NovelToon NovelToon

Rahasia Bos Muda

Dasar manja!

"Masak apa buk? Aku udah laper banget" Ujar Naya yang baru bangun tidur.

"Anak gadis jam segini baru bangun. Kamu lihat tuh jam berapa" Bentak Bu Nilam sambil menumis.

Naya melihat ke arah tembok yang terdapat jam dinding, menunjukan pukul 12 siang. Ia sudah biasa bangun kesiangan karena tidak ada aktivitas apapun yang dilakukan.

"Yaudah buk, aku mandi dulu"

"Tunggu, kamu bantuin ibuk masak setelah itu baru mandi"

"Gak bisa buk, tahu sendiri kan kalau aku gak bisa masak"

Jawaban Naya membuat bu Nilam tersulut emosi, tingkah putri bungsu nya selalu menaikkan tekanan darah hampir setiap hari.

"Kamu tuh perempuan, coba belajar supaya pintar masak. Kalau gak mau berusaha ya gak akan pernah bisa. Jadi orang tuh jangan maunya enak aja dan gak mau susah"

"Kan ada mbak Mila buk. Loh tapi kok aku gak lihat dia, pergi kemana buk?" Naya melihat ke sekeliling namun tidak menemukan keberadaan kakak ipar nya selalu yang diandalkan untuk segala urusan rumah.

"Mbak mu pergi ke dokter" Ujar Bu Nilam ketus.

"Sakit apa buk?"

"Apalagi kalau bukan kecapean? Punya Adik perempuan satu gak pernah mau bantu, dasar manja!"

"Semuanya kan udah jadi tugas mbak Mila, kenapa aku selalu dibawa bawa? Selama ini juga aku mandiri buk karena jarang ngerepotin"

Naya tidak terima disebut manja oleh ibunya dan berusaha untuk membela. Ia merasa harus menikmati momen yang baru beberapa bulan sejak kelulusan SMA nya sehingga ingin bersantai terlebih dahulu.

"Iya ibuk tahu kalau kamu selalu berusaha memenuhi segala keinginan kamu sendiri. Semua orang juga tahu kalau kamu sekolah pakai uang yang kamu cari sendiri karena ibuk gak mampu untuk nyekolahin kamu. Tapi coba kamu renungkan untuk peduli sama keluarga. Mau sehebat apapun kamu tapi kalau gak punya rasa simpati itu percuma, sama dengan egois"

Ucapan bu Nilam membuat Naya terdiam, rasa bersalah mendadak muncul di benak nya. Ia memang mandiri karena berjualan online untuk kebutuhan sekolah nya. Namun hal itu belum bisa membuat ibunya bangga atas kemandirian yang dilakukan.

"Ingat Nay, gak semua hal itu diukur pakai duit. Ibuk gak pernah menuntut kamu untuk cepat cari kerjaan setelah lulus sekolah. Ibuk mau kamu berubah menjadi lebih bijaksana lagi. Keluarga adalah harta paling berharga dan kamu harus menjaga nya"

"Iya buk" Jawab Naya menundukan kepala karena tidak berani menatap mata ibu nya yang tajam.

"Udah sana mandi, habis itu tolong bantuin beresin kamar kakak mu kalau punya kesadaran dan tanggung jawab sama keluarga"

Naya berjalan pergi dengan perlahan mengangkat kaki nya yang terasa lemas. Membersihkan badan dengan segera lalu melakukan perintah bu Nilam. Mulai hari ini dan seterusnya, ia akan berusaha untuk lebih peduli dengan keluarga.

***

"Gimana hasilnya Mil?" Tanya Bu Nilam mengawali pembicaraan di meja makan saat malam hari.

"Masih sama buk"

"Mbak Mila sakit apa?" Ujar Naya.

"Gak sakit apa apa dek, cuman periksa rutin aja" Jawab Zidan, kakak kandung nya.

"Mbak mu itu ngecek kondisi rahim nya biar bisa hamil, gara gara kamu gak mau bantuin ngurus rumah jadi berdampak buruk buat mbak kesehatan nya" Ujar Bu Nilam yang masih berusaha membuat Naya bersikap dewasa.

