Devia Ganendra Abraham, putri dari Daniela Anderson Abraham dan Gerald Remedev mengikuti kegiatan bersama teman teman kampusnya, seusai wisuda.
Saat ini usianya sudah 21 tahun. Wajah cantiknya tidak mengurangi ketertarikan setiap lelaki yg bersamanya.
Namun Devia sangat menjaga jarak dengan teman lelakinya. Apalagi tentang hubungan percintaan.
Walaupun begitu Devia justru lebih akrab dengan laki laki daripada teman gadis seusianya. Karena menurut Devia lebih menantang.
Devia sangat menutup jati dirinya. Ia hanya dikenal sebagai mahasiswa cerdas serta cantik. Dan tidak ada yg berani menyatakan cinta kepadanya.
Sebab, Davin dan Devan kakaknya selalu melindungi Devia. Walaupun tidak secara terang terangan. Hanya sesekali jika ada yg mendekat, pasti Davin dan Devan lebih dulu melarangnya. Dengan cara berduel dengannya.
Sungguh, kedua kakaknya itu membuat Devia merasa jengkel. Karena selalu ikut campur urusan pribadinya. Sehingga Devia seringkali kabur tanpa menggunakan perlengkapan yg bisa dilacak oleh kedua kakak kembarnya.
Devia sering menutupi identitas pribadi di bagian matanya yg berwarna biru sebelah. Devia menutup dengan soft lens, agar terlihat sama. sehingga tidak mudah mengetahui perbedaannya.
Hal itu seringkali diketahui oleh ibundanya. Namun Devia acuh, sebab sikap protektif kakaknya sudah kelewat batas. Dan Daniela sangat percaya kepada Devia diluaran sana. Karena sangatlah mirip dengan dirinya dahulu.
Kegiatan bersama teman temannya adalah arung jeram di daerah Jawa Tengah. Lebih tepatnya daerah Kabupaten Magelang. Berdekatan dengan Candi Borobudur dan candi Mendut.
Devia dan teman temannya mengikuti kegiatan arung jeram di salah satu sungai atau kali Elo. Di sekitar candi Mendut lah awal mula mereka memulai arung jeram tersebut.
Cuaca cerah hari ini membuat calon alumni mahasiswa tersebut sangat antusias mengikuti kegiatan perpisahan dengan arung jeram. Devia salah satu pengikut arung jeram, dimana kebanyakan adalah anak lelaki sebagai pesertanya.
Berawal dari anggota Devia yg berjumlah 5 orang dan Devia salah satu gadis di kelompoknya. Sementara kelompok yg lain secara acak dibagi menjadi 6 kelompok.
Didaerah perbatasan Jawa Tengah dan Daerah istimewa Yogyakarta, kabar buruk pun didapat kelompok Devia.
Sebab daerah gunung merapi sedang hujan deras. Berbeda dengan tempatnya kini yg memang sedikit mendung.
Namun lama kelamaan menjadi gelap. Hingga aliran kali yg sudah menjadi satu antara kali Elo dan kali Progo serta kali Belan tampak lebih besar dari sebelumnya.
Salah satu anggota Devia mendapatkan info, jika lahar dingin sedang mengalir melalui kali Belan yg sudah terlewat.
Hal itu membuat team Devia panik, namun tidak dengan Devia. Sebab ini merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hingga lama kelamaan air pun semakin besar dan menyeret perahu karet miliknya.
Beberapa team yg masih dibelakang, ternyata sudah minggir terlebih dahulu agar selamat. Sementara kelompok Devia terseret arus hingga semua terlepas dari perahu karet. Devia sempat tidak bisa nafas, karena arus berupa air bah dan sampah menerjangnya.
Devia melihat temannya ada yg nyangkut di pinggir dan semoga selamat. Sementara Devia masih terus terbawa aliran sungai. Hingga matanya terpejam.
***
Sementara kelompok yg lainnya berusaha menyelamatkan teman temannya. Hingga team SAR pun datang membantu. Dan semua bisa diselamatkan, kecuali kelompok Devia yg berada didepan.
