh pada aturan disini?" tatapan mereka beradu beberapa detik sampai tawa dari mereka melambung begitu lembut.
Balaputradewa membawa Yunda nya untuk kembali pada pendopo tempat menerima tamu, Abdi Dalem yang ada langsung menyuguhkan teh hangat serta camilan untuk kedua Ndoronya.
"Bukankah melakukan hal-hal yang begitu kaku sangat menyenangkan Yunda? Rasanya perut Adimas seperti menggelitik hingga takut jika sampai tertawa lepas"
Gadis itu terkekeh sambil menutup mulutnya mendengar penuturan adiknya. Kedekatan serta kekompakan mereka di dalam maupun di luar Keraton patut di apresiasi, kecuali tingkah mereka yang sering kali menyelinap keluar dari Dalem untuk menuju pasar maupun hutan tanpa izin.
"Adimas sangat benar, kadang aku merasa lucu sekali melihat semua orang begitu kaku" gadis itu mengela napas lalu menyeruput teh nya. "Yunda ingin sekali hidup bebas seperti yang Yunda dengar dari cerita pedagang asing yang hidup berkelana" ia melirihkan ucapan nya sehingga hanya bisa di dengar oleh mereka berdua.
"Yunda dengar darimana?" lelaki itu ikut berbisik, ia mencondongkan tubuhnya kedepan.
"Yunda dengar dari pedagang kain di pasar kala itu, Yunda juga melihat ada beberapa orang dengan pakaian yang berbeda dan tubuh mereka sangat putih dengan garis mata kecil_sipit_yang begitu indah"
Balaputradewa menegakkan tubuhnya kembali lalu berdehem. "Apa Yunda tidak takut jika mereka itu bukan manusia?" gumamnya lalu menyuapkan jajanan manis kedalam mulutnya.
"Apa maksud Adimas?"
"Adimas pernah mendengar suatu rumor..." ia kembali mengkode Yunda nya untuk mencondongkan diri. "Apakah Yunda tidak penasaran?"
"Ekhem!"
Suara deheman yang begitu maskulin itu masuk ke indra pendengaran kedua remaja itu. Reflek mereka menegakkan tubuh lalu bersimpuh hormat pada pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayahanda sekaligus Raja mereka.
"Selamat petang Ayahanda, semoga berkat serta kesejahteraan Sang Hyang Adi Buddha selalu menyertai Ayahanda"
Pria itu tersenyum hangat melihat putra-putrinya yang tampak akur, disaat kedua remaja itu mencoba mendongak ia langsung mengubah ekspresinya menjadi datar.
"Apa yang dilakukan Putri Pramodawardhani disini? Lalu Pangeran Balapurtradewa, bukankah sore ini jadwalmu untuk memanah?"
Kedua remaja itu meneguk salivanya kasar mendengar nada dingin dari Ayahanda nya, mereka menunduk tidak berani dengan Pramodawardhani yang mencengkam pinggiran jariknya kuat.
"Nyuwun pengapunten Ayahanda, ini semua adalah salah Pramoda yang mengganggu waktu sibuk Adimas. Hamba mohon jangan hukum Adimas.. Ayah, bisa menghukum Pramoda saja" ia bersimpuh di bawah kaki Ayahanda nya. Kalau ada pertanyaan tentang 'Siapa yang paling kamu takuti di muka bumi ini?' makan Pramodawardhani dengan tegas akan menjawab 'Ayahanda serta Ibundanya yang tersayang'.
"Tidak Ayahanda, hamba yang salah karena tidak memenuhi undangan untuk datang ke Dalem Kaputren untuk menemui Yunda. Mohon hukum hamba saja Ayahanda, Yunda tidak bersalah"
Raja Samaratungga tidak dapat lagi menahan tawanya yang terpendam, dengan lembut ia menyentuh bahu masing-masing anak-anaknya menyuruh mereka untuk kembali berdiri. Ia duduk di kursi dan ia mengintrupsi anak-anaknya juga untuk kembali duduk.
