NovelToon NovelToon

Duo Joker

Calon Untuk Dipa

Di kediaman Abi sudah berdatangan anak dan cucunya. Hari ini sedang diadakan acara syukuran empat bulanan Asha. Akhirnya istri dari Azzam itu mengandung juga. Dan yang paling menggembirakan, Asha mengandung janin kembar. Artinya semakin bertambah saja keturunan kembar dalam keluarga Hikmat.

Semua cucu keluarga Hikmat datang berpasangan, kecuali Dipa, Gilang, Bianca dan Suci. Keempat orang itu masih betah melajang sampai sekarang. Untuk Bianca dan Suci ada pengecualian karena keduanya masih menyelesaikan kuliahnya. Gilang juga baru memulai kuliah S2-nya. Tapi yang paling mengkhawatirkan adalah Dipa. Usianya sudah menginjak 28 tahun, namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda pria itu akan segera mengakhiri masa lajangnya.

Usai pengajian, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Abi bersama yang lain memilih duduk di ruang tengah. Mereka akan membicarakan masalah penting hari ini. Apalagi kalau bukan masalah jodoh Dipa.

“Apa ada usulan buat calonnya Dipa?” tanya Abi.

“Adik sepupunya Zayn belum menikah. Dia baru aja selesai kuliah, cuma belum pulang dari London,” ujar Anfa.

“Siapa namanya?”

“Emma. Dan belum tahu juga kapan dia pulang.”

“Kalau menurutku, lebih baik kita kenalkan lebih dari satu orang sama Dipa. Biar dia putuskan mana yang cocok untuknya,” usul Juna.

“Aku setuju. Cucu dari temanku juga ada yang mau kenalan sama Dipa, namanya Aneska. Dia sekarang kerja di perusahaan telekomunikasi, di bagian HRD-nya,” sahut Jojo.

“Aku juga mau mengenalkan cucu temanku, namanya Risna. Dia dosen yang mengajar Suci,” sambung Cakra.

“Sambil nunggu Emma pulang, ngga apa-apa kita kenalkan saja mereka. Aku juga punya satu calon,” seru Abi.

“Siapa?” tanya Juna, Jojo dan Cakra bersamaan.

“Namanya Keira. Dia anaknya Arnav, temannya Nick. Sekarang dia bekerja sebagai tour guide di salah satu perusahaan travel. Umurnya 26 tahun.”

“Nah boleh juga tuh. Vin, kamu ngga punya usulan?” Cakra melihat pada Kevin.

“Emang harus? Kan udah diwakilin sama kalian semua.”

“Dia mana peduli. Cucunya udah nikah semua. Makanya aman sentosa. Dia mana mau mikirin buat yang lain. Buat cucunya sendiri aja idenya mampet, apalagi mikirin ide cucu yang lain,” tutur Abi panjang dan sukses membuat Kevin melengos.

“Nungguin Kevin ngasih ide, sama kaya nunggu matahari bersinar di hujan badai,” ceplos Cakra.

“Hahaha..”

Tidak ada tanggapan dari Kevin. Pria itu terlihat santai. Memang benar kalau semua cucunya sudah menikah. Dan dia juga tidak punya ide apalagi calon untuk dikenalkan pada Dipa.

Di tengah perbincangan mereka, nampak Suci melintas. Tangan Juna melambai, memanggil cucunya itu. Suci segera mendekati grandpa-nya.

“Panggilkan Dipa,” seru Juna.

“Siap, grandpa.”suci melanjutkan langkahnya menuju halaman belakang. Matanya langsung mencari keberadaan Dipa. Kemudian dia melihat ke arah rumah pohon. Kakak sepupunya itu sedang berada di sana bersama dengan Gilang, Alden dan Fabian.

“Bang Dipa! Dipanggil grandpa!” teriak Suci dari bawah.

Mendengar itu, Dipa segera turun dari rumah pohon. Dia segera masuk ke dalam dan menghampiri pada tetua yang masih berkumpul. Cakra melambaikan tangannya lalu menepuk ruang kosong di sebelahnya. Dipa segera mendekat lalu duduk di sebelahnya.