Hingga sore hari, hanya Devia yg tidak bisa ditemukan. Sementara ada dua temannya yg harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Berbagai pencarian pun dilakukan agar bisa menemukan Devia. Dan hal itu pun karena beberapa temannya mengetahui, jika Devia turut serta dalam kegiatan itu.
Pemimpin kelompok arung jeram sempat membantah, sebab tidak ada daftar nama mahasiswa yg bernama Devia. Hal itu memang disengaja oleh Devia yg seringkali di buntuti oleh kakak kakaknya.
Bahkan daftar nama Devia tidak bisa ditemukan. Yang akhirnya team SAR serta yg lainnya menghentikan pencarian Devia.
Beberapa mahasiswa yg mengenal Devia tetap mencari keberadaan Devia hingga malam hari. Keempat teman Devia menunggu di daerah Ancol Bligo wilayah Kulon Progo.
Namun tidak kunjung ditemukan. Kemudian meminta bantuan warga disekitar sungai maupun pihak kepolisian, jika menemukan seorang gadis yg hanyut terbawa arus kali.
"Gue yakin jika Devia ikut serta dan berada di kelompok depan," Ucap Anton salah satu sahabat Devia dari Jakarta.
"iya, gue juga dibelakangnya tadi. Tapi pimpinan kelompok gw langsung minggir. Sebab arus begitu deras. Beruntung ada pohon bambu yg bisa kita gapai. Hingga kami selamat," sahut Desta.
"Hah, ga tahu gw nanti kalau ketemu abangnya, dan menanyakan Devia. Sebab Devan dan Davin pasti menginterogasi gw." Revan yg mengenal Davin dan Devan, kakak Devia. Seringkali ditanyai keberadaan Devia, jika tidak dapat dilacak keberadaannya.
" Sepertinya Devia sengaja, tidak mengisi daftar. Karena selalu diganggu abangnya. Dan Devia bahkan tidak bawa apa apa ketika ikut kesini."
Rendi sangat paham dengan Devia, sebab memang selalu bersama. Walaupun hanya sekedar teman dan akrab.
Sementara anggota yg lain masih menunggu di daerah Muntilan. Tepatnya didaerah Puskesmas Tanjung, yg sering untuk pengungsian gunung Merapi.
Kebanyakan dari anggota yg perempuan tampak menangis. Karena memang mengetahui jika Devia turut serta.
Namun hingga kini belum ditemukan. Bahkan mereka masih berdebat dengan anggota lainnya yg mempertahankan daftar nama peserta. Dan disana memang tidak ada nama Devia.
Teman Devia menggerutu kesal, karena kalah debat dengan pemegang daftar pengikut arung jeram. Hingga beberapa diantaranya yg yakin adanya Devia, menangis. Sebab Devia belum juga diketemukan.
Sementara Rendi yg masih berada di daerah Kulon Progo mencoba menghubungi Devan. Karena memang akrab dengan kakaknya Devia.
"Bang...!!"
Rendi memanggil Devan melalui telepon pun bibirnya bergetar. Karena ingin memberi kabar kepada Devan. Namun tidak segera bisa terucap. Ketakutan pun mulai melanda dirinya.
"Lu tenang aja. Gw udah tahu kalau Devia hanyut. Tapi sekarang sudah ada yg menolongnya. Devia selamat. Mending kalian segera pulang. Besok gw sama Davin yg akan bawa Devia pulang."
Sahut Devan yg paham akan kekhawatiran Rendi. Dan ternyata dugaannya memang benar. Jika Devan dan Davin masih saja mengetahui keberadaan Devia. Malahan sudah mengetahui, jika Devia selamat saat ini.
"Yang bener bang?"
"iya, gw udah tahu semuanya. Memang dasar Devia nya aja yg selalu begitu !, ya udah gw tutup."
Perkataan Devan pun membuat lega Rendi, namun masih saja menangisi keadaan Devia saat ini.
"Bagaimana?" tanya Revan kepada Rendi yg sehabis memberi kabar Devan.
"Kata bang Devan, Devia sudah ada yg menolongnya. Ga tahu gw, darimana bang Devan bisa tahu semuanya." Sahut Rendi menundukkan kepalanya. Ia tidak habis pikir dengan keluarga Devia, seakan akan tahu segalanya.