"Ayahanda hanya bertanya saja anak-anakku, Ayah tidak berkata akan menghukum kalian bukan?"
Kedua remaja itu menghela napas lega mendengarnya.
....
Manik mata coklat seperti madu itu terbuka di sertai kening yang mengerut, peluh membasahi pelipisnya. Gadis itu bangun dari pembaringannya lalu mengurut pangkal hidungnya, sudah beberapa hari ini setelah ulang tahunnya yang ke-19 tahun, ia jadi sering memimpikan hal-hal yang aneh. Yang membuatnya bertanya-tanya karena pagi harinya ia seakan samar-samar lupa, hanya diingatkan dengan panggilan kepada seseorang.
"Adimas? Siapa itu Adimas?"
Setelah mengacak rambutnya yang sudah berantakan_seperti singa_gadis itu beranjak menuju kamar mandi. Ia harus kembali ke realita sebagai seorang perantauan.
Fajar belum menampakan dirinya, tersisa embun-embun lembab yang akan membuat tubuh mahluk hidup merasa kedinginan. Ia masukan kedua tangan pada masing-masing kantung hoodienya, waktu masih menunjukan pukul 05.20 pagi hari. Akhir-akhir ini gadis itu bekerja shift pagi, membuatnya sesekali menguap karena masing merasakan kantuk.
"Good Morning" sapanya kepada orang-orang yang berpapasan di tempatnya kerja itu.
"Morning Gen, nanti kalau keluar tolong ambilkan buah-buahan potong dari anak kitchen ya?"
Seorang gadis yang di panggil dengan sebutan 'Gen' lebih tepatnya 'Gentari' itu mengacungkan jempolnya keatas. Ia lalu kembali berjalan menuju ruangan staf untuk ber-uniform lengkap, setelah itu ia meminta buah-buahan segar yang sudah di potong lalu menatanya diantara buffet barisan hidangan pembuka.
"Hari ini sudah dibuat section nya belum?"
Gadis bernama Alma yang sedang sibuk menyiapkan aneka juice itu menoleh. "Sudah kok, coba lihat di white board.. Kalo ngga salah kamu jadi greeter deh.. Iya Pak!" Alma menepuk bahu Gentari sekilas lalu berjalan cepat menuju orang yang memanggilnya.
Gentari mengendus melihat sectionnya pagi ini, lagi ia mendapati posisi greeter. Siap-siap saja giginya kering karena harus tersenyum sepanjang pagi ini. Kaki jenjangnya melangkah menuju department front office untuk meminta data-data customer yang akan meramaikan breakfast.
Ia tercengang melihat data-data pagi ini, ternyata terdapat sekitar 315 pax yang akan mereka keluarkan, belum lagi tambahan anak kecil biasanya yang tidak terhitung di data tersebut.
"Oke, Gentari lo harus semangat!" mengepalkan tangan sekilas lalu kembali berdiri di area depan pintu masuk restauran yang nampak elegan sesuai dengan tema restauran ini, western.
...♠︎♠︎◇♠︎♠︎...
Jangan lupa like, vote, favorite atau gift nya hehe
...♠︎♤Ada Cinta Di Tanah Mataram♤♠︎...
Gentari mengipasi wajah dengan note book mininya sambil menyedot es teh manis yang begitu segar. Ia sedang berada di kantin karyawan karena sudah waktunya untuk break selama satu jam. Seorang gadis datang dengan nampan di tangan nya lalu duduk di depan Gentari.
"Nih, bakso urat mercon level 4. Awas aja ya lo ntar ngeluh sakit perut waktu lagi incas" omel Alma kepada rekan satu kost'an nya itu.
Gentari menampilkan cengirannya, "Iya, iyaa.. Lagian 'kan ngga setiap hari juga nih gue makan bakso pedes" di tuangkannya kecap manis ke dalam mangkuk baksonya lalu menyeruput kuah yang masih mengepul itu. "Wah seger banget kuahnya Ma" Alma hanya mengangguk sambil menyuapkan bakso kedalam mulutnya.