“Dipa.. berapa umurmu sekarang?” tanya Cakra sambil menepuk bahu cucunya.

“28, eyang.”

“Kamu belum mau menikah?”

“Mau sih, tapi…”

“Tapi kenapa? Eyang lihat kamu tuh ganteng, sudah punya pekerjaan dan eyang dengar banyak perempuan yang mau sama kamu, tapi kamu tolak semua. Kenapa?”

“Belum ada yang sreg aja, eyang.”

“Terus yang bikin sreg kamu yang seperti apa?”

“Ngga tahu juga eyang. Aku ngga bisa bilang seperti apa tepatnya. Tapi yang pasti, kalau aku ketemu yang pas, aku akan bilang ke eyang.”

“Begini.. eyang, kakek, grandpa dan KiJo punya beberapa calon yang mau dikenalkan padamu.”

“Kok aku ngga disebut?” protes Kevin.

“Emangnya kamu ngasih calon?” Cakra bertanya balik.

“Juna juga ngga kasih calon, tapi tetap disebut.”

“Aku nyumbang ide dan aku juga punya calon yang mau dikenalkan pada Dipa,” jawab Juna santai.

Kevin hanya berdecih saja mendengar jawaban sahabat sekaligus besannya itu. Tapi memang benar juga apa yang dikatakannya. Dia memang tidak memberi ide atau mempunyai calon untuk Dipa.

“Kata siapa aku ngga punya calon?” sela Kevin akhirnya.

“Oh ya? Siapa?” tanya Abi penasaran.

“Kepo. Tunggu aja tanggal mainnya.”

“Cih.. sombong banget,” Cakra.

“Perasaan ngga enak,” Juna.

“Kok aku ngga percaya ya,” Jojo.

“Masih berharap ada keajaiban,” Anfa.

“Jangan-jangan yang dibawa Kevin itu waria,” Abi.

Sebisa mungkin Kevin mempertahankan wajah datarnya. Padahal pikirannya sudah berkelana, kemana dia akan mencarikan calon untuk Dipa. Tapi demi menjaga harga dirinya, dia tetap harus menemukan seorang gadis yang bisa dikenalkan pada Dipa.

“Eyang, bisa lanjut pembicaraannya?” tanya Dipa.

“Oh iya. Soal yang eyang bilang, apa kamu mau dikenalkan dengan calon yang kami sediakan? Bertemu aja dulu, kenalan. Kalau cocok baru lanjut. Gimana?”

“Boleh deh.”

“Gitu dong.”

Wajah Cakra terlihat senang Dipa langsung menyetujui usulannya tanpa banyak drama. Bukan tanpa alasan Dipa langsung menerima usulan eyangnya. Dia juga sudah bosan hidup menjomblo. Hanya saja sampai sekarang memang belum ada perempuan yang menarik hatinya. Siapa tahu saja, di antara perempuan yang ingin dikenalkan padanya, ada yang menarik perhatiannya.

🌵🌵🌵

Mobil yang dikendarai Dipa berhenti di pelataran parkir sebuah café. Hari ini dia akan bertemu dengan wanita yang akan dikenalkan padanya. Di hari liburnya dia akan bertemu dengan Risna, cucu dari teman Cakra. Wanita itu adalah dosen dari Suci. Sebelum turun, Dipa melihat kembali ke kaca spion tengah. Setelah penampilannya tidak ada yang kurang, pria keluar dari mobil.

Sambil memainkan kunci mobil, pria itu memasuki café. Seorang pelayan menyambut kedatangan Dipa. Sejenak Dipa terdiam di tempatnya, dia mencari keberadaan Risna. Kemudian matanya menangkap seorang wanita duduk sendirian di meja yang ada di dekat jendela. Wanita itu sama dengan foto yang dikirimkan sang eyang. Dia pun melangkahkan kakinya ke sana.

“Risna?” tanya Dipa.

“Kamu pasti Dipa.”

Sambil tersenyum, Dipa mengulurkan tangannya. Kemudian pria itu menarik kursi di depan Risna. Seorang pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka. Dipa dan Risna masih melihat-lihat buku menu di tangan masing-masing.