"Ibuk gak boleh ngomong gitu, semua ini udah ada garisnya. Jangan nyalahin satu pihak apalagi Naya yang gak tau apa apa" Bela Zidan.

"Anak manja ini kan masih imut imut nya, baru juga lulus sekolah masak udah dilibatin sama urusan rumah tangga kami buk?" Mila mencubit pipi Naya dan melempar senyum untuk mencairkan suasana.

Naya tidak senang dengan sebutan manja yang dilontarkan oleh mulut kakak ipar nya. Namun ia hanya bisa diam daripada membuat situasi menjadi buruk lagi setelah berusaha dicairkan.

Selesai makan, Naya membantu Mila menyimpan makanan sisa dan mencuci piring.

"Nah, gini kan adem dilihat nya. Sering sering bantuin mbak mu ya Nay biar bisa cepet hamil karena gak terlalu kecapean" Ujar Bu Nilam yang mengintip di depan pintu dapur.

"Istirahat aja buk, gak perlu khawatir. Aku bisa ngelakuin semuanya sendiri bahkan kalau mbak Mila harus istirahat total juga gak masalah" Balas Naya.

Bu Nilam hanya menggelengkan kepala karena Naya belum sepenuhnya sadar dan masih menyelipkan rasa egois. Melakukan sesuatu agar tidak disebut manja.

"Ngelakuin apapun itu pakai hati Nay jangan cuman karena gengsi"

"Gengsi gimana sih buk? Aku kan udah mencoba berusaha untuk peduli. Masih kurang?" Naya membalikkan badan nya ke arah bu Nilam dengan kesal.

"Udah Nay, kamu lanjut cuci piring aja biar mbak antar ibuk ke kamar ya" Mila menepuk halus pundak adik ipar nya untuk meredam kekesalan.

Bu Nilam digandeng sampai kamar nya dan duduk di atas ranjang dengan kaki yang dipijit oleh Mila.

"Kamu harus ngajarin Naya untuk jadi orang yang baik"

"Ngajarin gimana buk? Orang anak itu udah baik"

"Dia itu masih banyak minus nya Mil, merasa paling hebat. Makanya ibuk coba panas panasin supaya mau berubah. Naya juga masih terpaksa ngelakuin nya belum tulus dari hati"

"Setiap orang kan punya kelebihan dan kekurangan masing masing buk, jangan terlalu keras ngajarin nya. Anak zaman sekarang kalau digituin bisa minggat"

"Biarin aja kalau dia berani gak masalah, justru bagus itu gak nambahin beban pikiran terus"

"Istighfar buk, gak boleh ngomong jelek begitu"

"Astaghfirullah, udah Mil kamu lihat Naya aja sana. Kamu pastikan semuanya beres biar besok enak dilihat kalau udah bersih rumah nya" Bu Nilam menarik kaki nya dari pijatan Mila dan dinaikkan ke atas ranjang untuk bersiap tidur. Ia berharap agar selalu ada kedamaian di rumah sederhana peninggalan almarhum suami nya.

Mila tersenyum manis saat melihat adik ipar nya yang mampu membereskan dapur dengan baik seolah sudah biasa dilakukan. Rasa sedih karena tak kunjung hamil pun langsung sirna karena Naya perlahan bisa menjadi lebih baik. Sematan manja nampaknya akan segera hilang dari sosok gadis cantik itu.

"Pintar banget adikku ini" Puji Mila.

"Biasa aja kak"

"Gak biasa loh dek karena biasanya jam segini masih banyak kerjaan numpuk, tapi sekarang udah beres jadi enteng rasanya gak ada yang mengganjal di pikiran"

Naya semakin merasa bersalah telah membuat kakak ipar nya mengerjakan semua sendiri. Seolah memanfaatkan kebaikan nya yang mau mengabdi untuk keluarga suami.

"Apa benar mbak ucapan ibuk itu?"

"Yang mana Nay? Ibuk kan tiap hari ngomong jadi banyak yang diucapin"

"Katanya mbak belum bisa hamil karena terlalu kecapean mengurus rumah ini"

"Itu gak bener Nay, Mbak selalu.."