Setelah makanan mereka habis, mereka dengan sigap membersihkan meja nya sendiri lalu menumpuk mangkuk mereka ke tengah meja.
"Tuh 'kan dibilangin juga apa, merah-merah noh muka Lo" Alma tertawa melihat wajah memerah dari Gentari, membuat empunya yang sedang sibuk dengan tisu mengendus sebal.
"Oh iya Gen, by the way yang waktu itu lo bilang, jadi tanda tangan nya besok?" bisik Alma dengan mencondongkan tubuhnya.
Gentari mengangguk, "Jadi kok, memangnya kenapa?"
"Gue mau ngajakin lo jalan-jalan sebagai perayaan. Gimana menurut lo?"
"Eum memang mau ngajakin kemana dulu nih?"
Alma membuka ponsel lalu mengetikan sesuatu. "Gue pengen ke sini nih Candi Plaosan, lo udah pernah denger tentang kisah cinta beda agama nusantara ini 'kan?"
"Iya pernah, gue pernah belajar sejarahnya kalo lo lupa. 'Kan kita dari SMP sampe sekarang bareng terus, dasar!"
Alma terbahak mendengarnya. "Gue lupa kalo kita se-bestie itu"
Gentari menutup mulutnya seakan-akan dia mual. "Tapi itu jauh Ma, kita libur cuma sehari"
"Tenang aja Gen, kita berdua nih shift pagi terus 'kan selama beberapa weekend ini. Nah terus... Malem nya ini abis kita pulang kerja, kita siapin tuh barang-barang yang perlu di bawa. Baru besok nya abis pulang kerja langsung aja siap-siap terus berangkat langsung naik bis atau ngga kereta, gimana bagus 'kan ide gue?"
Gentari nampak menimang-nimang keputusan yang akan ia ambil, setelah beberapa menit ia mengangguk setuju. "Oke deh, gue setuju!"
"Sip, seneng banget gue akhirnya ke tempat itu" Alma berdiri lalu meloncat-loncat bahagia, membuat Gentari menutup wajahnya dengan kedua tangan, malu.
"Stop Ma, semua orang ngeliatin ke arah kita tuh gila lo!"
"Hehe mianhae eonnie"
Gentari berdecak melihat wajah sok imut dari sahabatnya itu. "Memang kenapa lo pengen bangen kesana Ma?"
"Lo lupa kalo Papa gue keturunan orang Klaten, ya walaupun Kakek Nenek udah meninggal sih. Tapi gue pengen nostalgia dulu waktu kecil sering banget kalau lagi libur kesitu, jadi kangen deh"
Reflek Gentari menepuk bahu Alma untuk menguatkan sahabatnya itu. "Banyakin doa buat Kakek Nenek lo, semoga tenang disana ya"
Alma tersenyum sendu, "Thanks bestie, lo bener-bener ngertiin gue banget. Jadi kapan-kapan juga lo harus bawa gue ke kampung halaman lo juga, gue pengen banget ke Ubud sumpah!"
Gentari mengendus, "Lo mah, yang wacana ini aja belum terlaksana. Udah buat wacana lain lagi, kalo urusan itu mah gampang ntar kalo dah gajian deh ya bisa lah" kedua gadis itu ber-tos ria lalu terkekeh.
"Oh iya Ma, besok malem gue ada janji sama Vino"
"Mau kemana?"
Gadis itu mengedikan bahunya, "Ngajakin nya mau ke alun-alun, kebetulan 'kan besok dia libur"
Alma berdecak, ia tidak suka dengan gelagat pacar dari sahabatnya itu. Ia pernah melihat kedekatan Vino dengan junior mereka yang bernama Dimsya, tetapi ia ingin mengumpulkan bukti kuat terlebih dahulu sebelum menceritakan kepada Gentari. Karena ia takut jika Gentari tidak percaya padanya dan parahnya jika persahabatan nya nanti akan terancam gara-gara suatu kesalahpahaman.