“Saya pesan nasi putih, iga bakar sambal kemangi. Minumnya iced lemon tea,” ujar Dipa.

“Saya pesan nasi putih, bebek kremes sambal ijo. Minumnya es bunga telang,” sambung Risna.

Setelah mengulangi pesanan kedua orang itu, sang pelayan segera meninggalkan meja. Sambil menunggu makanan datang, keduanya mulai berbincang. Masing-masing memperkenalkan diri dulu.

“Kamu dosennya Suci ya?”

“Iya. Kamu siapanya Suci?”

“Suci tuh adik sepupuku. Gimana dia di kampus?”

“Aku belum terlalu mengenal Suci. Aku baru bergabung di kampus dua tahun yang lalu. Aku sempat ngajar dia di semester lima. Tapi setahuku dia anak yang rajin dan ngga neko-neko juga. Kamu sendiri kerjanya di mana?”

“Di J&J Entertainment.”

Perusahaan rintisan Jojo yang sekarang dikelola oleh Barra memang menjadi kantor tempat Dipa bekerja. Selain kantor tersebut sesuai dengan karakter Dipa yang flamboyant, cucu laki-laki Jojo tidak ada yang membantu Barra di sana. Zar membantu Kenzie di Metro East, Azzam menjadi abdi negara, Farzan menjadi dokter, Arya membantu Aric di Maeswara Dunia. Begitu juga dengan Ervano yang membantu Ezra di Blue Sky. Untung saja Dipa mau bekerja di sana lewat arahan Irvin.

“Kamu pasti tahu kan tujuan kita ketemu untuk apa?” tanya Dipa to the point.

“Tahu kok.”

“Sebelum kita melangkah lebih jauh, apa benar kamu masih sendiri? Atau kamu sebenarnya udah punya pilihan sendiri?”

“Ehm.. sebenarnya aku udah punya seseorang.”

“Hah?”

🌵🌵🌵

Hai.. Aku hadir lagi dengan kisah cucu Hikmat lainnya. Di sini Dipa, Gilang, Suci dan Bianca bakal mencari jodohnya. Simak terus ya dan jangan lupa komennya🙏

Kencan

“Ehm.. sebenarnya aku udah punya seseorang.”

“Hah?”

Untuk sejenak Dipa hanya terbengong saja. Calon pertama yang dikenalkan oleh eyangnya ternyata sudah memiliki tambatan hati. Dia merasa percuma saja menyempatkan waktu datang ke sini. Lebih baik bermain game dengan Gilang. Wajah pria itu menunjukkan kekecewaan.

“Adu maaf ya, Dipa,” Risna menangkupkan kedua tangannya. dia benar-benar merasa tidak enak pada Dipa.

“Ngga apa-apa.”

“Aku benar-benar ngga enak. Awalnya aku udah nolak tawaran kakekku karena sudah punya calon sendiri. Tapi kakek memaksa. Maafin aku ya. Maaf kalau udah buat kamu berharap.”

Kembali Dipa dibuat terbengong mendengar penuturan Risna. Tidak disangka wanita di depannya ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Baru saja dia hendak membalas ucapan Risna, pelayan datang membawakan pesanannya. Dipa menarik piring ke dekatnya dan langsung menikmati makanan yang dipesannya.

“Oh ya, calon kamu siapa?”

“Ehm.. dia juga dosen, tapi di kampus lain.”

“Pasti belum dikenalin ke keluarga kamu.”

“Kok tahu?”

“Kalau kamu udah kenalin calon kamu, ngga mungkin kita ketemu.”

Kepala Risna mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Dipa. Dia memang belum mengatakan tentang pria pilihannya. Dirinya masih ragu apakah keluarganya bisa menerima status kekasihnya yang seorang duda dengan seorang anak.

“Aku ngga yakin kalau keluargaku bisa menerimanya.”

“Kenapa? Calon kamu cowok kan, bukan cewek?”

“Hahaha.. ya iyalah laki-laki. Dia itu duda satu anak, makanya aku takut keluargaku bisa menerimanya.”

“Kalau kamu yakin dia laki-laki yang baik, harusnya kamu bisa memperjuangkannya. Yakinkan keluargamu kalau dia pria baik, bertanggung jawab dan bisa menjadi imam untukmu dunia dan akhirat.”