"Lalu..?"
"Kita disuruh kembali, bang Devan yg akan menjemput Devia esok hari." sahut Rendi kembali, sambil membuang nafas kasarnya.
"Keluarga ajaib. Gw dulu belum mengungkapkan suka, tapi bang Davin sudah mengetahuinya. Bahkan gw ditantang duel sama bang Davin. Mana gw bisa menang?" Gerutu Revan mengingat masa lalu, ketika ingin mengungkapkan rasa sukanya kepada Devia.
"Ya udah sekarang kita ke daerah Tanjung Muntilan. Teman teman kita berada disana."
Desta mengakhiri pencariannya, mengajak teman temannya menuju tempat berkumpul teman dari Jakarta. Terutama teman yg mengikuti kegiatan arung jeram kali ini.
...****************...
Hai hai hai
Jumpa kembali dengan lanjutan cerita Liontin.
Berikut adalah cuplikan Devia, putri dari Daniela.
Mohon dukungan 🌹🌹
Like 👍
Subscribe dan Vote ya
Salam
Si©iprut
" Kau sudah sadar nak?"
Seorang perempuan tua, berdiri disamping tempat tidur. Menatap gadis yang belum lama ia temukan dalam keadaan pingsan. Ia menemukan gadis itu dipinggir sungai, setelah hujan reda. Ia dibantu dua orang gadis tetangganya untuk membawa pulang ke rumah. Sebuah rumah sederhana tempat bernaungnya seorang diri saat ini.
Nenek tersebut hidup seorang diri. Sebab dahulu dengan suaminya tidak ada anak yg menemani. Suaminya telah meninggal dunia. Kini menikmati sisa hidupnya ditempat ini
Gadis yg berada di tempat tidur itu hanya mengerjapkan matanya. Wajah yg cantik dan rambut panjangnya yg lurus, hidung yg bangir, dan di bola matanya ada perbedaan satu sama lain. Satu warna kebiruan dan satunya lagi warna hitam. Dan gadis itu tak lain adalah Devia Ganendra Abraham. Saat ini usianya sudah 21 tahun. Dan bulan depan berusia 22 tahun.
Badan masih lemah, bahkan ingatannya pun belum sepenuhnya kembali. Kemudian mengangguk kecil menjawab pertanyaan nenek tua di sampingnya.
" Syukurlah, badan kamu juga sudah mulai membaik" Ucap perempuan tua itu kembali, kemudian ia duduk disamping gadis yg ditemukan. Mengambil kain yg ditaruh di kening Devia. Kain untuk mengompres semalam, ternyata sangat ampuh untuk meredakan panas pada tubuh gadis yg ia temukan.
" Nama nenek Welas, nenek menemukanmu di pinggir sungai. Apakah kamu mengingat sesuatu?" tanya nenek Welas, kemudian berusaha membangunkan gadis yg ia temukan untuk duduk. Kemudian nenek Welas memberinya teh hangat kepada Devia, untuk melegakan kerongkongannya yg kering.
Devia hanya menggelengkan kepala. Sebab kesadarannya pun belum pulih benar. Walaupun badan sudah mulai segar di pagi ini. Namun matanya masih berkunang kunang, karena cahaya matahari yg lolos masuk ke kamar di pagi hari ini.
Braaaaaakkk....
Pintu rumah di buka dengan kasar oleh dua orang gadis seusianya. Tampak keduanya tersengal, mungkin berlari untuk menuju rumah nenek Welas.
" Sudah sadar nek?" tanya gadis satu yg baru datang, gadis manis berkulit sawo matang, berjaket levis , serta topi terbalik, datang menghampiri Devia yg duduk di tempat tidur. Devia bersandar dengan dinding pagar bambu. Dan gadis kedua berambut bondol seperti preman jalanan. Kulitnya sedikit gelap turut serta duduk disebelah gadis yg baru sadar dari pingsannya. Wajahnya manis membuat orang terkesima. Hanya satu kekurangannya, ia suka dengan rambut seperti saat ini.