Drrtt.. Drrtt..

Ucapan Mila terpotong karena ponsel Naya berdering.

"Sebentar ya mbak, aku angkat telpon dulu"

Mila hanya mengangguk senyum memperhatikan Naya.

"Halo Rat, tumben malem malem gini nelpon?"

"Aku mau nawarin kerjaan nih mau gak?"

"Kerjaan apa? Mau banget kalau kerjaan nya benar dan halal"

Mila khawatir mendengar Naya yang sepertinya akan segera bekerja. Ia hanya berharap supaya adik nya selalu ingat untuk tidak berbuat sesuatu yang akan merugikan diri sendiri.

Wanita Panggilan

"Aku tunggu besok bye" Ujar Naya mengakhiri panggilan telepon dengan Ratih.

"Besok aku kerja mbak"

Naya memeluk Mila dengan sangat erat, hati nya berbunga bunga bagaikan menemukan uang sekarung. Gigi putih terlihat bersamaan dengan senyum lebar nya yang manis.

"Alhamdulillah Nay, Mbak seneng denger nya. Kamu mau kerja apa?" Balas Mila menanggapi kabar gembira dari adik ipar.

"Emm belum tahu mbak, Ratih cuman bilang di kos kos an. Paling beberes atau jadi ibu kos hehe"

Mila gemas dengan tingkah Naya yang sedang bahagia. Ia meletakkan harapan besar untuk nya agar bisa membantu perekonomian keluarga yang selama ini hanya bergantung kepada Zidan dengan menjadi OB di kantor swasta.

"Kalau nanti kamu udah punya penghasilan, tolong bahagiakan ibuk ya Nay karena kakak mu belum bisa ngasih apapun yang ibuk mau"

"Iya mbak tenang aja, walaupun aku sama ibuk sering berdebat tapi aku tetap sayang dan mikirin ibu terus. Salah satu alasan aku berhenti olshop an juga karena hasil nya gak menjamin, jadi aku coba cari kerjaan yang jelas hasil nya"

***

"Kemana anak itu kok gak ada di rumah? Apa main sama teman nya? Tapi tumben sepagi ini udah gak di rumah, biasanya kan masih tidur" Gerutu bu Nilam yang tidak menemukan keberadaan Naya.

"Ada apa buk, kelihatan nya cemas gitu" Ujar Naya heran melihat mertua nya mondar mondar dari tadi.

"Kamu lihat Naya gak? Tuh anak kebiasaan kalau mau pergi gak pernah bilang" Bu Nilam kesal sekali dengan tingkah putri nya yang masih belum berubah. Lagi lagi membuat tekanan darah nya naik.

"Ke warung mungkin buk. Udah gak usah dicari, Toh Naya udah besar sekarang"

"Adikmu itu masih gadis, banyak yang ngincer dia. Ibuk gak mau ada orang yang gangguin atau coba macem macem. Ngapain juga ke warung sepagi ini, baru juga jam setengah 6 itu warung belum buka"

Mila baru teringat jika hari ini Naya akan pergi bekerja. Namun ia ragu kalau adik ipar nya sudah pergi untuk itu. Masak gak ijin dulu sama ibuk dan kakak nya, tapi kebiasaan nya dari dulu memang jarang ijin kalau mau pergi kemanapun.

"Nanti Mila coba hubungin Naya buk, gak perlu terlalu khawatir" Mila menepuk pundak Bu Nilam untuk menenangkan nya.

"Ibuk cuman takut kalau adikmu beneran minggat dari rumah. Itu kan yang kamu bilang kemarin?"

"Gak mungkin lah buk, aku bilang gitu supaya ibuk gak terlalu keras sama Naya yang usia nya baru 17 tahun. Wajar aja anak segitu karena masih bandel bandel nya"

"Kamu lihat aja sana ke kamar Naya, koper yang ada di atas lemari itu gak ada. Baju nya juga tinggal beberapa"

Naya memang tidak memiliki banyak baju karena ketidakmampuan untuk membeli nya. Jadi kalau ada yang berkurang satupun bisa kelihatan. Apalagi lemari kayu nya juga memiliki ukuran yang kecil sehingga barang barang di dalam nya mudah untuk diingat.