“Ya ampun Dipa, kamu baik banget sih. Aku beneran jadi ngga enak.”

“Ngga enak kenapa?”

“Bikin kamu kecewa padahal kamu udah berharap soal perjodohan ini.”

Uhuk.. Uhuk..

Air yang baru masuk ke tenggorokan membuatnya tersedak mendengar ucapan Risna. Untuk beberapa saat pria itu masih terbatuk. Setelah batuknya mereda, dia minum dulu untuk meredakan batuknya.

“Begini ya, Ris. Aku beneran ngga apa-apa. Jujur aja aku kecewa, tapi bukan kecewa dengar kamu udah punya pilihan sendiri. Aku Cuma kecewa udah buang waktu berhargaku ke sini. Kalau aku tahu kamu udah punya pilihan sendiri, kita ngga perlu ketemu kan?”

“Ooh.. aku kira kamu kecewa karena terlalu berharap. Memangnya kamu ada janji hari ini?”

“Aku mau mabar sama sepupuku.”

“Mabar? Ya ampun pantesan kamu masih jomblo, pas waktu libur malah mabar sama sepupu.”

Dipa hanya mendengkus saja. Kalau tidak ingat perempuan di depannya adalah cucu dari teman eyangnya, mungkin mulutnya sudah disumpal ceker ayam satu kilo.

“Aku itu jomblo karena pilihan bukan terpaksa. Aku emang belum nemu perempuan yang klik sama hatiku. Kamu udah punya calon atau belum buatku hasilnya sama aja. Karena kamu juga belum berhasil membuat hatiku cenat-cenut. Jadi jangan terlalu menilai tinggi diri sendiri, oke?”

Dipa mengangkat tangannya memanggil pelayan untuk membawakan bill. Pria itu mengeluarkan beberapa lembaran berwarna merah kemudian menaruhnya ke nampan kecil yang di atasnya terdapat bill. Kemudian dia bangun dari duduknya dan meninggalkan Risna begitu saja.

🌵🌵🌵

Tiga hari berselang Dipa kembali menjalani kencan buta keduanya. Pria itu kembali memilih waktu libur untuk bertemu. Karenanya dia memilih waktu di tanggal merah. Wanita yang akan dikenalkan padanya bernama Aneska. Dia adalah cucu teman dari Jojo. Usianya sudah 27 tahun tapi sampai sekarang masih betah sendiri. Saat ini Aneska bekerja di perusahaan telekomunikasi.

Mobil yang dikendarai Dipa berbelok memasuki area mall The Ocean, Aneska meminta bertemu di mall ini, tepatnya di lantai teratas gedung ini. Di sana terdapat arena ice skating. Dengan langkah panjang Dipa memasuki gedung pusat perbelanjaan tersebut. Pria itu langsung menuju lantai atas menggunakan escalator.

Sesampainya di lantai teratas mall ini, dia langsung menuju area ice skating. Di hari libur ini, ternyata sudah banyak juga pengunjung yang datang. Dipa mengambil ponselnya lalu menghubungi Aneska. Baru terdengar satu deringan, sebuah tepukan mendarat di pundaknya. Dipa langsung berbalik. Di hadapannya berdiri seorang gadis manis tengah melemparkan senyuman padanya.

“Bang Dipa, kan?” tanya gadis itu.

“Iya. Kamu siapa?”

“Aku Neska.”

“Aneska?”

Pria itu langsung membuka folder galeri dan mencari foto Aneska yang dikirimkan Jojo padanya. Dia yakin kalau gadis yang berdiri di hadapannya bukanlah Aneska. Usianya jauh lebih muda. Dipa melihat foto di ponsel lalu gadis di hadapannya. Memang ada kemiripan tapi dia yakin kalau yang berhadapan dengannya bukan Aneska.

“Kamu beneran Aneska? Kok lebih muda, mukanya juga agak beda dari di foto.”

“Hehe.. aku Sandrina, adiknya kak Neska.”

Gadis bernama Sandrina itu mengulurkan tangannya pada Dipa. Mau tak mau Dipa membalas uluran tangan Sandrina.