Nenek Welas mengangguk, kemudian kembali duduk dibangku sebelah ranjang. "Belum lama sadarnya, nenek juga sudah memberi minum. Namun dia belum berkata kata". Sahut nenek Welas. Kemudian menatap kembali gadis yg mereka temukan.
" Saya dimana?" ucap Devia sambil mengerjapkan matanya berkali kali. Gadis yg berambut bondol kemudian menjawab pertanyaan Devia, jika saat ini berada di perkampungan daerah Kulon Progo. Daerah Jogjakarta. Kemudian juga bercerita, jika dirinya serta yg ada ditempat ini menemukan dirinya di pinggir sungai dalam keadaan pingsan.
Sementara Devia kembali menunduk mengingat ingat sesuatu yg terjadi pada dirinya. Ia mengikuti kegiatan dari teman teman kampusnya setelah wisuda. Devia mengikuti arung jeram di daerah Kabupaten Magelang. Kemudian banjir datang tiba tiba membuat dirinya hanyut di kali Progo.
" Nama kamu siapa?, Saya Resti" Ucap gadis satunya yg duduk disebelahnya. " Dan itu yg bondol namanya Mila" ucapnya kemudian.
Plak...
Aduhhhh...
" Hah" Sahut Devia yg ditanya oleh Resti, ternyata baru sadar dari pingsan ia masih bengong dan belum bisa mengerti dengan situasi saat ini. Resti mengaduh, sebab Mila memukul lengannya menggunakan telapak tangan.
" hah heh hah heh, ditanyain kok..pfff astaga !" Celetuk Mila yg berambut bondol. Duduk mengusap kaki gadis yg baru sadar dari pingsan. Kemudian meraih tangannya, kemudian meneliti gelang ditangan gadis yg baru sadar dari pingsan.
Devia hanya menggelengkan kepalanya. Karena masih bingung untuk menjawabnya.
" Kepalanya terbentur batu kali ya nek?, jadi lupa siapa dirinya" ucap Resti yg kemudian menatap nenek Welas disebelahnya.
" Engga tahu kalau itu Res !" sahut nenek Welas sambil mengibaskan pakaian kebesarannya yg dipakai. Nenek welas begitu teduh, apalagi berpakaian syar'i seperti saat ini. Nenek gaul, kalau kata Resti dan juga Mila. Apalagi nenek Welas suka bercanda dengan yg muda muda.
" hah, bisa bisanya Resti bilang gw lupa ingatan. Ok deh gw turutin apa mau Lo" batin Devia itu, kemudian menatap ketiga perempuan disekelilingnya itu.
" Kayaknya namanya sesuai yg di gelang ini deh. Devia.." Ucap Mila sambil memperhatikan gelang Devia kembali.
" Hah!, Devia?" Sahut Devia sedikit tersentak, untuk pura pura tidak mengingat sesuatu. Kemudian menarik tangannya dan memperhatikan gelang yg ia pakai.
" Iya Devia, itu nama kamu kan, oh my?" Tanya Mila untuk memastikan sambil memegang kepalanya sendiri. Sementara Devia menggelengkan kepalanya. Karena ingin mengetahui sejauh mana orang yg menolongnya kali ini. Devia tidak ingin gegabah untuk mengatakan sejujurnya. Sebab, dari penampilan dua gadis di sebelahnya sangat mencurigakan bagi Devia. Karena selama ini memang tidak begitu akrab dengan sesama gadis seusianya.
" Waduh, jangan jangan amnesia!!" Celetuk Resti. Kemudian memperhatikan Devia dengan intensif. Dan kemudian memegang kepala Devia, mencari luka yg menyebabkan Devia lupa ingatan. Memang, di kepala yg tertutup rambut terdapat luka dengan darah yg mengering. Sebagian muka juga lebam, dan mungkin itu akibat diterjang banjir kemarin sore.
Uhuuuukk uhuuuukk.....
Devia terbatuk, karena risih dengan sikap Resti yg memegang kepala, serta meneliti luka luka Devia.
" Waduh nek, matanya juga terbentur batu, jadi memar berwarna biru" Celetuk Resti kembali, sambil menatap bola mata Devia yg sebelah kanan. Terutama karena berwarna biru. Dan mengidentifikasinya sebagai dampak terkena benturan.