Mila memilih untuk tidak memberitahukan soal pekerjaan Naya. Ia ingin memastikan terlebih dahulu daripada nanti nya salah bicara. Tarikan panjang nafas dan hembusan itu menandakan kalau ia sangat cemas. Sebisa mungkin berusaha ditutupi agar tidak membuat mertua nya semakin khawatir.

***

"Ini tempat nya" Ujar Ratih menunjukan jari telunjuk ke arah Kos kos an dengan ukuran yang cukup besar. Terdapat 5 lantai dan untuk tiap lantai ada 15 kamar kos.

"Wah, baru kali ini aku lihat kosan bagus banget. Udah kaya hotel aja" Naya berdecak kagum melihat desain kos an yang modern. Mata nya menatap kesana kemari dengan senyum lebar menghiasi bibir. Ia membayangkan harga sewa setiap kamar yang pasti sangat mahal. Mobil mobil mewah juga banyak yang terparkir di area dalam. Menandakan jika hanya orang kaya saja yang mampu menyewa kos an itu.

"Gak perlu kagum berlebihan gitu Nay, aku sih udah biasa ya karena sejak SMP..."

"Masuk yuk, gak sabar aku pengen lihat ke dalam" Naya langsung menarik tangan Ratih tanpa mendengarkan kelanjutan ucapan yang dipotong oleh nya.

"Pagi neng, Wanita panggilan baru nih? Cantik banget ya kulit nya kuning langsat, mulus juga" Sapa Security yang berjaga di depan pos gerbang pintu masuk. Ia menatap Naya dari atas kepala sampai ke ujung kaki dengan tatapan genit dan senyum mesum.

"Wanita panggilan apa Rat? Security itu juga udah tua kenapa godain kita?" Bisik Naya ke telinga Ratih karena merasa risih dengan security yang terus menatap nya.

"Kita masuk dulu ya pak" Ratih tidak menghiraukan bisikan dari teman nya. Ia menggandeng tangan Naya untuk berjalan masuk meninggalkan security di depan.

"Kalau bisa biar saya cicipin dulu ya neng hehe" Teriak security dari kejauhan.

"Saraf nya kena kali ya? Bukan nya fokus sama kerjaan, eh malah genit gak jelas"

Ratih hanya tersenyum mendengar ocehan Naya yang polos. Seolah tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri nya yang sudah masuk ke dalam perangkap.

"Kamu tunggu disini dulu, biar aku pesan kamar" Ujar Ratih menyuruh Naya duduk di sebuah sofa empuk berwarna merah.

"Kita tinggal disini? Aku pikir cuman jadi tukang beberes terus cari tempat lain buat tidur" Naya harus rela untuk tidak tinggal bersama keluarga nya karena jarak kos dengan rumah cukup jauh. Perjalanan yang ditempuh dengan mobil pun memerlukan waktu selama 3 jam.

Ia baru teringat jika belum sempat mengabari orang rumah, namun sejenak berpikir untuk mengabari nanti saja setelah selesai dengan urusan ini. Daripada harus repot untuk membuka koper karena ponsel nya berada didalam.

Lagi dan lagi, Ratih hanya tersenyum dengan kepolosan Naya yang tidak tahu mau diapakan oleh nya. Tanpa menjawab pertanyaan, Ratih berjalan meninggalkan Naya di ruang tunggu.

"Sebentar lagi, kamu akan kehilangan keperawanan yang terjaga selama ini" Batin Ratih tersenyum licik.

"Halo cantik, gadis manis" Sapa seorang wanita paruh baya yang berpenampilan modis dan terlihat segar dengan polesan make up tebal. Wanita itu datang menghampiri Naya, sesaat setelah kepergian Ratih.

"Halo juga tante" Jawab Naya gugup. Ia masih belum mengetahui orang orang yang ada didalam kos tersebut. Terasa asing bagi nya apalagi ditinggal seorang diri oleh teman yang membawa diri nya kesini.

"Panggil saya madam Jeli, Nama kamu siapa?" Madam Jeli mengulurkan tangan nya ketika duduk di sebelah Naya.

