Malam itu terasa sunyi, gubuk reyot yang terbuat dari jerami terlihat sangat rapuh. Atap dari jerami kering yang di olesi tanah liat sebagai perekat alami, seperti akan terbang sewaktu-waktu saat angin besar datang.
"A niang... Aku lapar."gadis kecil dengan pakaian kain kasar, serta ada banyak tambalan itu mendekati ibunya.
Mata besarnya menatap penuh harap pada wanita dewasa didepannya,"A niang, akan menghangatkan ubi kukus terlebih dahulu."
Fen Hua, berjalan keluar rumah berhubungan dapur rumah berada di luar. Dia harus keluar dan menerobos hujan untuk menghangatkan makanan. Tubuh ringkih nya terhuyung saat tidak sengaja tersandung batu, berkat refleks bagus Fen Hua tidak terjatuh sama sekali.
Gadis kecil berusia 9 tahun memperhatikan Fen Hua dari ambang pintu, tubuh kurus dan kulit putih pucat itu menggigil kedinginan. Disampingnya ada gadis kecil yang lebih muda darinya.
Mereka berdua menatap Ibunya dengan khawatir,"apa A Niang kedinginan?"
Pertanyaan Fen Mei membuat sang Kakak menatapnya kesal, jelas sekali Ibu mereka kedinginan. Pertanyaan bod*h macam apa itu? Fen Hui hanya bisa menahan rasa kesalnya.
Tidak bagus untuk nya memarahi anak kecil dengan tubuh seperti tauge, kurus dan kepalanya yang besar. Keluarga mereka terlalu miskin, di desa kecilnya hanya keluarga Fen saja yang masih tinggal di gubuk reyot tepat dibawah kaki gunung.
"Masuklah terlebih dahulu, biar Kakak saja yang menunggu A Niang disini."
"Umm."
Fen Mei mengangguk patuh, dia adalah terkecil di keluarga Fen. Fen Hua memiliki 4 orang anak, yang tertua adalah Fen Xiang anak lelaki berusia 15 tahun, lalu Putri tertua Fen Qian berusia 13 tahun, Putri kedua Fen Hui dan Putri ketiga Fen Mei.
Gadis berusia 9 tahun itu mendesah pelan, dia tidak menyukai kehidupan yang serba kekurangan. Di kehidupan sebelumnya gadis itu terlahir dengan Mingyun yang bagus.
Fen Hui, terlahir kembali dengan nasib buruk, dia memiliki ingatan kehidupan sebelumnya. Tidak, lebih tepatnya dia bertransmigrasi! Tubuh aslinya berasal dari abad ke 22, dia meninggal karena kecelakaan beruntun di jalan tol, bangun-bangun sudah berada ditubuh Fen Hui.
"Kesempatan hidup kembali tidak akan berulang lagi, kali ini harus hidup lebih baik."Fen Hui sudah bertekad.
Dia akan memperbaiki ekonomi keluarga ini, Fen Lang, ayahnya dikehidupan ini sangat buruk. Meskipun dia berasal dari keluarga baik-baik di desa kecilnya. Dia adalah seorang bajing*n yang menelantarkan keluarga kecilnya sendiri. Pergi ke provinsi untuk ikut ujian untuk para pelajar, entah gagal berapa kali. Dia terus mengulangi kegagalannya hingga menghabiskan uang milik Fen Hua.
"A Niang sudah berkerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga, tapi tikus besar mencuri uang setiap bulannya!"
Bahkan uang yang dimiliki Fen Hua, dari hasil jerih payahnya menjual keranjang anyaman dan gandum itu tidak seberapa. Fen Lang dengan serakah dan tidak malunya merebut uang itu.
"Baiklah, berhubungan aku sudah sepenuhnya tau semua jalanan di desa ini. Aku akan mencari cara untuk menghasilkan uang."
Melihat Fen Hua datang dengan sekeranjang kecil ubi kukus hangat, dan uap panas masih mengepul. Fen Hui meraih keranjang kecil itu dan memberikan kain kering pada Ibunya.
"A Niang, ganti bajunya terlebih dahulu agar tidak terkena demam."