“Aneskanya mana?”

“Kak Neska ngga bisa datang, lagi sakit. Jadi aku yang mewakili kak Neska.”

“Kenapa harus diwakilin? Kamu tahu ngga tujuan aku mau ketemu sama Aneska?”

“Tahu. Kakek udah bilang, kalian mau dijodohkan.”

“Jadi Neska yang kirim kamu buat ketemu aku? Supaya kamu bisa jelasin sama kakakmu aku ini seperti apa?”

“Bukan. Kak Neska ngga tahu kalau aku yang pergi nemuin bang Dipa. Tadi dia minta aku wa bang Dipa buat batalin janji, tapi aku ngga batalin. Aku sengaja datang mau ketemu bang Dipa. Dan ternyata abang lebih ganteng aslinya daripada di foto.”

Dipa hanya berdehem saja. Pujian Sandrina sudah sering didengar olehnya dari para gadis yang mendekatinya. Tapi tak ayal dia senang juga mendengar pujian gadis itu.

“Terus kamu ngapain mau ketemu sama aku?”

“Kan yang jomblo bukan cuma kak Neska aja. Aku juga jomblo,” Sandrina mengedipkan sebelah matanya pada Dipa.

“Terus?”

“Ya kali aja bang Dipa lebih suka sama yang kinyis-kinyis kaya aku, hehehe..”

“Umur kamu berapa?”

“20.”

“Belum beres kuliah berarti?”

“Iya. Abang mau nunggu kan?”

Tak ada jawaban dari Dipa. Pria itu hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dipikir di kencan buta keduanya akan lebih baik dari kencan pertamanya. Namun nyatanya sama saja.

“Bang.. kita main seluncur yuk. Abang bisa, kan? Tapi kalau ngga bisa, nanti aku ajarin. Ayo, bang.”

Tanpa menunggu jawaban Dipa, Sandrina langsung menarik tangan pria itu. Mereka segera menuju loket pembelian tiket. Dipa mengeluarkan dompetnya lalu membayar tiket untuk masuk dan menyewa sepatu. Keduanya kemudian menuju pinggir arena, mengganti sepatu mereka dengan sepatu ice skating.

“Ayo, bang.”

“Sebentar.”

“Ada apa? Abang ngga bisa jalan. Sini pegangan sama aku.”

Sandrina mengulurkan tangannya. Dipa langsung meraih tangan Sandrina. Seumur-umur baru kali ini dia bermain ice skating. Jangankan ice skating, bermain sepatu roda saja tidak bisa. Pelan-pelan Sandrina membawa masuk Dipa ke arena ice skating. Tubuh Dipa bergerak-gerak, tidak bisa menahan keseimbangan. Ketika Dipa hendak terjatuh, Sandrina langsung menahannya. Dia memeluk pinggang Dipa sambil mendongakkan kepalanya.

“Kita kaya orang pacaran ya, bang. Hehehe..”

Refleks Dipa melepaskan pelukan Sandrina di tubuhnya dan hal tersebut justru membuatnya oleng. Tanpa dapat ditahan tubuhnya jatuh ke bawah dengan bokong menyentuh lantai dulu.

GUBRAK!

“Hahaha.. makanya abang jangan lepasin peganganku. Ayo aku bantu.”

Sandrina meraih tangan Dipa kemudian menariknya berdiri. Dipa langsung berpegangan ada sisi arena agar tidak terjatuh lagi.

Astaga mimpi apa gue semalem. Kenapa acara kencan gue sial mulu sih, gerutu Dipa dalam hati.

🌵🌵🌵

Dipa apes terus🤣

Nih penampakan Dipa versiku

Bocil Bikin Menggigil

“Ayo bang Dipa, kita berseluncur lagi.”

“Ngga, ah. Aku ngga bisa.”

“Pegangan sama aku. Sini pegang pinggangku.”

“Bukan mahrom.”

“Ya ampun soleh banget sih. Ya udah pegang ujung bajuku aja.”