" Sialan, ini mata gw asli markonah, memang dari sananya berwarna biru, mirip bunda" Ketus Devia, namun hanya berani dalam hati.
" Dev!, kamu inget engga?, kamu aslinya orang mana?" Tanya Mila memastikan kembali asal muasal Devia yg dihadapannya. Devia mendongak dan menatap Mila, kemudian menggelengkan kepala.
" Wah, beneran ini Jem!, Devia lupa sama dirinya sendiri. Wah harus dibawa kerumah sakit nih!!"
" Bawa rumah sakit emang ga pakai duit apa, Jum!" Sahut Resti dengan panggilan khasnya. Paijem dan Juminten untuk Mila.
" Udah taruh rumah sakit saja, biar polisi yg mencari tahu keluarganya!" ucap Mila, kemudian duduk di bangku sebelah nenek Welas.
Memang, untuk kejadian terdahulu akan selalu lapor perangkat desa maupun pihak kepolisian, jika menemukan orang di pinggir kali. Terutama jika orang tersebut meninggal karena terseret arus derasnya kali Progo.
Kali Progo seringkali banjir akibat dari lahar dingin dari gunung merapi. Dan seringkali merusak lingkungan sekitarnya. Apalagi arus yg mengalir membawa lumpur serta berbagai material dari gunung merapi.
" Biar disini dulu nduk, nenek tidak masalah. Justru kalau dibawa kerumah sakit atau lapor polisi malah bikin ribet. Lapor sana lapor sini, akhirnya kita engga kerja malah ngabisin duit" Sahut nenek Welas, yg memang ikhlas menolong sesama. Terutama Devia kali ini yg mereka temukan.
" Memangnya tidak apa apa nek?" nenek Welas mengangguk, karena memang itu kenyataannya." ya udah aku tak lapor pak Kadus, soale tadi malam sudah tahu. Dan Markonah biar disini" Lanjut Resti yg kemudian berdiri untuk memberitahu pak Kadus.
" Markonah siapa?" Celetuk Devia menatap Resti yg mau pergi. Kemudian mengedipkan matanya berulangkali.
" Ya kamu!, ditanya namanya ga inget. Dipanggil pakai nama Devia cuma hah heh hah heh!, yang bener mana?" Ketus Resti menatap intensif bola mata Devia yg berkedip kedip
...****************...
Hai hai, ini lanjutan kisah Liontin.
Dan kali ini cerita tentang Devia Ganendra Abraham. Putri dari Daniela Anderson Abraham.
Semoga suka ya.
Mohon dukungan 🌹🌹
Like 👍
Subscribe dan Vote ya
Salam
Si©iprut
Setelah Resti lapor kepada kepala Dusun, ia kembali ke tempat nenek Welas. Sebab sudah terbiasa keduanya berada di tempat itu. Saat ini usia keduanya baru 20 tahun. keduanya hanya lulus SMA, sebab sudah tidak mampu untuk melanjutkan kuliah. Apalagi saat ini Resti dan Mila adalah seorang pengacara, pengangguran banyak acara.
" Kamu sudah ingat?, siapa kamu sebenarnya?" tanya Mila kepada Devia. Namun kembali Devia menggelengkan kepalanya.
" Hadeeeeehhhh 😅, masa sih jadi amnesia, gara gara hanyut!" Celetuk Resti, kini duduk menemani Mila dan Devia. Sementara nenek Welas pergi kebelakang menyiapkan sarapan.
Nenek Welas yg biasa menjadi buruh tani, serta buruh serabutan disekitarnya. Tampak semangat, ketika merawat Devia saat ini. Sehingga ia tidak perhitungan menawarkan berbagai makanan maupun lauk untuk Devia. Walaupun Devia seakan enggan menjawab. Dan nenek Welas meyakini jika Devia masih trauma.
Resti, Mila dan nenek Welas sepakat memanggil nama Devia sesuai nama di gelang yg dipakai Devia.
" Coba ini foto siapa?" tanya Resti memperlihatkan foto seorang pejabat nomor satu negeri ini. Namun Devia menggelengkan kepala, sebab Devia tidak ingin terjebak dengan pertanyaan Resti.