Fen Hua tersenyum senang, putri keduanya begitu perhatian. Meskipun sudah lama tidak berkomunikasi, dalam beberapa hari terakhir ini Fen Hui mulai mau berbicara dengan nya kembali. Sorot mata hampa gadis itu seakan sirna entah hal apa yang membuat gadis itu berubah. Fen Hua tidak mempermasalahkan itu, gadis kecil itu begitu tertutup sudah mau terbuka pada semua orang.
Itu hal bagus, tidak baik Fen Hui selalu murung dan terlihat hampa. Dia selalu cemas sejak Fen Hui mendapatkan perlakuan buruk dari Fen Lang, hingga membuat gadis kecilnya trauma. Fen Hua tidak bisa melakukan banyak hal untuk menghibur gadis kecilnya.
"Tutup pintunya makanlah bersama adik mu, A Niang akan berganti baju. Jangan bangunkan kedua Kakak mu mereka sedang lelah."
Fen Hui mengangguk mengerti, kedua Kakaknya seharian ini sibuk membantu Fen Hua di ladang. Sekarang sedang waktunya panen gandum, jelas ketiga orang itu sibuk. Sementara dirinya dan Fen Mei tidak melakukan apapun selain tinggal dirumah.
Dia menutup pintunya, Fen Mei datang dengan wajah berseri-seri. Adiknya sudah terlalu lapar, mereka hanya makan dua kali sehari. Pagi dan Malam, itu karena terbatasnya makanan jadi mereka harus berhemat.
"Uwaah... Ubi nya terlihat lezat, Kak ayo kita makan ubi ini bersama."
Fen Hui mengangguk, dia duduk diruang keluarga yang sempit. Dan memakan ubi nya perlahan, Fen Mei meniup ubi miliknya agar tidak terlalu panas. Kemudian menggigit kecil ubi itu, matanya kembali berbinar. Rasa laparnya membuat makanan apapun yang dimakan akan terasa enak di lidahnya.
"Apa yang kita makan untuk besok pagi?"tanya Fen Mei, penasaran.
"Ubi kukus lagi sepertinya, bukankah setiap hari seperti itu? Kalaupun tidak, pasti berganti dengan kentang."jawab Fen Hui.
"Itu bagus, sangat bagus setidaknya kita tidak memakan panekuk dari dedak kasar."Fen Mei mengangguk senang.
Fen Hui tahu, panekuk yang terbuat dari dedak kasar. Sangatlah tidak enak, karena ketika menelan makanan itu ada rasa tertusuk di tenggorokan. Sulit untuk menelannya, entah keberuntungan dari mana makanan dirumahnya beralih ke umbi-umbian.
Pagi harinya Fen Hui terpaksa bangun lebih awal, melihat Ibunya sudah bersiap-siap untuk pergi ke ladang di waktu subuh. Membuat nya tidak bisa tidur nyenyak, Fen Xiang membawa peralatan bertani sedangkan Fen Qian menyiapkan sarapan untuk dibawa.
"Jaga rumah dengan baik, kami akan pulang sore nanti."pinta Fen Hua, saat melihat Fen Hui berdiri diambang pintu.
Mengantar kepergian mereka bertiga."umm, mengerti."
"Aku sudah menyisakan beberapa ubi ungu kukus untuk kau dan Mei'er sarapan."ucap Fen Qian sebelum pergi.
"Berhati-hatilah dijalan,"angguk Fen Hui.
Dia menutup pintu rumah, dan berniat membangunkan Fen Mei. Melihat adiknya tidur dengan nyenyak, dia tidak tega membangunkannya. Berjalan pelan keluar dari rumah, menatap pekarangan dengan pikiran penuh.
"Ada baiknya menanam sayuran di halaman depan atau belakang."ucapnya.
Dia menatap kearah kaki gunung, ada niat terselubung untuk pergi kesana. Kakinya mengenakan sandal jerami, ini adalah hadiah dari Ibunya beberapa tahun yang lalu. Untungnya masih muat di kakinya, hadiah itu sangat mahal untuk keluarga mereka. Tapi berhubung Ibunya membuat sandal jerami itu sendiri.
Jadi Fen Hua tidak mengeluarkan banyak sen untuknya, saat hendak pergi pintu rumah terbuka. Fen Mei melihat Fen Hui akan pergi segera menutup pintu dan berlari menyusulnya.