"Ngga modal banget ke alun-alun, tuh dari jendela gede dari room aja keliatan tempatnya. Emang ngga ada tempat lain apa?" hanya itu yang bisa Alma gerutukan.
Gentari terkekeh, "Yaudah sih biarin aja, yang penting bisa berduaan hihi, lagian ya.. Gue ngerasa akhir-akhir ini jauh dari dia padahal satu tempat kerja, ya lo tau 'kan jadwal kita bagaikan langit dan bumi. Kek misal hari ini aja dia kebagian shift malem abis tu besok nya libur, sedangkan gue liburnya baru lusa. Ah pengen req ke pak Spv tapi males" ia menghela napasnya gusar.
"Ntar ada saat nya lo buat jadwal sendiri bantuin pak Spv Gen, tenang aja" Alma menggoda sahabatnya yang di tanggapin anggukan lemas dari empunya.
"Gue mau ke toilet dulu deh, mau ikut ga lo Ma?"
Alma melirik jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. "Yaudah yuk, sepuluh menit lagi kita masuk!"
...♠︎♠︎....♠︎♠︎...
Gentari tidak berekspektasi bahwa sore harinya kota Surabaya akan di guyur hujan, alhasil ia beserta Alma pulang dalam keadaan basah kuyup karena mereka tidak membawa payung. Walaupun mereka satu kost'an akan tetapi kamar mereka berbeda, tetapi tetap bersebelahan agar kalau ada hal yang mendadak tidak akan terlalu merepotkan harus berjalan jauh.
Gadis itu duduk di kursi belajarnya dengan tangan yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk, setelah setengah kering baru ia menyalakan hairdryer agar rambutnya cepat kering. Ia tidak ingin tambah kedinginan, suara seperti siulan yang berasal dari teko listrik menggema di kamarnya. Lantas ia dengan cekatan meracik coklat hangat untuk memuaskan dahaganya, yah setidaknya ia merasakan hangat walau hanya sebentar saja.
Ia kembali duduk dengan tenang setelah menaruh cangkir porselen di atas meja belajar, laptop kesayangan nya ia buka untuk mengerjakan tugas yang sudah di kejar deadline harus ia kerjakan. Walaupun sudah bekerja, tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bercita-cita. Gadis itu merupakan seorang mahasiswi semester 2 jurusan Sastra Indonesia. Ia ingin dan berharap kehidupannya berjalan seperti sajak-sajak indah yang menggetarkan jiwa, yah realita tidak selalu seindah ekspektasi. Buktinya masalah tidak akan berhenti untuk datang, selama kita hidup pasti berbagai macam masalah akan silih berganti. Namun ia bersyukur, ia masih di beri kesehatan serta di beri pekerjaan yang ia sukai.
Gentari juga menulis beberapa karya novel miliknya di sela-sela bekerja dan nugas, bisa di bayangkan se-ruwet apa otak nya_apalagi kalau jadwal update dan tugas dari dosen berbarengan.
Oh iya sepertinya sebelumnya ia belum memperkenalkan diri.
Namanya Gentari Padma Danastri, arti namanya 'Perempuan mulia secantik teratai merah'. Sampai saat ini ia masih mengulik makna yang pas untuk namanya, entahlah yang terpenting arti namanya begitu indah, itu sudah lebih dari cukup baginya. Lahir di antara 2 kebudayaan yang berbeda, membuatnya terkadang bingung dengan bahasa yang kagok ia ucapkan. Logatnya seperti gadis Bali pada umumnya, bahasa sehari-harinya bahasa nasional 'Indonesia' dan bahasa daerah yang lumayan ia pahami adalah bahasa Jawa, Jawa halus ia paham namun terkadang juga sulit melafalkannya dengan logat khasnya.