Karena Sandrina terus memaksa, akhirnya Dipa menurutinya. Dia memegang baju yang dikenakan gadis itu. Untung saja pakaian yang dikenakannya sedikit longgar, jadi memungkinkan Dipa untuk memegang kain bajunya tanpa menyentuh tubuhnya. Sandrina mulai meluncur. Dipa memegang erat pakaian Sandrina.

Satu putaran berhasil mereka lewati dengan selamat. Pelan-pelan Dipa mulai menikmati permainan ini. menyesal rasanya kenapa dia tidak pernah meminta diajari oleh Gilang. Adik sepupunya ini memang mahir bermain sepatu roda dan ice skating. Saat di sekolah Gilang pernah menjadi juara pertama lomba sepatu roda antar sekolah.

“Gimana, bang? Asik kan?”

“Hem..”

Hanya itu saja jawaban yang keluar dari mulut Dipa. Terdengar teriakan Sandrina ketika berseluncur. Gadis itu menolehkan kepalanya ke belakang, melihat pada Dipa.

“Abang bisa nyanyi ngga? Kita nyanyi bareng yuk!”

“Nyanyi apa?”

“Lagu yan lagi viral. Kita bikin romantis. Bikin paling romantis. Sambil bermain mata, turun ke hati, hatinya jatuh. Kita bikin romantis yang paling romantis. Sambil gandengan tangan, hati pelukan di angan syahdu.”

Harus Dipa akui kalau suara Sandrina memang merdu. Lagu yang dinyanyikannya tidak ada yang luput nadanya. Sebenarnya gadis itu paket lengkap, cantik, supel, ceria dan memiliki suara merdu. Sayang dia masih terlalu kecil dan Dipa tidak ada minat menjalin hubungan dengan bocah ingusan yang labil seperti dirinya.

“Ayo bang, katanya mau nyanyi.”

“Aku ngga tahu lagu itu. aku tahunya cuma lagu dangdut atau Sunda.”

Tiba-tiba saja terbersit dalam benak Dipa untuk membuat Sandrina malu dan ilfil padanya. Gadis muda seperti dia pasti gengsi kalau harus menyanyikan lagu dangdut atau lagu Sunda. Dengan begitu Sandrina akan menjauh dengan sendirinya.

“Serius abang cuma bisa nyanyi dangdut sama Sunda?”

Mendadak Sandrina berhenti dan membalikkan tubuhnya. Gerakan Sandrina yang tiba-tiba membuat Dipa kehilangan keseimbangan. Untuk kedua kalinya pria itu terjatuh. Sandrina mengulurkan tangannya, tapi Dipa memilih merangkak menuju pinggir arena. Untung saja jaraknya tidak terlalu jauh. Sambil berpegangan pada pembatas arena, Dipa berusaha berdiri. Sandrina pun langsung mendekatinya.

“Udahan yuk,” ajak Dipa.

“Dua putaran lagi ya, bang. Sambil nyanyi. Please.”

“Udah kubilang, aku cuma bisa nyanyi lagu dangdut atau Sunda.”

“Ngga apa-apa. Kita nyanyi duet.”

“Emang kamu ngga malu?”

“Ngga. Kan dangdut udah mendunia sekarang. Anggap aja kita ini pasangan Leslar hehehe..”

Dipa menepuk keningnya, ternyata cara ini juga tidak berhasil. Sandrina terus merajuk dan memintanya bermain dua putaran lagi. Suara rajukannya cukup keras hingga menarik perhatian orang-orang yang tengah bermain di sana. Mau tidak mau Dipa pun menurutinya. Dia memegang kembali pakaian Sandrina dan meluncur mengikuti langkah gadis itu. Sandrina mulai bernyanyi dan kali ini dia mewajibkan Dipa untuk ikut bernyanyi.

“Bismillah cinta. Percaya padaku, percaya cinta. Yakin kita bisa lalui semua. S’gala cobaan yang mendera.”

Terdengar suara merdu Sandrina menyanyikan lirik lagu Bismillah Cinta milik Lesti dan Pasha Ungu. Dia menyanyikan lagu dengan suara cukup keras hingga bisa terdengar oleh yang lain. Dengan sangat terpaksa Dipa menyambung nyanyian tersebut.