"Kakak, tunggu."Fen Mei mengejar Fen Hui,"mau kemana?"
"Aku mau pergi ke kaki gunung lebih dekat."Fen Hui meraih tangan mungil Fen Mei.
Mereka berdua berjalan bersama hingga sampai di kawasan Kaki gunung, ada banyak hal disana sebuah tanah luas yang ditumbuhi banyak sayuran liar. Ataupun rempah-rempah liar seperti kunyit, jahe ataupun lengkuas.
"Ini bagus, kita akan mengambilnya."Fen Hui berjongkok.
Mencoba menggali kunyit dengan batang kayu, untungnya tanah tidak terlalu keras. Cukup lunak hingga mempermudahkan nya menarik kunyit itu.
"Wooo...! Banyak, sangat banyak!"Fen Mei berseru senang.
Dia membantu Kakaknya mengumpulkan kunyit, meskipun dia tahu kunyit bukanlah sumber makanan pokok.
"Hmm, aku akan mencabut banyak kunyit kau harus mengumpulkan semuanya."
"Baik!"
Dengan patuh Fen Mei mengumpulkan kunyit yang sudah dicabut, ukuran kunyit liar itu lumayan besar. Terlihat segar dan memiliki aroma yang khas, dia berpikir untuk mengambil keranjang anyaman dirumah. Meminta izin pada Fen Hui untuk pulang sebentar.
"Bagus, aku bisa menjual nya ke kabupaten terdekat."seringai nakal muncul disudut bibir Fen Hui.
"Aku membawanya! Aku membawanya!"
Gadis kecil berusia 6 tahun melompat-lompat kegirangan, tangan kecilnya membawa keranjang anyaman. Fen Hui meraih anyaman itu dan memasukkan semua kunyit yang dipanennya. Jahe yang sempat dicabut olehnya juga dimasukkan kedalam keranjang.
"Kak, apa yang akan kita lakukan dengan kunyit ini?"tanya Fen Mei penasaran.
Seringai licik muncul disudut bibir Fen Hui, dia menatap adiknya dengan semangat. Tangannya masih mengumpulkan kunyit dan jahe. Dia tidak mencabut talas, tidak untuk sekarang.
"Aku akan menjualnya ke Kabupaten hari ini, meksipun jalannya sangat jauh. Kau pergi saja ke ladang menemui Ibu dan aku akan pergi sendirian."
"Itu mustahil, Kabupaten berjarak sangat jauh dengan kecepatan jalan kaki Kakak hanya kecapekan dijalan."Fen Mei merasa cemas.
"Aku akan ikut!"
Fen Hui terdiam menatap adiknya, dia mengangguk kecil."jangan beritahu Ibu, dia akan khawatir."
"Eumm... janji,"angguk Fen Mei.
Kedua kakak beradik itu kembali ke rumah jerami mereka, mengambil tabung bambu berisi air. Ditutupi dengan potongan bambu lainnya sebagai tutup. Membawa beberapa biji ubi kukus yang sudah dingin. Memasukkan semua itu kedalam keranjang anyaman.
"Aku akan meninggalkan mu di jalan, jika mengeluh karena lelah."ancam Fen Hui.
Fen Mei menggeleng dia tidak akan mengeluh, karena ini pilihan nya. Gadis kecil itu merasa cemas kalau Fen Hui pergi seorang diri.
"Aku hapal jalannya, Ibu pernah membawa ku ke Kabupaten."
"Hmm... kita berangkat sekarang."
"Iya."
Mereka berdua saling berpegangan tangan, berjalan keluar desa dan menempuh jarak 60 meter untuk sampai di Kabupaten. Bukan hal mudah untuk dilakukan oleh anak kecil, tenaga mereka di kuras banyak. Melihat orang-orang menaiki kereta yang di tarik oleh sapi. Fen Mei merasa iri, dia menelan semua keluhannya karena sudah berjanji.
Melihat adiknya sudah kelelahan, Fen Hui memutus kan untuk duduk di pinggir jalan sebentar. Memberikan seteguk air pada adiknya lalu kembali melanjutkan perjalanan.
Sampai di Kabupaten, kedua pasang mata itu berair. Seluruh tubuh mereka sangat berkeringat, bahkan kedua kaki yang menopang tubuh pun terus menerus gemetaran karena berjalan cukup lama.