Kedua orang tuanya tinggal di Jakarta semenjak menikah, Papa nya pernah bilang... Jika waktu itu beliau masih seorang pujangga, beliau sudah menjadi dosen muda di sebuah fakultas elit di Ibukota. Beliau bertemu Mama nya disaat sedang memantau KKN mahasiswa/i di Ubud, Papa nya disaat itu bertandang ke rumah Kepala Desa untuk meminta izin serta restu untuk anak-anak didiknya. Hingga di waktu menjelang petang, beliau melihat gadis cantik dengan paras ayu nan elok_sedang berjalan ke arah pura hendak sembahyang. Beliau mengamati dari teras rumah menunggu hingga gadis itu selesai, ternyata oh ternyata. Gadis ayu itu merupakan anak tengah dari Pak Kepala Desa tersebut, membuncah sudah perasaan nya. Niat hati meminta restu untuk anak-anak didiknya, seminggu kemudian meminta restu untuk izin mendekati anaknya. Dasar lelaki!
Gentari terkekeh lalu menepuk keningnya sendiri setelah merutuki cerita dari Papa nya kala itu, disaat sedang bercerita_Mama nya hanya menimpali dengan malu-malu. Ah ia jadi sangsi, kenapa sifat kalem Mama nya tidak menurun ke dirinya? Seperti anak sulung pada umumnya, ia berani bertaruh jika 80 persen dirinya menuruni sifat dari Papa nya.
"Huh kangen rumah"
Sontak ia menyambar ponsel untuk memberi pesan kepada Mamanya, ia akan mengirim pesan berupa cerita keseharian nya. Ia bukan tipe yang suka ber-telpon ria kapan saja, jadilah rangkaian kalimat itu ia kirimkan kepada Kanjeng Mama nya.
Atensinya kembali pada layar laptopnya, mengganti ke aplikasi pencarian_ia ingin membaca ulang sejarah Mataram Kuno yang menghasilkan banyak candi pada masanya. Seperti Raja dari Dinasti Syailendra yang membangun candi Borobudur bagi umat beragama Buddha Mahayana, juga Dinasti Sanjaya yang membangun candi Prambanan untuk umat beragama Hindu-Siwa. Oh iya, jangan lupakan tentang candi Plaosan yang akan ia kunjungi bersama Alma lusa. Candi tersebut merupakan hadiah dari Sri Maharaja Rakai Pikatan kepada prameswarinya Maharani Pramodawardhani sebagai ungkapan cinta kasihnya.
Gentari menutup mulutnya terkagum-kagum melihat tulisan-tulisan yang tertera. "Gue pengen di cinta se-gitu dalamnya sampe-sampe candi-pun di kasih, eh tapi lebih bagus istana sih" ia terkikik geli dengan kata-katanya sendiri.
Seketika angin dingin datang meresap kedalam kalbunya. Ia ingat kalau sudah menutup jendela rapat-rapat, Air Conditioner juga tidak ia nyalakan. Lantas kenapa tubuhnya bersa kedinginan?
Dengan segera ia membereskan meja belajarnya serta meneguk habis coklat yang sudah menjadi dingin itu, lantas beranjak menuju ranjang dan menutup diri dengan selimut hangatnya sebatas leher. Disaat mulai terpejam telinga kanan nya berasa berdengung dengan telinga kiri seperti tertiup angin, sontak ia membuka manik matanya. Di teguknya saliva kasar dengan pandangan menyapu kamarnya, ia kembali menghela napas lalu matanya kembali terpejam. Ia jadi sangsi karena kehidupan keluarganya tidak lepas dari hal magis yang mengisi kesehariannya, namun tidak juga disaat sedang sendiri seperti ini para mahluk itu bisa mengganggunya! Pikirnya. Ia merapalkan doa-doa dalam hatinya, berharap ia bisa tenang dan tidak larut dalam ketakutan.
"Nimas!"
Sialan, sepertinya Gentari sudah mulai gila dengan hal-hal aneh yan selalu saja datang kepadanya.
...♠︎♠︎◇♠︎♠︎...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!