“Bismillah cinta. Panjatkan doa pada Yang Kuasa. Bersujud pada-Nya dengan airmata. In Syaa Allah Ramadhan membawa hikmat.”

“Wah.. suara abang merdu juga. Kapan-kapan kita karaokean yuk.”

Tidak ada jawaban dari Dipa. Jangankan berkaraoke, dia tidak berencana untuk bertemu dengan Sandrina lagi. Dengan sengaja Dipa melepaskan pegangannya pada Sandrina. Pelan-pelan dia mencoba menjaga keseimbangan lalu berjalan menuju pinggir arena. Saat akan sampai, tiba-tiba dari arah belakang muncul seseorang yang berseluncur dengan cepat. Dipa kehilangan keseimbangan dan kembali terjatuh.

“Aduh.. sial amat sih gue,” gerutu Dipa.

Sandrina bergegas mendekat, kemudian tanpa bertanya dia langsung memegang lengan Dipa dan membantunya berdiri.

“Udah ya,” ujar Dipa.

“Oke, bang.”

Keduanya kemudian keluar dari arena. Setelah mengembalikan sepatu luncur kepada petugas, mereka segera pergi. Sandrina mengajak Dipa menuju kedai kopi. Sandrina langsung memesankan iced cappuccino untuk Dipa. Padahal pria itu ingin menikmati minuman hangat. Tapi tidak ada protesan dari Dipa.

“Abang kerja di mana?”

“J&J Entertainment.”

“Wah itu kan manajemen artis ngetop. Aku bisa ngga jadi artis di sana?”

“Bisa aja.”

“Dilolosin ya.”

“Ngga janji. Kan yang seleksi bukan aku.”

“Eh aku dengar kalian mau bentuk girl band lagi ya. Aku mau ikut audisi ah. Boleh bang?”

“Boleh aja.”

Seorang pelayan datang membawakan minuman pesanan mereka. Dipa langsung menyambar gelas minuman di depannya dan langsung menyeruputnya.

“Eh tapi kira-kira abang ngijinin aku jadi artis kalau kita udah nikah?”

Uhuk.. Uhuk..

Dipa langsung tersedak mendengar ucapan Sandrina. Melihat Dipa yang terbatuk, Sandrina segera memanggil pelayan dan meminta dibawakan air mineral. Sandrina segera membukakan tutup botol air mineral lalu memberikannya pada Dipa. Batuk Dipa mulai mereda setelah meminum air mineral.

“Udah baikan, bang?”

“Udah.”

“Abang belum jawab pertanyaanku yang tadi.”

“Pertanyaan yang mana?”

“Kalau kita nikah, emang abang masih ngijinin aku jadi artis?”

“Ehmm.. gini ya San. Aku mu jalan sama kamu hari ini bukan berarti kita bisa menikah.”

“Emang abang ngga suka sama aku?”

“Untuk pernikahan bukan masalah suka atau ngga, tapi banyak pertimbangan. Itu juga yang buat aku sampai sekarang masih sendiri. Aku ingin menikah sekali seumur hidup, makanya aku agak ketat dalam menyeleksi calon istriku.”

“Aku ngga masuk kriteria abang?”

“Ngga, maaf ya.”

Walau harus membuat Sandrina kecewa, Dipa tetap harus bersikap tegas. Jangan sampai karena tidak tiga dia nantinya memberikan harapan palsu padanya.

“Kamu itu masih muda. Masih banyak yang bisa kamu lakukan. Manfaatkan masa mudamu sebaik mungkin. Kalau kamu sudah menikah nanti, bukan hanya sudah terikat, tapi langkah kamu juga terbatas karena apa yang kamu lakukan harus mendapat ijin dari suamimu, belum lagi kamu harus menjalani kewajiban sebagai istri. Berbeda kalau kamu masih sendiri, bisa bebas ngelakuin apa aja.”

Sandrina tercenung mendengar penuturan panjang lebar Dipa. Tapi apa yang dikatakan pria di depannya ini memang benar. Hanya saja dia sudah terlanjur jatuh hati pada Dipa. Andai saja dia lahir empat atau lima tahun lebih cepat, mungkin peluangnya bersama dengan Dipa lebih besar.