"Ugh... Akhir kita sampai."Fen Mei menghela nafas lega.
Fen Hui menuntun Fen Mei menuju pasar, meskipun sudah siang pasar sedikit ramai. Ada banyak pedagang berteriak menjajakan dagangannya, Fen Hui mencari tempat strategis. Dia menaruh keranjangnya diatas tanah, membiarkan Fen Mei duduk di belakang nya karena kelelahan.
"Minum dan makan ubi nya, aku akan berjualan disini."
"Baik."angguk Fen Mei patuh.
Fen Hui menarik nafasnya dalam-dalam,"kunyit segar! Kunyit segar! Baru dipetik pagi ini, tidak kering dan tidak busuk! Mari datang dan beli lah. Kunyit ini sangat besar dan jahenya juga memiliki aroma yang kuat."
Gadis itu terus berteriak kencang, sekelompok wanita dewasa hendak melewati nya. Mendengar kata 'Segar' sungguh menarik perhatiannya, mereka melirik keranjang anyaman berisikan Kunyit dan Jahe. Ukurannya memang sedikit lebih besar dari pada yang biasa mereka beli di pedagang lain.
Ada jejak tanah basah sedikit kering di sela-sela jahe dan kunyit. Salah satu dari mereka berhenti didepan Fen Hui, matanya berbinar menatap Jahe berukuran besar.
"Berapa harga setengah kilo Jahe nya gadis kecil?"
"Nyonya, anda sangat beruntung hari ini aku memetik banyak Jahe dan anda yang pertama kali membelinya jadi aku akan memberi harga dengan diskon."Fen Hui menatap wanita itu dengan senang."harganya hanya 2 sen!"
"Ya ampun baik sekali, berikan Jahenya pada ku."
Wanita itu membuka keranjang jinjing, Fen Hui memasukkan beberapa genggaman Jahe. Dia bisa menimbang dengan tangan dan tepat.
"Nyonya, jika anda khawatir berat nya tidak sama, silahkan ditimbang dirumah kalaupun kurang datang lah kembali."
Fen Hui menerima 2 sen miliknya, wanita itu pergi. Dari kejauhan terlihat wanita dewasa itu berbicara dengan teman-temannya. Dalam hitungan detik wanita-wanita dewasa lain menghampiri Fen Hui untuk membeli Jahe dan kunyit.
"Ini sangat segar! Gadis kecil dari mana kau mendapatkan nya?"
"Nyonya, aku mendapatkan nya dari kaki gunung, ini adalah Jahe dan kunyit liar."
"Hoho... Sangat jujur aku suka, berikan 1 kg Jahe untuk ku gadis kecil."
"Umm,"
Tangan kecil Fen Hui dengan cepat menimbang Jahe, memberikan beberapa genggaman setelah di perkirakan beratnya. Butuh waktu beberapa jam untuk menghabiskan dagangan nya.
Dia tidak pernah menyangka dagangan nya akan habis terjual! Dia mendapatkan 1 Jiao, ini benar-benar uang yang banyak untuknya.
Mata Fen Mei berbinar-binar melihat uang yang banyak di genggaman Fen Hui, ini pertama kalinya dia melihat uang sebanyak itu.
"Apa yang akan kita lakukan dengan uang ini Kak?"
Kakak perempuan nya sangat hebat, satu keranjang anyaman sebesar punggungnya menghasilkan 1 Jiao! Bukankah itu bisa membuat nya makan enak?
"Kita akan kembali kerumah dan menyimpan uang ini."
"Apa kita tidak bisa membeli makanan enak?"Fen Mei menahan air matanya.
Sangat sayang untuk tidak membelanjakan uang itu, tapi dia tidak bisa berkomentar lagi. Fen Hui terdiam, dia mengambil 1 sen pada Fen Mei jarinya menunjuk ke pedagang makanan.
"Beli lah 1 panekuk untuk mu sendiri, kita tidak boleh memakai banyak uang."
"Wah, Kakak sangat baik."
Gadis kecil itu berlari menghampiri penjual panekuk isi lobak. Fen Hui memperhatikan nya dari jarak jauh, dia sebenarnya masih bingung harus membeli apa. Tapi teringat suatu saat pasti keluarga nya akan mengeluarkan uang banyak. Entah untuk apa itu, tapi dia tidak boleh pelit untuk urusan makanan.