"Saya Naya"

"Masih perawan?"

Naya tersentak kaget mendengar pertanyaan itu. Ia mulai curiga dengan sikap aneh orang orang di sekitar yang keluar masuk dengan membawa pasangan tanpa terkecuali. Mata nya tidak berkedip melihat sekeliling.

"Maaf madam, saya kesini diajak teman untuk.."

"Biasalah itu, ayo ikut saya" Madam Jeli tidak ingin berlama lama mengobrol dengan Naya sehingga langsung menarik tangan nya.

"Kemana? Saya nunggu teman disini"

"Kamu diajak sama Ratih kan? Ayo ikut aja, gak usah banyak nanya karena saya yang akan ngasih kerjaan sama kamu" Ujar madam Jeli kasar.

Tubuh Naya merinding ketakutan dengan sikap kasar wanita itu. Namun ia terpaksa menuruti nya dan berusaha menghilangkan pikiran buruk tentang tempat ini. Keringat mulai keluar hingga membuat nya semakin merasa tidak nyaman, padahal sedang berada di ruang ber AC.

Mereka menaiki sebuah lift yang menuju ke lantai paling atas. Terdapat beberapa orang yang bergandengan dengan pasangan masing masing di dalam lift tersebut. Naya semakin ketakutan dan hanya bisa berdoa agar tidak terjadi hal buruk kepada diri nya.

"Silahkan masuk Cantik" Madam Jeli membukakan sebuah kamar Kos yang terlihat sangat istimewa. Terletak paling ujung dan hanya terdapat satu kamar saja dengan ukuran luas.

Naya berjalan mengangkat kaki nya perlahan ke dalam kamar itu. Langkah nya terhenti saat melihat seorang pria muda yang tampan sedang duduk di dekat jendela dan menghirup rokok dengan santai. Sebuah ranjang mewah dihiasi oleh berbagai hiasan bunga serta tercium wewangian yang khas, persis seperti kamar pengantin baru saat malam pertama. Sejenak ia terdiam mengamati untuk mencoba mencerna semua nya. Namun tiba tiba pintu kamar dikunci dari luar oleh madam Jeli.

Brakk.. Ceklek..

"Madam, buka pintu nya. Tolong jangan kunci aku disini" Teriak Naya panik terus menggedor pintu dengan sekuat tenaga.

"Hahahaha kamu nikmati saja Gadis manis, Layani Bos muda dengan baik" Ujar madam Jeli terdengar kegirangan karena akan mendapat untung besar.

"Aku gak mau, lepaskan aku, tolong siapapun diluar tolong aku" Naya terus saja berusaha meminta bantuan. Namun percuma karena kamar itu jauh dari orang orang sehingga tidak akan ada yang mendengar.

"Berisik!" Pria tampan yang disebut bos muda oleh madam Jeli itu mendekat ke arah Naya dengan tatapan kejam seolah akan memakan nya.

Gak doyan!

Naya meneteskan air mata dengan sedikit sesenggukan menahan rasa sakit di hati nya akibat jebakan yang dilakukan oleh teman sendiri. Kepercayaan dan harapan yang diberikan Ratih telah runtuh seketika. Hanya penyesalan yang menyelimuti tubuh gadis manis tersebut. Ia ingin sekali meminta bantuan kepada keluarga nya. Namun apalah daya, semua barang barang serta ponsel nya berada di ruang tunggu.

"Tolong jangan sakiti aku hiks hiks" Naya berusaha memohon karena hanya itu harapan terakhir nya sekarang.

"Apa aku salah dengar? Hahaha, wanita panggilan di depan ku meminta untuk tidak disakiti? Baiklah, aku akan bermain secara halus. Aku Gavin, kalau kamu Naya kan?" Bos muda itu mencolek dagu Naya.

"Aku bukan wanita panggilan!" Tangis Naya berubah menjadi amarah yang begitu membara. Ia tidak bisa terus memohon karena akan sangat percuma. Memberontak adalah jalan keluar saat ini daripada harus tunduk kepada orang orang kejam disekitar.