Resti menghela nafas panjangnya, sebab foto di ponsel itu orang yg sangat dikagumi di negeri ini. Dan Resti serta Mila meyakini, jika Devia lupa ingatan.
" Kalau ini?"
Resti kembali menunjukkan kertas bergambar warna merah, kepada Devia. Devia mengerutkan keningnya. Karena yg ditunjukkan tentu membuat orang berbunga bunga.
" Seratus ribu" Sahut Devia kemudian tersenyum menatap Resti.
Aduuuuhhh....!!
" Giliran sama duit aja langsung apal, giliran ditanya nama dan asal muasalnya engga inget. Kamu pura pura ya?" Ketus Mila disebelahnya, sambil memukul bahu Devia. Namun Devia hanya menggelengkan kepalanya kembali. Malu tentu saja malu, ternyata ia dijebak oleh keduanya.
" Ya kalau itu mah, semua orang tahu. Tapi aku tidak inget sesuatu tentang diriku" Ucap Devia kemudian menunduk sedih. Walau hanya pura pura. Namun itu semua membuat suasana hati Devia menghangat. Sebab ada yg peduli dengan dirinya. Walaupun ditempat ini sebagai orang asing.
Terlebih Devia melihat kedua gadis dihadapannya ini tidak memperdulikan siapa dirinya. Intinya, Resti dan Mila memang tulus menolong dirinya. Begitu juga dengan nenek Welas yg mempunyai rumah ini.
Tidak seperti kehidupan di kotanya, yang setiap anak gadis selalu menunjukkan kelebihannya maupun kekayaannya. Bahkan membandingkan satu sama lainnya. Devia sangat jenuh dan bosan dengan situasi seperti itu. Walaupun kenyataanya, dirinya keturunan dari Anderson ataupun kakek buyutnya Abraham. Yang mempunyai kekayaan lebih dari cukup.
Devia tidak mau menyombongkan diri. Bahkan lebih baik berteman dengan khalayak umum, bukan dengan golongan anak anak orang kaya.
Setelah cukup lama bercengkerama dengan Mila dan Resti. Walaupun sedikit tidak nyambung dengan kelakar keduanya, namun Devia sangat menikmati percakapan keduanya. Hingga dirinya pun akrab, walau sebatas awal perkenalan. Sebab Devia memang belum mengatakan sebenarnya siapa dirinya.
Sesaat nenek Welas pun datang untuk mengajaknya sarapan. Walaupun makanan ala kadarnya orang kampung. Namun itu sudah istimewa bagi Mila dan Resti. Sementara Devia dipapah oleh Resti menuju meja makan yg tersedia. Walaupun sebenarnya meja di ruang tamu nenek Welas.
Hal seperti itu sudah terbiasa di perkampungan ini. Sebab bukanlah rumah mewah yg terbagi bagi dengan ruangan tersendiri. Ruang makan terpisah dari dapur maupun ruang tamu. Begitu juga kamar anak dan kamar orang tua. Di tempat nenek Welas terdapat balai bambu panjang yg biasanya untuk menginap Resti dan Mila yg gabung dengan ruang tamu.
" Oh ya, kemarin memang ada yg hanyut di kali Progo dan mencarinya lho. Jangan jangan itu kamu Dev?, soalnya team SAR juga mencari lho, sampai malam !"
Deg...
" Aku tidak tahu, tapi ku mohon biarlah saya disini dulu. Saya tidak ingat kejadiannya seperti apa. Saya khawatir jika itu hanya pengalihan untuk mencelakai saya.."
Devia mengarang cerita untuk hal itu dan berpesan kepada Resti dan juga Mila. Agar tidak memberitahukan kejadian itu kepada masyarakat disini. Sebab Devia untuk sementara ingin bebas dari pengawasan kedua kakaknya. Ucapannya yg belepotan seperti itu membuat Resti dan Mila menahan tawa. Antara aku, saya dan ucapan yg Devia lontarkan tersebut.
" Oh begitu, emang kamu mempunyai musuh?"
Aduuuuhhh....!!