"Gadis kecil ku dengar kau menjual kunyit segar."lelaki dewasa menghampiri Fen Hui.
Gadis itu mendongak dan tersenyum,"benar Paman, aku menjual kunyit segar tapi untuk sekarang Kunyitnya sudah habis terjual."
Sudut bibir Lelaki itu melengkung kebawah,"apa besok kau akan datang kemari?"
"Tentu, kalau anda mau datang lah sekitar pukul 8 pagi."
"Baik, aku sangat membutuhkan kunyit itu."
Lelaki itu berjalan pergi bertepatan dengan Fen Mei, gadis kecil itu membawa 1 panekuk besar isi lobak."apa kita akan pulang?"
"Makan saja dulu, kita akan segera pulang sebelum sore datang."
"Umm."
Fen Mei membelah dua panekuk itu, dia memberikan setengahnya pada Fen Hui. Gadis itu tidak menolak, dia memakannya dengan lahap.
"Ayo pulang."
Keranjang anyaman diangkat dan bertengger manis di punggung Fen Hui, tangan kanannya menggenggam erat tangan Fen Mei. Kedua Kakak beradik itu kembali menempuh perjalanan panjang.
...****************...
Alo... ada sedikit penjelasan dalam 1 Yuan ada 10 Jiao, dan dalam 1 Jiao ada 10 sen. Author agak kurang ngerti mata uang Tiongkok, mungkin harganya terlalu murah buat yang diatas hehe... Mohon untuk memaklumi.
Malam itu keluarga kecil Fen tengah menikmati makan malam, kentang kukus dan sayur bening menjadi hidangan yang lezat. Fen Xiang mengambil kentang paling besar, dia memakannya dengan lahap. Ibunya tidak protes apapun, karena tau putra tertua nya hari ini berkerja terlalu keras di ladang. Mereka telah mengumpulkan banyak gandum, panen tahun ini sedikit lebih banyak dari yang kemarin.
"A Niang, apakah Ayah akan pulang setelah panen selesai?"tanya Fen Qian pelan.
Setengah hasil dari panen gandum mereka akan di gunakan untuk bayar pajak pada pemerintah, setengahnya lagi akan dijual. Separuh uangnya diberikan pada Ayah mereka dan sisanya untuk kebutuhan makan.
"Seperti biasanya."jawab Fen Hua sekenanya.
Fen Xiang merasa sulit untuk menelan makanannya, dia tidak rela jerih payah Ibu dan Adiknya dimakan semua oleh Ayah mereka. Apa lagi tahun ini ujian Sarjana akan dimulai kembali, sudah jelas mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli peralatan belajar.
"Sebentar lagi ujian akan dimulai, ayah pasti meminta banyak uang."lanjut Fen Qian,"a niang aku tidak mau mengeluarkan 1 jiao lebih, kita bahkan hanya mendapatkan 10 sen setengah tahun ini."
Fen Hua terdiam, dia tau anak-anak nya tidak mau hidup sulit berkelanjutan. Tapi apa dia bisa menolak memberikan uang pada suaminya? Itu sangat sulit, mengingat tangan kasar itu tidak segan untuk memukuli mereka.
"Tenanglah, ayah tidak akan mengambil lebih dari 10 sen."Fen Hua merasa tidak yakin dengan ucapannya.
Makan malam menjadi lebih hening sekarang, Fen Mei tidak tau pembahasan Ibu dan Kakak nya. Setelah kenyang dia memiliki tidur di pangkuan Fen Hui. Dia sudah menghabiskan satu sen hari ini, dan Fen Hui memintanya untuk merahasiakan hal itu dari ibu dan kakak-kakak mereka. Tidak masalah selama dia bisa membeli banyak makanan enak, pagi besok dia harus mengumpulkan banyak kunyit dan jahe lagi.
"Kakak ayo tidur, aku sangat mengantuk."Fen Mei menarik tangan Fen Hui untuk pergi ke kamar.