"Apa kamu bercanda hai gadis manis? Atau kamu dijebak seperti gadis gadis lugu lainnya?" Bisik Gavin mendekatkan mulut nya ke telinga Naya.

Naya semakin kesal dengan senyuman yang di berikan Gavin Seolah memandang nya sebagai perempuan tidak berharga. Ia mengepalkan tangan seolah ingin memukuli pria itu, namun tenaga yang dimiliki tidaklah cukup untuk melakukan nya.

"Aku akan menuruti semua keinginanmu, kecuali melayani nafsumu!"

"Kamu adalah wanita panggilan, selesaikan tugas mu lalu pergi dan selesai. Kita tidak akan bertemu lagi setelah nya"

"Kamu pikir gampang melepaskan harga diri ku untuk pria sepertimu?" Naya mendorong tubuh pria itu untuk sedikit menjauh.

Hari semakin terik. Panas matahari seolah terasa menyengat dalam tubuh Naya, padahal kamar itu bersuhu dingin dan tidak ada sorotan matahari yang masuk ke dalam. Keringat bercucuran mengalir disertai nafas tidak beraturan.

Gavin kembali menghidupkan rokok nya dan terduduk di tempat semula dengan memandang ke arah luar jendela. Naya kebingungan dengan situasi ini hingga masih berusaha agar bisa keluar dari kamar itu. Berkali kali ia coba membuka pintu dengan mendobrak nya, namun sia sia karena tenaga yang dia punya tidak seberapa.

"Istirahatkanlah tubuh mu daripada harus membuang buang energi secara percuma" Ujar Gavin sambil mengembuskan asap rokok.

"Gak! Lebih baik aku mati daripada harus melayani mu"

"Aku gak akan menyentuh mu sedikitpun. Harga diri ku sudah hancur sejak kamu menolak secara mentah mentah!"

Naya kembali menangis tersedu sedu. Ia terduduk dengan sandaran pintu. Tubuh nya mendadak lemas tak bertenaga. Ada rasa lega dengan perkataan Gavin, namun tetap waspada karena orang seperti nya cukup sulit dipercaya. Suara tangisan Naya membuat pendengaran Gavin terganggu hingga ketenangan yang dirasakan nya tadi mendadak hilang.

"Tolong diam! Aku tidak suka kebisingan!" Bentak Gavin bernada suara tinggi.

"Aku ingin menghubungi keluarga ku" Ujar Naya lirih.

"Ck, kamu inget nomer keluargamu gak? Nih aku pinjamin ponsel. Tapi ingat, jangan buat mereka khawatir. Cukup kabari dan bilang kalau kamu baik baik aja. Ngerti?" Gavin menyodorkan ponsel milik nya dengan sukarela. Berharap agar tangisan Naya segera berakhir setelah menghubungi keluarga.

***

"Mil, perasaan ibuk gak enak" Ujar bu Nilam saat dipijat kaki nya pada malam hari. Usia yang menginjak 58 tahun membuat ibu dua anak ini merasa cepat lelah, terutama rasa pegal di kaki yang hampir tiap hari dirasakan. Pijatan rutin dilakukan Mila sebagai bentuk pengabdian nya untuk ibu mertua.

"Gak enak kenapa buk? Mikirin Naya?" Balas Mila dengan terus memijat kaki mertua nya.

"Iya Mil, Zidan gak pulang, Naya juga gak di rumah. Rasanya campur aduk mikirin dua anak itu" Bu Nilam terus mengelus dada nya dan menghembuskan nafas panjang. Raut wajah khawatir terlihat dengan tatapan mata yang berkaca kaca. Sangat menggambarkan kondisi hati nya yang sedang tidak baik.

Mila mengerti kondisi yang dialami mertua nya sangatlah wajar. Apalagi kedua anak yang selalu menemani nya sejak kepergian suami tercinta. Namun ia tidak bisa melakukan apapun selain berusaha menenangkan dengan sebuah perkataan.