" Emang jaman penjajahan Jem ?" Celetuk Resti menanggapi ucapan Mila sambil memukul keningnya.
" Ah elah, kan nanyuak..!"
" Ya setidaknya biar inget gitu, siapa tahu dengan dipancing begitu Devia, eh Devia kan namanya tadi?"
Mila kembali mencoba mengingatkan nama Devia. Walau Devia hanya bengong mendengarkan ucapan Mila tersebut.
" Sepertinya mereka sengaja, agar gw ingat nama gw. Tenang aja, gw tetap akan pura pura terus. Selama Abang Devan dan Davin tidak kesini" kata Devia dalam hatinya. Hanya itu sebenarnya tujuan Devia, agar terbebas dari pengawasan kedua kakaknya.
Tak lama kemudian, Resti dan Mila pun pamit karena ingin mempersiapkan diri mendaftar kerja di sebuah perusahaan. Dan kini tinggallah Devia dan nenek Welas.
Keduanya mengobrol cukup lama, dan nenek Welas pun bercerita tentang kisah hidupnya dahulu. Saat usianya masih remaja hingga mempunyai suami. Namun sangat disayangkan, nenek Welas tidak mempunyai keturunan.
Raut wajah nenek Welas terlihat sedih semenjak ditinggalkan suaminya itu. Apalagi dahulu keduanya sama sama mengabdi di keraton yg hingga sekarang masih kokoh berdiri.
Ia juga cerita jika keraton sudah menyerahkan kekuasaan kepada negara. Namun tetap masih berdiri sebagai simbol bahwa budaya serta kekuasaan kerajaan dahulu masih ada hingga sekarang.
Devia sangat menikmati cerita nenek Welas yg dahulu seorang abdi dalem. Yang kini merasa kesepian itu. Bahkan meminta Resti dan Mila menemani ketika sendirian seperti saat ini. Terlebih ketika kedua anak yg sudah dianggap cucu itu ingin bekerja, sepertinya tidak rela. Namun karena keinginan dan mengejar cita citanya, membuat nenek Welas rela melepas keduanya.
Dan kini ada yg menemani, walaupun baru mengenalnya. Dan nenek Welas sangatlah cocok dengan Devia. Karena Devia sudi mendengarkan cerita serta keluh kesahnya. Nenek Welas berharap, Devia tidak segera mengingat jati diri Devia. Sebab jika semuanya terjadi, maka ia akan kembali sendiri berteman sepi.
" assalamualaikum..!!"
Seseorang mengetuk pintu dari luar rumah. Suara wanita yg sangat lembut terdengar di telinga Devia. Nenek Welas pun beranjak dari duduknya menuju pintu rumah
" Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh" Sahut salam nenek Welas, terhadap seseorang dibalik pintu. Kemudian membuka pintu. Tampak seorang wanita paruh baya tersenyum kepada nenek Welas.
" Bagaimana kabarnya mbok..?" Ucap wanita paruh baya itu kepada nenek Welas yg juga turut tersenyum menyambut kedatangan wanita paruh baya tersebut.
Devia mengernyitkan keningnya, sebab penampilan wanita itu bukan sebagai rakyat jelata sekitarnya. Wajah cantik walau usia sudah berumur. Serta berpakaian layaknya seorang bangsawan keraton. Walaupun penampilannya tidak mencolok seperti di tv tv.
" Alhamdulillah, simbok sehat walafiat, lan kaparing berkah. Semanten ugi Kanjeng Gusti Ayu, mugi pinaring wilujeng dan panjang yuswanipun. Pikantuk kugrahan ingkang linuber pangaksami. " Sahut nenek Welas tampak sangat menghormati wanita paruh baya itu.
Kemudian keduanya masuk kedalam rumah nenek Welas. Tampak wanita paruh baya itu mengernyitkan keningnya. Melihat orang asing di dalam rumah, yg tak lain adalah Devia.
...****************...
Biyuuuhh....
Bahasanya kaku 🤣🤣. Banyak typo. Dah nikmati aja😁
Tapi semoga paham bagi para reader, walaupun tidak ada translate nya.🤭
Silahkan subscribe
Like
Dan komentar anda.
Si©iprut
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!