Rumah mereka memiliki 2 kamar, 1 kamar untuk ibu nya dan 1 kamar lagi untuk ketiga putri keluarga Fen. Fen Xiang lebih memilih tidur diruang yang biasa dijadikan ruang tamu dan ruang makan. Dia merasa harus berjaga, karena dirumah mereka laki-laki hanya dia seorang.
Tok...tok...
Mendengar suara pintu diketuk Fen Hua membuka pintu rumahnya, lelaki tua dengan rambut beruban terlihat dari balik pintu.
"Ayah mertua, kenapa kau datang malam-malam begini?"
"Masuklah."
"Tidak perlu, aku tidak akan lama."ucap Fen Jiao.
Fen Jiao adalah kepala keluarga besar Fen, dia datang kemari untuk memberikan 5 sen pada menantu nya. Fen Hua terkejut dia merasa tidak enak karena di beri uang.
"Ayah mertua, bagaimana aku bisa menerima uang itu? Sedangkan mencari uang sangat lah sulit,"
Fen Jiao mengibaskan tangan,"aku tahu anak ku sering pulang saat panen selesai, dia pasti akan meminta uang pada mu. Gunakan saja ini, Ibu mertua mu juga tidak keberatan."
Dengan enggan Fen Hua menerima uang itu,"ayah mertua kau sangat dermawan, kebaikan ini akan selalu menantu ingat."
"Hmm... Aku pergi sekarang."
"Berhati-hatilah dijalan!"
Fen Hua bernafas lega, dia menyimpan uang itu baik-baik. Setidaknya mertuanya sangat baik, anak-anak nya masih bisa makan enak nanti.
Pagi-pagi buta Fen Hua pergi ke ladang lebih awal, dia akan menyelesaikan pekerjaan nya yang terakhir. Lalu sama seperti ibunya Fen Hui dan Fen Mei pergi kaki bukit untuk memanen kunyit dan jahe, mereka juga harus pergi diam-diam agar tidak ketahuan warga desa.
Kalau tidak mereka akan ketahuan dan dilaporkan pada Ibu mereka! Bisa-bisa pemasukan uang mereka terhenti.
"Aku ingin membeli panekuk lobak lagi."
"Aku akan memberi mu 2 sen hari ini."bibir tipis Fen Hui melengkung keatas.
"Terimakasih."Fen Mei berpikir dia bisa menyimpan 1 sen di tabung bambunya.
Dia dan Kakaknya membuat celengan dari tabung bambu, itu berguna untuk menyimpan banyak uang. Tepat di jam 8 pagi kedua kakak beradik itu sudah berada di pasar. Seperti janjinya dengan lelaki dewasa kemarin, Fen Hui bertemu kembali.
"Hai Paman, kau datang tepat waktu."Fen Hui menyapa dengan ramah.
"Apakah Paman akan membeli dagangan kami? Lihat kunyit dan jahe yang baru dipetik ini sangat segar."Fen Mei tidak mau diam, dia juga ingin menyambut baik pelanggan pertama hari ini.
Lelaki itu tertawa melihat tingkah lucu Fen Mei,"baiklah, aku membeli 5 kg kunyit masukkan saja kedalam keranjang ini nak."
"Wahh, anda sangat baik aku akan menimbangnya dengan tangan jika Paman ragu benar atau tidak. Timbang saja dirumah kalau kurang datang saja kemari aku akan menambahkan nya."
Fen Mei memperhatikan gerakan cepat tangan Fen Hui, dia merasa kagum. Sepertinya kakak perempuan satu ini sangat pandai berhitung.
"Kakak, berikan paman itu bonus."bisik Fen Mei.
Alis kanan Fen Hui menarik, dia sedikit tersenyum tangan nya mengambil segenggam kunyit tambahan. Lelaki dewasa di depannya merasa senang, dia mendengar bisikan gadis kecil itu.
"Ini Paman, aku memberikan sedikit bonus karena Paman membeli banyak."
"Hahaha...sangat baik! Ini uang nya, kalau bisa aku ingin kau memisahkan 5kg kunyit setiap harinya untuk ku bagaimana?"
Fen Mei mengangguk dengan antusias, dia akan mencari banyak kunyit untuk Paman didepannya. Sementara Fen Hui sedikit ragu, kunyit sangat banyak saat ini. Tapi tidak selamanya banyak kalau terus menerus diambil.