"Mas Zidan kan ke luar kota sama rekan kerja nya buk. Nah kalau Naya juga baru dapat kerjaan, harusnya ibuk senang dong karena kedua anak nya sama sama pergi mencari uang untuk kita"

"Tapi ibuk gak tenang Mil, kalau Zidan sih gak masalah toh ibuk juga gak keberatan karena biasa ditinggal sama dia. Tapi Naya.." Bu Nilam tidak mampu melanjutkan perkataan nya karena air mata mulai berlarian keluar.

"Jangan nangis buk, Naya itu sudah besar. Selama ini juga dia perempuan yang mandiri, biasa cari uang sendiri" Mila memeluk bu Nilam dengan lembut. Hati nya tidak sanggup melihat sosok yang sudah seperti ibu kandung nya menangis karena ditinggal anak perempuan pergi bekerja.

Meskipun tadi siang sudah mendapatkan kabar dari Naya, namun seorang ibu seolah mendapat firasat jika putri nya sedang tidak baik baik saja.

"Kamu beresin rumah aja Mil, ibuk pengen sendirian"

Mila keluar dari kamar bu Nilam dengan perasaan cemas. Ia tidak tinggal diam, ponsel yang berada di atas meja makan diraih nya untuk menghubungi Naya. Berkali kali ia menekan nomer adik ipar nya namun tidak ada jawaban.

"Jangan hubungi nomer ini lagi ya mbak, soalnya minjem ponsel orang lain" Larangan Naya tadi siang di sambungan telepon terngiang ngiang di benak Mila. Namun dengan terpaksa, nomer itu ditekan agar bisa tahu kabar dari nya.

Tut.. tut..

"Halo, siapa?"

Deg.. Jantung Mila berdegup kencang saat mendengar suara laki laki dari nomer yang dipakai Naya tadi. Pikiran nya berantakan tidak karuan memikirkan adik ipar. Ia mengira jika nomer itu adalah milik Ratih, tapi ternyata bukan. Hingga orang itu menutup telepon nya karena Mila tidak mampu bersuara. Tangan yang memegang ponsel mendadak bergemetar, ia hanya bisa berdoa agar Naya tidak berbuat sesuatu yang buruk.

***

"Siapa sih malem malem gini nelpon? Gak jelas banget, udah diangkat malah gak ada suara nya" Gumam Gavin lirih.

Ia menatap Naya yang tertidur diatas ranjang dengan pulas. Wajah nya terlihat kelelahan seolah menanggung beban besar. Rasa kasihan muncul dalam hati Gavin hingga keingintahuan nya tentang gadis itu semakin besar.

"Ngapain ngeliatin aku!" Bentak Naya saat membuka mata nya perlahan dan terlihat wajah Gavin. Ia bangun dari ranjang lalu berdiri menjauh.

"Gak usah geer, siapa juga yang ngelihatin" Balas Gavin mengelak.

Naya hanya diam saja sambil memegang gagang pintu dengan ketakutan. Ia menyesal karena telah ketiduran saat tidak sengaja memejamkan mata tadi siang. Setiap lekuk bagian tubuh nya diperhatikan untuk memastikan Gavin tidak berusaha menyentuh nya saat tertidur tadi.

"Aku gak ngapa ngapain kamu ya, gak doyan!"

"Bagus deh, aku juga bukan makanan yang bisa kamu cobain seenaknya" Naya tersenyum sombong seakan menang dari Gavin yang gagal merenggut harga dirinya.

***

Ratih dan madam Jeli merayakan keberhasilan mereka dalam menjebak Naya. Malam ini merupakan malam yang membahagiakan karena akan mendapat banyak uang dari bos muda.

"Rasain kamu Nay, akhirnya aku bisa membalaskan dendam ku. Beraninya dulu kamu hina aku dan sekarang? Kamu akan hidup dengan sebuah aib hahahaha" Ujar Ratih puas.

"Saya akan bawa Naya untuk menjadi milikku sepenuhnya, berapapun akan saya kasih untuk madam" Ujar Gavin menggandeng Naya di depan pintu kamar, tempat Ratih dan madam Jeli merayakan kebahagiaan mereka.

Mulut Ratih menganga seolah tidak percaya dengan perkataan Gavin. Ia tidak rela jika Naya harus berakhir bahagia dengan Bos muda itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!