“Habiskan minumanmu. Habis itu aku antar kamu pulang.”

“Iya, bang.”

Sandrina terlihat tidak bersemangat seperti ketika pertama kali bertemu. Dipa mencoba mengabaikan apa yang terjadi pada gadis di depannya. Ini adalah yang terbaik untuknya. Selain masih muda, menurutnya Sandrina memang belum bisa menyentuh hatinya. Entah perempuan seperti apa yang diinginkan oleh hatinya. Dipa pun masih belum tahu.

Usai menghabiskan minumannya, Sandrina dan Dipa bersiap untuk pulang. Saat berangkat, Sandrina pergi menggunakan taksi online. Gadis itu tidak menolak ketika Dipa mengantarnya pulang. Ternyata rumah Sandrina tidak jauh dari mall yang mereka datangi. Pria itu menghentikan mobilnya di depan kediaman Sandrina.

“Makasih ya, bang. Hari ini aku bahagia banget.”

“Sama-sama. Ayo aku antar sampai depan rumah.”

“Ngga usah.”

“Nganterin anak gadis harus sampai depan pintu rumah. Lebih bagus kalau ketemu sama orang tuanya. Kamu kan bukan naik taksi online.”

“Aaah… bang Dipa sweet banget sih. Tapi beneran ngga usah. Mama sama papa lagi ke rumah nenek. Kak Neska paling lagi istirahat di kamar. Jadi sampai di sini aja.”

“Oke, deh.”

“Sekali lagi makasih ya, bang.”

Sandrina membuka sabuk pengamannya. Sebelum turun dia melihat pada Dipa sebentar, lalu..

CUP

Sebuah kecupan mendarat di pipi Dipa. Sebelum Dipa sadar dengan apa yang dilakukannya, Sandrina segera turun dari mobilnya. Dipa hanya melongo saja sambil memegangi pipinya yang tadi dicium Sandrina.

“Haaiisshhh.. hari ini gue benar-benar ternistakan sama bocil,” gerutu Dipa sambil menyalakan mesin mobilnya.

🌵🌵🌵

Hatchi!

Hatchi!

Hatchi!

Sepulang mengantar Sandrina, Dipa langsung berbaring di kamarnya. Tiba-tiba saja dia tidak enak badan dan terkena flu. Beberapa kali jatuh di atas arena es membuatnya langsung terkena flu. Apalagi Sandrina juga memesankan minuman dingin untuknya.

Pintu kamar Dipa terbuka, Anya masuk membawakan minuman hangat untuk anaknya. Dia mendudukkan diri di sisi ranjang. Dipa bangun dari tidurnya lalu mengambil cangkir dari sang mama. Minuman hangat yang terdiri dari rebusan jahe yang diberi perasan jeruk nipis dan madu masuk ke tenggorokan Dipa, membuat tubuhnya sedikit hangat.

“Gimana acara kencannya?”

“Kacau ma.”

“Kacau gimana?”

Dipa kemudian menceritakan apa yang dialaminya hari ini. anya tidak bisa menahan mendengar cerita anaknya. Di pertemuan pertama bertemu dengan Risna yang memiliki kepercayaan tinggi dan di pertemuan kedua bertemu dengan gadis muda.

“Sabar Dip, baru dua kan? Masih ada stok dari grandpa sama kakek.”

“Ngga yakin deh ma.”

“Coba aja dulu. Siapa tahu yang ketiga dan keempat ada yang cocok.”

Sebuah senyuman tersungging di wajah Anya. Dia meminta Dipa untuk berbaring lalu menyelimuti tubuhnya.

“Kalau kamu udah nikah, pas lagi sakit ada yang meluk kamu. Kalau sekarang kamu peluk guling dulu.”

Anya memberikan guling pada anaknya lalu keluar dari kamar. Dipa hanya mendelik saja mendengar ucapan mamanya. Pria itu segera memejamkan matanya. Gara-gara bocil dia jadi tidak enak badan sampai menggigil seperti ini. Sungguh apes sekali hidupnya.

🌵🌵🌵

Nasibmu Dip, ternistakan oleh bocil🤣

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!