"Aku menerimanya, tapi Paman kami tidak bisa mempertahankan menjual kunyit jangka panjang."ucap Fen Hui.
Lelaki itu paham, kunyit liar yang mereka petik pasti akan habis suatu saat jadi dia memakluminya."tidak apa-apa nak, aku membutuhkan kunyit untuk restoran ku."
"Kalau begitu kami akan menjual 5 kg kunyit selama kunyit liar masih ada."angguk Fen Hui.
"Baik, panggil aku Paman Tian."
"Paman Tian berhati-hati dijalan."Fen Mei melambaikan tangan nya saat lelaki itu pergi.
Seorang nenek tua berjalan mendekat, dia memperhatikan kunyit dan jahe. Malam ini keluarga nya akan memasak daging, melihat kedua bumbu itu sangat segar dia memutuskan untuk membelinya.
"Berapa setengah kilo Jahe dan kunyit?"
" 2 sen, nek."
"Aku akan membeli keduanya masing-masing setengah kilo."
"Baik,"
Fen Hui melayani dengan cepat, dia memberikan sedikit bonus. Dia tidak mau pelit, meskipun harganya murah tapi bagi para petani 1 sen sangat berharga.
"Aku menyukai cara pelayanan mu gadis kecil."nenek tua itu memberikan 4 sen pada Fen Hui.
Sepeninggalan nenek itu, beberapa orang datang untuk membeli. Dagangannya sedikit lama untuk habis karena tidak seramai kemarin. Setelah selesai menghabiskan dagangan, Fen Hui menghitung uang nya dengan cermat.
"Kakak, bagaimana kau bisa berhitung?"tanya Fen Mei penasaran.
Pada masa ini belajar sangat lah sulit, jika bisa itu mengeluarkan banyak uang. Kebanyakan para pelajar hanya laki-laki dari keluarga yang memiliki uang lebih. Membaca dan berhitung sangatlah tidak mudah untuk dipelajari.
"Aku mempelajari nya."
"Bisakah mengajari ku juga?"tanya Fen Mei penuh harap.
Fen Hui tidak menjawab, dia memberikan 2 sen untuk Fen Mei. Memasukkan semua uangnya kedalam kantung kain serut. Gadis kecil itu langsung berlari menghampiri penjual panekuk, kembali 1 panekuk dan kembali.
"Kau tertarik untuk belajar Mei'er?"tanya Fen Hui penasaran.
Adiknya mengangguk dengan antusias, dia merasa senang saat melihat Fen Hui menghitung banyak uang. Suara lembut menyembuhkan beberapa nominal membuat nya sangat senang.
"Aku bisa mengajari mu nanti, kita berkeliling dulu."
Fen Mei mengangguk, dia menggandeng tangan Kakak dan berjalan bersama. Sesekali menggigit panekuk lobak nya, mereka berhenti didepan toko daging.
"Bibi aku ingin membeli 1 pon daging tidak berlemak."
Wanita tua didepannya merasa senang, akhir-akhir ini banyak orang membeli daging babi penuh dengan lemak untuk dijadikan minyak. Sementara daging tanpa lemak jarang ada yang membelinya.
"Ya.. ya... Aku akan memotongnya dan menimbangnya."
Wanita tua itu memotong daging dan mengikat nya, daging segar terlihat sangat mahal itu membuat Fen Mei takut. Dia menarik ujung pakaian lengan Fen Hui.
"Kakak, itu sangat mahal aku takut uang nya kurang."bisik Fen Mei cemas.
"Tidak apa-apa, uang kita cukup."balas Fen Hui sedikit berbisik.
"Nah ini,"
Fen Hui menerima daging itu, dia menanyakan harganya dan langsung membayar."kita akan membeli minyak canola dan garam."
"Eum..."Fen Mei tidak bisa berkata-kata.
Dia menuruti Kakak nya saja, begitu pulang dan sampai dirumah. Kakaknya sibuk berkutat di dapur dia akan memasak daging tumis. Dan kentang serta beberapa sayuran liar sebagai pendamping nya.
Menyiapkan makan malam, sebelum ibu dan kakak nya pulang. Sore itu pintu rumah terbuka sosok jangkung dengan pakaian putih rapih muncul dari balik pintu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!